Perkembangan Psikososial Tahap Inisiatif

dan mudah bermain dengan siapa saja. Tetapi, hampir semua anak akan menangis dan marah apabila permintaannya tidak dikabulkan.

C. Perkembangan Psikososial Tahap Rasa bersalah

Rasa bersalah merupakan perasaan bersalah yang muncul ketika anak mengalami hambatan, tidak mampu atau gagal dalam melakukan sesuatu. Hasil penelitian tahap rasa bersalah anak PSAA Balita Tunas Bangsa didapatkan hasil sebanyak 13 anak 44.8 rasa bersalah baik, rasa bersalah cukup sebanyak 16 anak 55.2 sedangkan rasa bersalah kurang tidak ada. Artinya rasa bersalah anak di PSAA Balita Tunas Bangsa dalam nilai cukup, anak masih belum mampu mengatasi hambatan yang ada dalam melakukan sesuatu. Hal tersebut disebabkan karena beberapa karakteristik perkembangan psikososial tahap rasa bersalah masih ada yang belum tercapai. Karakteristik yang menyebabkan rasa bersalah cukup adalah masih ada anak yang pesimis, tidak memiliki cita-cita, sangat membatasi aktivitasnya, dan masih ada yang berperilaku agresif. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama penelitian, ada anak yang menghindar dari teman-temannya pada saat bermain bersama, anak terlihat hanya diam saja ketika ditanya. Selain itu ada juga anak yang suka menggoda anak lain sampai menangis, ada anak yang merebut mainan temannya, ada anak yang tidak mengikuti aturan, karena hanya ingin bermain saja padahal sudah masuk jam untuk mengikuti playgroup dan ada juga anak yang berkata kasar akibat keinginan tidak dituruti. Kejadian anak yang menangis dan berkata kasar terulang beberapa kali selama penelitian berlangsung. Tingkah laku tersebut menggambarkan perilaku agresif, dan perilaku tersebut biasanya timbul biasanya setelah anak mendapatkan teguran dari pengasuh karena tindakan anak tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Anak-anak yang agresif dengan teman sebaya mereka berisiko terlibat sejumlah masalah, termasuk kenakalan dan putus sekolah Prinstein dkk, 2009, dalam Santrock, 2011. Suatu studi menjelaskan bahwa relasi yang buruk di antara teman-teman sebaya pada masa anak-anak diasosiasikan dengan suatu kecenderungan untuk putus sekolah dan perilaku nakal pada masa remaja Roff, Sells, Golden, 1972 dalam Santrock, 2002. Esensi sosialisasi sikap anak–anak terhadap orang lain dan pengalaman sosial dan seberapa baik mereka dapat bergaul dengan orang lain, sebagian besar akan tergantung pada pengalaman belajar selama tahun-tahun awal kehidupan yang merupakan masa pembentukan. Anak akan belajar menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial dan menjadi pribadi yang dapat bermasyarakat bergantung pada empat faktor yaitu 1 kesempatan yang penuh untuk sosialisasi adalah penting karena anak-anak tidak dapat belajar hidup bermasyarakat dengan orang lain jika sebagian besar waktu mereka dipergunakan seorang diri, 2 dalam keadaan bersama–sama anak-anak tidak hanya harus berkomunikasi dalam kata-kata yang dapat dimengerti orang lain, tetapi juga harus mampu berbicara tentang topik yang dapat dipahami dan menarik bagi orang lain, 3 anak memiliki motivasi untuk belajar sosialisasi, 4 metode belajar efektif dengan bimbingan Hurlock, 2002. Dari penjelasan di atas, anak-anak memerlukan bimbingan dan sosialisasi teman sebaya, pada masa usia prasekolah diperlukan juga teman sebaya agar tercapainya perkembangan yang optimal. Teman sebaya didapatkan tidak hanya pada saat berkumpul di play group, tetapi pada saat bermain di sekitar lingkungan tempat tinggal, sehingga anak dapat bersosialisasi lebih luas. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan anak-anak di panti asuhan lebih banyak menghabiskan waktunya di sekitar area panti asuhan saja, anak-anak di panti asuhan jarang bertemu dengan teman sebaya yang berada di luar area panti asuhan, selain itu waktu untuk bermain pun di batasi oleh pengasuh, karena panti asuhan sudah menetapkan jadwal sehari-hari untuk anak-anak dipanti. Beberapa jadwal yang dibuat oleh panti asuhan antara lain pukul 05.30-06.00 bangun pagi, 06.00-06.30 mandi pagi, 06.30-07.00 sarapan pagi, 07.00-11.00 sekolah TK, 09.00-11.00 play group, 09.00-10.00 makan makanan ringan pagi, 10.00-11.00 bermain atau menonton televisi, 11.00- 12.00 makan siang, 12.00-14.30 tidur siang, 14.30-15.00 makan buah, 15.00- 15.30 mandi sore, 15.30-16.30 mengaji atau latihan sholat atau bermain, 16.30-17.00 makan sore, 17.00-19.00 menonton televisi, 19.00-19.30 makan makanan ringan malam, 19.30-20.00 persiapan tidur, 20.00-05.30 tidur malam.

D. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan peneliti dalam menyusun penelitian ini adalah: 1. Dalam pengumpulan data peneliti menemukan kesulitan dalam melakukan pendekatan kepada anak-anak di panti asuhan. 2. Peneliti masih mendapat kendala dalam mencari literatur, terutama untuk penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini, maupun penelitian yang dijadikan acuan. 3. Peneliti kesulitan dalam menemukan instrumen yang baku untuk menilai perkembangan psikososial, sehingga peneliti memodifikasi dari sumber- sumber yang didapat seperti Kuesioner Pra Skrining Perkembangan KPSP, dan Denver Development Screening Test DDST.

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Perkembangan psikososial anak usia 3-6 tahun sebagian besar adalah cukup. Anak-anak usia 3-6 tahun yang tinggal di panti asuhan sebagian besar laki-laki, dengan usia terbanyak adalah 4 tahun. 2. Sebagian besar perkembangan psikososial tahap inisiatif anak usia 3-6 tahun yang tinggal di panti asuhan adalah baik. 3. Perkembangan psikososial tahap rasa bersalah anak usia 3-6 tahun yang tinggal di panti asuhan sebagian besar adalah cukup.

B. Saran

1. PSAA Balita Tunas Bangsa a. Penerapan pengasuhan yang demokratis dalam mengasuh anak b. Pengasuhan yang konsisten, tidak berganti-ganti pengasuh untuk mencapai perkembangan psikososial yang lebih optimal. c. Menyediakan waktu untuk anak-anak di panti asuhan agar dapat bermain di luar panti, missal anak-anak dapat bermain di taman bermain di dekat wilayah panti asuhan, agar anak-anak mampu bersosialisasi dengan anak-anak di luar panti. d. Penambahan tenaga pengasuh agar pencapaian tugas perkembangan anak lebih optimal.