Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu lembaga sosial ekonomi Islam yang akhir-akhir ini juga menarik perhatian umat Islam di Indonesia untuk dikembangkan adalah wakaf. Salah satu institusi Islam yang sebenarnya telah lama dikenal masyarakat Indonesia namun hingga kini belum dikelola secara optimal. Setiap muslimmuslimat yang terpelajar dan menaruh peduli terhadap ajaran agama yang di peluknya Islam, pasti mengetahui dan memang sudah sepantasnya tahu, bahwa Islam tidak hanya mengatur perihal shalat di masjid Ibadah saja dengan berbagai bentuknya, akan tetapi juga memberikan pedoman yang jelas dan nyata tentang tata aturan muamalah dalam konteksnya yang sangat luas dan sekaligus luwes. 1 Wakaf adalah salah satu lembaga sosial Islam yang sangat dianjurkan untuk digunakan oleh seseorang atau lembaga sebagai sarana penyaluran rezeki yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya. Wakaf dikategorikan sebagai amal jariah yang pahalanya akan terus mengalir walau si pewakaf telah meninggal dunia. Karena harta wakaf terus dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat banyak. Potensi yang terdapat pada wakaf sebenarnya tidak dapat diremehkan, terutama 1 Husain Syahatah dan Sidiyah Muh-Amin Adalah, Transaksi dan etika bisnis dalam Islam, Jakarta: Visi Insani publishing, 2005 h.1-2 2 dalam hal perannya menyediakan layanan-layanan publik yang mencakup bidang pendidikan, kesehatan, sosial maupun untuk pemberdayaan ekonomi umat. Di tengah problem sosial masyarakat Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi akhir-akhir ini, keberadaan lembaga wakaf menjadi sangat strategis. Disamping sebagai salah satu aspek ajaran islam yang berdimensi spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang menekankan pentingnya kesejahteraan dimensi sosial. Sejak dulu, perbincangan tentang wakaf kerap diarahkan kepada benda tidak bergerak seperti tanah, bangunan, pohon untuk diambil buahnya dan sumur untuk diambil airnya, sedang wakaf benda bergerak baru mengemuka belakangan. Di antara wakaf benda bergerak yang ramai dibincangkan belakangan adalah wakaf yang dikenal dengan istilah cash waqf. Cash waqf diterjemahkan dengan wakaf tunai, namun kalau melihat obyek wakafnya, yaitu uang, lebih tepat kiranya kalau cash waqf diterjemahkan dengan wakaf uang. 2 Dalam catatan sejarah Islam, wakaf sudah dipraktikkan baik dalam bentuknya yang masih tradisionalkonvensional, baik dalam bentuk wakaf berupa benda-benda tidak bergerak maupun wakaf produktif berupa wakaf tanah atau wakaf tunai. Bahkan wakaf tunai sudah dipraktikkan sejak awal abad kedua hijriyah. Dari sini kemudian muncul berbagai analisis tentang pentingnya peran wakaf produktif yang dewasa ini digalakkan dibeberapa negara Islam di dunia. Di Turki 2 Departemen Agama RI, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Depag P.I, 2006 h.1 3 misalnya, badan pengelola wakaf mendapatkan alokasi 5 persen dari net income wakaf produktif. Angka yang sama juga diterima Kantor Administrasi Wakaf Bangladesh. Sementara itu, The Central Waqf Council India mendapatkan sekitar 6 persen dari net income pengelolaan dana wakaf. 3 Negara Indonesia yang begitu potensial dalam perkembangan pengelolaan wakaf yang notabene mayoritas berpenduduk umat muslim. Wakaf dapat dikembangkan sebagai salah satu alternatif dan instrumen yang cukup memadai untuk menyejahterakan kehidupan umat di Indonesia. Akan tetapi dalam perkembangan wakaf di Indonesia masih mengalami problem dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf. Adapun masalah yang dihadapi adalah: Pertama, kebekuan pemahaman muslim Indonesia tentang wakaf. Kedua, nazhir wakaf yang bersifat tradisional dan konsumtif. Ketiga, lemahnya political will pemegang otoritas. Keempat, pengaruh krisis ekonomi dan politik dalam negeri. Dalam konteks Indonesia, perbedaan mengenai keabsahan wakaf tunai untuk saat ini setidaknya telah mencapai titik temu. Hal ini karena Majelis Ulama Indonesia MUI sebagai lembaga yang mewadahi umat Islam tertinggi di negeri ini telah mengeluarkan fatwa mengenai kebolehan memberi wakaf dalam bentuk uang. Fatwa MUI itu dikeluarkan pada tanggal 11 Mei 2002. 4 Saat ini sudah dikeluarkan Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf yang diundangkan oleh Presiden 3 Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah Upaya Progresif untuk Kesjahteraan Umat, Jakarta, Mitra Abadi Press, 2005, cet. Ke-2 h.29 4 Departemen Agama RI, Pedoman Pengelolaan, h. 17 4 Susilo Bambang Yudhoyono. Undang-Undang tersebut merupakan terobosan yang cukup signifikan dalam dunia perwakafan khususnya pada pemberdayaan wakaf secara produktif untuk kepentingan sosial kesejahteraan umat. Dalam hal ini harta wakaf seperti uang, saham atau surat berharga lainnya yang diamanatkan kepada nazhir harus dikelola secara produktif sehingga manfaatnya dapat digunakan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat banyak dan aspek kemanfaatan dzat harta yang diwakafkan menjadi esensi dari wakaf itu sendiri. Dengan adanya fatwa MUI dan Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang wakaf ini telah menjadi pijakan hukum bagi umat Islam di Indonesia untuk melakukan perbuatan hukum memberikan wakaf dalam bentuk uang. Diharapkan wakaf uang bisa digalakkan dan bisa menjadi alternatif pengumpulan dana yang bersifat abadi untuk memberdayakan perekonomian umat dan berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan umat disamping dana yang bersumber dari zakat, infaq, dan sedekah. Persoalan yang kemudian mengemuka mengenai pengelolaan wakaf itu sendiri. Besarnya potensi dana yang terkumpul dari wakaf uang akhirnya telah menimbulkan kekhawatiran di sebagian orang mengenai kemungkinan penyelewengan dana wakaf uang. Karenanya diperlukan suatu lembaga yang benar- benar kredibel untuk mengelola wakaf uang. Dengan dikeluarkannya UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf telah menjadi landasan untuk pengembangan pengelolaan wakaf uang dimasa depan. Berbagai pihak mulai dari Pemerintah, umat Islam, sampai kepada Lembaga Keuangan Syariah seperti Badan Wakaf Indonesia dan Bank 5 Syariah dapat berperan untuk bersama-sama mengembangkan pengelolaan wakaf di Indonesia. Keberadaan lembaga Badan Wakaf Indonesia dan Bank Syariah dipandang merupakan alternatif lembaga yang cukup representatif untuk mengelola dana amanah tersebut. Lebih jauh, dengan asumsi pengelolaan wakaf ini menyangkut pengelolaan dana besar, maka kemungkinan perolehan pendapatan bagi Lembaga Badan Wakaf Indonesia dan Bank Syariah baik dari hasil pengelolaan maupun dari hasil jasa fee based income merupakan satu daya tarik bagi berkiprahnya Lembaga Badan Wakaf Indonesia dan Bank Syariah di dalam pengelolaan wakaf. Dalam skripsi ini penulis mencoba untuk membahas secara lebih mendalam mengenai Implementasi Wakaf Uang di Badan Wakaf Indonesia.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah