BAB III STUDI TERHADAP PENCABUTAN GUGATAN OLEH IBU TERHADAP
AYAH DARI KEWAJIBAN MENAFKAHI ANAK PASCA PERCERAIAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA PUSAT NO:
608Pdt.G2007PA.JP
A. Analisis Duduk Perkara
Secara umum, kekuasaan competency peradilan dapat dibedakan menjadi dua: kekuasaan relatif relative competency dan kekuasaan absolut
absolute competency.
1
Kekuasaan relatif berkaitan dengan wilayah, sementara kekuasaan absolut berkaitan dengan orang kewarganegaraan dan keagamaan
seseorang dan perkara. Kewenangan kompetensi absolut dan relatif Peradilan Agama diatur dalam pasal 49 sampai dengan pasal 53 Undang-undang No. 3
Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Kompetensi absolut adalah kewenangan atau kekuasaan untuk memeriksa,
memutus dan menyelesaikan suatu perkara bagi Pengadilan yang menyangkut pokok perkara itu sendiri. Berdasarkan Undang-undang No.3 Tahun 2006
Tentang Peradilan Agama pasal 49 bidang-bidang yang menjadi kompetensi absolut Pengadilan Agama meliputi perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf,
zakat, infak, sedekah, dan ekonomi syari’ah.
1
http:www.badilag.netindex.php?option=com_contenttask=viewid=941Itemid=54 diakses pada tanggal 28 Oktober 2009 jam 13.00 wib.
25
26
Sedangkan kompetensi relatif adalah kewenangan atau kekuasaan untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan suatu perkara bagi pengadilan yang
berhubungan dengan wilayah atau domisili pihak atau para pihak pencari keadilan. Dalam Undang-undang No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama
pasal 4 ayat 1 dinyatakan bahwa Pengadilan Agama berkedudukan di Kotamadya kota atau di ibukota Kabupaten yang daerah hukumnya meliputi wilayah
Pemerintah Kota atau Kabupaten. Berdasarkan wilayah hukum suatu Pengadilan Agama, maka tempat
Penggugat atau permohonan cerai gugat yang diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya mengikuti tempat kediaman Penggugat, kecuali apabila
Penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin Tergugat suami , maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang
wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal Tergugat. Apabila penggugat bertempat kediaman di luar negeri maka gugatan perceraian diajukan Penggugat
kepada Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat, apabila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri,
maka gugatan Penggugat diajukan kepada Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada
Pengadilan Agama Jakarta Pusat
2
.
2
Chatib Rasyid, Syaifudin, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek Pada Peradilan Agama
, Yogyakarta: UII Press, 2009, cet-1, h.59.
27
Menurut penulis, jika ditinjau berdasarkan kompetensi absolut dan relatif maka duduk perkara ini telah memenuhi kedua kompetensi tersebut. Berdasarkan
kompetensi absolut, perkara No.608Pdt.G2007PA.JP merupakan perkara gugat cerai yang di dalam penjelasan pasal 49 Undang-undang No.3 Tahun 2006
Tentang Pengadilan Agama termasuk bidang perkawinan. Sedangkan berdasarkan kompetensi relatif, perkara No. 608Pdt.G2007PA.JP termasuk perkara gugat
cerai sehingga Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat yang daerah hukumnya mengikuti tempat kediaman Penggugat di
Kelurahan Kebon kacang, Kecamatan Tanah Abang, Kodya Jakarta Pusat. Setelah membaca dalam duduk perkara ini dapat dipahami bahwa
permasalahan antara Pengugat dengan Tergugat yang mendasari gugatan posita yaitu rumah tangga mereka sudah tidak ada keharmonisan karena Tergugat
sebagai penanggung jawab kepala rumah tangga sejak bulan Juli 2003 tidak memberikan keuangan rumah tangga, padahal Tergugat mempunyai pekerjaan,
jarang pulang ke rumah dengan alasan yang beragam-ragam, bertemperamen kasar baik ucapan maupun perbuatan, sering memukul, hal tersebut menimbulkan
perselisihan terus menerus, dan puncaknya antara Penggugat dan Tergugat telah berpisah rumah tinggal sampai dengan sekarang dan sejak saat itu sudah tidak ada
hubungan lahir dan batin. Mengenai kebutuhan rumah tangga baik lahir maupun batin merupakan
kewajiban seorang suami sebagai penanggung jawab kepala rumah tangga, karena ketika seseorang sudah berstatus sebagai suami maka ia tidak boleh
28
mementingkan dirinya sendiri, karena ini akan menanamkan kebencian di hati isteri dan memutuskan tali cinta kasih antara suami isteri.
Di atas pundak suami terletak kewajiban untuk menafkahi istri dan anak- anaknya. “Yang dimaksud dengan nafkah adalah semua kebutuhan dan keperluan
yang berlaku menurut keadaan dan tempat, seperti makanan, pakaian, rumah dan lain-lain”.
3
Nafkah merupakan hak istri dan anak-anak untuk mendapatkan makanan, pakaian, dan kediaman serta beberapa kebutuhan pokok lainnya dan pengobatan,
bahkan sekalipun si istri adalah seorang wanita yang kaya.
4
Kewajiban menafkahi itu tetap berlaku sekalipun si istri adalah seorang perempuan konglomerat atau
punya penghasilan sendiri. Nafkah suami terhadap istri bukan hanya dibatasi pada tiga bidang; pangan, sandang dan papan saja, tetapi juga meliputi biaya-biaya
pengobatan dan kebutuhan pokok lainnya.
5
Adapun dasar hukum tentang eksistensi dan kewajiban nafkah terdapat dalam beberapa ayat maupun hadis Rasulullah, di antaranya adalah: Surat al-
Baqarah2: 233 dan al-Thalaq65:7:
… …
3
Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006, Cet. 5, h. 383.
4
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Terjemah Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1996, Cet. ke-2, jilid ke- 9, h. 28.
5
Mesraini dan A. Sutarmadi, Administrasi Pernikahan dan Manajemen Keluarga Jakarta: FSH UIN Syarif Hidayatullah, 2006, h. 55-56.
29
Artinya: “…Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya…”
QS. Al-Baqarah2 :233
Dalam ayat lain disebutkan:
☺
Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan
orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” QS.Al-Thalaq 65:7
Nafkah merupakan hak istri dan anaknya sekaligus sebagai kewajiban yang dibebankan kepada seorang suami. Kewajiban yang dibebankan kepada
suami tersebut di antaranya yaitu memberi nafkah sesuai dengan kemampuan serta mengusahakan keperluan keluarga terutama sandang, pangan dan papan.
6
Dalam Kompilasi Hukum Islam BAB XII Pasal 80 Tentang Hak dan Kewajiban Suami Isteri, Bagian Ketiga Kewajiban Suami dijelaskan:
“4 Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung: a.
Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri; b.
Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;
6
BP4 DKI Jakarta, Membina Keluarga Sakinah Jakarta: Badan Penasehat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan Propinsi DKI Jakarta, h. 23.
30
c. Biaya pendidikan bagi anak.”
Selanjutnya Kompilasi Hukum Islam bab XVII pasal 156 poin d: “ Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah
menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri 21 tahun”
.
7
Melalui ketentuan pasal ini, dapat disimpulkan bahwa keperluan rumah tangga yang harus ditanggung suami mencakup nafkah, kiswah, tempat kediaman
bagi isteri, biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak serta biaya pendidikan bagi anak.
Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga pasal 9 ayat 1 menegaskan yang dimaksud dengan
penelantaran rumah tangga yaitu: “1. Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian, dia wajib memberikan kehidupan,
perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.”
Terdapat pula sanksi pidana sesuai dengan aturan yang dimuat dalam
Undang-Undang Perlindungan Anak no. 23 Tahun 2002 pasal 77:
“bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan : a. Diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami
kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya;
b. Penelantaran terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik, mental, maupun sosial;
7
Ibid, h. 183.
31
c. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 seratus juta rupiah.”
Selanjutnya, Tergugat setiap ada keributan dalam rumah tangga ada akhlak yang tidak baik dan juga mempunyai temporer yang tidak baik, baik
perbuatan maupun ucapan karena sering berkata kasar bahkan memukul fisik Penggugat, oleh sebab itu menimbulkan tekanan psikis Penggugat terus menerus.
Perbuatan Tergugat tersebut dapat dikategorikan ke dalam kekerasan dalam rumah tangga. Ditegaskan dalam pasal 6 dan 7 Undang-undang No. 23
Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga: Pasal 6 : “kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa
sakit, jatuh sakit atau luka berat” .
Pasal 7 : “Kekerasan Psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang”. Berdasarkan pasal tersebut di atas, kekerasan fisik dapat dibagi menjadi
dua kategori, yaitu: 1. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik merupakan kekerasan nyata yang dapat dilihat dan dapat dirasakan oleh tubuh yang biasanya berupa penghilangan nyawa seseorang.
a. Kekerasan fisik berat, berupa penganiayaan berat seperti menendang,
memukul, membenturkan ke benda lain, bahkan sampai melakukan percobaan pembunuhan atau melakukan pembunuhan dan semua
perbuatan yang dapat mengakibatkan sakit yang mengakibatkan sakit
32
yang menimbulkan ketidakmampuan menjalankan kegiatan sehari-hari, pingsan, luka berat pada tubuh korban, luka yang sulit disembuhkan atau
yang menimbulkan kematian, kehilangan salah satu panca indera, luka yang mengakibatkan cacat, dan kematian korban.
b. Kekerasan fisik ringan, seperti menampar, menarik rambut, mendorong,
dan perbuatan lain yang mengakibatkan cidera ringan dan rasa sakit serta luka fisik yang tidak termasuk dalam kategori berat.
2. Kekerasan Psikis Kekerasan psikis atau kekerasan mental adalah kekerasan yang
mengarah pada serangan terhadap mental atau psikis seseorang, bisa berbentuk ucapan yang menyakitkan, berkata dengan nada yang tinggi, penghinaan dan
ancaman, kekerasan terhadap jiwa atau rohani yang berakibat mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan normal jiwa.
8
Tergugat juga sering selingkuh dengan wanita lain, hal tersebut diketahui oleh penggugat lewat HP, oleh sebab itu untuk membentuk rumah
tangga sakinah tidak tercapai, maka Penggugat minta cerai. Puncaknya Tergugat dan Penggugat pada bulan September ada keributan dalam rumah
tangga, akhirnya Penggugat pergi meninggalkan Tergugat pulang ke rumah orang tua dan sejak itu telah putus hubungan lahir dan batin.
8
Faqihuddin Abdul Kadir dan Ummu Azizah Mukarnawati, ed. Ismali Hasani, Referensi Bagi Hakim Pengadilan Agama tentang kekerasan dalam rumah tangga
, Komnas Perempuan: 2008, h.32
33
Adapun yang dimaksud dengan nusyuz adalah meninggalkan kewajiban suami istri. Nusyuz dari pihak suami adalah bersikap keras terhadap isterinya,
yang dengan tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberi haknya. Sedangkan nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin
suaminya.
B. Analisis Sumber dan Pertimbangan Hukum Hakim dalam Memutuskan