Perbandingan sistem penghimpunan dana (Fundraising) wakaf uang pada dompet dhuafa Republika dan badan wakaf Indonesia

(1)

i

PERBANDINGAN SISTEM PENGHIMPUNAN DANA

(FUNDRAISING)WAKAF UANG PADA DOMPET

DHUAFA REPUBLIKA DAN BADAN WAKAF

INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh :

RISCHA ASTUTY HANDAYANI

NIM. 1070 4630 2306

KONSENTRASI MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 26 Mei 2011 M Jumadil1432 H


(5)

v

MOTTO

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halamannya tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang. Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan, berlelah lelahlah manisnya hidup terasa setelah

lelah berjuang.

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan, jika mengalir jernih, jika tidak akan keruh menggenang,

Singa jika tak tinggalkan sarangnya maka ia tak akan mendapatkan mangsanya, Anak panah jika tak tinggalkan busurnya maka tak akan kena sasaran,

Jika matahari diorbitnya tidak bergerak dan terus diam tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang,

Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang, Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan.

(Imam Syafi‟i)

PERSEMBAHAN

1) Kedua orangtuaku, yang telah membesarkan dan mendidik dengan cinta, kesabaran dan pengorbanannya.

2) Adikk-adikku tercinta, Rifa Nuraini H, Rafif dan Ramlan yang selalu memberikan semangat dan dukungan pada setiap langkahku.

3) Kekasihku Azis Ariyanto, yang dengan kesabaran memberikan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.


(6)

vi

ABSTRACT

Waqf is an Islamic economic instruments that have not been empowered optimally in Indonesia. Whereas in some other countries, like Egypt and Bangladesh, endowments have been developed in such a way that a funding source inexhaustible for the economic development race. In conditions such as the middle of the economic slump experienced by Indonesia at this time, it would be nice if we consider the development of this waqf instrument.

The core teachings contained in the deeds themselves waqf waqf property requires that it should not be simply buried with no results that will be enjoyed by people in need. More and more the result of waqf property that can be enjoyed by people, the greater the rewards that will flow to the wakif. Funds can be raised through Cash Waqf Certificate this will be managed by an investment management. Investment management in this case acts as Nadzhir (waqf fund manager) who will be responsible for managing waqf property. The issue is now how to model and mechanism for implementation of Cash Waqf Certificate can be applied in Indonesia, involving pre-existing infrastructure and adapt them to the structure of Indonesian society and culture itself. With the weigh and accommodate the group objected to the legal status of cash waqf as the Shafi'i madhhab that alarming ending principal endowments, it is very urgent to be formulated and formulated a model and a kind of early warning mechanisms to control and avoid the risk reduction of capital endowments in the context of risk management, although funds played in the real sector investment, as well as alternative uses conventional methods and underwriting of Islamic insurance. Tergalinya tremendous potential of waqf funds is expected through Cash Waqf Certificate impelemntasi the welfare of society as a terkoordinatif, synergetic, systematically and professionally. In addition to professionalism, integrity challenge trust and confidence (trust) for the management of social funds (volunteer).

This research approach using Empirical Legal namely a method or procedures used to solve the problem by first examining the existing secondary data and then proceed with a study of the primary data in the field. The data used are primary data that is data obtained directly from the field by using questionnaires or interviews, as well as secondary data obtained by literature study method. Analysis of the data used is a qualitative analysis drawing conclusions deductively. Based on the research, can know how the system Endowment Money-raising conducted by the state Endowments Institute (BWI) and Private Endowments Institute (Wallet Dhuafa Republika), comparing the advantages and disadvantages of the system of raising money waqf endowments in both institutions, as well as to identify the opportunity and challenges faced in conducting fund raising and development of waqf waqf money on Wallets Dhuafa Indonesia Republika and the National Endowments Keywords: Fund Raising Waqf, Endowments Money, Nazhir.


(7)

vii

ِي ِ َلا ِ يَ ْ َلا ِ يَ ا ِ يْ ِ

KATA PENGANTAR

Dengan Rahmat Allah SWT, dan didorong oleh keinginan yang luhur, Alhamdulillah penulis telah dapat menyelesaikan penulisan skripsiyang berjudul

“PERBANDINGAN SISTEM PENGHIMPUNAN DANA

(FUNDRAISING)WAKAF UANG PADA DOMPET DHUAFA REPUBLIKA

DAN BADAN WAKAF INDONESIA”. Sebagai suatu syarat untuk mendapatkan derajat sarjana S1 pada Program Studi Muamalat Jurusan Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama proses penulisan skripsi ini sejak penyusunan rancangan penelitian, studi kepustakaan, pengumpulan data di lapangan serta pengolahan hasil penelitian sampai terselesaikannya penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan baik sumbangan pemikiran maupun tenaga yang tak ternilai harganya dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini perkenakanlah penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh keikhlasan untuk menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M., sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan motivasi kepada seluruh mahasiswa di Fakultas


(8)

viii

Syariah dan Hukum, baik semasa perkuliahan berlangsung, ataupun pada saat penyelesaian tugas akhir.

2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.A., sebagai Ketua Jurusan Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,yang selalu memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk selalu giat dalam mengikuti perkuliahan.

3. Bapak Dr. Alimin Mesra, M.Ag., sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah sangat banyak meluangkan waktu dan pikirannya, dan perhatian membantu penulis dalam memberikan pengarahan dan petunjuk tata cara penulisan skripsi. 4. Bapak Afwan Faizin, sebagai Pembimbing Akademik yang juga senantiasa

mengingatkan dan mengarahkan penulis semasa mengikuti perkuliahan hingga akhirnya menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Segenap pihak Dompet Dhuafa Republika dan Badan Wakaf Indonesia yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan wawancara serta banyak membantu dalam pembuatan skripsi ini khusunya kepadaBapak Hendra Djatnika dan Bapak Sigit Indra Priantoyang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian di Dompet Dhuafa Republika dan Badan Wakaf Indonesia.

6. Segenap Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan ilmu yang tidak ternilai, hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(9)

ix

7. Orang Tua ku Tercinta Bapak Lugimin Hadi Sugianto dan Ibu Iis Handayani, AdikuTersayang Rifa Nur‟aini Hadi, Rafif Izhar Hadi dan Ramlan Haidar Hadidan seluruh keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang serta doa restunya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Kekasihku Azis Ariyanto, yang dengan kesabaran memberikan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Untuk teman-temanku di Jurusan Ziswaf‟07 (Nova, Marni, Faiz, Afifah, Putri, Sifa, Ratih, Ela, Diah, Winda, Sela, Rikat, Riyan Sanjaya dan teman- teman seperjuangan dari awal hingga akhir dalam perkuliahan dan penulisan skripsi terima kasih atas dukungannya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

10.Untuk semua teman-teman tercinta di Fakultas Syariah dan Hukum khususnya Jurusan Manajemen Zakat dan Wakaf angkatan 2007.

Penulis hanya mampu berharap semoga bantuan yang telah diberikan dalam bentuk apapun dapat menjadi amal baik yang diterima disisi Allah SWT. Semoga skripsi yang sederhana dan masih jauh dari sempurna ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak. Penulis sangat mengharapkan masukan berupa saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini di masa mendatang.

Jakarta, 26 Mei 2011 M Jumadil 1432 H


(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASYAH iii

LEMBAR PERNYATAAN iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN v

ABSTRAK vi

KATA PENGANTAR vii

DAFTAR ISI x

BAB I : PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 6

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 7

D. Review Studi Terdahulu 7

E. Kerangka Teori 9

F. Metode Penelitian 12

G. Sistematika Penulisan 16

BAB II : LANDASAAN TEORI TENTANG WAKAF UANG 18

A. Tinjauan Wakaf Secara Umum 18

B. Wakaf Uang 22

C. Nazhir 39

D. Sertifikat Wakaf Tunai 40

E. Pengertian Sistem 41


(11)

xi

BAB III : PROFIL DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DAN BADAN WAKAF

INDONESIA 51

A. Dompet Dhuafa Republika 51

1. Sejarah Pendirian 50

2. Struktur Organisasi 55

3. Visi, Misi dan Strategi 56

B. Badan Wakaf Indonesia 64

1. Sejarah Pendirian 57

2. Struktur Organisasi 62

3. Visi, Misi dan Strategi 66

BAB IV : ANALISIS PERBANDINGAN PENGHIMPUNAN DANA WAKAF UANG PADA DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DAN BADAN

WAKAF INDONESIA 69

A. Mekanisme fundraising wakaf uang 69

1. Dompet Dhuafa Republika 69

2. Badan Wakaf Indonesia 79

B. Peluang dan Tantangan Fundraising Wakaf uang 89

1. Dompet Dhuafa Republika 89

2. BadanWakaf Indonesia 91

BAB V : PENUTUP 94

A. Kesimpulan 94

B. Saran 95

DAFTAR PUSTAKA 97


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wakaf telah dikenal dan dilaksanakan umat Islam sejak lama. Tetapi selama ini kebanyakan umat Islam, khususnya di Indonesia, memahami wakaf hanya sebatas pemberian berbentuk barang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan. Karena itu, wakaf di Indonesia pada umumnya digunakan untuk membangun masjid, musholla, kuburan, pondok pesantren, rumah yatim piatu, dan madrasah. Pemanfaatan benda wakaf masih berkisar pada hal-hal bersifat fisik, sehingga tidak memberikan dampak ekonomi secara signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.

Wakaf belum banyak dieksplorasi semaksimal mungkin, padahal wakaf sangat potensial sebagai salah satu instrumen untuk pemberdayaan ekonomi umat Islam. Karena itu, institusi wakaf menjadi sangat penting untuk dikembangkan. Apalagi wakaf dapat dikategorikan sebagai amal jariyah yang pahalanya tidak pernah putus, walau yang memberi wakaf telah meninggal dunia.1 Wakaf merupakan salah satu instrumen ekonomi yang sangat potensial untuk menopang kesejahteraan masyarakat banyak. Namun, sampai saat ini, peran wakaf belum dirasakan manfaatnya oleh kepentingan umum.

1

Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf , Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam Departemen Agama RI, 2005), h. 39.


(13)

2

Jika melihat data Kementrian Agama RI, sebenarnya kesadaran umat Islam di Indonesia untuk memberikan tanah wakaf cukup tinggi, berdasarkan data Kementerian Agama RI tahun 2010, jumlah tanah wakaf di Indonesia sebanyak 3.312.883.317,83 meter persegi (3,3 miliar m²) dan tersebar di 454,635 lokasi di perkotaan dan perdesaan.2 Namun karena wakaf masih berorientasi pembangunan fisik yang tidak produktif, maka tanah seluas itu tidak memberikan perubahan ekonomi yang lebih baik kepada masyarakat. Padahal, jika tanah seluas itu dikelola secara produktif, maka berpotensi menjadi instrumen yang positif bagi upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat. Ternyata, sebagian besar aset wakaf tidak produktif, karena belum dimanfaatkan secara optimal.

Untuk itu, perlu adanya paradigma baru dan terobosan untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia. Salah satunya adalah melalui wakaf uang. Ide untuk mengimplementasikan wakaf uang baru muncul kembali pada abad 15 Hijriyah. Hal itu ditandai dengan munculnya tindakan operasional wakaf uang yang diimplementasikan oleh Social Investment Bank Limited (SIBL) di Bangladesh yang dipelopori oleh M.A.Mannan.

Di Indonesia, gagasan untuk mengimplementasikan wakaf uang , mulai populer setelah sejumlah ekonomi syariah Indonesia mempelajari SIBL tersebut. Pada tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa dibolehkannya wakaf uang pada tanggal 11 Mei 2002, sehingga masyarakat lebih tertarik dengan adanya wakaf

2

Rahmat Hidayat, Alumni PhD Ekonomi Islam Universitas Kebangsaan Malaysia dan bekerja di Kementerian Perumahan Rakyat RI, “ Tanah Wakaf Untuk Rakyat”, artikel diakses pada tanggal 27 Februari 2011 http://ekonomiislami.wordpress.com/2011/02/27/tanah-wakaf-untuk-rakyat.


(14)

3

uang karena besaran nominal untuk berwakaf dapat menyesuaikan kemampuan waqif. Dalam kondisi keterpurukan ekonomi seperti yang tengah dialami Indonesia saat ini, alangkah baiknya bila kita mempertimbangkan pengembangan instrumen wakaf ini. Pengelolaan dan pengembangan harta wakaf yang ada di Indonesia memerlukan komitmen bersama antara pemerintah, ulama, dan masyarakat.

Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan Fatwa Tentang Wakaf Uang sebagai berikut :3

1. Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.

2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. 3. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)

4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar' i

5. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

Namun karena implementasi wakaf uang tersebut memerlukan regulasi, maka muncullah keinginan untuk membuat regulasi yang berupa peraturan perundang-undangan. Sehingga, pada tahun 2004 lahirlah Undang-Undang Nomor 41 Tahun

3


(15)

4

2004 Tentang Wakaf dan kemudian pada tahun 2006 menyusul disahkannya Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaannya.

Wakaf uang merupakan salah satu usaha yang tengah dikembangkan dalam rangka meningkatkan peran wakaf dalam bidang ekonomi, karena wakaf uang memiliki kekuatan yang bersifat umum dimana setiap orang dapat menyumbangkan harta tanpa batas-batas tertentu. Model wakaf uang sangat tepat memberikan jawaban yang menjanjikan dalam mewujudkan kesejahteraan sosial dan membantu mengatasi krisis ekonomi Indonesia kontemporer. Wakaf uang harus mendapat perhatian lebih untuk membiayai berbagai proyek sosial malalui pemberdayaan sebagai salah satu upaya agar penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan produktif.4

Sejak disahkannya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut, maka dasar hukum wakaf uang bertambah semakin kuat. Dalam Undang-Undang tersebut juga mengamanatkan bahwa untuk mengoptimalkan pengelolaan dan pengembangan wakaf pemerintah akan membentuk lembaga independen yang disebut Badan Wakaf Indonesia.5 Untuk itu upaya-upaya pengembangan wakaf terus dilakukan oleh berbagai pihak mulai dari Pemerintah (dalam hal ini Departemen Agama), LSM maupun lembaga-lembaga kenazhiran seperti Dompet Dhuafa Republika dengan menerbitkan Sertifikat Wakaf Tunai (SWT) dan Sertifikat Wakaf Investasi (SWI),

4

Achmad Junaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif (Jakarta: Mitra Abadi Press), h. 78-79.

5

Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf , Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam Departemen Agama RI, 2005), h. 48.


(16)

5

dan lain-lain.6 Lembaga nirlaba berbeda dari lembaga lainnya terutama karena tujuannya bukan untuk mencari keuntungan pribadi namun lebih pada upaya memberi manfaat bagi orang lain. Umumnya lembaga akan mencantumkan misi organisasi yang menjelaskan secara spesifik kontribusi apa yang akan diberikan, apakah mendukung peningkatan pendidikan, kesehatan, lingkungan, lapangan kerja, kesadaran hukum, hak asasi manusia dan sebagainya. Program yang akan dijalankan memerlukan dana.

Kegiatan menghimpun dana dan sumber lainnya dari masyarakat (baik individu, kelompok, organisasi, perusahaan ataupun pemerintah) yang akan digunakan untuk membiayai program dan kegiatan operasional lembaga yang pada akhirnya adalah untuk mencapai misi dan tujuan dari lembaga tersebut.7 Penghimpunan dana (fundraising) merupakan kegiatan yang sangat penting bagi lembaga atau organisasi sosial dalam upaya mendukung jalannya program dan menjalankan roda operasional lembaga atau organisasi sosial tersebut dapat mencapai maksud dan tujuan yang telah digariskan.

Kegiatan penghimpunan dana (fundraising) di awali dari sumber dana yang jelas yang mempunyai target sumber dana yang potensial dan terjadwalkan dalam proses pencapaiannya. Lembaga nirlaba baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta memiliki sistem penghimpunan yang berbeda-beda, karena suatu lembaga mempunyai perbedaan misi.

6

Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf , Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam Departemen Agama RI, 2005), h. 6-7.

7


(17)

6

Dengan melihat dasar itulah, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian, memberikan gambaran apa dan bagaimana Praktek Penghimpunan Dana (Fundraising)Wakaf Uang, sehingga penulis tertarik mengambil judul :

” PERBANDINGAN SISTEM PENGHIMPUNAN DANA (FUNDRAISING)

WAKAF UANG PADA DOMPET DHUAFA REPUBLIKA DAN BADAN

WAKAF INDONESIA”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian skripsi ini tidak meluas serta menjaga kemungkinan penyimpangan dalam penelitian skripsi ini, maka dalam penulisan ini, penulis memfokuskan dan membatasi pembahasan hanya dalam ruang lingkup sistem penghimpunan dana (fundraising) wakaf uang Pada Dompet Dhuafa Republika dan Badan Wakaf Indonesia.

2. Perumusan Masalah

Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana mekanisme penghimpunan dana (fundraising) wakaf uang pada Dompet Dhuafa Republika dan Badan Wakaf Indonesia?

b. Apa peluang dan tantangan fundraising wakaf uang pada Dompet Dhuafa Republika dan Badan Wakaf Indonesia?


(18)

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk menjelaskan mekanisme fundraising wakaf uang pada Dompet Dhuafa Republika dan Badan Wakaf Indonesia.

b. Untuk menjelaskan peluang dan tantangan fundraising wakaf uang pada Dompet Dhuafa Republika dan Badan Wakaf Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang bisa ditimbulkan dari penelitian ini, penulis ingin agar penelitian ini bisa memberikan manfaat:

a. Secara Akademis, dapat dijadikan pedoman atau referensi untuk bahan perkuliahan

b. Secara Praktis, merupakan saran, informasi dan referensi kepada

pemegang kebijakan untuk memperbaiki dan mendorong sistem penghimpunan dana (fundraising) wakaf uang.

D. Review Studi Terdahulu

Berdasarkan telaah yang sudah dilakukan terhadap beberapa peneliti sebelumnya, penulis menyimpulkan bahwa apa yang menjadi masalah pokok penelitian ini tampaknya terkait subyek peneliti di antaranya sebagai penelitian terdahulu yang ditulis oleh, di antaranya:


(19)

8

Ikhsanuddin Fadhilah,8 dengan judul skripsi “Strategi Penghimpunan, Pengelolaan dan Pengembangan Harta Wakaf di Majelis Wakaf dan ZIS Pimpinan

Cabang Muhammmadiyah Jakarta” pada tahun 2007. Hasil penelitiannya adalah bahwa dalam penghimpunan wakaf, selain menunggu masyarakat mewakafkan, Nazhir wakaf melakukan langkah-langkah sosialisasi dalam menghimpun wakaf, kemudian dalam pengelolaan dapat dibagi menjadi pengelolaan wakaf secara tradisional dan secara profesional. Majelis Wakaf dan ZIS Pimpinan Cabang Muhammadiyah Jakarta menghimpun dana wakaf secara kolektif dari masyarakat.

Anita Chairani,9 dengan judul skripsi “Peluang dan Tantangan Pengelolaan Wakaf Uang pada Perbankan Syariah Pasca UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf” pada tahun 2008. Hasil penelitiannya adalah bahwa nazhir boleh menginvestasikan dana wakaf dalam bentuk mudharabah, musyarakah, ijarah dan murabahah. Selain itu dana wakaf uang juga dapat ditempatkan pada reksadana syariah, obligasi syariah dan deposito syariah.

Melky Wahyudi,10 dengan judul skripsi “Efektifitas Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Tunai pada Lembaga Tabung Wakaf Indonesia” pada tahun 2010. Hasil penelitiannya adalah Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Tunai wakaf oleh TWI telah dilakukan

8

Skripsi ini ditulis oleh Ikhsanuddin Fadhilah, Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

9

Skripsi ini ditulis olehAnita Chairani, Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

10

Skripsi ini ditulis oleh Melky Wahyudi,Jurusan Peradilan Agama Program Studi Akhwal Syakhsiyyah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.


(20)

9

secara efektif. Pengelolaan wakaf yang dijalankan oleh Tabung Wakaf Indonesia memberikan kepercayaan baik kepada masyarakat.

Sedangkan dalam penelitian skripsi ini membahas tentang ” Perbandingan

Sistem Penghimpunan Dana (Fundraising) Wakaf Uang Pada Dompet Dhuafa Republika dan Badan Wakaf Indonesia. Yang mana dalam hal ini membahas mengenai bagaimana mekanisme penghimpunan dana (fundraising) wakaf uang serta melakukan studi perbandingan yaitu pada Dompet Dhuafa Republika yaitu lembaga kenazhiran dan Badan Wakaf Indonesia yaitu lembaga independen yang dibentuk pemerintah.

E. Kerangka Teori

Kata ”wakaf” atau ”waqf” berasal dari bahasa Arab ”Waqafa”. Asal kata

Waqafa” berarti ”menahan” atau ”berhenti” atau ”diam di tempat” atau ”tetap

berdiri”. 11

Wakaf adalah institusi sosial Islami yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit dalam Al-Qur‟an dan sunnah.

Ulama berpendapat bahwa perintah wakaf merupakan bagian dari perintah untuk melakukan al-khayr (secara harfiah berarti kebaikan).12 Dasarnya adalah firman Allah, sebagai berikut:

                     11

Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Fiqh Wakaf (Jakarta: Direktorat Jenderal Bima Islam Departemen Agama RI, 2003), h. 1-2.

12


(21)

10

Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS.Al-Hajj [22] : 77).

Dalam hadis dikatakan bahwa wakaf disebut sedekah jariyah. Dalam perspektif ini, wakaf dijadikan sebagai bagian dari sedekah. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabda:

ا َ ْ ا ْ َ ْ ْ ْ :

ذ دص ،ثاث ْ م َا م عطقْنإ د ْ م

ل ْ ْد حل ص دل ْ عفتْن ْ ْ ، ج (

م ه )

Apabila anak adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, keculai tiga perkara : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan orangtuanya”. (HR.Muslim).

Wakaf sebagai suatu lembaga mempunyai unsur-unsur pembentuknya. Tanpa unsur itu, wakaf tidak dapat berdiri. Unsur-unsur pembentuk yang merupakan rukun wakaf itu adalah (1) orang yang berwakaf (yang mewakafkan hartanya) atau waqif, (2) harta yang diwakafkan atau mauquf, (3) tujuan wakaf atau yang berhak menerima hasil wakaf, disebut mauquf ‟alaih, dan (4) pernyataan wakaf dari waqif, yang disebut sighat atau ikrar wakaf.

Pengembangan wakaf selalu dikembangkan diantaranya tentang wakaf uang, sudah dipertegas dengan lahirnya fatwa MUI tentang wakaf uang selanjutnya dalam peraturan pemerintah Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf terdapat klausul mengenai obyek wakaf berupa uang dan surat berharga.13

13


(22)

11

Wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.14 Metode penghimpunan dana (fundrising) yaitu bagaimana wakaf uang itu dimobilisasikan. Dalam hal ini, sertifikasi merupakan salah satu cara paling mudah, yaitu bagaimana dengan menerbitkan sertifikat dengan nilai nominal yang berbeda-beda untuk kelompok sasaran yang berbeda. Aspek inilah yang merupakan keunggulan wakaf uang dibandingkan wakaf harta lainnya, karena besarannya dapat menyesuaikan kemampuan calon waqif.

Lembaga perlu membangun etika fundrising dengan mengacu pada misi lembaga, secara mudah etika fundrising ini merupakan ketentuan tentang sumber dana mana yang dapat diterima karena sejalan dengan misi lembaga dan sumber daya mana yang tidak dapat diterima karena bertentangan dengan misi lembaga. Etika ini mencegah lembaga terjebak dalam benturan kepentingan (conflict of interests). Etika fundrising juga mengarah pada terbentuknya dukungan konstituen yang memiliki misi yang sama. 15

Definisi sistem adalah sebuah cara, proses atau prosedur yang teratur. Definisi sistem lebih menekankan pada prosedur adalah suatu jaringan kerja dan prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu

14

Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf , Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam, Departemen Agama RI, 2005), h. 1.

15

Darwina Widjajanti, Rencana Strategis Fundrising (Jakarta: PIRAMEDIA, 2006), Cet 1, h.4


(23)

12

kegiatan atau menyelesaikan sasaran tertentu.16 Jadi yang dimaksud sistem adalah sebuah kesatuan dari bagian atau komponen yang saling berhubungan dalam prosedur kerja tertentu untuk mencapai tujuan dalam mengolah masukan untuk menghasilkan keluaran.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah perpaduan dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, karena diawali dengan telaah bahan pustaka dan literatur. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam bentuk desain deskriptif dan metode pegumpulan data dengan cara observasi. Deskriptif menurut pengertiannya adalah:17

Penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (penulisan : gambaran) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian. Dalam pengertian ini penelitian deskriptif menggunakan data dasar deskriptif semata, tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis, membuat ramalan, atau mendapatkan makna dan implikasi. Pendapat lainnya mengatakan

bahwa ”metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang

16

Syopiansyah jaya Putra dan A‟ang Subiyakto, Pengantar Sistem Informasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 24

17


(24)

13

tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari

gejala tertentu”18 .

2. Pendekatan Penelitian

Adapun tipe atau pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa penelitian langsung pada Dompet Dhuafa Republika dan Badan Wakaf Indonesia dalam rangka Mengetahui Perbandingan sistem penghimpunan dana wakaf uang yang dilaksanakan. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan dokumen (content analisys) yaitu melakukan pengumpulan data dan informasi melalui arsip dan dokumen.

3. Jenis Data dan Sumber Data

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan jenis data yaitu data kualitatif berupa kata-kata atau gambar bukan angka, kalaupun ada angka-angka sifatnya hanya sebagai penunjang19. Serta menggunakan dua sumber data yaitu:

a. Sumber Data Primer

Merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan pihak Dompet Dhuafa Republika dan Badan Wakaf Indonesia yang kompeten dan ahli mengenai sistem penghimpunan dana (Fundraising) wakaf uang.

b. Sumber Data Sekunder

18

Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis (Jakarta: Rajawali Press, 2004), h. 22.

19


(25)

14

Merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data yang diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku serta sumber lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

a) Arsip Dokumen

Arsip dokumen yaitu bahan tertulis yang sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalakan atau bisa juga disebut penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari data-data atau bahan-bahan dari berbagai daftar kesusastraan yang ada. Dengan cara membaca, mempelajari, mencatat, dan merangkum teori-teori yang ada kaitannya dengan masalah pokok pembahasan melalui buku-buku, skripsi terdahulu, majalah, surat kabar, artikel, buletin, brosur, internet dan media lainnya yang berhubungan dengan pembahasan penelitian ini.

b) Wawancara

Penulis menggunakan teknik wawancara atau interview ini dengan narasumber yang cakap dan berkompeten pada bidangnya untuk memberikan keterangan dari masalah yang sedang dibahas.


(26)

15 c) Observasi (penelitian lapangan)

Secara mudah observasi sering disebut juga sebagai metode pengamatan. Ringkasnya metode observasi adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara cermat dan sistematik. Dalam hal ini penulis mengamati secara lansung analisis perbandingan sistem penghimpunan dana (fundraising) wakaf uang pada Dompet Dhuafa Republika dan Badan Wakaf Indonesia.20

5. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif-analitis, yakni penelitian yang menggambarkan data dan informasi yang berlandaskan fakta-fakta yang diperoleh dilapangan mengenai sistem penghimpunan dana wakaf uang pada Dompet Dhuafa Republika dan Badan Wakaf Indonesia.

6. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007”.

20


(27)

16

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan, penulis mengurai beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian, bagian awal diuraikan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, kerangka teori, metode penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II Landasan teori, yang dikemukakan tentang pengertian sistem fundraising wakaf uang. Penulis juga menguraikan mengenai pengertian wakaf secara umum, tentang wakaf uang, nazhir atau pengelola wakaf, dan pengertian sistem serta penghimpunan dana (fundraising).

BAB III Profil Dompet Dhuafa dan Badan Wakaf Indonesia, dalambab ini penulis memaparkan gambaran secara umum mengenai Dompet Dhuafa Republika dan Badan Wakaf Indonesia dari sejarah berdirinya, visi, misi dan strategi, serta struktur organisasi.

BAB IV Analisis perbandingan Fundraising wakaf uang pada Dompet Dhuafa Republika dan Badan Wakaf Indonesia, penulis akan membandingkan sistem penghimpunan dana (fundraising) wakaf uang pada Dompet Dhuafa Republika dan Badan Wakaf Indonesia, dan peluang serta tantangan fundraising wakaf uang pada Dompet Dhuafa Republika dan Badan Wakaf Indonesia.


(28)

17

BAB V Penutup, merupakan bagian terakhir penulisan yang akan menunjukkan pokok-pokok penting dari keseluruhan pembahasan ini. Bagian ini menunjukkan jawaban ringkas dari permasalahan yang dibahas pada bagian permasalahan di atas yang berisi kesimpulan dan saran.


(29)

18

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Wakaf Secara Umum

Kata “Wakaf” atau “Waqf” berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Asal kata “Waqafa” berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam di tempat” atau tetap berdiri”. Kata “Waqafa-Yaqifu-Waqfan” artinya dengan “Habasa-Yahbisu-Tahbisan.” 21

Kata al-Waqf dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian Artinya:

ﻑﻗﻭﻠﺍ

ﻰﻨﻌﻤﺒ

ﺱﻴﺒﺤﺘﻠﺍ

ﻝﻴﺒﺴﺘﻠﺍﻭ

Menahan, menahan harta untuk diwakafkan, tidak dipindahmilikkan

Definisi wakaf yang dibuat oleh para ahli fiqih pada umumnya memasukan syarat-syarat wakaf sesuai dengan madzhab yang dianutnya. Al-Manawi misalnya

mendefinisikan wakaf sebagaimana berikut: “menahan harta benda yang dimiliki dan menyalurkan manfaatnya dengan tetap menjaga pokok barang dan keabadiaannya yang berasal dari para dermawan atau pihak umum selain dari harta maksiat semata-mata karena ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT”.22

21

Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Fiqih Wakaf (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam Departemen Agama RI, 2006), h. 1.

22


(30)

19

Sedangkan Al-Kabisi dalam kitab Anis Al‟Fuqaha mendefinisikan wakaf

sebagaimana berikut: “menyedahkan manfaatnya kepada orang-orang miskin dengan

tetap menjaga keutuhan bendanya”.23

Berdasarkan definisi tersebut ditemukan bahwa Al-Munawi yang bermazhab

Syafi‟i dalam definisinya mempertegas makna keabadian sebagaimana mazhab Hanafi yang mempertegas makna “masih berlanjut kepemilikan waqif”. Namun Al -Kabasi mengemukakan definisi alternatif dan mengatakan bahwa wakaf yaitu menahan harta yang secara hukum menjadi milik Allah SWT.

Sementara menurut pendapat Mazhab Maliki, sebagaimana disampaikan oleh Al-Kattab dalam kitabnya Al-jalil menyebutkan definisi Ibnu Arafah dan mengatakan

bahwa wakaf adalah: “memberikan manfaat sesuatu ketika sesuatu itu ada dan bersifat lazim dalam kepemilikan pemberinya sekalipun harta bersifat simbolis.24

Jika kita perhatikan definisi di atas, maka akan tampak bahwa setiap definisi itu mencantumkan syarat yang ditetapkan oleh madzhabnya masing-masing. Pengikut madzhab Maliki misalnya menyebutkan bahwa wakaf itu tetap menjadi milik waqif dan adanya syarat tertentu ketika benda itu ada untuk memperjelas arti penahanan manfaat wakaf dan diperbolehkannya batasan waktu wakaf. Sedangkan pengikut

madzhab Syafi‟i menekankan pada kalimat “ terlepas dari campur tangan wakif dan tetap menjaga keutuhan wakaf untuk menjelaskan bahwa yang boleh diwakafkan

23

Munzir Qahaf, Manajemen wakaf produktif (Jakarta: Khalifa, 2007), h. 47.

24


(31)

20

adalah harta benda dan tidak termasuk manfaat barang serta bergantinya kepemilikan wakaf yang secara hokum menjadi milik Allah SWT.25

Adapun pengikut madzhab Hanafi mengatakan bahwa wakaf tetap menjadi milik waqif untuk menjelaskan bahwa wakaf tidak bersifat harus dan diperbolehkannya waqif untuk mencabut wakaf kembali. Disini Abdul Hadi tidak mengomentari definisi Al-Muqanna karena tidak menyebutkan syarat-syarat yang ada pada madzhab Hambali.26

Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-„ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya. Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut:

Menurut Hanafiyah, mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-„ain) milik waqif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan. Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan waqif itu sendiri. Dengan pengertian, waqif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk aset hartanya.

25


(32)

21

Menurut Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan waqif. Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.

Menurut Syafi„iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-„ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah. Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-„ain) dengan pengertian bahwa harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara terus menerus.

Menurut Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan. Itu menurut para ulama ahli fiqih. Dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum waqif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan kesejahteraan umum menurut syariah.27

27


(33)

22

Dengan demikian yang dimaksud wakaf adalah suatu hal kebajikan (sosial) berupa sedekah jariyah yang kepemilikannya tetap, yang dirasakan manfaat dari pemanfaatan benda tersebut atau kepemilikan tersebut yang diberikan kepada mauquf „alaih. Wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

B. Wakaf Uang

Munculnya pemikiran wakaf uang yang dipelopori oleh M.A. Mannan, seorang ekonom yang berasal dari Bangladesh pada dekade ini merupakan momen yang sangat tepat untuk mengembangkan instrumen wakaf untuk membangun kesejahteraan umat.

Sebelum Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf ada, pada tanggal 11 Mei 2002 Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang membolehkan wakaf uang (cash wakaf/waqf al nuqud) dengan syarat nilai pokok wakaf harus dijamin kelestariannya.

Beberapa pendapat ulama yang menjadi rujukan komisi fatwa MUI dalam wakaf uang yaitu:


(34)

23

1. Pendapat ulama Imam Zuhri bahwa mewakafkan dinar hukumnya boleh, dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian keuntungannya disalurkan kepada mauquf alaih.

2. Muttaqaddimin dari ulama madzhab Hanafi membolehkan wakaf uang dinar dan dirham sebagai pengecualian atas dasar istihsan bi Al-Urfi, bahwa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka dipandang baik juga dalam pandangan Allah SWT dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allahpun buruk.

3. Pendapat sebagian ulama madzhab Syafi‟i meriwayatkan bahwasannya Imam

Syafi‟i memperbolehkan wakaf dinar dan dirham (uang).28

Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia dikemukakan yang dimaksud dengan wakaf uang (cash wakaf/waqf al_Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.29 Termasuk ke dalam pengertian uang tersebut adalah surat-surat berharga. Selain itu, dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia tersebut dikemukakan rumusan definisi wakaf sebagaimana pendapat rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 11 Mei 2002. Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa tentang wakaf uang sebagai berikut :30

28

Rahmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.109.

29

Rahmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),h.106.


(35)

24

6. Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.

7. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. 8. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).

9. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar' i.

10.Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.

Pengertian wakaf sebagaimana dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, diperluas lagi berkaitan dengan harta benda wakaf (obyek wakaf) yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) yang menyatakan harta benda wakaf meliputi:

a. Harta benda wakaf terdiri atas benda tidak bergerak dan benda bergerak; b. Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a adalah

1) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;

2) Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a;

3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;

4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku;


(36)

25

5) Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundangan yang berlaku;

c. Benda bergerak sebagaimana yang dimaksud pada Ayat 1 huruf b adalah harta benda yang tidak habis karena dikonsumsi, meliputi uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, serta benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundangan yang berlaku.

Pengertian wakaf sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, berkaitan dengan harta benda wakaf (obyek wakaf) yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) yang menyatakan harta benda wakaf adalah:

Kemudian wakaf benda bergerak berupa uang dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 ayat 16 tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam Bagian Kesepuluh Pasal 28,29,30 dan 31.31

Pasal 28

Waqif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui Lembaga Keuangan Syariah yang ditunjuk oleh Menteri.

Pasal 29

31

Direktorat Pengembangan Zakat dan wakaf , Peraturan Perundangan Perwakafan (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam Departemen Agama RI, 2005), h. 14-15.


(37)

26

(1) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dilaksanakan oleh waqif dengan pernyataan kehendak waqif yang dilakukan secara tertulis.

(2) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.

(3) Sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada Waqif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.

Dengan adanya Undang-Undang ini maka semakin jelaslah bahwa perwakafan di indonesia tidak sahnya berupa benda tidak bergerak saja, tetapi dapat juga berupa benda bergerak yang boleh diwakafkan termasuk uang tunai.

Dengan demikian yang dimaksud wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Juga termasuk kedalam pengertian uang adalah surat-surat berharga, seperti saham, cek, dan lainnya.

Selintas wakaf uang ini memang tampak seperti instrumen keuangan Islam lainnya seperti zakat, infaq, sedekah (ZIS). Padahal ada perbedaan antara instrumen-instrumen keuangan tersebut. Berbeda dengan wakaf tunai, ZIS bisa saja dibagi-bagikan langsung dana pokoknya kepada pihak yang berhak. Sementara pada wakaf uang, uang pokoknya akan diinvestasikan terus menerus, sehingga umat memiliki dana yang selalu ada dan Insya Allah bertambah terus seiring dengan bertambahnya jumlah waqif yang beramal, baru kemudian keuntungan investasi dari pokok itulah


(38)

27

yang akan mendanai kebutuhan rakyat miskin. Oleh karena itu, instrumen wakaf tunai dapat melengkapi ZIS sebagai instrumen penggalangan dana masyarakat.

Dasar Hukum Wakaf Uang

Wakaf adalah institusi sosial Islami yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit dalam Al-Qur‟an dan sunnah. Ulama berpendapat bahwa perintah wakaf merupakan bagian dari perintah untuk melakukan al-khayr (secara harfiah berarti kebaikan).32 Dalil yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf bersumber dari ayat

Al-Qur‟an dan sunnah Rasulullah SAW.

a). Ayat Al-Qur‟an

Dasarnya adalah firman Allah, sebagai berikut:

                     ( جحل : ٧٧ )

Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS. Al-Hajj [22] : 77)

Dalam Surat Al-Hajj ayat 77, menjelaskan bahwa yang menguraikan mengenai wakaf terletak pada kata “kebajikan”. Ayat ini memerintahkan agar semua umat Islam berbuat kebaikan, sebab amalan-amalan wakaf pun termasuk salah satu macam perbuatan yang baik dan terpuji. Selanjutnya dalam surat Ali-Imran ayat 92,

32


(39)

28

menguraikan mengenai perintah untuk berbuat kebajikan dengan menafkahkan sebagian harta, sebab obyek wakaf adalah harta.

Dasarnya adalah firman Allah, sebagai berikut:

                          ( م ا :

٩٢ ) “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali-Imran [3] : 92)

Menurut keumuman dua ayat ini menunjukkan di antara cara mendapatkan kebaikan itu adalah dengan menginfaqkan sebagian harta yang dimiliki seseorang diantaranya melalui sarana wakaf.

b).Sunnah Rasulullah saw.

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabda:

ُ ْ َ َا َ َ ُ َ ِ َ َ َلْ َلُ ْ ِ َ ْ َ َ ,

َا َ َ َ َ َ ِ ْ َ َ ُ َ َ ِ َاْ ُ َ َ َ :

ُ َ َ َ ُ ْ َ َعَطَقْ ِ َ َدَ ُ ْ َت َ َذِ

ٍ َ َ َ ٍ َ َ ْ ِ ا ِ ,

ٍ َ ِ َ , ِِ ُعَ َ ْ َ ٍ ْ ِ ْ َ .

ُ َاْ ُ ْ َ ٍحِا َ ٍ َاَ ْ َ )

ِْ ْ ُ ُ َ َ (.

Dari Abu Hurairah ra. Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: Apabila ada orang yang meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara yaitu

sadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya. (HR. Muslim).33

Dalam hadis ini dikatakan sebagai wakaf disebut dengan sedekah jariyah. Pahala yang diperoleh manusia setelah meninggal dunia ada sedekah yang pahalanya senantiasa mengalir selamanya yaitu sedekah jariyah.

33

Al-Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani, Terjemah Bulughul Maram (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995), h.393.


(40)

29

Adapun hadis Nabi yang lebih tegas mengambarkan dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar:

َا َ َلَ ُ ِ ْ ِ َ َ :

َلَ ْ َ ِ ً ْ َ ُ ْ َ ُ َ ِ َ َلَ ُ َا َ َ َ ْ ِف ُ ُلِ ْأَ ْ َ َ َ َ َ ِ ْ َ َ ُ َ َ ِ َ ا َ َأَف

, َا َقَف :

ُ ْ ِ ِ ْ ِ ُ َ ْ َ َ ُ ُ َ ً َ ْ ِ ُ ْ َا ًلْ َ ِ ً ْ َ ُ ْ َ َ ِ ِ ُ َاْ ُ َ َ :

َقَ َصَ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َ َ ْئِش ْ ِ َا َ

َ ِ : َلَ ُ َ ِ َقَ َصَ َف َاَ ,

َ ُ ْ َ ُع َ ُ َ ُ َ َ ,

ُ َ ْ ُ َ َ , ُ َ ْ ُ َ َ , َ ْلُقْا ِ فَ ِا َلَقُ ْا ِ ف َ ِ َقَ َصَ َف ,

ِ فَ

ِا َ ِلا , ِ ِ ْ ِ َ ِ فَ ,

ِ ْ ِ َ ا ِ ْ َ ,

ِ ْ ُلْ َ ْا ِ َ ْ ِ َ ُ ْأَ ْ َ َ َ ِاَ ْ َ َ َ َ َ ُ َ ِ ْ َلا َ ,

ًقَ ِ َ َ ِ ْطُ َ

ً َ ٍاِ َ َ ُ َلْ َ .

) ِ ْ َ َ ٌ َ َ ُ , ٍِ ْ ُ ِا ُ ْ َ ا َ (

Dari Ibnu Umar dia berkata: Umar penah mendapatkan sebidang tanah di khaibar, lalu datang kepada nabi mohon perintah beliau tentang pengelolaannya serta berkata: wahai rasulullah, saya mendapatkan tanah yang lebih baik daripada tanah tersebut. Beliau bersabda: kalau engkau mau mewakafkan pohonnya dan buahnya kau sedekahkan. Perawi hadist berkata: lalu Umar mewakafkannya dengan syarat pohonnya tidak boleh dijual, tidak boleh diwaris, dan tidak boleh diberikan. Hasilnya dia sedekahkan kepada kaum fakir, kerabat-kerabat, para budak, orang orang yang membela agama Allah, musyafir yang kehabisan bekal, tamu, bagi pengurusnya boleh makan hasilnya dengan baik, dan memberi makan teman-temannya yang tidak mempunyai uang. (Muttafaq Alaih. Lafadh hadist riwayat Muslim).34

Dalam hadis ini dikatakan sebagai menjelaskan bahwa Umar Ibn al-Khatab datang kepada Nabi saw, meminta petunjuk pemanfaatan tanah miliknya di Khaibar. Wakaf yang berarti menyedekahkan dari harta yang kita miliki. Obyek wakaf tersebut adalah tanah.

Pada Keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang wakaf uang menyebutkan beberapa pendapat, diantaranya:35

34

Al-Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani, Terjemah Bulughul Maram (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995), h.394.

35


(41)

30

1. Pendapat Imam Al-Zuhri bahwa mewakafkan dinar hukumnya boleh, dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha, kemudian keuntungannya disalurkan kepada mauquf „alaih;

2. Mutaqiddimin dari ulama mazhab Hanafi membolehkan wakaf uang dinar dan dirham sebagai pengecualian, atas dasar istihsan bi al-„urfi, berdasarkan atas

Abdullah bin Mas‟ud ra., bahwa “apa yang dipandang baik oleh kaum

muslimin, maka dalam pandangan Allah adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, maka dalam pandangan Allah pun buruk;

3. Pendapat sebagian ulama mazhab Asy-Syafi‟i, di mana “Abu Tsyar meriwayatkan dari Imam Asy-Syafi‟i tentang kebolehan wakaf dinar dan

dirham (uang)”.

4. Pendangan dan pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu, tanggal 23 Maret 2002, antara lain tentang perlunya dilakukan peninjuaan dan penyempurnaan (pengembangan) definisi wakaf yang telah umum diketahui, dengan memperhatikan hadis, antara lain, riwayat Ibnu Umar.

5. Pandangan rapat Komis Fatwa MUI pada hari Sabtu, tanggal 11 Mei 2002 tentang rumusan definisi wakaf sebagai berikut:

Yakni “ menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memeberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada”


(42)

31

6. Surat Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf Depag, (terakhir) nomor Dt, 1.III/5/BA.03.2/2772/2002, tanggal 26 April 2002.

Sejarah Wakaf Uang

Sebenarnya praktik wakaf produktif sudah dimulai sejak zaman sahabat nabi Muhammad SAW. Sahabat mewakafkan tanah pertanian untuk dikelola dan diambil hasilnya, guna dimanfaatkan bagi kemaslahatan umat. Nabi Muhammad SAW pada tahun ketiga Hijriah juga mewakafkan tujuh kebun kurma di Madinah.36

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa ada tiga perbuatan yang tak putus pahalanya kendati orang itu sudah meninggal dunia yakni anak sholeh, ilmu yang bermanfaat, dan sedekah jariyah. Wakaf adalah sedekah jariyah yang dimaksud. Pada masa dinasti Ayyubiah di Mesir perkembangan wakaf sangat menggembirakan. Pada masa ini, wakaf tidak hanya sebatas pada benda tidak bergerak, tapi juga benda bergerak semisal wakaf tunai. Selain memanfaatkan wakaf untuk kesejahteraan masyarakat seperti para ulama, dinasti Ayyubiah juga memanffatkan wakaf untuk kepentingan politiknya dan misi alirannya.

Sejarah mencatat wakaf uang (cash wakaf) telah dijalankan sejak awal awal abad kedua Hijriah. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Imam Az-Zuhri (124 H) salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al hadits telah menetapkan fatwa. Masyarakat Muslim dianjurkan menunaikan wakaf menggunakan dinar dan

36

Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf , Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam Departemen Agama RI, 2005), h. 6-7.


(43)

32

dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, serta pendidikan umat Islam. Caranya menjadikan uang itu sebagai usaha produktif kemudian hasil keuntungannya untuk wakaf.

Wakaf uang (cash wakaf/waqf al-Nuqud) telah lama dipraktikkan di berbagai negara seperti Malaysia, Bangladesh, Mesir, Kuwait, dan negara-negara Islam di Timur Tengah lainnya. Di luar negeri, sebenarnya wakaf uang sudah lama dipraktikkan. Misalnya di Mesir, Universitas Al-Azhar menjalankan aktivitasnya dengan menggunakan wakaf. Di Kuwait, dana wakaf uang sudah berbentuk bangunan perkantoran. Areal tersebut disewakan dan hasilnya digunakan untuk kegiatan umat Islam.

Dalam konteks Indonesia, wakaf uang digagas oleh Mannan direspon secara positif oleh beberapa lembaga sosial keagamaan seperti Dompet Dhuafa Republika (DDR), Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), UII Yogyakarta dan beberapa lembaga lainnya.

Di Indonesia praktik wakaf uang baru mendapat dukungan Majelis Ulama Indonesia pada tahun 2002 seiring dengan di keluarkan Keputusan Fatwa Komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Wakaf Uang tanggal 28 Shafar 1423 Hijriah/11 Mei 2002 guna menjawab Surat Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf Departemen Agama Nomor Dt.1.III/5/BA.03.2/2772/2002 tanggal 26 April 2002 yang berisi tentang permohonan fatwa tentang wakaf uang.

Wakaf tunai bagi umat islam di Indonesia memang masih relatif baru. Hal ini bisa dilihat dari peraturan yang melandasinya MUI baru memberikan fatwanya pada


(44)

33

pertengahan Mei 2002, sedangkan Undang-Undang Tentang Wakaf No. 41 Tahun 2004 disahkan Pada Tanggal 27 Oktober 2004 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang selanjutnya disusul oleh kelahiran Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2006. Dengan demikian, wakaf uang telah diakui dalam hukum positif di Indonesia. Lahirnya Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf diarahkan untuk memberdayakan wakaf yang merupakan salah satu instrumen dalam membangun kehidupan sosial ekonomi umat Islam. Kehadiran Undang-Undang wakaf ini menjadi momentum pemberdayaan wakaf secara produktif, sebab di dalamnya terkandung pemahaman yang komprehensif dan pola manajemen pemberdayaan potensi wakaf secara modern.

Rukun dan Syarat Wakaf Uang

Pada dasarnya rukun dan syarat wakaf uang adalah sama dengan rukun dan syarat wakaf tanah. Adapun rukun wakaf uang, yaitu:37

1. Al-Wakif atau orang yang melakukan perbuatan wakaf, hendaklah dalam keadaan sehat rohaninya dan tidak dalam keadaan terpaksa atau dalam keadaan dimana jiwanya tertekan;

2. Al-Mauquf atau harta benda yang akan diwakafkan harus jelas wujudnya atau zatnya dan bersifat abadi. Artinya, bahwa harta itu tidak habis sekali pakai dan dapat diambil manfaatnya untuk jangka waktu yang lama;

37

Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Jakarta: UI Press, 1998), h. 84.


(45)

34

3. Al-Mauquf alaih atau sasaran yang berhak menerima hasil atau manfaat wakaf, dapat dibagi menjadi dua macam: wakaf khairy dan wakaf dzurry;

4. Sighat atau pernyataan pemberian wakaf, baik dengan lafadz, tulisan maupun isyarat.

Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 terdapat tambahan rukun wakaf, yaitu:

1. Ada orang yang menerima harta yang diwakafkan dari waqif sebagai pengelola wakaf;

2. Ada jangka waktu wakaf (wakaf tertentu).

Rukun wakaf tersebut harus memenuhi syaratnya masing-masing sebagaimana pada wakaf tanah. Adapun yang menjadi syarat umum sahnya wakaf uang adalah: 1. Wakaf harus kekal (abadi) dan terus menerus;

2. Wakaf harus dilakukan secara tunai, tanpa digantungkan kepada akan terjadinya sesuatu peristiwa di masa akan datang, sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik seketika setelah waqif menyatakan berwakaf;

3. Tujuan wakaf harus jelas, maksudnya hendaklah wakaf itu disebutkan dengan terang kepada siapa diwakafkan;

4. Wakaf merupakan hal yang harus dilaksanakan tanpa syarat boleh khiyar, artinya tidak boleh membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah dinyatakan sebab pernyataan wakaf berlaku tunai dan untuk selamanya.


(46)

35

Sebagai upaya yang konkrit agar wakaf tunai dapat diserap dan dipraktekkan di tengah-tengah masyarakat yang perlu diperhatikan adalah:38

1. Metode penghimpunan dana (fundrising), yaitu bagaimana wakaf tunai itu dimobilisasikan. Dalam hal ini, sertifikat merupakan salah satu cara yang paling mudah, yaitu dengan menerbitkan sertifikat dengan nilai yang berbeda-beda untuk kelompok sasaran yang berbeda. Aspek inilah yang merupakan keunggulan wakaf uang dibandingkan wakaf harta tetap lainnya, karena besarannya dapat menyesuaikan kemampuan calon waqif.

2. Pengelolaan dana yang berhasil dihimpun. Orientasi dalam mengelola dana tersebut adalah bagaimana pengelolaan tersebut mampu memberikan hasil yang semaksimal mungkin (income generating orientation). Implikasinya adalah bahwa dana-dana tersebut mesti diinvestasikan pada usaha-usaha produktif. 3. Distribusi hasil yang dapat diciptakan kepada para penerima manfaat

(beneficiaries). Dalam mendistribusikan hasil ini yang perlu diperhatikan adalah tujuan atau orientasi dari distribusi tersebut, yang dapa berupa penyantunan (charity), pemberdayaan (empowerment), investasi sumber daya insani (human investment), maupun investasi infrastruktur (infrastructure investment).

38

Direktorat Pengembangan Zakat dan wakaf, Proses Lahirnya Undang-Undang No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam Departemen Agama RI, 2006), h. 7.


(47)

36

Macam-Macam Wakaf

Adapun macam-macam wakaf yang dijelaskan di bawah ini adalah wakaf segi peruntukan ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Wakaf Ahli

Wakaf ahli adalah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang atau lebih, keluarga si waqif atau bukan. Wakaf seperti ini juga disebut wakaf Dzurri. Wakaf ahli juga disebut wakaf khusus, maksudnya adalah wakaf yang khusus diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seseorang atau lebih baik ia keluarga waqif maupun orang lain. Wakaf ahli atau dzurri jenis ini kadang-kadang juga disebut

wakaf „alal aulad, yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga, lingkungan kerabat sendiri.39

Apabila ada seseorang mewakafkan sebidang tanah kepada anaknya, lalu kepada cucunya, wakafnya sah dan yang berhak mengabil manfaatnya adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.

2. Wakaf Khairi

Wakaf khairi adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama (keagamaan) maupun dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan seperti untuk kemaslahatan (kebajikan umum).40 Seperti wakaf yang diserahkan untuk

39

Sayyid Sabiq, Fiqih as-Sunnah (Lebanon: Dar al-„Arabi, 1971), h. 378. 40


(48)

37

keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan lain sebagainya.

Secara substansinya, wakaf inilah yang merupakan salah satu segi dari membelanjakan harta (memanfaatkan) harta di jalan Allah SWT. dan bila dilihat dari manfaat kegunaannya merupakan salah satu sarana pembangunan, baik di bidang keagamaan, khususnya peribadatan, perekonomian, kebudayaan, kesehatan, keamanan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, benda wakaf tersebut benar-benar terasa manfaatnya untuk kepentingan kemanusiaan (umum), tidak hanya untuk kepentingan keluarga atau kerabat terbatas.

Manfaat dan Tujuan Wakaf Uang

Dibandingkan dengan wakaf tanah dan benda lainnya, peruntukkan wakaf uang jauh lebih fleksibilitas (keluwesan) dan memiliki kemaslahatan lebih besar yang tidak dimiliki oleh benda lainnya.

Selain itu ada 4 (empat) manfaat sekaligus keunggulan wakaf uang dibandingkan dengan wakaf benda tetap yang lain, yaitu:41

1. Wakaf uang jumlahnya bisa bervariasi, seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu.

41


(49)

38

2. Melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah lahan pertanian. 3. Dana wakaf uang juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan

Islam yang cash flow-nya terkadang kembang-kempis dan menggaji civitas akademik ala kadarnya.

4. Pada gilirannya, umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan Negara yang semakin lama terbatas.

Adapun tujuan wakaf uang adalah:

1. Melengkapi perbankan Islam dengan produk wakaf uang yang berupa sertifkat berdominasi yang diberikan kepada para waqif sebagai bukti keikutsertaan; 2. Membantu penggalangan tabungan sosial melalui Sertifikat Wakaf Tunai yang

dapat diatasnamakan orang-orang tercinta baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, sehingga dapat memperkuat integrasi kekeluargaan di antara umat,

3. Meningkatkan investasi sosial dan mentransformasikan tabungan sosial menjadi modal sosial dan membantu pengembangan pasar modal sosial;

4. Menciptakan kesadaran orang kaya terhadap tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat sekitarnya, sehingga keamanan dan keadilan sosial dapat tercapai.


(50)

39

C. Nazhir (Pengelola Wakaf)

Nazhir adalah salah satu unsur penting dalam perwakafan, berfungsi atau tidaknya wakaf sangat tergantung pada kemampuan nazhir. Nazhir adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap harta wakaf yang dipegangnya, baik terhadap harta wakaf itu sendiri maupun terhadap hasil upaya-upaya pengembangannya. Setiap kegiatan Nazhir terhadap harta wakaf harus dalam pertimbangan kesinambungan harta wakaf untuk mengalirkan manfaatnya untuk kepentingan al-mawquf „alaih.42

Dalam pengelolaan harta wakaf produktif, pihak yang paling berperan berhasil tidaknya dalam pemanfaatan harta wakaf adalah nazhir wakaf. untuk itulah profesionalisme nazhir menjadi ukuran penting dalam pengelolaan jenis wakaf apapun.43

Di berbagai Negara yang wakafnya dapat berkembang dan berfungsi untuk memberdayakan umat, wakaf dikelola oleh nazhir yang profesional. Wakaf uang memberikan manfaat yang riil terhadap masyarakat luas, seyogyanyalah lembaga pengelola wakaf uang menngunakan manajemen yang professional. Manajemen wakaf uang melibatkan tiga pihak, yaitu (1) pemberi wakaf (waqif), (2) pengelola wakaf (nazhir). Nazhir ini, nantinya juga bertindak sebagai manajer investasi, dan (3) Beneficiary (mauquf „alaih/masyarakat yang diberi wakaf). Dan Waqif akan

42

Mustafa Edwin Nasution dan Dr. Uswatun Hasanah, Wakaf Tunai Inovasi Finansial Islam (Jakarta: PSTTI-UI, 2006), h. 95.

43

Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf , Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan dan Wakaf (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam Departemen Agama RI, 2006), h. 93.


(51)

40

memberikan uangnya sebagai wakaf kepada lembaga pengelola wakaf dan keuntungannya didistribusikan kepada masyarakat luas yang membutuhkan. Karena itu, lembaga pengelola wakaf uang harus memenuhi kriteria adalah memiliki akses yang baik kepada calon waqif, memiliki kemampuan untuk menginvestasikan dana wakaf, mampu mendistribusikan hasil atau keuntungan dari investasi dana wakaf, memiliki kemampuan untuk mencatat atau membukukan segala hal yang berkaitan dengan beneficiary, misalkan rekening dan peruntukannya, lembaga pengelola wakaf uang hendaknya di percaya oleh masyarakat dan kinerjanya di kontrol sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap lembaga pengelola dana publik.

Berdasarkan ketentuan dalam pasal 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, nazhir wakaf yang selama ini tradisional terdapat perbedaan mengarah pada nazhir professional yang terdiri dari perorangan, organisasi, atau badan hukum. Adapun tugas-tugas nazhir adalah:

a. Melakukan pengadministrasian;

b. Mengelola dan mengembangkan sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya;

c. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;


(52)

41

D. Sertifikat Wakaf Tunai

Peluncuran sertifikat wakaf tunai yang dipelopori M. A. Mannan dengan Social Investment Bank Limited (SIBL). SIBL merupakan sebuah model perbankan tiga sektor di luar perbankan konvensional dan beroperasi secara bersama-sama dengan tujuan menghapuskan kemiskinan dan memberdayakan keluarga melalui investasi sosial berlandaskan sistem ekonomi partisipatif.44 Berbagai macam kegiatan bank dilakukan melalui sektor formal, non formal dan voluntary. Dalam proses pengorganisasian operasi pasar modal sosial pada sektor voluntary, pengenalan Sertifikat Wakaf Tunai merupakan yang pertama kalinya dalam sejarah perbankan. Sertifikat Wakaf Tunai ini dimaksudkan sebagai intrumen pemberdayaan keluarga kaya dalam memupuk investasi sosial sekaligus mewujudkan kesejahteraan sosial.

Wakaf tunai membuka peluang yang unik bagi penciptaan investasi dbidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan sosial. Tujuan dari produk Sertifikat Wakaf Tunai (SWT) adalah:45

1. Penggalangan tabungan sosial dan mentransformasikan tabungan sosial menjadi modal sosial serta membantu mengembangkan pasar modal sosial; 2. Meningkatkan investasi sosial;

44

M.A. Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai (Jakarta : CIBER PKTTI – UI, 2001), h.136. 45

Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimas Islam Departemen Agama RI, 2005), h. 13.


(53)

42

3. Menyisihkan sebagian keuntungan dari sumber daya orang kaya (berkecukupan) mengenai tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat sekitarnya;

4. Menciptakan integrasi antara keagamaan sosial dan kedamaian sosial serta meningkatkan kesejahteraan umat.

E. Pengertian Sistem

Sistem dapat diartikan sebagai sebuah cara, proses, atau prosedur yang teratur. kita dapat mendefinisikan sistem dengan dua pendekatan yaitu penekanan pada prosedur dan penekanan pada komponen.46 Prosedur adalah urut-urutan yang tepat dari tahapan-tahapan instruksi yang menerangkan apa yang dikerjakan, siapa yang mengerjakannya, kapan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Jadi, definisi sistem yang lebih menekankan pada prosedur adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan suatu sasaran tertentu.47

Dari penjelasan di atas tentang sistem dan dua pendekatan dengan penekanan pada prosedur dan komponennya, kita dapat mendefinisikan sistem adalah sebuah kesatuan dari bagian atau komponen yang saling berhubungan dalam prosedur kerja

46

Syopiansyah Jaya Putra dan A‟ang Subiyakto, Pengantar Sistem Informasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h 24.

47

Syopiansyah Jaya Putra dan A‟ang Subiyakto, Pengantar Sistem Informasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 25.


(54)

43

tertentu untuk mencapai tujuan dalam mengolah masukan untuk menghasilkan keluaran.

Sebuah sistem terdiri dari bagian-bagian saling berkaitan yang beroperasi bersama untuk mencapai beberapa sasaran atau maksud. Berarti sebuah sistem bukanlah seperangkat unsur yang tersusun tak teratur, tetapi terdiri dari unsur yang di kenal sebagai saling melengkapi karena satunya maksud, tujuan, atau sasaran.48

F. Penghimpunan Dana (Fundraising)

Salah satu hal penting dalam sebuah organisasi nirlaba adalah sistem fundraising yang merupakan tulang punggung sebuah organisasi. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal fundraising membutuhkan strategi dan pendekatan yang tepat yaitu strategi menggalang dana. Strategi penggalangan dana adalah tulang punggung kegiatan menggalang dana.49 Oleh karena itu langkah awal organisasi saat melakukan penggalangan dana harus menentukan arahan yang benar demi keberlanjutan langkah berikutnya.50 Fundraising dapat diartikan sebagai kegiatan menghimpun dana dan sumber daya lainnya dari masyarakat (baik individu, kelompok, organisasi, perusahaan ataupun pemerintah) yang akan digunakan untuk membiayai program dan

48

Gordon B. Davis, Manajemen Sistem Informasi. Penerjemah Andreas S. Adiwardana (Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo, 2002), h. 67.

49

Norton Michael, Menggalang Dana: Penuntun bagi Lembaga Swadaya masyarakat dan Organisasi Sukarela di Negara-negara Selatan. Penerjemah Masri Maris (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia atas bantuan, 2002), h. 51.

50

Mustaine, “Fundraising yang Efektif”, artikel diakses pada tanggal 25 April 2011 dari http://www.dompetdhuafa.org/?p=5945.


(55)

44

kegiatan operasional lembaga yang pada akhirnya adalah untuk mencapai misi dan tujuan dari lembaga tersebut.51

Komponen lembaga atau organisasi memiliki komitmen untuk mengimplementasikan program yang telah dirancang sebelumnya oleh lembaga maupun organisasi.52 Fundraising adalah suatu kegiatan penggalangan dana dari individu, organisasi, maupun badan hukum. Begitu penting peran fundraising itu sendiri dapat dikatakan sebagai faktor pendukung lembaga dalam membiayai program dan membiayai kegiatan operasional lembaga adalah ketersediaan dana yang cukup. Fundraising juga merupakan proses mempengaruhi masyarakat.53

Aktivitas menggalang dana (fundraising) adalah aktivitas proaktif dan meyakinkan, imajinasi dan kreativitas, juga pertemanan dan kepercayaan.54 Dalam hal ini, lembaga perlu membangun etika fundraising dengan mengacu pada misi lembaga.55 Dalam fundraising, selalu ada proses mempengaruhi. Proses ini meliputi kegiatan memberitahukan, mengingatkan, mendorong, membujuk, merayu termasuk juga melakukan penguatan stressing, jika hal tersebut memungkinkan atau diperbolehkan. Fundraising sangat berhubungan dengan kemampuan perseorangan,

51

Hendra Sutisna, Fundraising Database (Jakarta: Piramedia, 2006), h. 1. 52

Setiyo Iswoyo dan Hamid Abidin, In Kind Fundraising,Cet I, (Depok: PIRAMEDIA, 2006), h. 23.

53

Hendrakholid.net dan Redaksi, “ Fundraising VS Marketing”, artikel diakses Pada Tanggal 25 Februari 2011 dari http://hendrakholid.net/blog.

54

Herri Setaiawan, Membership Fundraising,Cet I, (Jakarta: Piramedia, 2006), h. 1.

55

Darwina Widjajanti, Rencana Strategis Fundraising, Cet I, (Jakarta: PIRAMEDIA, 2006), h. 4.


(56)

45

organisasi, badan hukum untuk mengajak dan mempengaruhi orang lain sehingga nenimbulkan kesadaran dan kepedulian.

Fundraising tidak identik hanya dengan uang semata. Ruang lingkupnya begitu luas dan mendalam, pengaruhnya sangat berarti bagi eksistensi dan pertumbuhan lembaga. Oleh karenanya, tidak begitu mudah untuk memahami ruang lingkup fundraising. Dengan usaha-usaha inilah kita dapat memenuhi biaya operasional lembaga dan program-program sosial yang kita tangani. 56 Untuk memahaminya terlebih dahulu dibutuhkan pemahaman tentang substansi dari pada fundraising tersebut. Adapun subtansi dasar dari pada fundraising dapat diringkas kepada tiga hal, yaitu motivasi, program, dan metode.

Motivasi adalah serangkaian pengetahuan, nilai-nilai, keyakinan dan alasan-alasan yang mendorong donator untuk mengeluarkan sebagian hartanya. Dalam kerangka fundraising, Nazhir harus terus melakukan edukasi, sosialisasi, promosi dan transfer informasi sehingga menciptakan kesadaran dan kebutuhan pada calon waqif.

Program adalaah kegiatan pemberdayaan implementasi visi dan misi lembaga perwakafan (nazhir) yang jelas sehingga masyarakat yang mampu tergerak untuk melakukan perbuatan wakaf.

56

Zaim Saidi, dkk, Strategi dan Pola Penggalangan Dana Sosial di Indonesia, Cet I, (Jakarta: Piramedia dengan dukungan Ford Foundation, 2003), h. 48.


(57)

46

Metode Fundraising adalah pola bentuk atau cara-cara yang dilakukan oleh sebuah lembaga dalam rangka menggalang dana dari dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, promosi dan distribusi barang dan jasa yang dapat memuaskan keinginan pasar sasaran untuk mencapai tujuan perusahaan.57 Dari definisi diatas, maka terlihat bahwa pemasaran merupakan suatu sarana perencanaan, penciptaan, serta pengembangan suatu produk dalam hal ini produk wakaf guna masyarakat. Metode fundraising harus mampu memberikan kepercayaan, kemudahan, kebanggaan dan manfaat lebih bagi masyarakat donatur. Metode ini pada dasarnya dapat dibagi kepada dua jenis, yaitu metode langsung (direct fundraising) dan metode tidak langsung (indirect fundraising).

a. Metode Fundraising Langsung (Direct Fundraising)

Metode fundraising adalah metode yang menggunakan teknik-teknik atau cara-cara yang melibatkan partisipasi waqif secara langsung. Yaitu bentuk-bentuk fundraising di mana proses interaksi dan daya akomodasi terhadap respon waqif bisa seketika (langsung) dilakukan. Dengan metode ini apabila dalam diri waqif muncul keinginan untuk melakukan donasi setelah mendapatkan promosi dari fundraiser lembaga, maka segera dapat melakukan dengan mudah dan semua kelengkapan informasi yang diperlukan untuk melakukan donasi sudah tersedia. Sebagai contoh

57

Ahmad Juwaini, Panduan Direct Mail untuk Fundraising, Cet I, (Jakarta: Piramedia, 2005), h. 8-9.


(58)

47

dari metode ini yaitu, direct mail, direct advertising, Telefundraising dan presentasi langsung.

b. Metode Fundraising Tidak langsung (Indirect Fundraising). Metode ini adalah suatu metode yang menggunakan teknik-teknik atau cara-cara yang tidak melibatkan partisipasi waqif secara langsung. Yaitu bentuk-bentuk fundraising di mana tidak dilakukan dengan memberikan daya akomodasi langsung terhadap respon waqif seketika. Metode ini misalnya dilakukan dengan metode promosi yang mengarah kepada pembentukan citra lembaga yang kuat, tanpa diarahkan untuk transaksi donasi pada saat itu. Sebagai contoh dari metode ini adalah: advertorial, image compaign dan penyelenggaraan event, melalui perantara, menjalin relasi, melalui referensi, dan mediasi para tokoh, dll. Pada umumnya sebuah lembaga melakukan kedua metode fundraising ini baik langsung maupun tidak langsung). Karena keduanya memiliki kelebihan dan tujuannya sendiri-sendiri. Metode fundraising langsung diperlukan karena tanpa metode langsung, waqif akan kesulitan untuk mendonasikan dananya. Sedangkan jika semua bentuk fundraising dilakukan secara langsung, maka tampak akan menjadi kaku, terbatas daya tembus lingkungan calon waqif dan berpotensi menciptakan kejenuhan. Kedua metode tersebut dapat digunakan secara fleksibel dan semua


(1)

109

untuk pendidikan “Smart Ekselensia”, kesehatan ada “LKC (Layanan Kesehatan Cuma-Cuma), sekarang juga lagi dibangun Rumah Sehat Terpadu (RST) yang ada di wilayah Parung-Bogor, jadi orang-orang yang sakit membutuhkan biaya bisa datang ke sana, ada juga investasi, dan lain-lain. Karena arti wakaf itu sendiri haruslah kekal oleh karena itu kepemilikannya tidak boleh habis, hanya boleh dimanfaatkan atau dikelola, nah apabila sudah ada hasilnya dari pemanfaatan wakaf tersebut itu diberikan kepada mauquf „alaih. Dana wakaf uang ini tidak hanya dana dari waqif yang diberikan langsung ke Dompet Dhuafa yang melalui bank maupun penjemputan wakaf, namun diperoleh melalui investasi wakaf uang di antaranya, Depok Waqf Junction (DWJ), Ciputat Waqf Junction (CWJ), Wakala al Waqif, saham, Gedung Institut Kemandirian (Wardah), Zamrud Waqf Junction (Zawaf), ruko, kebun karet dan BMT.

2. Bagaimana sistem penghimpunan wakaf uang yang dilaksanakan oleh

Dompet Dhuafa?

Jawab : Hal pertama yang dilakukan adalah alurnya buat program pemberayaan wakaf, kemudian tugas “Fundraising” untuk mengkomunikasikan dan mensosialisasikannya kepada masyarakat banyak. Sistemnya untuk berwakaf uang minimal Rp. 1.000.000,- baru mendapat Sertifikat Wakaf Tunai. Sistemnya Tabung Wakaf Indonesia itu sendiri yang


(2)

110

menerbitkan Sertifikat Wakaf Tunai. Bentuk cara untuk menghimpun dana wakaf uang ini bisa melalui bank, layanan jemput, dan lain-lain.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain : 1. Sosialisasi

Upaya memasyarakatkan pentingnya wakaf uang yang dikelola secara professional, dengan berbagai media, Dompet Dhuafa berusaha menjembatani kesenjangan informasi wakaf uang. Stasiun-stasiun televisi, radio, harian umum nasional, mingguan berita, majalah profesi, berpadu bersama DD. 2. Kerjasama Lembaga

Dompet Dhuafa melakukan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang mengaktualisasikan kepeduliannya.

3. Event

Setiap event yang diselenggarakan Dompet Dhuafa bermuara untuk penguatan program bagi keberdayaan dhuafa.

Payment Channel meliputi : yang berhubungan dengan Bank, DD melakukan kerja sama dengan pihak bank dalam menghimpun dana wakaf uang.

Pola dan Strategi Penghimpunan Dana a. Direct mail

Direct mail adalah strategi penghimpunan dan dengan mengirimkan surat (direct mail) kepada calon donatur yang potensial.


(3)

111

Media campaign adalah suatu strategi untuk menggalang dana dengan mengkampanyekan suatu program di media massa.

c. Membership

Membership adalah suatu strategi penggalangan dana dengan merekrut, membuat kenggotaan donatur.

d. Special event

Special event adalah salah satu strategi penggalangan dana dengan membuat event-event atau memanfaatkan event-event tertentu.

e. Corporate Fund

Dompet Dhuafa melakukan kerja sama dengan perusahaan lain. Di Dompet Dhuafa ada 3 divisi yaitu:

a. Divisi Fundraising (menghimpun dana) b. Divisi Asset Management (pengelolaan) c. Divisi Grand Management (penyaluran)

Di bagian fundraising wakaf uang ada tim fundraising-nya antara lain: Wakaf Departement Manger ini tugasnya buat menentukan strategi fundraising apa yang akan dilakukan, lalu Head of Productive Waqfraising yang bertugas bertanggung jawab atas pelaksanaan strategi fundraising yang dilaksanakan oleh lembaga dan bergabung dengan Head of Rumah Sehat Terpadu yang sama tanggung jawabnya, RST ini sedang dalam tahap pembangunan yang digunakan untuk membantu para kaum dhuafa, kemudian Wakaf Raising Officer yang bertanggung untuk menjalankan mensosialisasikan dan mengkomunikasikan kepada masyarakat. Wakaf uang


(4)

112

tidak hanya uang saja, bisa emas, perak, dinar dirham, surat berharga, saham, kekayaan inteketual, dan sebagainya.

4. Bagaimana potensi dan peluang wakaf uang itu sendiri dalam

memberdayakan kesejahteraan masyarakat?

Jawab : a. potensinya sangat besar untuk masyarakat penduduk islam b. memudahkan masyarakat membayar wakaf uang tanpa terlebih

dahulu menjadi tuan tanah

c. hasil dari pemanfaatan wakaf uang itu dapat digunakan untuk kepentingan umum seperti pendidikan, kesehatan, investasi, dan lain-lain.

Strategi pengembangan:

a.Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat b.Meningkatkan pelayanan kepada layanan berwakaf c. Terfokus pada segmentasi orang-orang kaya d. Menyusun segmentasi yang kuat untuk berwakaf

5. Apa yang menjadi hambatan/ tantangan dalam proses penhimpunan

dana wakaf uang dari aspek teknis dan aspek SDM? Jawab :

Aspek Teknis :


(5)

113 b. Dana sosialisasi terbatas

Aspek SDM

a. Perlu adanya peningkatan dan profesionalisme divisi Fundraising b. Ada pelatihan yang lebih baik dalam meningkatkan kualitas Nazhir

Jakarta, 04 April 2011 Hormat Saya,


(6)