Praktik Perwakafan di Indonesia

38 dengan dana tersebut. Dengan demikian mobilisasi dana dari umat Islam untuk umat Islam dapat dilakukan secara maksimal dan didayagunakan bagi kemanfaatan umat yang sebesar-besarnya.

B. Praktik Perwakafan di Indonesia

Sejarah perkembangan wakaf di Indonesia dapat dikatakan sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam. Praktik wakaf diasumsikan telah ada sejak Islam menjadi kekuatan sosial politik dengan berdirinya beberapa kerajaan Islam di nusantara sejak akhir abad ke-12 M. Di masa-masa awal penyiaran Islam ini, kebutuhan akan masjid untuk menjalankan aktivitas ritual dan dawkah membuat pemberian tanah wakaf untuk masjid menjadi tradisi yang lazim dan meluas di kantong-kantong Islam di nusantara. Praktik-praktik yang meyerupai wakaf dilaporkan telah ada sejak jauh sebelum datangnya Islam di nusantara. Praktik yang menyerupai wakaf ini dapat ditemukan dalam tradisi penyerahan tanah di beberapa daerah, seperti di Mataram, telah dikenal praktik semacam wakaf yang disebut tanah perdikan yaitu tanah yang diberikan oleh Negara kepada orang tertentu yang dianggap telah berjasa dan mereka dibebaskan dari pembayaran pajak, di Lombok dikenal tanah pareman yaitu tanah Negara yang dibebaskan dari pajak landrente yang diserahkan kepada desa-desa subak, juga kepada candi dan juga kepentingan bersama. Dalam tradisi masyarakat Baduy di Cibeo, Banten Selatan juga dikenal Huma Serang yaitu ladang yang dikerjakan setiap tahun secara bersama-sama dan hasilnya dipergunakan untuk kepentingan bersama 39 dan di Minangkabau ada pula tanah pusaka yaitu tanah keluarga yang dikelola secara turun-temurun dan hasilnya juga dapat dimanfaatkan oleh keluarga untuk membantu membiayai kebutuhan ekonomi keluarga atau memberi bantuan uang sekolah pada anak-anak di perantauan. Sedangkan di Aceh dikenal tanah weukekeuh yaitu tanah pemberian sultan yang digunakan untuk kepentingan umum. 37 Seiring dengan perkembangan sosial masyarakat Islam dari waktu ke waktu, praktik perwakafan mengalami kemajuan setahap demi setahap. Tradisi wakaf untuk tempat ibadah tetap bertahan, tetapi mulai muncul juga wakaf untuk kegiatan pendidikan, seperti untuk pendirian pesantren dan madrasah. Namun selama itu harta benda wakaf masih dikelola secara tidak produktif karena wakaf hanya difahami oleh mayoritas Islam Indonesia sebagai amalan ibadah semata mahdhah yang tidak memiliki dimensi ekonomi ataupun dimensi social. Padahal di tengah permasalahan social masyarakat yang semakin rumit dan tuntutan akan sebuah kehidupan yang adil dan makmur sesuai dengan amanah UUD 1945, wakaf memiliki peran sangat penting dalam membangun peradaban umat Islam di Indonesia. Perkembangan wakaf di Indonesia mulai menggeliat sekitar tahun 2000-an. Lahirnya UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf menjadi jawaban bagi masa depan perwakafan di Indonesia agar dapat diberdayakan secara lebih produktif dan professional. Keterbatasan mengenai fungsi dan manfaat wakaf yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Negara Tahun 1977 serta Peraturan Dasar Agraria yang 37 Tuti A. Najib dan Ridwan al-Makassary, ed., Wakaf, Tuhan dan Agenda, h. 72 40 terangkum dalam UU No. 5 Tahun 1960 yang hanya mengatur benda tidak bergerak dan peruntukkannya lebih banyak untuk kepentingan ibadah mahdah seperti masjid, mushalla, pesantren dan lainnya setidaknya untuk saat ini mulai dapat diakomodasi kekurangannya dengan lahirnya UU No. 41 tahun 2004. Pemberdayaan wakaf setidaknya menjadi semakin lebih baik lagi ketika dari sisi implementasinya, pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Kedua peraturan ini memiliki pengaruh yang sangat penting, karena selain untuk kepentingan ibadah yang sifatnya mahdah, aspek penekanan terhadap pemberdayaan wakaf secara lebih produktif untuk kepentingan social dan kesejahteraan umat juga dikedepankan sehingga akan berjalan selaras. Lahirnya UU No. 41 Tahun 2004 juga membawa konsekuensi bagi system pengelolaan wakaf di Indonesia agar lebih professional dan independen. Untuk itu diperlukan suatu lembaga baru yang memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam memberdayakan asset wakaf Indonesia agar lebih produktif. Pentingnya pembentukan sebuah lembaga wakaf nasional yang bersifat independen diperlukan dalam rangka untuk membina Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf baik secara nasional maupun internasional. Badan Wakaf Indonesi BWI pun lahir sebagai suatu jawaban bagi pengembangan pengelolaan perwakafan Indonesia yang lebih professional dan produktif sehingga menghasilkan manfaat wakaf yang dapat menbsejahterakan umat. Sehingga kelak BWI akan memiliki peran kunci, selain berfungsi sebagai Nazhir, 41 BWI juga akan sebagai Pembina Nazhir sehingga harta benda wakaf dapat dikelola dan dikembangkan secara produktif. BWI ke depan tidak hanya berfungsi sebagai lembaga yang mengelola wakaf secara independen dan mandiri agar dana yang dikelola lebih produktif, akan tetapi fungsi penyadaran dan sosialisasi terhadap masalah wakaf, baik fungsi dan manfaatnya kepada masyarakat harus juga dimainkan perannya oleh BWI itu sendiri.

C. Model Pengelolaan Wakaf Uang di Indonesia dan Luar Negeri 1. Di Indonesia