Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan

Pemberian fungisida dengan semakin dinaikkan konsentrasi bahan aktifnya F00,0000, F10,0400, F40,0525, F50,0875, F20,1200, F60,1225, dan F30,2000 berpengaruh semakin memperlambat hari mulai berkecambah spora FMA Tabel 1, dan juga berpengaruh semakin memperlambat laju perkecambahan spora FMA Tabel 3. Namun demikian pemberian konsentrasi fungisida tersebut tidak berpengaruh menurunkan persentase perkecambahan spora FMA Tabel 2. Dari ketiga data tersebut berarti pengaruh konsentrasi fungisida hanya bersifat menghambat, artinya bersifat menunda perkecambahan tetapi tidak mencegah. Terhambatnya perkecambahan spora FMA pada penelitian ini diperkirakan karena penyerapan air oleh spora FMA menjadi semakin lambat seiring kenaikan konsentrasi fungisida. Penyerapan air menjadi lambat berpengaruh terhadap perkecambahan spora FMA menjadi terhambat, sebab penyerapan air menurut Gazey dkk. 1993 merupakan salah satu tahapan dalam perkecambahan spora FMA disamping tiga tahapan lainnya yaitu pengaktifan, pemunculan tabung perkecambahan dan pembentukan hifa. Lebih lanjut menurutnya bahwa mekanisma perkecambahan spora FMA dimulai dengan masuknya air ke dalam spora, diikuti dengan terhidrasinya komponen-komponen organel dan makromolekul dalam spora, kemudian enzim menjadi aktif, sehingga aktifitas metabolisma meningkat. Dua hingga sepuluh hari setelah spora diaktifkan, tabung perkecambahan nampak dan diikuti oleh pertumbuhan hifa. Pada Tabel 4 bahwa pemberian fungisida dengan semakin dinaikkan konsentrasi bahan aktifnya F00,0000, F10,0400, F40,0525, Universitas Sumatera Utara F50,0875, F20,1200, F60,1225, F30,2000 tidak tergantung apakah yang dinaikkan konsentrasinya adalah bahan aktif asam fosfit ataukah bahan aktif metalaksil, terlihat berpengaruh terhadap persentase kolonisasi spora Gigaspora margarita menjadi turun secara beraturan 67,67; 67,00; 63,00; 62,33; 58,67; 56,00; 52,33. Pengaruhnya terlihat juga pada persentase kolonisasi spora Acaulospora tuberculata menjadi turun secara beraturan 21,00; 20,00; 18,00; 17,33; 16,00; 13,67; 12,00. Pengaruhnya terhadap kedua spora FMA dalam hal ini Gigaspora margarita dan Acaulospora tuberculata menjadi turun secara beraturan 44,34; 43,50; 40,50; 39,83; 37,34; 34,84; 32,17. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Carrenho dkk. 2000 maupun Chiocchio dkk. 2000. Hasil penelitian Carrenho dkk. 2000 bahwa pemberian dosis fungisida bahan aktif metalaksil berkorelasi negatif terhadap kolonisasi FMA. Untuk pemberian dosis 1 g a.i.m 2 yang dilaksanakan di Casa Branca 1, di Casa Branca 2, dan di Ilha Solteira secara berurutan diperoleh harga r sebesar -0,96, -0,91, dan -0,63 sehingga harga r rata-rata sebesar -0,83. Sementara untuk pemberian dosis 2 g a.i.m 2 diperoleh harga r sebesar -0,99, -0,94, dan -0,63 sehingga harga r rata- rata sebesar -0,85. Dibandingkan kedua data tersebut terlihat bahwa dosis 2 g a.i.m 2 lebih menghambat kolonisasi FMA dari pada dosis 1 g a.i.m 2 . Demikian pula hasil penelitian Chiocchio dkk. 2000 bahwa pemberian fungisida redomil dengan kenaikan konsentrasi 0,001, 0,01, 0,1, 1, 2,12, 10, 10,62, dan 21,25 μgml mengakibatkan perkecambahan spora FMA turun menjadi 72, 68, 64, 17, 12, 0, 0, dan 0. Universitas Sumatera Utara Data Tabel 2 memperlihatkan bahwa Acaulospora tuberculata pada kultur cawan petri tanpa tanaman inang sama sekali tidak berkecambah, sementara data Tabel 4 memperlihatkan bahwa Acaulospora tuberculata pada kultur pot yang diberi tanaman inang berkecambah. Dari kedua data tersebut menunjukkan adanya suatu kondisi yang dibutuhkan spora Acaulospora tuberculata untuk berkecambah yang tidak tersedia pada kultur cawan petri. Kondisi dimaksud adalah faktor karbohidrat dan faktor M Imas dkk., 1989. Faktor karbohidrat mempengaruhi perkecambahan spora FMA sesuai teori faktor karbohidrat yang dikemukakan Bjorkman 1942 dalam Imas dkk. 1989 menyatakan bahwa perkecambahan mikoriza sangat tergantung kepada tersedianya karbohidrat-karbohidrat sederhana yang berlebihan di dalam akar tumbuhan. Sehubungan dengan ketersediaan karbohidrat yang berlebihan, Bjorkman 1942 dalam Imas 1989 menunjukkan bahwa mikoriza berkembang dengan baik jika tumbuhan mendapat cahaya 25 lebih dari cahaya siang penuh dan status unsur hara N dan P dalam kondisi sedikit. Untuk menunjang teori faktor karbohidrat, Bjorkman 1942 dalam Imas dkk. 1989 melakukan percobaan pencekikan pada Pinus sylvestri umur 3 tahun dengan memakai kawat tipis digunakan untuk membatasi pengangkutan gula dari daun ke akar melalui floem. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tanaman yang dicekik mempunyai sistem perakaran yang kerdil dan jelek. Faktor M mempengaruhi perkecambahan spora FMA sesuai teori Faktor M yang dikemukakan Melin 1963 dalam Imas dkk. 1989 yaitu dengan mempelajari metabolisma akar dan pengaruhnya terhadap pembentukan jamur mikoriza pada potongan-potongan akar Pinus sylvestri dinyatakan bahwa akar- Universitas Sumatera Utara akar Pinus sylvestri dapat mengeluarkan satu atau lebih metabolit yang dapat merangsang pertumbuhan FMA yang kemudian metabolit tersebut dikenal dengan faktor M. Tanaman inang mempengaruhi perkecambahan spora FMA juga ditunjukkan Giovanneti dkk. 1993 dari hasil observasi yang lebih detail terhadap hifa-hifa FMA diameter 20-30 µm yang mendekati akar tanaman inang. Karakteristik hifa-hifa FMA yang kontak langsung dengan akar tanaman inang berbentuk seperti kipas yang komplek dengan percabangan lateral. Sementara pencegahan hifa-hifa FMA kontak langsung dengan perakaran tanaman inang mencegah pembentukan struktur seperti kipas tersebut. Dari data observasi ini terlihat bahwa morfogenesis spesifik dari mikoriza terjadi pada kondisi bila ada tanaman inang. Masih berkisar peranan tanaman inang terhadap kolonisasi FMA, David dkk. 2001 melakukan penelitian tentang pertumbuhan dan percabangan hifa FMA yang dikontrol oleh signal khusus dari akar tanaman inang. Hasilnya telah diketahui bahwa signal husus dari tanaman inang mampu mempengaruhi tahap pra-infeksi hifa FMA, tetapi mekanismanya belum dapat dijelaskan. Lebih lanjut Perrin dan Plenchettie 1993 menyatakan bahwa perkecambahan dan kolonisasi FMA selain tergantung pada tanaman inang juga tergantung pada faktor lingkungan seperti tanah, iklim, dan juga strain FMA. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN