Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
belum lagi rukun Iman, dan rukun Islam yang yang seharusnya sudah diajarkan kini tidak banyak anak yang mengetahuinya, dan anak pun begitu cepat untuk
melupakannya, berbeda dengan apa yang ia lihat di TV, ia lebih mengenal artis dibandingkan nabinya, dan ia lebih senang menyanyikan lagu-lagu yang kurang
mendidik yang ia sering lihat dan dengar di TV maupun yang lainnya. Yang semua itu disebabkan oleh kuarangnya perhatian orang tua dalam mendidik anak
serta perilaku orang tua yang kurang mendidik yang dicontoh dan ditiru oleh anak. Selain itu juga anak suka berbicara memakai bahasa yang kasar, kotor, yang
ia dapati dari perkataan orang tua, teman serta orang-orang yang berada dilingkungannya sehari-hari. Setiap saat anak mencontoh sesuatu yang kurang
baik dari orang tua maupun orang-orang yang berada di lingkungannya. Padahal orang tua harus menjadi figur dan suri tauladan yang baik bagi anak karena orang
tua bertanggung jawab untuk mendidik anaknya sejak sedini mungkin. ini adalah tanggung jawab yang besar dan sangat penting. Sebab tanggung jawab itu dimulai
dari masa kelahiran sampai berangsur-angsur anak mencapai masa analisa, puberitas dan sampai anak menjadi dewasa yang wajib memikul segala kewajiban.
Untuk itu orang tua sebagai pendidik harus melaksanakan tanggung jawab secara sempurna dengan penuh amanat dan kemauan sesuai dengan tuntunan Islam.
Sehingga anak dapat tumbuh besar dengan landasan Al- Qur’an dan Sunnah serta
adab sosial yang tinggi. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
ْمُهْوُ بّدَأ َو َرْ يَْْا ُمُكْيِلْهَأ َو ْمُكَدَاْوَأ اْوُمّلَع
“Ajarkanlah kebaikan kepada anak-anak kamu dan keluarga kamu dan didiklah mereka
. H.R Abdurrazaq dan Said bin Manshur.
ُجَرلا ِعَر ْنَع ةَلُؤْسَمَو اَهِجْوَز ِتْيَ ب ِِْ ةَيِعاَر ُةَأْرَمْلاَو ,ِهِ ت َ يِعَر ْنَع لُؤْسَم َو ِهِلْهَأ ِِْ عاَر ُل
اَهِ ت َ ي
Seorang laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan ia bertanggung jawab terhadap keluarganya itu, dan seorang wanita adalah
pemimpin di dalam rumah suaminya dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya.
H.R. Bukhari dan Muslim
5
5
Abdullah Nasih Ulwan, “Pendidikan Anak Dalam Islam”. Tarbiyatul Awlad fii Al-Islam Terj, Jamaludin Miri Jakarta: Pustaka Amani. 1994, Juz I, h. 145.
Dari pemaparan di atas dapat difahami bahwa amanah yang diberikan Allah kepada orang tua yang berupa anak, adalah amanah yang sangat besar
tanggung jawabnya. Karena sekali orang tua salah mendidik, maka anaknya pun kelak setelah dewasa juga akan menjadi orang tua yang salah mendidik anak-
anaknya dan generasi berikutnya. Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah adalah ulama sunni yang sangat
memperhatikan pentingnya pendidikan yang diberikan kepada anak usia dini, sejak ia lahir sampai ia meranjak dewasa. Beliau menjelaskan bahwa Abdullah bin
Umar RA pernah memberikan taushiyahnya yang berbunyi, “Didiklah anak-mu,
karena engkau bertanggung-jawab atasnya. Engkau akan ditanya, apa yang engkau ajarkan kepadanya, ia akan dita
nya tentang baktinya kepadamu”.
6
Imam Ibnu Qayyim menegaskan tanggung jawab ini dalam ucapannya, “Pada hari kiamat, Allah Swt. Bertanya kepada orang tua perihal anaknya
sebelum sang anak bertanya perihal orang tuanya. Karena, selain orang tua mempunyai hak yang harus ditunaikan anaknya, anak juga mempunyai hak
yang harus ditunaikan orang tua. Barangsiapa tidak mengajari anaknya dengan sesuatu yang bermanfaat, atau bahkan membiarkannya tanpa
pendidikan, berarti ia telah benar-benar merusak anaknya. Kebanyakan anak rusak karena ulah orang tua yang mengabaikan pendidikannya dan
tidak mengajarkan kepadanya masalah-masalah fardu dan sunnah. Orang tua menyia-nyiakan anaknya di masa kecil mereka, sehingga mereka tidak
mendapatkan manfaat apa-apa darinya. Akibatnya, ketika anak-anak telah dewasa, mereka tidak memberikan manfaat apa-apa kepada orang tuanya.
Sebagian anak memberikan alasan mengapa mereka durhaka kepada orang tua mereka,
“ayah, engkau telah durhaka kepada aku tatkala aku kecil, kini setelah aku dewasa, aku pun durhaka kepada mu. Engkau telah menyia-
yiakan ku pada saat aku masih anak-anak. Kini aku pun menyia-yiakan mu pada saat engkau menjadi tua-
renta.”
7
Dari pernyataan Ibnu Qayyim di atas dapat disimpulkan bahwa ketika orang tua acuh terhadap pendidikan anaknya khususnya yang berkenaan dengan
masalah-masalah yang fardu maupun yang sunnah, maka anak pun ketika ia dewasa nanti akan acuh terhadap orang tuanya, dan anak juga akan mewarisi sifat
acuhnya kepada anak-anaknya kelak.
6
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Op.cit. h. 162.
7
Syaikh Muhammad Said Mursi, Seni Mendidik Anak 2, Terj, Fan Tarbiyah Al-Aulad fii Al-Islam
, Oleh Muhammad Muchson Anasy, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006 ed. Khusus, h.5
Kesibukan orang tua dalam bekerja yang mengakibatkan kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan anaknya menjadikan anak cenderung
nakal dan susah untuk diatur. Belum lagi lingkungan yang merusak dan pergaulan yang tidak baik akan menodai kefitrahan anak dan dapat mengakibatkan berbagai
penyimpangan dan pada gilirannya akan menghambat perkembangan akal pikirannya. Sehingga tujuan akhir dari pendidikan anak prasekolah tidak dapat
terwujud dengan baik. Padahal semestinya tujuan akhir dari pendidikan anak prasekolah adalah
memberikan landasan iman dan mental yang kokoh serta kuat pada anak, sehingga ia akan hidup bahagia bukan saja pada saat ia dewasa dalam menjalankan
kehidupannya di dunia akan tetapi juga bahagia di akhirat, dan bahkan diharapkan dapat mengikutsertakan kebahagiaan itu untuk orang tuanya, guru dan orang-
orang yang berada disekelilingnya.
8
Dari pernyataan dan keterangan diatas Ibnu Qayyim Al-Jauziyah sangat memperhatikan tentang pentingnya pendidikan anak sehingga berdasarkan latar
belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka penulis tertarik untuk membahas masalah ini dalam sebuah skripsi dengan judul
“KONSEP PENDIDIKAN ANAK USIA DINI MENURUT IBNU QAYYIM AL-
JAUZIYYAH ”