Shavreni Oktadi Putri : Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Madya Yang Bekerja, 2010.
g. Masa berprestasi
Menurut Erikson dalam Hurlock, 1999 usia madya merupakan masa krisis antara generativitas dengan stagnasi yang berarti selama usia madya
individu akan menjadi lebih sukses atau sebaliknya, tidak akan mengerjakan apapun lagi. Bagi individu yang memiliki kemauan yang kuat, usia madya
merupakan masa keberhasilan dalam bidang keuangan dan masa mencapai puncak prestasi.
h. Masa evaluasi
Individu yang berusia dewasa madya pada saat ini mengevaluasi apa-apa saja yang telah dicapai sebelumnya, seperti mengevaluasi prestasi
berdasarkan aspirasi sendiri dan harapan-harapan orang lain. i.
Masa jenuh Banyak atau hampir seluruh pria dan wanita dewasa madya merasa jenuh
dengan kegiatan rutin yang dilakukan sehari-hari. Kejenuhan tidak akan mendatangkan kebahagiaan atau kepuasan. Akibatnya usia dewasa madya
seringkali menjadi periode yang tidak menyenangkan dalam hidup.
C. WANITA BEKERJA 1. Pengertian Wanita Bekerja
Bekerja merupakan usaha untuk mendapatkan makanan, tempat tinggal, dan pakaian, serta untuk membantu keluarga. Bekerja juga dapat memberikan rasa
puas sebagai individu dewasa, sebagai pengembangan ketrampilan, menunjukkan
Shavreni Oktadi Putri : Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Madya Yang Bekerja, 2010.
kompetensi, menerapkan pengetahuan, dan membangun self-esteem Hoyer Roudin, 2003.
Bekerja juga dapat memberikan seseorang kesempatan untuk belajar dan menampilkan ide baru, membuat seseorang merasa berguna dan ikut
berkontribusi, serta menyediakan kesempatan untuk bersosialisasi dan mengembangkan hubungan dengan orang lain. Maka dapat disimpulkan wanita
bekerja merupakan wanita yang melakukan sesuatu sebagai mata pencaharian untuk mencari nafkah dan memberikan rasa puas sebagai individu dewasa.
Menurut Matlin 2004 wanita bekerja dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:
a. Employed woman wanita pekerja. Seorang wanita yang bekerja untuk mendapatkan bayaran, baik mendapat gaji dari orang lain atau bekerja untuk
diri sendiri. b. Nonemployed woman wanita nonpekerja. Seorang wanita yang bekerja tidak
untuk mendapat bayaran, seperti bekerja untuk keluarga sendiri atau menjadi sukarelawan pada suatu organisasi. Dalam hal ini, Individu tidak menerima
gaji dari jasa yang telah diberikan.
D. KESIAPAN MENIKAH PADA WANITA DEWASA MADYA YANG BEKERJA
Pernikahan merupakan pola normal dalam kehidupan orang dewasa. Sebagian besar orang dewasa ingin menikah dan mengalami tekanan dari orang tua dan
Shavreni Oktadi Putri : Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Madya Yang Bekerja, 2010.
teman-teman untuk menikah Hurlock, 1999. Hal ini menunjukkan bahwa pernikahan mendapat perhatian yang besar dari masyarakat dan diharapkan setiap
individu dewasa mengalaminya. Pernikahan memang hal yang sangat dinantikan bagi setiap orang, baik pria maupun wanita. Selain sebagai pemenuhan kebutuhan
seksual, pernikahan juga dapat memenuhi kebutuhan psikologis, kebutuhan sosial, dan kebutuhan religi seseorang Walgito 2002.
Menurut Havighurst dalam Hurlock, 1999 menikah merupakan tugas perkembangan yang muncul pada masa dewasa dini. Fenomena yang muncul di
masyarakat saat ini adalah adanya dewasa madya yang belum juga menikah atau melajang. Hal ini dapat menghambat individu tersebut untuk menjalankan tugas
perkembangannya di masa dewasa madya yang seharusnya telah memiliki tugas untuk mendidik anak.
Jacoby dan Bernard dalam Setyowati Riyono, 2003 mengatakan bahwa wanita mendapat tekanan yang lebih besar untuk menikah dibandingkan dengan
pria umumnya sekitar usia 30 tahun. Cockrum dan White dalam Suryani, 2007 juga mencatat terdapat standar yang berbeda yang digunakan masyarakat dalam
memandang pria yang hidup melajang dengan wanita yang hidup melajang. Pria yang hidup melajang cenderung lebih dapat diterima dibandingkan dengan wanita
melajang. Apalagi Jones dalam Suryani, 2007 mengatakan bahwa sikap masyarakat Indonesia yang menempatkan menikah dan memiliki anak sebagai
prioritas hidup wanita semakin membuat pernikahan menjadi hal yang lebih penting bagi wanita daripada pria sehingga status melajang yang dimiliki wanita
lebih mendapat sorotan.
Shavreni Oktadi Putri : Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Madya Yang Bekerja, 2010.
Hasil penelitian Blakemore, Lawton, dan Vartanian dalam Suryani, 2005 pun menunjukkan bahwa wanita memiliki keinginan yang lebih tinggi untuk
menikah dibandingkan dengan pria. Dorongan ini muncul karena hingga saat ini wanita masih ingin memenuhi tuntutan tradisional mereka, yaitu menjadi seorang
istri dan seorang ibu. Umumnya status melajang yang dimiliki wanita dewasa madya lebih banyak
dialami oleh wanita yang bekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock 1999 yang mengatakan bahwa saat berusia dua puluhan wanita yang belum menikah
tujuan hidupnya adalah perkawinan, tetapi pada saat ia belum juga menikah pada waktu usianya mencapai tiga puluh, maka ia cenderung untuk menukar tujuan
hidupnya ke arah nilai, tujuan, dan hidup baru yang berorientasi pada pekerjaan. Melihat pentingnya suatu pernikahan bagi setiap individu dan banyaknya
pertimbangan-pertimbangan yang harus dipikirkan sebelum menikah, maka dibutuhkanlah suatu kesiapan sebelum memutuskan untuk menikah. Kesiapan
menikah merupakan hal yang penting untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Kesiapan ini meliputi dua aspek, yaitu kesiapan menikah pribadi dan
kesiapan menikah situasi. Kesiapan menikah pribadi meliputi kematangan emosi, kesiapan usia, kematangan sosial, kesehatan emosional, dan kesiapan model
peran. Sementara yang termasuk dalam kesiapan situasi adalah kesiapan finansial dan kesiapan waktu Blood, 1978.
Jika kita lihat dari aspek kesiapan menikah pribadi, yaitu kematangan emosi. Wanita dewasa yang berusia di atas 35 tahun dapat dikatakan telah memiliki
kematangan emosi tersebut. Menurut Blood 1978 kematangan emosi berasal dari
Shavreni Oktadi Putri : Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Madya Yang Bekerja, 2010.
pengalaman yang cukup terhadap suatu perubahan dan suatu permasalahan. Pengalaman tersebut akan membuat seseorang menjadi sadar terhadap
perasaannya sendiri dan ia akan belajar untuk dapat merespon suatu peristiwa dalam kehidupannya. Dengan kata lain, dapat dikatakan semakin bertambah usia
seseorang, maka bertambah jugalah kematangan seseorang karena semakin banyak pengalaman dan perubahan terhadap suatu masalah yang didapat oleh
indvidu dewasa selama rentang hidup yang telah dijalani. Dilihat dari segi kesiapan usia sudah tampak jelas bahwa wanita dewasa
madya sudah cukup siap untuk menikah, mengingat teori perkembangan Havinghusrt dalam Hurlock, 1999 yang mengatakan bahwa menikah merupakan
tugas perkembangan pada masa dewasa dini. Apalagi usia seseorang berkaitan dengan kematangan psikologis seseorang. Pernikahan pada usia yang masih muda
akan banyak mengundang masalah yang tidak diinginkan, karena psikologisnya belum matang. Oleh karena itu, dengan usia yang telah dewasa maka diharapkan
lebih dapat menghadapi permasalahan yang ada terutama masalah di dalam rumah tangga Walgito, 2002.
Kematangan sosial juga hal yang telah dimiliki oleh wanita dewasa madya. Menurut Blood 1978 kematangan sosial dapat dilihat dari pengalaman
berkencan dan pengalaman hidup sendiri. Seiring dengan berjalannya usia, membuat individu dewasa yang telah berumur 35 sampai 60 tahun dapat
dikatakan telah memiliki banyak pengalaman dan dapat membuktikan kepada keluarga dan teman-teman bahwa mereka bisa mandiri dalam menjalani hidup
baik dalam hal finansial atau dalam hal pengambilan keputusan.
Shavreni Oktadi Putri : Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Madya Yang Bekerja, 2010.
Apabila kita meninjau dari aspek kesiapan menikah situasi yaitu kesiapan finansial maka wanita dewasa madya yang bekerja dapat dikatakan telah
memenuhi kesiapan tersebut dari penghasilan yang didapat dari pekerjaan yang dimilikinya. Menurut Cutright dalam Blood, 1978, semakin tinggi pendapatan
seseorang maka semakin besar kemungkinan ia untuk menikah. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya yang ditinjau dari aspek
kesiapan menikah maka dapat dikatakan bahwa wanita dewasa madya yang bekerja telah siap dalam hal usia, kematangan emosi, kematangan sosial, dan
finansial. Sehingga dapat disimpulkan bahwa wanita dewasa madya yang bekerja dianggap telah siap untuk menjalani suatu pernikahan.
Shavreni Oktadi Putri : Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Madya Yang Bekerja, 2010.
PARADIGMA BERPIKIR
1. Kematangan emosi
2. Usia
3. Kematangan sosial
4. Kesehatan emosional
5. Kesiapan model peran
6. Finansial
7. Waktu
Tidak bekerja
Wanita Pria
Kesiapan Menikah Dini
Tgs prkbgan: Menikah
Madya Tgs prkbgan:
Mendidik anak
Bekerja Dewasa
Belum Menikah Menikah
Bagaimana kesiapan menikah wanita dewasa madya yang bekerja ?
Shavreni Oktadi Putri : Kesiapan Menikah Pada Wanita Dewasa Madya Yang Bekerja, 2010.
BAB III METODE PENELITIAN
A. PENDEKATAN KUALITATIF
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk melihat kesiapan menikah wanita dewasa madya yang bekerja maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif karena dianggap lebih dapat memberikan informasi tentang fenomena yang ada. Hal ini sejalan dengan pendapat Strauss
dan Corbin 2003 yang mengatakan bahwa metode kualitatif dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode
kuantitatif. Penelitian kualitatif yang baik akan menampilkan kedalaman dan detail,
karena fokusnya memang penyelidikan yang mendalam pada sejumlah kecil kasus. Kasus dipilih sesuai dengan minat dan tujuan yang khusus yang diuraikan
dalam tujuan penelitian Poerwandari, 2007.
B. RESPONDEN PENELITIAN 1. Karakteristik Responden Penelitian
Karakteristik yang digunakan untuk memilih responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Dewasa madya dengan kisaran umur 40 sampai 55 tahun. Penelitian ini menggunakan rentang umur tersebut karena biasanya pada usia ini individu
yang bekerja belum mengalami masa pensiun.