Corak Pemikiran dan Iklim Intelektual yang Mempengaruhinya

pada Oktober 1986. 14 Sejak Paramadina didirikan, aktivitas dakwah dan menulisnya dalam bidang keislaman pun semakin menjadi, hingga akhirnya, ikon pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia ini, menghembuskan nafas terakhir dengan wajah damai setelah melafalkan nama Allah pada Senin 29 Agustus 2005 pukul 14.05 WIB di Rumah Sakit Pondok Indah RSPI, Jakarta Selatan. 15 Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta, 30 Agustus 2005, dengan upacara militer dipimpin oleh Ketua MPR-RI, Dr. Hidayat Nurwahid, MA. 16

B. Corak Pemikiran dan Iklim Intelektual yang Mempengaruhinya

Jika kita kategorikan pemikiran Islam di Indonesia kepada dua golongan, yakni Islam tradisional dan Islam modern, maka Nurcholish adalah sosok pemikir Islam yang berada pada keduanya sekaligus. Karena dilihat dari lingkungan keluarga, ia berasal dari keluarga – dimana untuk pertama kalinya ia mendapatkan pelajaran agama – yang berkultur keagamaan NU. Dalam hal ini ia menulis: “…….bolehlah dikatakan bahwa saya ini adalah seorang dengan kultur NU, meskipun bukan anggota NU Sebab sampai dengan sekitar umur 15 tahun, kegiatan utama saya adalah mempelajari kitab-kitab kuning……”. 17 Namun, ditinjau dari dari jenjang pendidikan, ia banyak mengenyam pengetahuan tentang Islam modern, mulai dari pesantren Gontor, IAIN sekarang UIN Jakarta, dan Universitas Chicago. Karier intelektualnya, sebagai pemikir 14 Dedy, Zaman Baru Islam, h. 137. 15 Nurcholish Madjid meninggal akibat penyakit hati yang dideritanya. http:www.tokohindonesia.comensiklopedinnurcholish-madjidbiografiindex.html, artikel diakses tanggal 4 November 2009. 16 Marwan Saridjo, Cak Nur di antara Sarung dan Dasi dan Musdah Mulia Tetap Berjilbab, Jakarta: Penamadani, 2005, h. 62. 17 Zamharir, Agama dan Negara, h. 97. Muslim, dimulai ketika ia menjadi mahasiswa UIN Jakarta, khususnya ketika menjadi Ketua Umum PB-HMI Himpunan Mahasiswa Islam. 18 Dalam masa inilah Nurcholish membangun citra dirinya sebagai seorang pemikir muda Islam. Bahkan karena karya-karya ilmiahnya di masa ini – dan terutama bakat intelektualnya yang luar biasa, dan pemikirannya yang berkecenderungan modern, tetapi sekaligus sosialis religius – ia pun oleh generasi Masyumi yang lebih tua, sangat diharapkan dapat menjadi pemimpin Islam di masa mendatang, menggantikan Mohamad Natsir, sehingga di masa ini ia pun dikenal sebagai “Natsir Muda”, sampai saatnya pada 1970, mereka, dolongan tua, kecewa akibat makalah Nurcholish yang mempromosikan paham sekularisasi. 19 Intelektualitas Nurcholish semakin terbentuk ketika ia belajar di Universitas Chicago, dimana ia secara leluasa bisa berjumpa dengan kepustakaan Islam klasik abad pertengahan yang bergitu luas dan kaya langsung di bawah bimbingan ilmuwan neo-Modernis asal Pakistan Prof. Fazlur Rahman. Fazlur Rahman barangkali bisa disebut sebagai “guru utama” yang penting dalam pematangan intelektual Nurcholish Madjid. 20 Selain kepada Fazlur Rahman, ia tentu saja mengagumi orang-orang yang paling dekat dalam kehidupannya. Mereka, diantaranya adalah ayahnya sendiri, pamannya, 21 dan beberapa pejuang nasional yang kapasitas kecendikiaan dan komitmen keislamannya cukup kuat seperti K.H. Agus Salim dan Bung Hatta. 18 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. vi. 19 Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. ix. 20 Dedy, Zaman Baru Islam, h. 128. 21 Paman Nurcholish Madjid adalah salah seorang tokoh masyarakat santri yang tinggal di sebuah desa Jombang, Jawa Timur, yang dipandang gagah berani saat itu. Dedy, Zaman Baru Islam, h. 133. Namun demikian, di antara sekian banyak tokoh yang mempengaruhi pemikirannya, Nurcholish rupanya merasa berhutang budi kepada almarhum Buya Hamka. Lebih dari itu, “…Beliau Hamka adalah tempat saya berdiskusi dan menyelsaikan problem pribadi…” tulis Nurcholish. 22 Dari berbagai unsur-unsur di atas, teramu sosok intelektual muslim Indonesia yang – acap kali menemukakan gagasan – konteoversial, 23 yakni Nurcholish Madjid. Pola pemikiran keagamaannya dapat dilacak sejak pembaruannya melalui ide “Islam yes, partai Islam no.” Kemudian dilanjutakan dengan ide tentang sekularisasi, yang kemudian disalah pahami kebanyakan orang kerena disamakan begitu saja dengan sekularisme. 24 Dalam pada itu, Nurcholish menegaskan bahwa terdapat konsistensi antara sekularisasi dan rasionalisasi. Sebab, inti sekularisasi ialah: pecahkan dan pahami masalah-masalah duniawi ini dengan mengerahkan kecerdasan atau rasio. Kemudian, terdapat pula konsistensi antara rasionalisasi dan desakralisasi. Sebab, pendekatan rasional kepada seuatu benda atau masalah yang telah menjadi sakral, 22 Nurcholish Madjid sangat berterimakasih kepada Hamka karena tradisi menulisnya semakin berkembang tatkala ia bertempat tinggal di Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Sebuah bilik di masjid tersebut yang sengaja disediakan Hamka untuk tempat tinggal perantau muda ini. Dedy, Zaman Baru Islam, 129. 23 Setidaknya, terdapat dua buah buku sengaja ditulis untuk membantah dan mengoreksi pendapat Nurcholish Madjid yang membuat kontroversi ini semakin menghangatkan iklim intelektual Islam Indonesia. Pertama, yang ditulis Rasjidi, Sekularisme dalam Persoalan Lagi: Suatu Koreksi atas Tulisan Drs. Nurcholish Madjid, Jakarta: Yayasan Bangkit, 1972 dan Suatu Koreksi Lagi Bagi Drs. Nurcholish Madjid, Jakarta: DDII, 1973, semuanya kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku oleh Bulan Bintang; kedua, yang ditulis oleh Endang Saefudin Anshari, Kritik atas Paham dan Gerakan Pembaruan Drs. Nurcholish Madjid, Bandung: Bulan Bintang, 1973, yang merupakan kritik paling panjang dari rekan segenerasi Nurcholish Madjid. Budhy, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. xxvii. 24 Di antara reaksi kontroversi Nurcholish Madjid tentang pembaruan yang pernah dikemukakan pada awal tahun 1970, ialah ketidaksetujuan terhadap istilah “sekularisasi”, dan mungkin jenis reaksi ini adalah yang paling keras. Untuk kajian lebih konfrehensif mengenai “sekularisasi”nya Nurcholish Madjid, lihat, Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1987, h. 221-237. tabu, dan lain-lain menjadi tidak mungkin. Sebelum kita mengadakan pemecahan dan pemahaman rasional atas sesuatu, maka sesuatu tersebut harus bebas dari bungkus ketabuan dan kesakralan. Maka dalam hal ini, untuk kembali kepada prisip tauhid dalam kalimat syahadat, orang harus mantap untuk tidak men-tabu- kan sesuatu. Tuhan-lah yang tabu, dan karenanya tak mungkin dimengerti oleh manusia dengan rasionya itu. Artinya, dengan bertitik tolak dari syahadat itu, manusia dapat memecahkan masalah-masalah kehidupannya dengan mempertaruhkan kemampuan potensial yang ada pada dirinya sendiri, yaitu kecerdasan. 25 Bedasarkan gambaran di atas, jelas corak pemikiran Nurcholish berada pada psosisi seimbang dalam menilai tradisi dan modernitas. Oleh karena itu, Nurcholish juga dikenal sebagai tokoh neo-modernisme Islam Indonesia. 26 Ia mencoba untuk mengkombinasikan dua unsur penting dalam peradaban Islam Indonesia: moderinisme dan tradisionalisme. Nurcholish menganggap bahwa Kehadiran modernisme memang tidak mungkin dihindari. Tetapi, dengan mengakomodasikan ide-ide modernisme tersebut tidak berarti bahwa tradisionalisme harus dibuang. Dalam neo-modernisme, kedua ide yang berbeda ini dapat dipertemukan dalam satu sintesis. Neo-Modernisme jauh lebih siap untuk menerima ide-ide paling maju yang dikembangkan kalangan modernis, dan, pada saat yang sama, juga bisa mengakomodasi pandangan kaum tradisionalis. 27 25 Nurcholish, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, h. 229. 26 Lihat, misalnya, Ahmad Amir Aziz, Neo-Modernisme Islam di Indonesia: Gagasan Sentral Nurcholish Madjid dan Abdurrahman Wahid, Jakarta: Rineka, 1999, h.22. 27 Fauzan Saleh, Teologi Pembaruan: Pergeseran Wacana Islam Sunni di Indonesia Abad XX, Jakarta: serambi, 2004, h.321. Dalam potret demikian, ia merumuskan apa yang harus dibangun oleh ide pembaruan Islam, yaitu usaha penyegaran pemahaman. Jadi, inti makna pembaruan adalah up dating pemahaman orang atas ajaran agamanya dan cara mewujudkan ajaran itu dalam masyarakat. Sedangkan tujuan pembaruan itu sendiri adalah untuk membuat agama yang diyakini itu lebih fungsional dalam memberi jawaban terhadap tantangan modern. Selanjutnya, corak pemikiran Nurcholish pada masa belakangan ini lebih mengarah ke usaha menampilkan Islam secara inklusif, dalam rangka untuk lebih mengaktualkan nilai-nilai keislaman masa meodern. Ciri mendasar teologi inklusif adalah penegasan bahwa Islam itu agama terbuka, dan penolakan ekslusifisme dan absolutisme. Paradigma terpenting dari teologi inklusif adalah komitmen pada pluralisme. Dengan pluralisme, kita ingin menumbuhkan suatu sikap kejiwaan yang melihat adanya kemungkinan orang lain itu benar. Ini penting sekali menurut Nurcholish dalam agama kita. Ketika dalam agama disebutkan bahwa manusia itu diciptakan dalam keadaan fitrah suci, sacred, maka setiap orang pada dasarnya suci dan benar. Potensi untuk benar adalah primer. Inklusivisme, dengan demikian adalah suatu kemanusiaan universal yang dalam Al-Qur’ân, surat ar-Rûm, ayat 30, 28 disebutkan sebagai agama yang benar. 29 Jikalau ini kita jadikan dasar, maka inklusivisme akan menjadi suatu konsekuensi logis. Karena logika dari kemanusiaan universal adalah inklusivisme itu sendiri. Juga termasuk di sini adalah pluralisme. Dunia ini, sebetulnya, secara 28 “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” QS. al-Rûm:30. 29 Nurcholish Madjid, sekapur sirih dalam, Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, Jakarta: Kompas, 2001, h. xiii. sejati mengalami mayarakat yang pluralistik. Atau yang pluralis dalam arti menerima plurlitas sebagai satu kenyataan positif. 30 Dari sini kita bisa melihat misi Madjid yang mengupayakan penghadiran Islam dan memberi isi, serta peranannya di tengah masyarakat yang sedang berubah. Maksudnya mengadirkan Islam dalam tuntutan kemodernan. Dengan kata lain, gerakan Madjid, terutama ialah mendorong kepada tegaknya subtansi Islam. Sementara tokoh-tokoh Islam yang lain banyak yang sibuk membicarakan wadah gerakan Islam, seperti Negara Islam, partai Islam, syariat Islam, dan institusi-institusi lain yang diharapkan dapat membawa kepada kemajuan Islam. Sementara Nurcholish lebih mengedepankan substansi daripada wadah atau kulit. Itulah sebabnya selama ini ia sering melontarkan pernyataan yang terkesan kontroversial dan mengagetkan orang, terutama orang yang sibuk mengurus wadah dari pada substansi. Mengembangkan substansi adalah cara berpikir tasawuf. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Nurcholish bahwa tasawuf sangat banyak menekankan pentinganya pengahayatan ketuhanan melaui pengalaman-pengalaman nyata dalam olah rohani spiritual exercise yang mengutamakan intuisi. 31 Jadi, tasawuf merupakan orientasi keagamaan yang lebih esoteris. 32 Cara berpikir tasawuf bersifat utuh dan padu, di mana iman, ibadah, amal saleh, dan akhlak yang mulia itu merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan 30 Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, h. xiv. 31 Nurcholish Madjid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Paramadina,1997, h. 47. 32 “Esoteris” dari bahasa Yunani “soteros” yang artinya “dalam” atau “batin”. Lorrens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 2002, h. 216. satu sama lain. Keterpaduan dan keutuhan pemikiran itu akan melahirkan kekuatan untuk membangun umat dan peradaban manusia umumnya.

C. Karier Kepenulisan dan Karya-karya