Pemikiran Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Tentang Pendidikan Anak Usia

Menurut riway at dari Imam Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i, bahwa ketika Husain lahir, Rasulullah Saw memperdengarkan adzan ditelinganya seperti adzan yang diperdengarkan untuk sholat. Menurut Ad-Dahlawi hikmah dan rahasia adzan yang diperdengarkan untuk bayi yang baru lahir adalah sebagai berikut: 1 Adzan adalah termasuk syiar Islam 2 Pengumandangan agama yang dibawa oleh Nabi saw. 3 Pengumandangan adzan langsung di telinga anak. 4 Adzan adalah pengusir setan, sedang setan langsung menggoda anak manusia sejak dilahirkan. 5 Supaya ucapan pertama yang membuka pendengaran anak manusia yang baru dilahirkan adalah kalimat tentang keagungan Allah dan kalimat syahadat sebagai kunci memasuki kehidupan dunia, sebagaimana kalimat tersebut digunakan sebagai kunci seseorang yang hendak masuk Islam. 6 Diharapkan dapat meninggalkan kesan dan pengaruh positif dalam jiwanya. 7 Agar ajakan dan seruan ke jalan Allah dalam dirinya dapat mendahului seruan setan ke jalan kesesatan. 14 Adzan dan iqamah telah diajarkan sejak zaman Rasulullah, adapun penyebaran konsep pendidikan tauhid secara dini dikemukan salah satunya oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Hal ini cukup beralasan, karena Ibnu Qayyim al- Jauziyah menganggap ketauhidan yang diberikan secara dini kepada anak sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku anak.

b. Mentahnik Bayi

Tahnik yaitu menggosok dengan lembut langit-langit mulut bayi yang baru dilahirkan dengan buah kurma yang telah dilumat. Menurut Ibnu Qayim bayi yang baru lahir disunahkan untuk ditahnik dengan buah kurma dan menggosok- gosokkan langit-langit mulutnya dengan jari telunjuk, lalu perlahan-lahan telunjuk 14 Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Cara Nabi Mendidik Anak, Terj. Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli . oleh Hamim Thobari Jakarta: Al- I’stihom Cahaya Umat-, 2004 cet. I. h. 37-38. tersebut digerakkan ke kanan dan ke kiri. Hal ini berlandasakan kepada hadits Rasul yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim di dalam kitabnya Ibnu Qayyim: ِِ ِثْيِدَح ْنِم ِْيَحْيِحَصلا ْرُ ب َِِْأ َةَد َو :َلاَق ىَسْوُم َِِْأ ْنَع َل َد ِْل ُغ َا م ُمَاَسلا ِهْيَلَع َِبَلا ِهِب ُتْيَ تَأَف ، َمَسَف ُمْيِهاَرْ بِإ ُا يِراَخُبلا َداَز ، ةَرْمَتِب ُهَكََحَو ، ْلاِب ُهَل اَعَد َو َرَ ب َك ََلِإ ُهَعَ فَدَو ِة ُرَ بْكَأ َناَكَو ، ِدَلَو ىَسْوُم َِِْأ Dalam shahih Bukhari dan Muslim telah diriwayatkan dari Abu Buraidah dari Abu Musa Ra, berkata: “Setelah anak saya lahir, saya mendatangi Rasulullah Saw, lalu beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan kurma”. Bukhari menambahkan, “Kemudian beliau menyerahkan kepada saya setelah mendo’akan keberkahan kepadanya”. Ia adalah anak Abu Musa paling tua. 15 Dan ketika sang bayi mulai tumbuh gigi beliaupun mengatakan bahwa: َ يَ ف ِناَْسَْلا ِتاَبَ ن َتْقَو َرَضَح اَذِإَف ْ ِنَمَسلاَو ِدْب ز لِاب مْوَ ي َلُك ْمُه اَئِل َكَلُدَي ْنَأ ْيِغَب ِقُُعْلا َرْدَح َخَرَََْو , اًرْ يِثَك اًِْْرََْ Ketika tumbuhnya gigi mereka telah tiba, seyogyanya orang tuanya menggosok-gosokkan keju atau mentega pada gusi mereka setiap hari juga meminyaki daerah sekitar leher dengan minyak yang banyak. 16 Adapun Ummul Mukminin, Aisyah R.A. berkata, “Dahulu biasanya bayi yang baru dilahirkan dibawa kepada Nabi agar diberkati didoakan untuk kebaikannya dan ditahnik. Sehigga Nabi pernah dikencingi oleh seorang bayi, namun baliau hanya meminta air untuk dibasuhkan di tempat kencingnya bayi tadi.” H.R. Muslim dalam kitab shahihnya dari Aisyah 17 Dari beberapa hadits di atas jelas bahwa Ibnu Qayyim sangat menganjurkan kepada orang tua agar mentahnik anak-anaknya ketika ia baru dilahirkan. Pendapat ini pun diperkuat oleh Dr. Abdul Aziz Syaraf yang mengemukakan bahwa “berdasarkan hasil penelitian buah kurma yang matang dapat merangsang aktifitas gerak kelenjar langit-langit mulut, dan dapat menguatkan urat-urat kelanjar langit-langit itu serta dapat memperlancar pergerakan urat- uratnya”. 15 Ibnu Qayyim, Op.cit.,h. 28. 16 Ibid .,h. 167. 17 Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Op.cit., h. 39. Buah kurma yang matang mempunyai pengaruh yang baik terhadap otot- otot, sedangkan otot langit-langit mulut bayi yang baru dilahirkan membutuhkan aktifitas pergerakan. Karena itu, mentahnik langit-langit bayi yang baru dilahirkan amat besar faedahnya. 18 Adanya kelebihan mengapa sunnah Rasul ini menjadi perhatian yang penting bagi Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Karena dengan mentahnik, orang tua telah memberikan pendidikan jasmani kepada anak-anaknya agar anak tumbuh dengan sehat dan kuat selain itu dapat menjadikan tumbuhnya gigi mereka menjadi kuat dan bagus.

c. Memberi nama yang baik pada anak

Pemberian nama yang baik pada anak akan berpengaruh terhadap psikologis anak, yaitu dalam proses perkembangannya yang mengarah pada keadaan anak yang lebih baik. Salah satu bentuk kemuliaan dan kebaikan yang dilakukan kepada bayi yang baru dilahirkan adalah pemberian nama dan kunyah julukan yang terbaik kepada mereka. Kerena nama dan panggilan yang baik itu akan meninggalkan kesan positif dalam hati. Rasulullah bersabda: ِها ُلْوُسَر َلاَق :َلاَق ِءاَدْرَدلا َِِْأ ْنَع َلَسَو ِهْيَلَع ُها َىلَص َم ْمُكِئآََْْأِب ِةَماَيِقْلا َمْوَ ي َنْوَعْدُت ْمُكَنِإ ْمُك َءاََْْأ اْوُ ِسْحَأَف ْمُكِئآَبآ ِءآََْْأَو “Sesungguhnya kalian pada hari kiamat nanti akan dipanggil dengan nama- nama kalian dan nama-nama bapak-bapak kalian, maka perindahlah nama-nama kalian ”. H.R. Abu Dawud dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya dengan para perawinya yang tsiqat. 19 Dalam hal ini Ibnu Qayyim menjelaskan dengan hadits Rasulullah Saw: َو َع ْن َأ ِِْ َو َه ب َْلا َش ِع ّي َق َلا َق : َلا َر ُس ْو ُل ِها َص َل ُها ى َع َل ْي ِه َو َس َل َم : َت َس م ْو ِب ا َأ َْْ ِءا َْلا ْن ِب َي ِءا ، َو َأ َح ب َْلا َْْ ِءا ِإ َل ِها َع ، ْب ُد ِها َو َع ْب ُد َرلا َْح ِن ، َو َأ ْص َد ُ ق َه َح : ا ِرا ث َو ََه ما َو ، َأ ْ ق َب ُح َه َح ا ْر ب َو ُم َر ة Dari Abu Wahab al- Jasya’i RA berkata: Rasulullah bersabda: “Gunakanlah nama Nabi, dan nama yang paling disenangi Allah ialah Abdullah 18 Muhammad ‘Ali Quthb, Sang Anak Dalam Naungan Pendidikan Islam, Terj. Auladuna Fii Dhau-it Tarbiyyatil Islamiyyah . oleh Bahrun Abu Bakar Ihsan Bandung: CV. Diponegoro, 1993 cet. I. h. 37-38. 19 Ibnu Qayyim, Op.cit., h. 8 4