Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga Pengguna Narkoba Suntik dengan Kepatuhan Berobat ke Klinik Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN DUKUNGAN KELUARGA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK DENGAN KEPATUHAN BEROBAT

KE KLINIK PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON (PTRM) DI PUSKESMAS TANJUNG MORAWA

KABUPATEN DELI SERDANG T E S I S

Oleh

DUMA ROSLINA TAMPUBOLON 097032070/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN DUKUNGAN KELUARGA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK DENGAN KEPATUHAN BEROBAT

KE KLINIK PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON (PTRM) DI PUSKESMAS TANJUNG MORAWA

KABUPATEN DELI SERDANG

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

DUMA ROSLINA TAMPUBOLON 097032070/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN DUKUNGAN KELUARGA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KE KLINIK PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON (PTRM) DI

PUSKESMAS TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG Nama Mahasiswa : Duma Roslina Tampubolon Nomor Induk Mahasiswa : 097032070

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H) (Drs. Tukiman, M.K.M Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 27 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H Anggota : 1. Drs. Tukiman, M.K.M

2. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D 3. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si


(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN DUKUNGAN KELUARGA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK DENGAN KEPATUHAN BEROBAT

KE KLINIK PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON (PTRM) DI PUSKESMAS TANJUNG MORAWA

KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2012

DUMA ROSLINA TAMPUBOLON 097032070/IKM


(6)

ABSTRAK

Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa merupakan program yang mengalihkan penggunaan narkoba runtik ke obat lain yang lebih aman (metadon), namun tingkat kepatuhan pasien masih rendah diduga akibat rendahnya pengetahuan dan sikap dari pengguna narkoba suntik serta kurangnya dukungan keluarga.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga pengguna narkoba suntik dengan kepatuhan berobat ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Desain penelitian cross

sectional dengan jenis explanatory. Waktu penelitian pada bulan Oktober sampai

dengan ujian komprehensif. Populasi penelitian adalah seluruh pengguna narkoba suntik di wilayah kerja Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa sebanyak 63 orang dan 53 orang menjadi sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji chi-square dan regresi logistik pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga berhubungan dengan kepatuhan berobat ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Hasil analisis multivariat menunjukkan dukungan keluarga merupakan variabel paling berhubungan dengan kepatuhan berobat ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

Disarankan : (1) Pimpinan Puskesmas Tanjung Morawa melalui Koordinator Klinik PTRM hendaknya melakukan sosialisasi secara luas ke masyarakat sebagau

upaya meningkatkan pengetahuan tentang terapi metadon serta manfaatnya. (2) Upaya merubah sikap pasien pengguna narkoba suntik tentang terapi metadon

dapat dilakukan melalui peningkatan kompetensi Petugas Klinik PTRM dalam pelayanan sehingga mampu meningkatkan kepatuhan pasien dalam berobat. (3) Keluarga pasien pengguna narkoba suntik diharapkan memberikan dukungan dalam hal waktu, biaya dan perhatian untuk dapat meningkatkan kemauan pasien untuk menjalani terapi metadon ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa.


(7)

ABSTRACT

Rumatan Metadon Therapy Program (PTRM) Clinic at Puskesmas Tanjung Morawa is a program shifting the use of injecting drug to a safer medicine (Metadon) but the compliance level of the patients is still low presumably due to the low education and attitude and lack of support of the family of the injecting drug users.

The purpose of this explanatory study with crass-sectional design conducted from October 2011 to the time of Comprehensive Test was to analyze the relationship between knowledge, attitude and support of the family of the injecting drug users and compliance to have treatment at Rumatan Metadon Theraphy Program (PTRM) Clinic at Puskesmas Tanjung Morawa, Deli Serdang District. The population of this study was all of the 63 injecting drug users in the working area of Rumatan Metadon Therapy Program (PTRM) Clinic at Puskesmas Tanjung Morawa and 53 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview. The data obtained were analysis through Chi-square test and multiple logistic regression tests at a = 5%.

The result of this study showed that the variables of knowledge, attitude and family support had relationship with the compliance to have treatment at Rumatan Metodon Therapy Program (PTRM) Clinic at Puskesmas Tanjung Morawa, Deli Serdang District. The result of multivariate analysis showed that family support was the most related variable to the compliance to have treatment at Rumatan Metadon Therapy Program (PTRM) Clinic at Puskesmas Tanjung Morawa, Deli Serdang District.

The management of Tanjung Morawa Puskesmas through the Coordinator of Rumatan Metadon Therapy Program (PTRM) Clinic is suggested 1) to widely socialize the knowledge about the metadon therapy and its benefit to the community members, 2) to do their best to change the attitude of the injecting drug users as their patients towards the metadon therapy through the improvement of the service competency of the Rumatan Metadon Therapy Program (PTRM) Clinic staff that they can improve the compliance of the patients in having treatment, and 3) the family of the injecting drug users is expected to provide support in terms of time, cost and attention in order to improve the willingness of the patients to undergo the metadon therapy at Rumatan Metadon Therapy Program (PTRM) Clinic at Puskesmas Tanjung Morawa.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas bimbingan dan pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Dukungan Keluarga Pengguna Narkoba Suntik dengan Kepatuhan Berobat ke Klinik Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Dr. Ir. Evawany. Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. dr. Sorimuda Sarumpaet, M.P.H, selaku ketua komisi pembimbing dan Drs. Tukiman, M.K.M, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D dan dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku penguji tesis yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dan Kepala Puskesmas Tanjung Morawa yang telah berkenan memberikan dukungan baik moril dan materil serta memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

8. Koordinator Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa beserta seluruh staf yang telah memberikan dukungan data sebagai tempat penelitian.

9. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

9. Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda (alm) Drs. W. Tampubolon dan Ibunda Herlina Panggabean atas segala jasa dan pengorbanannya dalam memberikan pendidikan yang terbaik bagi penulis.

10.Teristimewa buat suami tercinta M. Sirait, SH dan anak-anakku tersayang Intan Anggraini Sirait, ST, Herry Sirait, Elisabeth Sirait dan Frans Daniel Sirait yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan serta doa dan cinta dalam memberikan motivasi dan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Agustus 2012

Duma Roslina Tampubolon 097032070/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Duma Roslina Tampubolon, lahir pada tanggal 23 Oktober 1967 di Siborong

Borong, anak ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda (alm) Drs. W. Tampubolon dan Ibunda Herlina Panggabean.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 1 Siborong Borong selesai tahun 1980, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Siborong Borong. selesai tahun 1983, Sekolah Menengah Atas di SMF Depkes RI Medan, selesai tahun 1986, Akademi Keperawatan Depkes RI Medan selesai tahun 2003, Fakultas Kesehatan Masyarakat Stikes Mutiara Indonesia Medan selesai tahun 2006.

Mulai bekerja sebagai PNS di Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Serdang Bedagai dari tahun 1989-1999. Puskesmas Tanjung Morawa tahun .2000-sekarang sebagai Penanggung Jawab Bidang Keperawatan Rawat Inap.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2009 hingga saat ini.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Kepatuhan ... 10

2.1.1. Pengertian Kepatuhan ... 10

2.1.2. Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan ... 10

2.1.3. Strategi Meningkatkan Kepatuhan ... 11

2.2 Pengguna Narkoba Suntik (Penasun) ... 12

2.3 Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) ... 14

2.3.1 Pengertian Terapi Metadon ... 14

2.3.2 Tujuan Terapi Metadon ... 14

2.3.3 Manfaat Terapi Metadon ... 15

2.3.4 Farmakologi dan Farmakokinetik Metadon ... 16

2.3.5 Komponen dalam Program Terapi Rumatan ... 18

2.3.6 Efek Metadon ... 19

2.3.7 Kelemahan Metadon ... 20

2.3.8 Pelayanan Terapi Metadon ... 20

2.4 Pengetahuan ... 25

2.5 Sikap ... 29

2.6 Dukungan Keluarga ... 33

2.7 Landasan Teori ... 37


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 40

3.1. Jenis Penelitian ... 40

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.3. Populasi dan Sampel ... 40

3.3.1. Populasi ... 40

3.3.2. Sampel ... 40

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 41

3.4.1. Data Primer ... 41

3.4.2. Data Sekunder ... 42

3.4.3. Validitas dan Reliabilitas ... 42

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 43

3.6. Metode Pengukuran ... 44

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen ... 44

3.6.2. Pengukuran Variabel Dependen ... 45

3.7. Metode Analisis Data ... 45

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 47

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 47

4.2 Identitas Individu ... 50

4.3 Pengetahuan tentang Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa . 52 4.4 Sikap terhadap Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa... 55

4.5 Dukungan Keluarga ... 59

4.6 Analisis Multivariat ... 63

BAB 5. PEMBAHASAN ... 64

5.1 Kepatuhan Berobat Pengguna Narkoba Suntik di PTRM Puskesmas Tanjung Morawa ... 64

5.2 Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Berobat di PTRM Puskesmas Tanjung Morawa ... 67

5.3 Hubungan Sikap dengan Kepatuhan Berobat di PTRM Puskesmas Tanjung Morawa ... 69

5.4 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Berobat di PTRM Puskesmas Tanjung Morawa ... 73

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

6.1 Kesimpulan ... 78

6.2 Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Pengukuran Variabel Independen ... 44

3.2 Aspek Pengukuran Variabel Dependen ... 45

4.1 Distribusi Identitas Responden di Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa ... 51

4.2 Distribusi Pengetahuan Responden tentang PTRM Puskesmas Tanjung Morawa ... 53

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa ... 54

4.4 Distribusi Sikap Responden tentang PTRM Puskesmas Tanjung Morawa 56

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap terhadap Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa ... 57

4.6 Distribusi Responden tentang Dukungan Keluarga dalam Menjalani Terapi di PTRM Puskesmas Tanjung Morawa ... 59

4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan Keluarga di Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa ... 61

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Berobat ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa ... 61

4.9 Distribusi Kepatuhan Berobat menurut Pengetahuan ... 62

4.10 Distribusi Kepatuhan Berobat menurut Sikap... 63


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Komponen dalam Program Terapi Metadon ... 19 2.2. Landasan Teori ... 38 2.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 39


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 84

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 89

3. Uji Univariat ... 90

4. Uji Chi Square ... 97

5. Analisis Multivariat ... 100

6. Surat Izin Melaksanakan Penelitian IKM-FKM USU Medan ... 101

7. Surat Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian dari Puskesmas Tanjung Morawa ... 102

at Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155


(17)

ABSTRAK

Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa merupakan program yang mengalihkan penggunaan narkoba runtik ke obat lain yang lebih aman (metadon), namun tingkat kepatuhan pasien masih rendah diduga akibat rendahnya pengetahuan dan sikap dari pengguna narkoba suntik serta kurangnya dukungan keluarga.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga pengguna narkoba suntik dengan kepatuhan berobat ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Desain penelitian cross

sectional dengan jenis explanatory. Waktu penelitian pada bulan Oktober sampai

dengan ujian komprehensif. Populasi penelitian adalah seluruh pengguna narkoba suntik di wilayah kerja Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa sebanyak 63 orang dan 53 orang menjadi sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan uji chi-square dan regresi logistik pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga berhubungan dengan kepatuhan berobat ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Hasil analisis multivariat menunjukkan dukungan keluarga merupakan variabel paling berhubungan dengan kepatuhan berobat ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

Disarankan : (1) Pimpinan Puskesmas Tanjung Morawa melalui Koordinator Klinik PTRM hendaknya melakukan sosialisasi secara luas ke masyarakat sebagau

upaya meningkatkan pengetahuan tentang terapi metadon serta manfaatnya. (2) Upaya merubah sikap pasien pengguna narkoba suntik tentang terapi metadon

dapat dilakukan melalui peningkatan kompetensi Petugas Klinik PTRM dalam pelayanan sehingga mampu meningkatkan kepatuhan pasien dalam berobat. (3) Keluarga pasien pengguna narkoba suntik diharapkan memberikan dukungan dalam hal waktu, biaya dan perhatian untuk dapat meningkatkan kemauan pasien untuk menjalani terapi metadon ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa.


(18)

ABSTRACT

Rumatan Metadon Therapy Program (PTRM) Clinic at Puskesmas Tanjung Morawa is a program shifting the use of injecting drug to a safer medicine (Metadon) but the compliance level of the patients is still low presumably due to the low education and attitude and lack of support of the family of the injecting drug users.

The purpose of this explanatory study with crass-sectional design conducted from October 2011 to the time of Comprehensive Test was to analyze the relationship between knowledge, attitude and support of the family of the injecting drug users and compliance to have treatment at Rumatan Metadon Theraphy Program (PTRM) Clinic at Puskesmas Tanjung Morawa, Deli Serdang District. The population of this study was all of the 63 injecting drug users in the working area of Rumatan Metadon Therapy Program (PTRM) Clinic at Puskesmas Tanjung Morawa and 53 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview. The data obtained were analysis through Chi-square test and multiple logistic regression tests at a = 5%.

The result of this study showed that the variables of knowledge, attitude and family support had relationship with the compliance to have treatment at Rumatan Metodon Therapy Program (PTRM) Clinic at Puskesmas Tanjung Morawa, Deli Serdang District. The result of multivariate analysis showed that family support was the most related variable to the compliance to have treatment at Rumatan Metadon Therapy Program (PTRM) Clinic at Puskesmas Tanjung Morawa, Deli Serdang District.

The management of Tanjung Morawa Puskesmas through the Coordinator of Rumatan Metadon Therapy Program (PTRM) Clinic is suggested 1) to widely socialize the knowledge about the metadon therapy and its benefit to the community members, 2) to do their best to change the attitude of the injecting drug users as their patients towards the metadon therapy through the improvement of the service competency of the Rumatan Metadon Therapy Program (PTRM) Clinic staff that they can improve the compliance of the patients in having treatment, and 3) the family of the injecting drug users is expected to provide support in terms of time, cost and attention in order to improve the willingness of the patients to undergo the metadon therapy at Rumatan Metadon Therapy Program (PTRM) Clinic at Puskesmas Tanjung Morawa.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyalahgunaan narkotika dan obat atau bahan terlarang (narkoba) merupakan salah satu masalah yang sangat serius diseluruh negara di dunia. Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba di luar keperluan medis tanpa pengawasan dokter dan merupakan perbuatan melanggar hukum. (BNN RI, 2004).

Setiap tahunnya penggunaan narkoba semakin meningkat, sementara fenomena narkoba itu sendiri seperti gunung es (ice berg) yang artinya tampak di permukaan lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak tampak. Penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah, mengingat hampir seluruh penduduk dunia dengan mudah mendapatkan narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab (Hawari, 2009).

Di Indonesia, masalah penggunaan narkoba ini sangat mengkhawatirkan karena sudah memasuki sekolah, kampus dan seluruh lapisan masyarakat. Sekarang tidak ada satupun bangsa atau umat yang bebas dari atau kebal terhadap penyalahgunaan narkoba dan tidak ada lagi propinsi, kota atau kabupaten bahkan hingga tingkat kecamatan yang bebas dari penyalahgunaan dan pengedaran gelap narkoba. (Karsono, 2004).

Narkoba adalah suatu zat yang jika dimasukan kedalam tubuh akan memengaruhi fungsi fisik dan atau psikologis. Narkoba terdiri dari beberapa kategori


(20)

yaitu narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya yang sangat berbahaya apabila disalahgunakan. Penyalahgunaan narkoba menimbulkan dampak jangka panjang terhadap kesehatan jasmani dan rohani, gangguan fungsi sampai kerusakan organ vital seperti otak, jantung, hati, paru-paru dan ginjal serta dampak sosial termasuk putus sekolah, kuliah, kerja, hancurnya kehidupan rumah tangga serta penderitaan dan kesengsaraan yang berkepanjangan. (BNN RI, 2004).

Di Eropa Barat terdapat sekitar 1 juta sampai 1,4 juta pengguna narkoba suntik, sedangkan di Eropa Timur dan Asia Tengah mencapai 2,3 sampai 4,1 juta. Di Asia Selatan dan Asia Tenggara jumlahnya jauh lebih banyak lagi yaitu mencapai 5,3 juta. Sementara di Asia Timur dan Pasifik 4 juta orang, Afrika Utara dan Timur Tengah 0,6 juta orang, Amerika Latin 1,3 juta, Amerika Utara 1,4 juta, Australia dan Selandia Baru hanya sekitar 298.000 orang (BNN RI, 2008).

Berdasarkan kompilasi data perkiraan dari Badan Narkotika Nasional serta Divisi Litbang GAN Indonesia sampai tahun 2008 diperkirakan terdapat 13,2 juta pengguna narkoba suntikan di dunia. Sekitar 22% di antaranya hidup di negara maju, sedangkan sisanya berada di negara yang sedang berkembang atau sedang mengalami transisi.

Menurut data kasus narkoba di Indonesia selama beberapa tahun terakhir oleh Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI, 2008) mengalami kenaikan sebesar 22,92% dari tahun 2007 sampai tahun 2008, yaitu 22.630 kasus pada tahun 2007 menjadi 29.359 kasus pada tahun 2008.


(21)

Di Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 ditemukan kasus narkoba sekitar 3.463 kasus, mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 1.400 kasus (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2008). Terjadinya peningkatan kasus penggunaan narkoba membutuhkan kewaspadaan bagi Polisi Republik Indonesia (Polri) terhadap ancaman peredaran dan penyalahgunaan narkoba.

Adapun jenis penyalahgunaan narkoba yang terbesar adalah narkotika jenis heroin/putaw. Berdasarkan data dari BNN RI, jumlah penyalahgunaan narkoba jenis ini mengalami peningkatan sekitar 100% dari data tahun 2007 sampai tahun 2008. Pada jenis narkoba ini cara penggunaannya banyak yang disuntikan kedalam intravena atau sering disebut dengan Injecting Drug User (IDU) atau pengguna narkoba suntik (Penasun), sehingga masalah yang ditimbulkan dapat lebih meluas lagi yaitu terjadinya penularan HIV-AIDS (Depkes RI. 2007).

Pengguna narkotik suntik (penasun) merupakan salah satu penyumbang terbesar yang ikut berkontribusi dalam penyebaran infeksi HIV. Peningkatan jumlah penasun yang sangat cepat pada tahun terakhir sudah mencapai tahap yang memprihatinkan dan hal tersebut diikuti pula oleh masalah kesehatan dan sosial yang terkait. Selain penasun, perilaku penggunaan jarum suntik secara bergantian juga berisiko menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat karena penularan HIV yang makin cepat. Penularan HIV-AIDS bukan hanya terjadi dikalangan pecandu, tetapi juga terjadi pada pasangannya dengan anak-anak yang tidak menggunakan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Depkes RI. 2007).


(22)

Salah satu dampak buruk penggunaan jarum suntik yang sama secara bergantian adalah peningkatan kasus penularan HIV-AIDS, karena penggunaan jarum suntik yang bergantian dan tidak steril. Data dari Ditjen P2PL Depkes RI (2011), selama bulan Januari - Maret 2011 terjadi peningkatan jumlah pengidap AIDS baru sebanyak 351 kasus. Dari kasus baru tersebut sebesar 23,08% disebabkan Pengguna Narkoba Suntik (Penasun=IDU).

Program pengurangan dampak buruk dari penularan narkoba suntik mutlak diperlukan. Dalam rangka mencegah penyebaran HIV dikalangan pengguna narkoba suntik perlu pengembangan dan perpaduan 3 pendekatan, yaitu pengurangan pemasokan (supply reduction), pengurangan permintaan (demand reduction) dan pengurangan dampak buruk (harm reduction). Harm reduction terdiri dari beberapa kegiatan yaitu program kondom, program jarum suntik steril dan program terapi substitusi. Salah satu program terapi substitusi ini adalah program terapi rumatan metadon, berbentuk cair, dengan cara diminum di bawah supervisi medis. Hal tersebut dikenal sebagai Program Terapi Rumatan Metadon atau sering disingkat sebagai PTRM (Depkes RI. 2007).

Terapi metadon adalah salah satu terapi bagi pengguna heroin untuk mengatasi masalah yang ditimbulkannya. Dokter di pusat terapi ketergantungan obat yang menentukan terapi mana yang cocok untuk setiap klien. Metadon bukan terapi untuk menyembuhkan ketergantungan heroin. Tetapi terapi ini membuat pola kebiasaan baru, kesempatan berpikir, bekerja, menimbang dan memilih bagi penggunanya, tanpa kekuatiran akan terjadinya gejala putus heroin dan membantu


(23)

klien memutuskan hubungan dari lingkaran penggunaan heroin. (Depkes RI. 2007). Program terapi metadon dilakukan dalam jangka panjang, karena itu disebut Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) bertujuan untuk menurunkan risiko yang dibuat karena penggunaan heroin dan memperbaiki kualitas hidup.

Angka pecandu narkoba di Indonesia sampai tahun 2008 telah mencapai 3 juta penderita, dari angka tersebut sekitar 30 % memakai narkoba ringan seperti mariyuana, sisanya 70 % dari mereka yang memakai narkoba keras dengan cara menyuntik, dan sebagian besar diantaranya melakukan praktek penggunaan jarum suntik bergantian sehingga diperkirakan sekitar 1 juta pengguna narkoba yang terkena HIV (BNN RI, 2008).

Di Provinsi Sumatera Utara sampai Maret 2011 terdapat sebanyak 650 pengguna narkoba suntik (penasun) dan ditargetkan mendapat pengobatan melalui Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). PTRM di Provinsi Sumatera Utara sudah berdiri sejak 2008, dan saat ini sudah ada 160 pasien dari Rumah Sakit Pusat H. Adam Malik sebagai penampung dan Puskesmas Tanjung Morawa sebagai satelit.

Hasil penelitian Sihombing (2010) tentang pengaruh faktor predisposisi, pendukung dan pendorong terhadap kepatuhan mengikuti terapi metadon oleh pasien pengguna jarum suntik narkoba di RSUP H. Adam Malik Medan, menyimpulkan bahwa faktor penghasilan, biaya pengobatan dan dukungan keluarga berpengaruh terhadap kepatuhan mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon


(24)

Penelitian di RS Ketergantungan Obat Jakarta dan RS Sanglah Bali yang dilakukan terhadap 100 kasus dalam rentang waktu 2004-2005, menunjukkan perbaikan kualitas hidup dari segi fisik, psikologi, hubungan sosial dan lingkungan, penurunan angka kriminalitas, penurunan depresi serta perbaikan kembali ke aktivitas sebagai anggota masyarakat (sekolah atau bekerja). Dari pengamatan selama tahun 2004 hingga Mei 2005, pasien yang berumur di atas 20 tahun merupakan kelompok terbanyak yang mampu bertahan baik dalam PTRM. Pasien yang dropped-out berkisar antara 40% hingga 50%, dengan alasan utama karena sulitnya akses menuju tempat layanan. Alasan lainnya adalah perlunya keahlian dan penyimpanan obat khusus dalam pelayanan terapi metadon. Karena itu guna mencapai nilai manfaat yang lebih besar dipertimbangkan perluasan jangkauan dengan menempatkan layanan pada rumah sakit layanan metadon terbatas. Pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) pada RS Ketergantungan Obat sebanyak 90% adalah laki-laki, 46% dengan tingkat pendidikan Sekolah Menengah Umum.

Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa telah berdiri sejak 28 Desember 2008 dan merupakan salah satu satelit dari PTRM Rumah Sakit Pusat H. Adam Malik mulai melaksanakan kegiatan pada 11 Agustus 2009 dengan petugas kesehatan sebagai tenaga pengelola terdiri dari: dokter umum 1 orang, perawat 2 orang, petugas obat 1 orang, tenaga administrasi 1 orang dan satpam 1 orang.

Pada awal operasionalnya, jumlah pasien yang ditangani pada Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa sebanyak 10 orang, saat ini telah bertambah mencapai 63 orang. Selama proses pengobatan terdapat 36 orang yang secara rutin menjalani


(25)

pengobatan setiap hari ke Klinik PTRM, sedangkan pasien lainnya tidak rutin menjalani proses pengobatan namun mengalami hambatan karena kurangnya kepatuhan pasien dalam berobat. Kurangnya kepatuhan berobat pengguna narkotika suntik merupakan salah yang dihadapi dalam pelaksanaan terapi metadon di Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa.

Survei pendahuluan yang dilakukan pada September 2011 dengan mewawancarai 10 orang pasien yang menjalani pengobatan di Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa, ditemukan beberapa hal yang menyebabkan ketidakpatuhan dalam berobat, yaitu kurangnya pengetahuan pasien tentang terapi rumatan metadon serta manfaatnya yang terkait dengan tingkat pendidikan. Meskipun ada penjelasan dari petugas kesehatan tentang proses dan jadwal berobat tetapi sebagian pasien yang diwawancarai menunjukkan sikap yang kurang setuju terhadap prosedur pengobatan, karena harus setiap hari mengambil obat Klinik PTRM dan obat tersebut harus di minum di depan petugas sehingga berdampak kepada waktu yang harus diluangkan untuk berobat setiap hari. Beberapa pasien memberikan alasan lain sebagai penyebab tidak patuh berobat karena tidak ada anggota keluarga yang mendampingi pada saat berobat ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa. Sementara biaya obat metadon yang wajib dibayar pasien sebesar Rp. 7.500 dirasakan masih dapat dijangkau sehingga tidak mempermasalahkannya.

Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) adalah program yang mengalihkan penggunaan narkoba runtik (misalnya heroin) ke obat lain yang lebih aman. Metadon bukan penyembuhan ketergantungan opiat namun mengurangi


(26)

penggunaan narkoba suntik. Menurut Kepmenkes Nomor 494/Menkes/SK/VII/2006 tentang pengaturan dosis dalam terapi metadon, biasanya dosis awal metadon dianjurkan sebanyak 15-30 mg setiap hari selama 3 hari pertama dan kemudian dosis tersebut dinaikkan sesuai dengan keadaan umum penasun, dosis yang diberikan apabila tidak sesuai dengan keadaan pasien dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan seperti kematian. Program ini merupakan program jangka panjang sehingga dibutuhkan tingkat kepatuhan yang sangat tinggi dimana pengguna PTRM harus mengikuti dosis terapi yang dianjurkan setiap hari sampai kondisi pengguna layanan PTRM ini stabil sesuai dengan pemeriksaan dokter pelaksana di PTRM.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan dapat dijelaskan bahwa rendahnya pengetahuan dan sikap dari pengguna narkoba suntik serta kurangnya dukungan keluarga diduga sebagai penyebab tingkat kepatuhan pasien rendah berobat di Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa.

1.2 Permasalahan

Kepatuhan berobat yang rendah pada pengguna narkoba suntik, maka permasalahan pada penelitian ini adalah: Apakah ada hubungan pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga pengguna narkoba suntik dengan kepatuhan berobat ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang ?


(27)

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis hubungan pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga pengguna narkoba suntik dengan kepatuhan berobat ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

1.4 Hipotesis

Ada hubungan pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga pengguna narkoba suntik dengan kepatuhan berobat ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Bagi pengembangan Ilmu Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi yang berkaitan dengan penanggulangan penyalahgunaan narkoba.

2. Bagi PTRM Puskesmas Tanjung Morawa, sebagai masukan dalam menyusun program untuk meningkatkan kepatuhan berobat penggunan narkoba suntik.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepatuhan

2.1.1 Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat. Menurut Sacket dalam Niven (2000) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan.

2.1.2 Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan

Beberapa variabel yang memengaruhi tingkat kepatuhan menurut Brunner & Suddarth (2002) adalah : (a) faktor demografi seperti usia, jenis kelamin, status sosio ekonomi dan pendidikan, (b) faktor penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi, (c) faktor program pelayanan seperti kompleksitas program dan efek samping yang tidak menyenangkan, (d) faktor psikososial seperti intelegensia atau tingkat pengetahuan, sikap terhadap tenaga kesehatan, penerimaan, atau penyangkalan terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya dan biaya finansial dan lainnya.

Faktor yang memengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian menurut Niven (2002) antara lain :

a. Pemahaman tentang instruksi, tidak seorang pun dapat mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya.


(29)

b. Kualitas interaksi, kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.

c. Isolasi sosial dan keluarga. Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat menentukan program pengobatan yang dapat mereka terima.

d. Keyakinan, sikap dan kepribadian. Becker et al (1979) dalam Niven ( 2002) telah membuat suatu usulan bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan.

Menurut Niven (2002) derajat ketidakpatuhan itu ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: kompleksitas prosedur pengobatan, derajat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan, lamanya waktu dimana pasien harus mematuhi program tersebut, apakah penyakit tersebut benar-benar menyakitkan, apakah pengobatan itu berpotensi menyelamatkan hidup, keparahan penyakit yang dipersepsikan sendiri oleh pasien dan bukan petugas kesehatan (Syakira, 2009).

2.1.3 Strategi Meningkatkan Kepatuhan

Menurut Smet (1994) berbagai strategi telah dicoba untuk meningkatkan kepatuhan adalah :

a. Dukungan profesional kesehatan

Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi. Komunikasi memegang peranan penting karena


(30)

komunikasi yang baik diberikan oleh profesional kesehatan baik dokter/ perawat dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.

b. Dukungan sosial/keluarga

Dukungan sosial yang dimaksud adalah keluarga. Para profesional kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.

c. Perilaku sehat

Modifikasi perilaku sehat sangat diperlukan. Untuk pasien dengan penggunaan narkoba suntik diantaranya adalah tentang bagaimana cara untuk menghindari akibat yang lebih berat lebih lanjut apabila tetap menggunakan narkoba suntik. Modifikasi gaya hidup dan kontrol secara teratur atau minum obat sangat perlu bagi pasien.

d. Pemberian informasi

Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang dideritanya serta cara pengobatannya.

2.2 Pengguna Narkoba Suntik (Penasun)

Istilah penasun berasal dari pengguna narkoba suntik yang umumnya disebut IDU (Injecting Drug User) yang berarti individu yang menggunakan obat terlarang (narkotika) dengan cara disuntikkan menggunakan alat suntik ke dalam aliran darah. Penyuntikan narkoba telah menjadi hal yang umum sejak akhir abad 20, dan melibatkan sekitar 5-10 juta orang di 125 negara. Di seluruh dunia, narkoba yang


(31)

umum dipakai melalui suntikan adalah heroin, amfetamin, dan kokain walaupun banyak narkoba yang lain yang juga disuntikkan, khususnya termasuk obat penenang dan obat farmasi lainnya (BNN, 2006).

Secara umum narkoba suntik adalah penyalahgunaan narkotika yang cara mengkonsumsinya adalah dengan memasukkan obat-obatan berbahaya ke dalam tubuh melalui alat bantu jarum suntik. Narkotika yang dipakai adalah termasuk dalam jenis narkotika yang masuk pada golongan I yaitu heroin. Pada kadar yang lebih rendah dikenal dengan sebutan putaw dan ini adalah jenis yang paling banyak dikonsumsi oleh para pengguna narkoba suntik (BNN, 2006).

Cara penyalahgunaan narkoba biasanya disesuaikan dengan bentuk dan jenis dari narkoba itu sendiri, sebagaimana diketahui bahwa narkoba terdiri dari berbagai jenis dan bentuk, ada yang berbentuk tablet, serbuk, cair. Putaw dan heroin merupakan jenis narkoba yang berbentuk serbuk berwarna putih. Bahan berbahaya sejenis ini dikonsumsi dengan berbagai cara dan alat, antara lain :

2.2.1. Serbuk heroin atau putaw dicampur dengan air. Setelah tercampur, larutan tersebut disaring menggunakan kapas, lalu air hasil saringannya disedot menggunakan alat suntik, untuk kemudian cairan tersebut disuntikkan ke dalam urat nadi tangan.

2.2.2. Serbuk putaw atau heroin diletakkan di atas kertas aluminium foil, kemudian bagian bawah dari kertas aluminium foil yang telah ditaburi serbuk putaw tersebut dibakar. Setelah berasap, asap tersebut dihirup.


(32)

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya IDU antara lain : Host yang kondisi mentalnya mudah terpengaruh, Agent yaitu drug dan alat-alatnya mudah didapat serta lingkungan keluarga, misalnya : keluarga yang bercerai, kurang kasih saying dan perhatian, kurang pengawasan dari orang tua, masalah dalam keluarga serta teman pergaulan (Achmadi, 2008).

2.3 Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) 2.3.1 Pengertian Terapi Metadon

Terapi metadon merupakan terapi substitusi pengganti adiksi opioda pengguna narkoba suntik berbentuk cair yang pemakaianya dilakukan dengan cara diminum (BNN, 2008). Metadon dipilih sebagai terapi utama substitusi karena memiliki efek menyerupai morfin dan kokain dengan masa kerja yang lebih panjang sehingga dapat diberikan satu kali sehari dan penggunaannya dengan cara diminum. Efek yang ditimbulkan metadon mirip dengan yang ditimbulkan heroin, namun efek

“fly”-nya tidak senikmat biasanya pada metadon, sifat ketergantungannya tidak

seburuk heroin dan gejala putus obatnya tidak seberat heroin. 2.3.2 Tujuan Terapi Metadon

Penggunaan metadon bertujuan untuk mengurangi penggunaan narkoba yang disuntikkan, sehingga jumlah penyebaran HIV/AIDS dapat berkurang, selain itu metadon juga dapat meningkatkan fungsi psikologis dan sosial, mengurangi risiko kematian dini, mengurangi tindak kriminal karena tingkat kecanduan yang dapat menyebabkan seorang pengguna menghalalkan berbagai macam cara untuk


(33)

mendapatkan narkoba misalnya dengan mencuri atau merampok dapat ditekan, selain itu metadon juga bertujuan untuk mengurangi dampak buruk akibat penyalahgunaan narkoba itu sendiri (Preston, 2006).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 567 Tahun 2006 mengenai Pedoman Pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) menyatakan bahwa tujuan dari Terapi Rumatan Metadon adalah : 2.3.2.1. Menghentikan penggunaan napza

2.3.2.2. Meningkatkan kesehatan pengguna Napza dengan menyediakan dan memberikan terapi ketergantungan Napza serta perawatan kesehatan umum. 2.3.2.3. Memberi ruang untuk menangani berbagai masalah lain di dalam hidupnya

dan menciptakan jeda waktu dari siklus harian membeli dan menggunakan napza.

2.3.2.4. Meningkatkan kualitas hidup pengguna napza suntik baik secara psikologis, medis, maupun sosial.

2.3.2.5. Menurunkan angka kematian karena overdose dan menurunkan angka kriminalitas.

2.3.3 Manfaat Terapi Metadon

Berbagai macam manfaat dari metadon diantaranya metadon dapat mengembalikan kehidupan pengguna sehingga mendekati kehidupan normal, pasien yang menggunakan metadon dapat selalu terjangkau oleh petugas karena pemakaian metadon yang digunakan secara oral atau diminum langsung di depan petugas, pasien berhenti/mengurangi menggunakan heroin, pasien berhenti/mengurangi


(34)

menggunakan jarum suntik serta meningkatkan kesehatan fisik, dan status gizi meningkat karena pola hidup yang teratur, metadon dapat membuat hubungan antara pasien dan keluarga menjadi lebih baik dan stabil, masa kerja dari metadon lebih panjang dibandingkan dengan heroin atau putaw, harga metadon tidak mahal atau murah dibandingkan dengan heroin dan putaw, metadon bersifat legal sehingga pasien tidak merasa takut tertangkap oleh polisi, dan metadon juga dapat diikuti dan disertai konseling, perawatan medis, dan pertolongan lain (Preston, 2006).

Upaya mengurangi dampak buruk penggunaan narkoba (Harm Reduction) terdiri dari beberapa kegiatan yang salah satunya adalah program terapi substitusi. Salah satu program terapi substitusi ini adalah program terapi metadon. Berdasarkan hasil uji coba Program Terapi Rumatan Metadon di RS Sanglah dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO), diperoleh hasil yang positif yaitu perbaikan kualitas hidup dari segi fisik, psikologi, hubungan sosial dan lingkungan, penurunan angka kriminalitas, penurunan depresi dan perbaikan kembali ke aktivitas sebagai anggota masyarakat (Depkes RI, 2007).

2.3.4 Farmakologi dan Farmakokinetik Metadon

Metadon mempunyai khasiat sebagai suatu analgetik dan euforian karena bekerja pada reseptor opioid mu (µ), mirip dengan agonis opioid mu (µ) yang lain misalnya morfin. Metadon adalah suatu agonis opioid sintetik yang kuat dan secara oral diserap dengan baik. Metadon juga dapat dikonsumsi melalui parenteral dan rektal, meski cara yang terakhir tidak lazim. Efek metadon secara kualitatif mirip dengan efek morfin dan opioid lainnya. Efek metadon tersebut antara lain sebagai


(35)

analgetik, sedatif, depresi pernapasan, dan euforia. Efek lainnya adalah menurunkan tekanan darah, konstriksi pupil, dan efek pada saluran cerna yaitu memperlambat pengosongan lambung karena mengurangi motilitas, meningkatkan tonus sfingter pilorik, dan meningkatkan tonus sfingter oddi yang berakibat spasme saluran empedu.

Efek samping metadon antara lain gangguan tidur, mual muntah, konstipasi, mulut kering, berkeringat, vasodilatasi dan gatal-gatal, menstruasi tidak teratur, ginekomastia dan disfungsi seksual pada pria, serta retensi cairan dan penambahan berat badan. Efek samping tidak akan terlalu banyak dialami oleh orang yang telah menggunakan heroin.

Bioavailibilitas metadon oral tidak memperlihatkan perubahan yang berarti pada orang yang distabilisasi dengan metadon, atau yang sudah menggunakannya secara kronis. Metadon dipecah dihati melalui sistem enzim sitokrom P450. Sekitar 10 % metadon yang dikonsumsi secara oral akan diekskresi utuh. Sisanya akan dimetabolisme dan metabolit inaktifnya dibuang melalui urin dan tinja. Metadon juga dibuang melalui keringat dan liur.

Onset efek metadon terjadi sekitar 30 menit setelah obat diminum. Konsentrasi puncak dicapai setelah 3-4 jam setelah metadon diminum. Rata-rata waktu paruh metadon adalah 24 jam. Metadon mencapai kadar tetap dalam tubuh setelah penggunaan 3-10 hari. Setelah stabilisasi dicapai, variasi konsentrasi metadon dalam darah tidak terlalu besar dan supresi gejala putus obat lebih mudah dicapai.

Metadon banyak diikat oleh protein plasma dalam jaringan seluruh tubuh. Metadon dapat diketemukan dalam darah, otak, dan jaringan lain seperti ginjal, limpa,


(36)

hati, serta paru. Konsentrasi metadon dalam jaringan tersebut lebih tinggi daripada dalam darah. Ikatan tersebut menyebabkan terjadinya akumulasi metadon dalam badan cukup lama bila seseorang berhenti menggunakan metadon.

2.3.5 Komponen dalam Program Terapi Rumatan

Menurut Depkes RI (2006), komponen dalam program terapi metadon adalah sebagai berikut :

a. Pemberian metadon

b. Konseling, meliputi : konseling adiksi, metadon, keluarga, kepatuhan minum obat, kelompok, dan VCT. Akses ke pelayanan konseling harus di rumah sakit penyelenggara metadon. Pasien dapat mengikuti konseling tersebut jika dianggap

perlu oleh tim. Konseling dapat dirancang untuk mencakup : (a) isu hukum, (b) keterampilan hidup, (c) mengatasi stress, (d) mengidentifikasi dan mengobati

gangguan mental lain yang terdapat bersama, (e) isu tentang penyalahgunaan fisik, seksual, emosional, (f) konseling keluarga, (g) pendidikan tentang pengurangan dampak buruk, (h) berhenti menyalahgunakan narkoba atau psikotropika dan pencegahan kambuh, (i) perubahan perilaku berisiko dan pemeriksaan HIV/AIDS, (j) isu tentang perjalanan lanjut penggunaan metadon dan aspek yang terkait dengannya serta (k) pemberi layanan konseling harus seorang konselor profesional yang terlatih.

c. Pertemuan keluarga atau penyuluhan kesehatan masyarakat. d. Program pencegahan kekambuhan (relapse prevention program)


(37)

Komponen-komponen dalam Program Terapi Rumatan Metadon secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Komponen Dalam Program Terapi Metadon Sumber : Kepmenkes Nomor 494/Menkes/SK/VII/2006

2.3.6 Efek Metadon

Efek metadon terhadap setiap orang berbeda-beda, namun secara umum afek metadon adalah :

a. Efek terhadap obat yang akan menyebabkan perubahan “mood” yang tidak begitu kuat, tetapi masa kerjanya lebih panjang dibandingkan heroin, dapat mengontrol

PASIEN DATANG Rujukan/sendiri

Evaluasi fisik, mental, sosial

Konseling Adiksi Konseling Metadon

Konseling Keluarga SKRINING

TERAPI METADON KONSELING HIV - HCV

TES HIV

TERAPI IO + ART

Dukungan Sebaya/Keluarga Evaluasi simtom + pem lab

Konseling lanjut sesuai perjalanan penyakit

ADHERENCE stabilisasi


(38)

emosi, metadon juga dapat menyebabkan mengantuk/tidur, dapat juga menyebabkan mual/muntah, pernafasan terlalu kerap dan dalam, reflex batuk berkurang dan metadon dapat mengurangi segala bentuk sakit fisik.

b. Efek metadon terhadap sistem otonom dapat menyebabkan pupil mata mengecil, konstipasi (buang air besar jarang), mata, hidung, dan mulut kering dan dapat membuat kesulitan dalam mengeluarkan kencing.

c. Metadon juga menyebabkan pelepasan histamine (suatu zat kimia) yang biasanya dikeluarkan pada saat terjadinya alergi, yang akan menimbulkan produksi keringat meningkat, kulit merah-merah, tubuh terasa gatal, dan penyempitan jalan udara pernafasan.

d. Efek lain dari metadon juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan frekuensi atau tidak adanya menstruasi, penurunan rangsangan seksual, penurunan tenaga (lesu), rasa berat pada tangan dan kaki dan keinginan untuk memakan makanan yang manis-manis (Preston, 2006).

2.3.7 Kelemahan Metadon

Kelemahan dari terapi metadon karena sifatnya yang sama dengan heroin, maka penggunaan metadon dapat disalahgunakan. Oleh karena itu metadon harus diminum di depan petugas setiap harinya. Hal ini dilakukan untuk mencegah pasien dapat kemungkinan lari dari terapi (Preston, 2006).

2.3.8 Pelayanan Terapi Metadon

Pelayanan metadon memiliki prosedur yang harus diikuti oleh seluruh pengguna metadon. Prosedur tersebut meliputi :


(39)

a. Pendaftaran pasien, dimana petugas administrasi mencatat data pasien di status pasien lalu mencatat kembali ke buku register dan membuat kartu status pasien.

b. Pencatatan identitas, dimana pekerja sosial/perawat melakukan pencatatan lengkap identitas pasien pada status pasien.

c. Penilaian klinis yang dilakukan oleh dokter dengan membuat rencana terapi dan menerangkan keadaan pasien kemudian memberikan resep metadon dan obat lain bila diperlukan, dokter mencatat setiap rencana pemberian metadon dan terapi lainnya ke status pasien dan dokter berhak memberikan Take Home

Dose dengan persyaratan yang berlaku. Adapun penilaian yang dilakukan oleh

perawat dengan memberikan KIE kepada pasien baru dan membuat tagihan pembayaran metadon, dan yang dilakukan oleh pasien adalah menyerahkan fotokopi KTP dan pas foto 3×4 sebanyak 1 lembar.

d. Pembayaran metadon yang dilakukan oleh petugas kasir adalah menerima pembayaran metadon dari pasien dan memberikan bukti pembayaran kepada pasien

e. Pemberian metadon yang dilakukan oleh petugas farmasi dengan menerima bukti pembayaran metadon kemudian petugas menyiapkan, memberikan, dan menyaksikan pasien minum metadon, kemudian petugas mencatat pemberian metadon dan menandatangani bukti pemberian metadon yang dilakukan oleh perawat adalah menanyakan keluhan pasien sebelum minum metadon, menyaksikan, dan memastikan pasien minum metadon, kemudian mencatat


(40)

pemberian metadon dan mengingatkan pasien untuk datang kembali sesuai jadwal. Pada pemberian metadon yang dilakukan oleh pasien adalah minum metadon di depan petugas dan menandatangani bukti pemberian metadon (Depkes RI, 2006).

a. Pemberian Dosis Awal Metadon

Dosis awal yang dianjurkan adalah 15-30 mg untuk tiga hari pertama. Kematian sering terjadi bila menggunakan dosis awal yang melebihi 40 mg. Pasien harus diobservasi 45 menit setelah pemberian dosis awal untuk memantau tanda-tanda toksisitas atau gejala putus obat. Jika terdapat intoksikasi atau gejala putus obat berat maka dosis akan dimodifikasi sesuai dengan keadaan.

Estimasi yang terlalu tinggi tentang toleransi pasien terhadap opiat dapat membawa pasien kepada risiko toksik akibat dosis tunggal dan akan meningkatkan risiko yang lebih sering terjadi yaitu keadaan toksik akibat akumulasi metadon sebab metadon dieliminasi lambat sebab waktu paruhnya panjang. Estimasi toleransi pasien terhadap metadon yang terlalu rendah menyebabkan risiko pasien untuk menggunakan opiat yang ilegal bertambah besar akibat kadar metadon dalam darah kurang, dan akan memperpanjang gejala putus zat maupun periode stabilisasi.

Metadon harus diberikan dalam bentuk cair dan diencerkan sampai menjadi 100 cc. Pasien harus hadir setiap hari di klinik. Metadon akan diberikan oleh asisten apoteker atau perawat yang diberi wewenang oleh dokter. Pasien harus segera menelan metadon tersebut di hadapan petugas PTRM. Petugas PTRM akan memberikan segelas air minum. Setelah diminum, petugas akan meminta pasien


(41)

menyebutkan namanya atau mengatakan sesuatu yang lain untuk memastikan bahwa metadon telah ditelan. Pasien harus menandatangani buku yang tersedia, sebagai bukti bahwa ia telah menerima dosis metadon hari itu (Depkes RI, 2006).

b. Fase Stabilisasi Terapi Substitusi Metadon

Fase stabilisasi bertujuan untuk menaikkan perlahan-lahan dosis dari dosis awal sehingga memasuki fase rumatan. Pada fase ini risiko intoksikasi dan overdosis cukup tinggi pada 10-14 hari pertama. Dosis yang direkomendasikan digunakan dalam fase stabilisasi adalah dosis awal dinaikkan 5-10 mg tiap 3-5 hari. Hal ini bertujuan untuk melihat efek dari dosis yang sedang diberikan.

Total kenaikan dosis tiap minggu tidak boleh lebih 30 mg. Apabila pasien masih menggunakan heroin maka dosis metadon perlu ditingkatkan. Kadar metadon dalam darah akan terus meningkat selama 5 hari setelah dosis awal atau penambahan dosis. Waktu paruh metadon cukup panjang yaitu 24 jam, sehingga bila dilakukan penambahan dosis setiap hari akan berbahaya akibat akumulasi dosis. Karena itu, penambahan dosis dilakukan setiap 3-5 hari.

Sangat penting untuk diingat bahwa tak ada hubungan yang jelas antara besarnya jumlah dosis opiat yang dikonsumsi seorang penasun dengan dosis metadon yang dibutuhkannya pada PTRM. Selama minggu pertama fase stabilisasi pasien harus datang setiap hari di klinik atau dirawat di rumah sakit untuk diamati secara cermat oleh profesional medis terhadap efek metadon (untuk memperkecil kemungkinan terjadinya overdosis dan penilaian selanjutnya).


(42)

Pasien yang mengikuti program terapi metadon yang secara konsisten menggunakan benzodiazepin, kokain, atau amfetamin mempunyai risiko yang signifikan terhadap komplikasi dan mempunyai prognosis yang lebih buruk. Sebagai tambahan, dapat disebutkan bahwa kombinasi alkohol, sedativa dan opiat berjangka kerja pendek (misalnya oksikodon dan hidromorfon) secara nyata meningkatkan risiko kematian akibat overdosis (Depkes RI, 2006).

c. Fase Rumatan Terapi Substitusi Metadon

Dosis rumatan rata-rata adalah 60-120 mg per hari. Dosis rumatan harus dipantau dan disesuaikan setiap hari secara teratur tergantung dari keadaan pasien. Selain itu banyak pengaruh sosial lainnya yang menjadi pertimbangan penyesuaian dosis. Fase ini dapat berjalan selama bertahun-tahun sampai perilaku stabil, baik dalam bidang pekerjaan, emosi dan kehidupan sosial (Depkes RI, 2006).

d. Pemeriksaan Urin

Tes urin terhadap penggunaan obat (Urine Drug Screen) merupakan pemeriksaan objektif untuk mendeteksi adanya metabolit opiat dalam urin. Dalam hal terapi metadon, UDS dapat berguna pada keadaan berikut : (1) untuk tujuan diagnostik, yaitu untuk memastikan apakah pasien pernah atau tidak menggunakan opiat atau zat adiktif lain sebelumnya, (2) jika pasien mendesak untuk membawa take

home doses, maka tes urin dapat dilakukan sebagai bahan pertimbangan untuk

membantu pengambilan keputusan, (3) hasil tes urin yang positif terhadap heroin menjadi pertimbangan untuk meningkatkan dosis metadon. Apabila pasien masih menggunakan heroin maka dosis metadon perlu ditingkatkan (Depkes RI, 2006).


(43)

e. Fase Penghentian Metadon

Metadon dapat dihentikan secara bertahap perlahan. Penghentian metadon dapat dilakukan pada keadaan berikut : pasien sudah dalam keadaan stabil, minimal 6 bulan pasien dalam keadaan bebas heroin, pasien dalam kondisi yang stabil untuk bekerja dan dalam lingkungan rumah (stable working and housing).

f. Kambuh (slip atau relapse)

Menurut Somar (2001), kambuh atau relapse akan narkoba adalah suatu tantangan yang tak terpisahkan dari proses panjang menuju kesembuhan penuh. Seseorang dalam pemulihan dinyatakan dalam keadaan relapse ketika dia mulai minum atau memakai lagi. Perilakunya bisa menjadi tidak terkontrol atau mungkin ada suatu usaha untuk mengontrolnya. Slip, di sisi lain, istilah yang kita gunakan di sini adalah menggunakan minuman pertama (drugs) atau kedua dan meminta pertolongan sebelum ke tahap yang lebih jauh. Kambuh dalam sejarah penanggulangan narkoba bukanlah hal baru. Rasa rindu dan ketagihan atau kecanduan (sugesti) meninggalkan trauma psikologis yang cukup mendalam. “Penyakit narkoba” memiliki sifat yang khusus karena selalu meninggalkan trauma yang sangat mendalam yaitu rasa ketagihan mental maupun fisik (Somar, 2001).

2.4. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain, di


(44)

dapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2003).

Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, dan masyarakat dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu: 2.4.1. Tahu (Know)

Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bagian yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, mendefenisikan, mengatakan.


(45)

2.4.2. Pemahaman (Comprehension)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah memahami atau harus dapat menjelaskan objek (materi), menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

2.4.3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode, prinsip dalam konteks, atau situasi lain. Misalnya adalah dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan.

2.4.4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.


(46)

2.4.5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

2.4.6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2003).

Pengkategorian pengetahuan dapat dilakukan berdasarkan tingkatan baik jika subjek penelitian atau responden mengetahui dan memahami tentang materi yang di ukur, sedang apabila cukup mengetahui dan memahami tentang materi yang di ukur serta kurang baik apabila kurang atau tidak mengetahui dan memahami tentang materi yang di ukur. Pengkategorian ini dilakukan berdasarkan nilai (skor) jawabandari setiap subjek penelitian atau responden (Arikunto, 2002).


(47)

2.5 Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2003).

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih, dan sebagainya). Selain bersifat positif dan negatif, sikap memiliki tingkat kedalaman yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang. Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Allport dalam Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu : (a) kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap


(48)

suatu objek, (b) kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, (c) kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan yaitu : 2.5.1 Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap narkoba dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang narkoba.

2.5.2 Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut. 2.5.3 Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang anaknya pengguna narkoba yang mengajak ibu yang lain untuk pergi membawa anaknya ke PTRM Puskesmas atau mendiskusikan tentang narkoba, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap masalah narkoba. 2.5.4 Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.


(49)

Menurut Purwanto (1999), ciri-ciri sikap adalah :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sikap ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus, atau kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan kata lain, sikap itu dibentuk, dipelajari atau berubah senantiasa.

4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang (Purwanto, 1999).

Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat

communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi

milik bersama.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil atau binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya. Antara


(50)

perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada orang dewasa dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang-perangsang dan reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan sebagainya.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada objek-objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap seseorang, kita harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut. Dengan mengetahui keadaan sikap itu, kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap


(51)

tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut (Purwanto, 1999).

2.6 Dukungan Keluarga

Keberadaan anggota keluarga, khususnya orang tua merupakan pendidik utama bagi putra-putrinya sekaligus menjadi figur untuk menjadi panutan, teladan, dan yang dihormati. Sebagai orang tua tentunya akan mengharapkan anaknya berlaku dan bertindak dalam kehidupan sehari-harinya, terutama di lingkungan teman-teman hadir sebagai sosok seorang anak yang selalu bertindak dan berpikir positif untuk selalu menghindari perbuatan negatif, termasuk menjauhi penggunaan obat-obat terlarang dan minuman keras (Karsono, 2004).

Keluarga mempunyai peranan penting dalam perubahan perilaku seseorang. Keluarga adalah unit sosial paling kecil dalam masyarakat yang perannya sangat besar, terlebih pada tahap awal-awal perkembangan yang menjadi landasan bagi perkembangan kepribadian selanjutnya. Adakalanya orang tua bersikap sebagai patokan, sebagai contoh atau model dasar agar ditiru dan kemudian akan meresap dalam dirinya menjadi bagian dari kebiasaannya bersikap dan bertingkah laku atau bagian dari kepribadiannya. Hubungan antar pribadi dalam keluarga yang meliputi pula hubungan antar saudara menjadi faktor yang penting terhadap perilaku. Agar terjamin hubungan yang baik dalam keluarga, dibutuhkan peran aktif dari orang tua untuk membina hubungan-hubungan yang serasi dan harmonis antar semua pihak dalam keluarga (Gunarsa, 1991).


(52)

Dukungan keluarga dalam menentukan perilaku anak juga tidak terlepas dari faktor lingkungan pergaulan untuk anak adalah sesuatu yang harus dimasuki karena di lingkungan pergaulan seseorang bisa terpengaruh cirri kepribadiannya. Karena lingkungan pergaulan yang sewajarnya menjadi perhatian, agar bias menjadi lingkungan yang baik dan bisa meredam dorongan-dorongan negatif atau patologis pada anak dan remaja (Gunarsa, 1991). Dalam rangka melepaskan keterikatan dengan orang tua, remaja membutuhkan teman untuk bersosialisasi. Agar dapat diterima dalam suatu kelompok yang akan dimasukinya, remaja harus mengikuti kebiasaan kelompok tersebut. Bila dalam kelompok tersebut penggunaan narkoba merupakan suatu kebiasaan, ia juga akan ikut menggunakan narkoba untuk mempermudah interaksi sosialnya (vehicle of social interaction) (Joewana, 2005).

Faktor lingkungan rumah yang kondusif terhadap perilaku akibat penggunaan narkoba antara lain komunikasi orang tua dan anak yang kurang efektif, orang tua yang terlalu sibuk, hubungan ayah dan ibu tidak harmonis, atau adanya anggota keluarga lain yang sudah terlebih dahulu menggunakan narkoba (Joewana, 2005).

Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai peran dan tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan yang meliputi :

a. Mengenal masalah kesehatan.

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak berarti dan karena kesehatanlah seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan sehat dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarganya. Perubahan


(53)

sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung akan menjadi perhatian dari orang tua atau pengambil keputusan dalam keluarga (Suprajitno, 2004). Mengenal menurut Notoatmodjo (2003) diartikan sebagai pengingat sesuatu yang sudah dipelajari atau diketahui sebelumnya. Sesuatu tersebut adalah sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Dalam mengenal masalah kesehatan keluarga haruslah mampu mengetahui tentang sakit yang dialami pasien.

b. Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga

Peran ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai keputusan untuk memutuskan tindakan yang tepat (Suprajitno, 2004). Friedman (1998) menyatakan kontak keluarga dengan sistem akan melibatkan lembaga kesehatan profesional ataupun praktisi lokal dan sangat bergantung pada: apakah masalah dirasakan oleh keluarga, apakah kepala keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang dihadapi salah satu anggota keluarga, apakah kepala keluarga takut akibat dari terapi yang dilakukan terhadap salah satu anggota keluarganya, apakah kepala keluarga percaya terhadap petugas kesehatan, apakah keluarga mempunyai kemampuan untuk menjangkau fasilitas kesehatan. c. Memberikan perawatan terhadap keluarga yang sakit

Beberapa keluarga akan membebaskan orang yang sakit dari peran atau tangung jawabnya secara penuh, Pemberian perawatan secara fisik merupakan beban paling berat yang dirasakan keluarga (Friedman, 1998). Suprajitno (2004) menyatakan


(54)

bahwa keluarga memiliki keterbatasan dalam mengatasi masalah perawatan keluarga. Dirumah keluarga memiliki kemampuan dalam melakukan pertolongan pertama. Untuk mengetahui dapat dikaji : apakah keluarga aktif dalam ikut merawat pasien? bagaimana keluarga mencari pertolongan dan mengerti tentang perawatan yang diperlukan pasien?, bagaimana sikap keluarga terhadap pasien? (Aktif mencari informasi tentang perawatan terhadap pasien).

d. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga meliputi : pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki disekitar lingkungan rumah, pengetahuan tentang pentingnya sanitasi lingkungan dan manfaatnya dan kebersamaan dalam meningkatkan dan memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.

e. Menggunakan pelayanan kesehatan

Menurut Nasrul (1998), pada keluarga tertentu bila ada anggota keluarga yang sakit jarang dibawa ke puskesmas tapi ke mantri atau dukun. Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam memanfaatkan sarana kesehatan perlu dikaji tentang : - Pengetahuan keluarga tentang fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau

keluarga

- Keuntungan dari adanya fasilitas kesehatan

- Kepercayaan keluarga terhadap fasilitas kesehatan yang ada - Apakah fasilitas kesehatan dapat terjangkau oleh keluarga.

Tenaga kesehatan dapat menjadi hambatan dalam usaha keluarga dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada. Hambatan yang dapat muncul


(55)

terutama kamunikasi (bahasa) yang kurang dimengerti oleh petugas kesehatan. Pengalaman yang kurang menyenangkan dari keluarga ketika berhadapan dengan petugas kesehatan ketika berhadapan dengan petugas kesehatan.

2.7 Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga terhadap kepatuhan berobat adalah konsep Brunner & Suddarth (2002) tentang faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan yaitu faktor intelegensia atau tingkat pengetahuan tentang penyakit serta sikap terhadap tenaga kesehatan. Sedangkan faktor dukungan keluarga mengacu kepada konsep atau strategi untuk meningkatkan kepatuhan menurut Smet (1994) yaitu dukungan sosial atau keluarga untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat dikurangi.

Kajian tentang pengguna narkoba suntik (penasun) dapat dikelompokkan sebagai suatu penyakit, maka dalam penelitian ini dapat dilihat dari aspek epidemiologis penyakit berdasarkan Teori Simpul Kejadian Penyakit yang dikembangkan Achmadi (2008), dimana terjadinya pengguna narkoba suntik (injecting drug user) dipengaruhi oleh faktor Host (pengguna narkoba suntik) yang terkait dengan faktor mental sehingga mudah terpengaruh, Agent (narkoba dan alat suntik yang mudah diperoleh) dan Environment (lingkungan) yaitu kondisi keluarga, teman bergaul serta lingkungan sosial masyarakat.

Berdasarkan konsep epidemiologis terjadinya pengguna narkoba suntik (Achmadi, 2008) serta faktor yang memengaruhi kepatuhan (Brunner & Suddarth


(56)

(2002) serta strategi meningkatkan kepatuhan (Smet, 1994) dalam proses pengobatan melalui Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM), dapat digambarkan secara skematis pada gambar berikut.

2.11 Kerangka Konsep

Program Terapi Rumatan Metadon

(PTRM)

Patuh Tidak Patuh

Host

(Pengguna Narkoba Suntik)

Agent

(Narkoba Suntik) Environment

Mental Narkoba dan alat suntik Keluarga dan

teman pergaulan

Injecting Drug User (IDU) (Penasun)

Lingkungan sosial

Mudah terpengaruh

Mudah didapat

Pengetahuan

•Mengetahui masalah kesehatan

•Mengetahui sarana kesehatan

•Mengetahui manfaat pengobatan

Sumber: Brunner & Suddarth (2002)

KEPATUHAN

Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga pasien untuk menunjang peningkatan kesehatan pasien

Sikap

• Sikap terhadap masalah kesehatan

• Sikap terhadap sarana kesehatan

• Sikap terhadap obat& manfaatnya

• Sikap terhadap petugas kesehatan

Sumber: Brunner & Suddarth (2002)

Achmadi, 2008

Gambar 2.2 Landasan Teori


(57)

2.8 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan perilaku penasun dalam mengikuti terapi metadon. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa faktor pengetahuan dan sikap pengguna narkoba suntik serta faktor dukungan keluarga akan mempengaruhi kepatuhan dalam mengikuti program terapi rumatan metadon.

PENGETAHUAN

KEPATUHAN dalam

Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM)

DUKUNGAN KELUARGA


(58)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan desain cross sectional dengan jenis explanatory untuk menganalisis hubungan pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga pengguna narkoba suntik dengan kepatuhan berobat ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang dengan alasan jumlah pasien yang berobat secara rutin dalam menjalani program terapi metadon sangat rendah dan PTRM ini merupakan satu-satunya satelit uji coba di Sumatera Utara.

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan dilakukan ujian komprehensif.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengguna narkoba suntik di wilayah kerja Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa yang tercatat pada buku registrasi puskesmas sampai bulan September 2011 sebanyak 53 orang.

Keterbatasan data tentang keberadaan (tempat tinggal) dari pengguna narkoba suntik secara keseluruhan di wilayah kerja Klinik PTRM Puskesmas Tanjung


(59)

Morawa yang tidak diketahui secara pasti sehingga tidak memungkinkan menggunakan populasi seluruh masyarakat yang menggunakan narkoba suntik. Dengan demikian populasi dibatasi hanya pengguna narkoba suntik yang berkunjung ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa, yaitu sebanyak 53 orang.

Besar sampel (sample size) dalam penelitian ini ditetapkan seluruh populasi (total sampling) karena jumlah populasi relatif kecil. Mengantisipasi keterbatasan kemampuan pengguna narkoba suntik pada saat dilakukan wawancara, maka bagi syarat atau kriteria pengguna narkotika suntik yang menjadi sampel adalah :

1. Pernah datang ke Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa untuk berobat terapi metadon

2. Bersedia dan mampu diwawancarai (mengerti dan memahami apa yang ditanyakan oleh peneliti serta memberikan jawaban atau penjelasan sesuai kepentingan penelitian)

Dengan demikian jumlah sampel yang akan diperoleh saat penelitian sesuai dengan jumlah pengguna narkotika suntik yang memenuhi kriteria yang telah disebutkan di atas.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Pengumpulan data dapat diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer yang meliputi :pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga dihimpun dengan menggunakan kuesioner melalui wawancara secara langsung dengan pengguna


(60)

narkotika suntik sebagai sampel. Bagi pengguna narkotika suntik yang terpilih menjadi sampel namun akibat pengaruh atau efek penyalahgunaan narkoba suntik (misalnya: emosi tidak stabil) tidak memungkinkan diwawancarai maka tidak diikutkan sebagai sampel penelitian

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder meliputi : data umum, struktur organisasi, ketenagaan, program kerja Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa serta data tentang jumlah pemakai ARV.

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas

Instrumen penelitian berupa kuesioner untuk pengumpulan data primer, sebelum digunakan dalam penelitian terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap 10 orang pengguna narkoba suntik yang berobat di Klinik PTRM RSUP H. Adam Malik Medan.

a. Uji validitas

Validitas adalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur (instrumen) dalam mengukur suatu data (Ghozali, 2005). Untuk mengetahui validitas suatu instrumen (kuesioner) dilakukan dengan menghitung nilai korelasi masing-masing pertanyaan dalam suatu variabel. Teknik korelasi yang digunakan adalah

Pearson Product Moment Correlation, dengan kriteria :

a. Bila r-hitung > r-tabel maka pertanyaan valid b. Bila r-hitung < r-tabel maka pertanyaan tidak valid


(61)

2. Uji Reliabilitas

Setelah semua pertanyaan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005). Untuk mengetahui reliabilitas suatu pertanyaan dengan membandingkan nilai r-hasil (alpha cronbach) dengan r-tabel :

a. Bila r-alpha cronbach > r-tabel maka pertanyaan reliabel b. Bila r-alpha cronbach < r-tabel maka pertanyaan tidak reliabel

Kriteria validitas dan reliabilitas apabila nilai r hasil atau nilai alpha cronbach lebih besar dari nilai r tabel untuk menentukan pertanyaan-pertanyaan dalam instrumen penelitian valid dan reliabel. Hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan seluruh item pertanyaan valid dan reliabel (Lampiran-2).

3.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian

a. Variabel pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang narkoba suntik dan akibat yang ditimbulkannya, serta pengetahuan tentang Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa, meliputi: jenis pelayanan, peralatan yang digunakan serta petugas yang memberikan pelayanan

b. Variabel sikap adalah respons atau tanggapan responden tentang narkoba suntik serta penilaian responden terhadap jenis pelayanan, fasilitas/peralatan serta tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada pengguna narkoba suntik di Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa.


(62)

c. Dukungan keluarga adalah dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga (suami, istri, orangtua) pengguna narkoba suntik untuk menjalani pengobatan pada Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa. Dukungan tersebut diukur dari tindakan keluarga untuk mengajak dan mendampingi responden setiap hari untuk mendapatkan terapi metadon di Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa. d. Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pengguna narkoba suntik menjalani

proses pengobatan terapi metadon sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh petugas kesehatan di Klinik PTRM Puskesmas Tanjung Morawa.

3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Pengukuran Variabel Independen

Pengukuran variabel pengetahuan, sikap dan dukungan keluarga secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.1 Pengukuran Variabel Independen Variabel Perta

nyaan

Total

Nilai Kategori

Skala Ukur a. Pengetahuan

10 2

1

Baik (15-20)

Tidak Baik (10-14) Ordinal b. Sikap 10 3 2 1 Baik (20-30)

Tidak Baik (10-19) Ordinal c. Dukungan keluarga

10 2

1

Mendukung (16-20)


(1)

DUKUNG9 * Kepatuhan Crosstabulation

32 3 35

91.4% 8.6% 100.0%

9 9 18

50.0% 50.0% 100.0%

41 12 53

77.4% 22.6% 100.0%

Count

% within DUKUNG9 Count

% within DUKUNG9 Count

% within DUKUNG9 Tidak

Ya DUKUNG9

Total

Tidak patuh Patuh Kepatuhan

Total

DUKUNG10 * Kepatuhan Crosstabulation

40 8 48

83.3% 16.7% 100.0%

1 4 5

20.0% 80.0% 100.0%

41 12 53

77.4% 22.6% 100.0%

Count

% within DUKUNG10 Count

% within DUKUNG10 Count

% within DUKUNG10 Tidak

Ya DUKUNG10

Total

Tidak patuh Patuh Kepatuhan


(2)

Crosstabs

Pengetahuan * Kepatuhan

Crosstab

30 0 30

23.2 6.8 30.0

100.0% .0% 100.0%

11 12 23

17.8 5.2 23.0

47.8% 52.2% 100.0%

41 12 53

41.0 12.0 53.0

77.4% 22.6% 100.0%

Count

Expected Count % within Pengetahuan Count

Expected Count % within Pengetahuan Count

Expected Count % within Pengetahuan Tidak baik

Baik Pengetahuan

Total

Tidak patuh Patuh Kepatuhan

Total

Chi-Square Tests

20.233b 1 .000

17.364 1 .000

24.859 1 .000

.000 .000

19.852 1 .000

53 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.21.

b.


(3)

Sikap * Kepatuhan

Crosstab

33 4 37

28.6 8.4 37.0

89.2% 10.8% 100.0%

8 8 16

12.4 3.6 16.0

50.0% 50.0% 100.0%

41 12 53

41.0 12.0 53.0

77.4% 22.6% 100.0%

Count

Expected Count % within Sikap Count

Expected Count % within Sikap Count

Expected Count % within Sikap Tidak baik

Baik Sikap

Total

Tidak patuh Patuh Kepatuhan

Total

Chi-Square Tests

9.794b 1 .002

7.684 1 .006

9.171 1 .002

.004 .004

9.609 1 .002

53 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.62.


(4)

Dukungan keluarga * Kepatuhan

Crosstab

36 2 38

29.4 8.6 38.0

94.7% 5.3% 100.0%

5 10 15

11.6 3.4 15.0

33.3% 66.7% 100.0%

41 12 53

41.0 12.0 53.0

77.4% 22.6% 100.0%

Count

Expected Count % within Dukungan keluarga

Count

Expected Count % within Dukungan keluarga

Count

Expected Count % within Dukungan keluarga

Tidak baik

Baik Dukungan

keluarga

Total

Tidak patuh Patuh Kepatuhan

Total

Chi-Square Tests

23.151b 1 .000

19.778 1 .000

21.934 1 .000

.000 .000

22.714 1 .000

53 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.40.


(5)

Logistic Regression

Block 1: Method = Enter

Model Summary

40.610 .262 .399

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Classification Tablea

41 0 100.0

12 0 .0

77.4 Observed

Tidak patuh Patuh Kepatuhan

Overall Percentage Step 1

Tidak patuh Patuh

Kepatuhan Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

3.280 1.099 8.902 1 .003 26.582

-3.367 1.017 10.961 1 .001 .034

TAHUK Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on step 1: TAHUK. a.

Block 1: Method = Enter

Model Summary

42.754 .231 .352

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square


(6)

Classification Tablea

34 7 82.9

3 9 75.0

81.1 Observed

Tidak patuh Patuh Kepatuhan

Overall Percentage Step 1

Tidak patuh Patuh

Kepatuhan Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation

2.679 .785 11.638 1 .001 14.571

-2.428 .602 16.248 1 .000 .088

Interactive Graph Constant Step

1a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on step 1: SIKAPK. a.

Block 1: Method = Enter

Model Summary

26.646 .433 .659

Step 1

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Classification Tablea

37 4 90.2

1 11 91.7

90.6 Observed

Tidak patuh Patuh Kepatuhan

Overall Percentage Step 1

Tidak patuh Patuh

Kepatuhan Percentage Correct Predicted

The cut value is .500 a.

Variables in the Equation


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN KEPATUHAN MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON (PTRM) DENGAN PENURUNAN KONSUMSI NAPZA PADA PENGGUNA NAPZA STUDI DI PUSKESMAS KENDALSARI MALANG

4 17 25

Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Menjalankan Program Terapi Pada Pasien Terapi Rumatan Metadon Di Puskesmas Bogor Timur Kota Bogor

0 30 138

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN TERAPI RUMATAN METADON PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIK

3 16 135

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KETERATURAN TERAPI RUMATAN METADON DI KLINIK Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Keteraturan Terapi Rumatan Metadon di Klinik Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Puskesmas Manahan Surakarta.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KETERATURAN TERAPI RUMATAN METADON DI KLINIK PROGRAM TERAPI Hubungan Antara Tingkat Depresi dengan Keteraturan Terapi Rumatan Metadon di Klinik Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Puskesmas Manahan Surakarta.

0 2 14

PENDAHULUAN Hubungan Antara Tingkat Depresi dengan Keteraturan Terapi Rumatan Metadon di Klinik Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Puskesmas Manahan Surakarta.

0 1 4

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KETERATURAN TERAPI RUMATAN METADON DI KLINIK PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON Hubungan Antara Tingkat Depresi dengan Keteraturan Terapi Rumatan Metadon di Klinik Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) Puskesmas Manahan

0 0 19

Depresi Berhubungan dengan Ketidakpatuhan Berobat Terapi Rumatan Metadon Di PTRM Sandat RSUP Sanglah.

0 0 2

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP ADVERSITY QUOTIENT PADA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK YANG SEDANG MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON (PTRM)

0 0 15

PENGARUH SELF EFFICACY TERHADAP ADVERSITY QUOTIENT PADA PENGGUNA NARKOBA SUNTIK YANG MENGIKUTI PROGRAM TERAPI RUMATAN METADON (PTRM)

0 0 12