33
Adapun yang dimaksud dengan nusyuz adalah meninggalkan kewajiban suami istri. Nusyuz dari pihak suami adalah bersikap keras terhadap isterinya,
yang dengan tidak mau menggaulinya dan tidak mau memberi haknya. Sedangkan nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin
suaminya.
B. Analisis Sumber dan Pertimbangan Hukum Hakim dalam Memutuskan
Perkara No. 608Pdt.G2007PA.JP
Dapat dikatakan pertimbangan hukum merupakan jiwa dan intisari putusan. Pertimbangan berisi analisis, argumentasi, pendapat atau kesimpulan
hukum dari hakim yang memeriksa perkara.
9
Dalam menangani sebuah perkara, tugas dan kewajiban hakim yang pertama adalah mendamaikan pihak-pihak yang berperkara, hal ini sejalan dengan
tuntutan ajaran moral Islam. Islam selalu mengajarkan menyelesaikan masalah setiap perselisihan melalui jalan pendekatan islah sebagaimana firman Allah
SWT dalam Al Qur’an surat Al Hujurat ayat 10:
☺ ☺
⌧
Artinya:
9
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan
, Jakarta: Sinar Grafika, h. 809
34
”Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah perbaikilah hubungan antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”. Al Hujurat49:10
Selain itu dalam Kompilasi Hukum Islam KHI juga menganjurkan kepada hakim agar selalu berusaha mendamaikan kedua belah pihak yang
berperkara di dalam persidangan, yaitu dalam pasal 143 ayat 1 dan 2, yang berbunyi:
”1 dalam pemeriksaan gugatan perceraian Hakim mendamaikan kedua belah pihak.
2 Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan
pada setiap sidang pemeriksaan.”
Karena itu layak sekali apabila para hakim Pengadilan Agama PA menyadari dan mengemban fungsi mendamaikan. Sebab bagaimanapun seadil-
adilnya putusan, akan lebih baik dan lebih adil sebuah hasil perdamaian. Akan ada pihak yang merasa dikalahkan dan dimenangkan. Peran hakim sebagai juru
damai pihak-pihak yang bertikai terbatas hanya sampai anjuran, nasehat, penjelasan, dan memberi bantuan dalam perumusan sepanjang hal itu diminta
kedua belah pihak.
10
Kewajiban mendamaikan dalam perkara diupayakan pada awal persidangan, namun dalam perkara perceraian kewajiban mendamaikan
diupayakan hingga putusan dijatuhkan dalam hal ini meskipun para pihak
10
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta: Pustaka Kartini, 1993, cet. Ke-3, h. 48
35
menjawab bahwa tidak mungkin damai karena usaha penyelesaian perdamaian sudah dilakukan berkali-kali, hakim tetap meminta agar dicoba lagi.
11
Sesuai dengan ketentuan PP no. 9 Tahun 1975, pasal 31 ayat 1 dan 2:
1 Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan
kedua belah pihak. 2
Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
Demikian pula dalam pasal 82 ayat 1 dan 4 undang-undang no. 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah oleh undang-undang nomor 3 Tahun 2006 yang
menjelaskan pada ayat 1 yaitu: ”pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, hakim berusaha
mendamaikan kedua belah pihak”. Pada ayat 4 dijelaskan bahwa:
”selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan”.
Dalam kasus putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat No. 608Pdt.G2007PA.JP majelis hakim yang diketuai oleh Elvin Nailana S.H,M.H
telah berusaha mendamaikan Penggugat dengan Tergugat namun upaya ini tidak berhasil, sehingga proses hukum selanjutnya terus berjalan.
Dalam memeriksa suatu perkara, hakim bertugas untuk mengkonstatir, mengkualifikasir dan kemudian mengkonstitutir. Mengkonstatir artinya hakim
harus menilai apakah peristiwa atau fakta-fakta yang dikemukakan oleh para
11
Soeroso, Praktik hukum acara perdata tata cara dan proses persidangan, Jakarta: Sinar Grafika, h.41
36
pihak itu adalah benar-benar terjadi. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pembuktian.
Membuktikan artinya mempertimbangkan secara logis kebenaran suatu fakta atau peristiwa berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan menurut hukum
pembuktian yang berlaku. Dalam pembuktian itu, maka para pihak memberi dasar-dasar yang cukup kepada Hakim yang memeriksa perkara yang
bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukannya.
Alat bukti tertulis atau surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah
pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian Alat bukti. Surat sebagai alat bukti tertulis dibedakan menjadi dua, yaitu: akta dan surat-surat
lainnya yang bukan akta, yaitu surat yang dibuat tidak dengan tujuan sebagai alat bukti dan belum tentu ditandatangani. Sedangkan akta itu sendiri ada dua macam,
yaitu: akta otentik dan akta di bawah tangan.
12
Akta ialah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa- peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula
dengan sengaja untuk pembuktian. Akta otentik ialah surat yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan dalam bentuk menurut
ketentuan yang ditetapkan untuk itu, baik dengan maupun tanpa bantuan dari
12
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1996, cet-1, h. 143-144
37
yang berkepentingan, di tempat di mana pejabat berwenang menjalankan tugasnya.
Akta otentik sebagai alat bukti status dalam perkawinan. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat
Nikah. Jika perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah dapat diajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama, untuk kemudian mendapatkan Akta Nikah
pasal 7 KHI. Tentang fotokopi dapat disimpulkan dari putusan MA tanggal 1 April
1976 No. 701 KSip1974, bahwa fotokopi dapat diterima sebagai alat bukti apabila fotokopi itu disertai “keterangan atau dengan jalan apa pun secara sah dari
mana ternyata bahwa fotokopi-fotokopi tersebut sesuai dengan aslinya. Alat bukti saksi diatur dalam Pasal 169-172 HIR dan Pasal 306-309 R.Bg.
Saksi ialah orang yang yang memberikan keterangan di muka sidang, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia
lihat, dengar dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut.
Majelis Hakim menimbang bahwa berdasarkan bukti P-1 foto copy kutipan akta nikah dihubungkan P-2 dan P-3 foto copy kutipan akta kelahiran
anak dan keterangan saksi-saksi, maka telah terbukti antara Penggugat dan Tergugat sebagai isteri dan suami yang sah yang menikah pada tanggal 30
September 1997 dan telah dikaruniai dua orang anak.
38
Menimbang, bahwa Tergugat tidak lagi menghadiri persidangan meskipun telah diperintahkan dan dipanggil untuk menghadap di persidangan.
Majelis Hakim menimbang bahwa penggugat dengan tergugat sejak semula telah membentuk sebuah rumah tangga yang harmonis tetapi kemudian
terjadi perselisihan dan pertengkaran dikarenakan tergugat jarang pulang ke rumah, suka memukul bila terjadi keributan dan puncaknya antara penggugat
dengan tergugat telah berpisah rumah sehingga mereka tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana layaknya suami dan isteri. Hal ini berarti telah melanggar
perintah Allah dalam surat Al-Nisa 19:
...
☺
... Artinya:
“... dan bergaullah dengan mereka secara patut. ...” QS. Al-Nisa:419
Bagaimana mungkin pergaulan secara patut telah dilaksanakan, apabila antara mereka sudah tidak saling melaksanakan kewajiban. Apabila rumah tangga
Penggugat dengan Tergugat tetap dipertahankan, akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan antara mereka berdua, tidak ada saling melakukan
kewajiban, tidak ada saling menghormati dan pada gilirannya mereka akan saling menyalahkan satu sama lain.
39
Karena itu majelis hakim menilai “menolak kemudlaratan harus lebih didahulukan daripada mencari dan memperoleh kemaslahatan daf-ul mafasid
moqoddamun ‘alaa jalbil mashoolihi. ”
13
Menolak mafsadah lebih baik dari meraih maslahat, sebab menolak mafsadah itu sudah merupakan kemaslahatan. Hal ini sesuai dengan kaidah:
دْ ْﻟا
ﺳ ﺎ ﺪ
ﺪ م
ﻟ ﺎ ْﻟا ْ ﻰ
14
“Menolak mafsadah didahulukan daripada meraih maslahat”. Tentang ukuran yang lebih konkret dari kemaslahatan ini, dijelaskan oleh
Imam Al-Ghazali dalam al-Musthashfa, Imam al-Syatibi dalam al-Muwafaqat dan ulama yang sekarang seperti Abu Zahrah, dan Abdul Wahab Khalaf. Apabila
disimpulkan, maka persyaratan kemaslahatan tersebut adalah: a.
Kemaslahatan itu harus sesuai dengan maqasihid al-syari’ah, semangat ajaran, dalil-dalil kulli dan dalil qath’i baik wurud maupun dalalahnya.
b. Kemaslahatan itu harus meyakinkan, artinya kemaslahatan itu berdasarkan
penelitian yang cermat dan akurat sehingga tidak meragukan bahwa itu bisa mendatangkan manfaat dan menghindarkan mudarat.
c. Kemaslahatan itu membawa kemudahan dan bukan mendatangkan kesulitan
yang di luar batas, dalam arti kemaslahatan itu bisa dilaksanakan.
13
Putusan Pengadilan Agama PA Jakarta Pusat No: 608Pdt.G2007PA.JP, h. 7
14
A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis
, Jakarta: Kencana, 2007, h.29
40
d. Kemaslahatan itu memberi manfaat kepada sebagian besar masyarakat bukan
kepada sebagian kecil masyarakat.
15
Menurut penulis, pertimbangan Majelis Hakim ini telah sesuai berdasarkan kaidah tersebut.
Majelis Hakim juga mempertimbangkan berdasarkan keterangan saksi- saksi yang membenarkan rumah tangga penggugat dengan tergugat sudah tidak
harmonis lagi sering terjadi perselisihan yang terus-menerus, maka berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Penggugat cukup beralasan dan tidak
bertentangan dengan hukum, dan sesuai dengan pasal 19 huruf f PP No.9 Tahun 1975 jo pasal 116 Kompilasi Hukum Islam huruf f :
Perceraian dapat terjadi karena alasan: “ f. Antara suami isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.” karenanya gugatan penggugat dapat dikabulkan dengan menjatuhkan thalak satu
bain shugro tergugat terhadap penggugat. Selain menuntut perceraian dengan suaminya, dalam gugatannya
Penggugat juga mengajukan tuntutan agar pengasuhan dan pemeliharaan anak berada di tangan Penggugat. Majelis Hakim mengabulkan gugatan Penggugat
sebagai ibu dari anak-anak tersebut, karena selain tergugat dalam hal ini tidak mengajukan keberatannya karena tidak lagi menghadiri persidangan dan juga
tidak pernah menengok anaknya. Majelis hakim berpendapat anak penggugat masih belum mumayyiz, dilihat secara psikologis mapun biologis anak yang
15
Ibid, h.29-30
41
masih kecil masih memerlukan belaian kasih sayang ibunya dan biasanya lebih dekat dengan ibunya. Telah sesuai dengan ketentuan pasal 105 huruf a KHI
sehingga ditetapkan berada dalam asuhan dan pemeliharaan Penggugat sampai anak tersebut dapat menentukan pilihannya sendiri.
Dalam Pasal 105 huruf a KHI BAB XIV tentang pemeliharaan anak disebutkan bahwa dalam hal terjadi perceraian:
“ a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;
b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak
pemeliharaannya; c. biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.
Akibat dari terjadinya perceraian adalah pengasuhan anak atau hak hadhonah. Kewajiban melakukan hadhonah terletak di pundak orangtua. Prinsip
tersebut hanya akan berjalan lancar apabila kedua orangtua tetap dalam hubungan suami isteri.
Ibu lebih mengerti dengan kebutuhan anak sebelum mummayiz dan lebih bisa memperhatikan kasih sayangnya. Demikian pula anak dalam masa itu sedang
amat membutuhkan untuk hidup di dekat ibunya. Imam syafi’i berpendapat apabila kedua orang tua berpisah dan keduanya berada dalam satu daerah, maka
ibu lebih berhak terhadap anak selama ia belum menikah dan masih kecil
16
.
16
Imam Syafi’I, Ringkasan Kitab Al-Umm, Jakarta: Pustaka Azzam,2004, h. 434.
42
ﷲ ا ﺪ و ﺮ
: ﻟ ﺎ ةاﺮ ا نا
: ﷲ ا ل ﻮﺳ ر ﺎ
ﻰﻨ ا نا و ء ﺎ و ﻟ ﻨ ن ﺎآاﺬه
ﺪﺛ و ءﺎ ﺳ ﻟ
ﺎ ا ناو ءاﻮ ﻟ يﺮ ﻮﺳ ر ﺎﻬﻟ ل ﺎ ﻨ ﺰ ﻨ نأ دارأو ﻰﻨ
ﷲا ل ﻰ
ﺳ و ﷲا ا
: ﻜﻨ ﻟ ﺎ أ أ
ورو ا
دواد ﻮ ا ﺪ او
Artinya: “Di dalam hadis Abdullah bin Umar bin Al-Ash menceritakan seorang
wanita mengadu kepada Rasulullah tentang anak kecilnya, di mana mantan suaminya bermaksud membawa anak mereka bersamanya setelah
menceraikannya lalu Rasulullah bersabda: ’kamu wanita itu lebih berhak terhadap anak itu selama kamu belum menikah dengan lelaki lain’.” H.R.
Daud dan Ahmad.
Pertimbangan Majelis Hakim selanjutnya yaitu mengenai tuntutan biaya nafkah anak telah dicabut oleh Penggugat maka Majelis Hakim tidak
mempertimbangkan lebih lanjut.
17
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, gugatan Penggugat telah dikabulkan sebagian dan selebihnya dicabut. Yang dicabut adalah mengenai
tuntutan biaya nafkah anak. Keterangan dari berita acara persidangan yang penulis dapatkan, tidak terdapat keterangan lebih lanjut mengenai alasan
penggugat mencabut tuntutan nafkah anak dalam berita acara persidangan maupun dalam putusan. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara penulis terhadap
majelis hakim yang menangani perkara No.608Pdt.G2007PA.JP, menurut Drs. Faisal Kamil,SH,MH, pencabutan gugatan mengenai nafkah anak pasca
perceraian dilakukan oleh Penggugat sang ibu agar mempercepat proses persidangan.
17
Ibid, h. 8
43
Menimbang, bahwa perkara ini termasuk bidang perkawinan maka berdasarkan Pasal 89 ayat 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 perubahan
atas Undang-Undang No. 7 tahun 1989, biaya perkara dibebankan kepada penggugat.
Pasal 89 1
biaya perkara dalam sidang perkawinan dibebankan kepada penggugat atau pemohon.
2 Biaya perkara penetapan atau putusan Pengadilan yang bukan
merupakan penetapan atau putusan akhir akan diperhitungkan dalam penetapan atau putusan akhir.
Pasal 90 1
Biaya perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 meliputi: a.
biaya kepaniteraan dan biaya materai yang diperlukan untuk perkara tersebut;
b. biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya
pengambilan sumpah yang diperlukan dalam perkara tersebut; c.
biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan pengadilan dalam
perkara tersebut; dan d.
biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah pengadilan yang berkenaan dengan perkara tersebut.
2 Besarnya biaya perkara diatur oleh Menteri Agama dengan persetujuan Mahkamah Agung.
Pasal 91 1
jumlah biaya perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 90 harus dimuatdalam amar penetapan atau putusan Pengadilan.
2 Jumlah biaya yang dibebankan oleh Pengadilan kepada salah satu
pihak berperkara untuk dibayarkan kepada pihak lawannya dalam
44
perkara itu, harus dicantumkan juga dalam amar penetapan atau putusan pengadilan.
Mengingat pasal 39 ayat 2 Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan dalil-dalil hukum syara’ serta peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dalam perkara ini. Pasal 39 ayat 2 Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 Tentang Perkawinan:
1 Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
2 Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara
suami-isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami-isteri. 3
Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
C. Analisis Putusan Majelis Hakim dalam Perkara No. 608Pdt.G2007PA.JP