28
bahan pangan tersebut diolah maka antioksidan yang terkandung di dalamnya dapat mengalami degradasi kimia atau fisik sehingga fungsinya berkurang
Fardiaz, 1980.
2.6. Analisis Sensori
Analisis sensori atau pengujian organoleptik penting dilakukan untuk mendapatkan formulasi minuman yang tersukai sehingga dapat diketahui apakah
suatu produk dapat diterima oleh konsumen atau tidak Muawanah et al., 2012. Analisis sensori atau pengujian organoleptik adalah identifikasi, pengukuran
ilmiah, analisis, dan interpretasi dari karakteristik atribut produk berdasarkan penerimaan melalui kelima indera manusia yaitu penglihatan, penciuman,
pencicipan, perabaan, dan pendengaran. Atribut sensori yang dianalisis dengan pengindraan ini antara lain adalah penampilan, aroma, tekstur dan konsistensi,
citarasa, serta suara Meilgaard, 1999. Metode pengujian sensori melibatkan panelis dalam menilai suatu produk
pangan. Panelis adalah orang atau sekelompok orang yang menilai dan memberikan tanggapan terhadap produk yang diuji. Panelis dapat dipilih dari
konsumen awam pengguna produk sampai seorang yang sangat ahli dalam menilai menilai kualitas sensori. Penggunaan panelis diharapkan dapat
menjelaskan sensasi dan persepsi citarasa yang diterima oleh indra manusia Setyaningsih et al., 2010.
Citarasa flavor merupakan kompleks sensasi yang ditimbulkan oleh berbagai indra penciuman, pengecap, penglihatan, peraba, dan pendengaran
pada waktu mengkonsumsi makanan atau minuman. Kompleks sensasi yang
29
ditimbulkan dapat berupa sensasi rasa manis, asam, asin, dan pahit oleh papila lidah taste buds, sensasi aroma oleh rongga hidung nasal cavity, dan sensasi
pain sepat, panas atau pedas pungency, dingin oleh saraf-saraf trigeminal. Sensasi tidak langsung, seperti penampakan, suara, dan emosi juga turut
berpengaruh terhadap persepsi citarasa makanan dan minuman yang dikonsumsi. Oleh karena itu, sensasi tersebut dapat mempengaruhi aspek penerimaan
konsumen secara keseluruhan Lindsay, 1996. Secara umum, Meilgaard 1999 mengklasifikasikan analisis sensori
menjadi tiga bagian yaitu, uji pembedaan, uji deskripsi, dan uji afektif. a. Uji Pembedaan
Uji pembedaan yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui perbedaan diantara dua atau lebih contoh. Uji pembedaan biasanya digunakan dalam
konteks pengawasan mutu produk, studi umur simpan, dan investigasi bau atau flavor asing.
b. Uji Deskriptif Uji deskriptif yaitu uji yang digunakan untuk menentukan atau mengukur
karakter dan instensitas perbedaan dalam suatu produk. Uji ini lebih tepat digunakan untuk pengembangan produk, reformulasi produk, dan untuk meneliti
perbedaan produk percobaan dengan produk komersial. Panelis yang digunakan dalam uji ini yaitu yang sudah terlatih yang telah melalui proses seleksi dan
pelatihan.
30
c. Uji Afektif Uji afektif yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui respon individu
berupa penerimaan ataupun kesukaan dari konsumen terhadap produk yang sudah ada, produk baru, atau karakteristik khusus dari produk yang diuji. Menurut Poste
1991, hasil uji afektif mengindikasikan pilihan, kesukaan, atau penerimaan suatu produk. Secara umum terdapat dua macam uji afektif yaitu uji afektif kualitatif
dan uji afektif kuantitatif. Metode uji afektif kualitatatif terdiri dari focus group, focus panel, dan wawancara personal. Sedangkan, metode uji afektif kuantitatif
terdiri dari uji kesukaan atau uji hedonik dan uji penerimaan Meilgaard, 1999. Menurut Poste 1991, uji kesukaan atau uji hedonik merupakan metode
pengujian yang paling umum dilakukan untuk mengukur kesukaan suatu sampel bila dibandingkan sampel lain. Skala hedonik kemudian digunakan utnuk
menunjukkan tingkat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu produk. Skala yang dapat digunakan pada uji hedonik yaitu skala yang berkisar antara 1 sampai
5 antara 1 sampai 5, dimana 5 Sangat Suka, 4 Suka, 3 Agak Suka, 2 Tidak Suka, dan 1 Sangat Tidak Suka Akhtar et al., 2010.
2.7. Instrumentasi