yaitu orang Jawa itu memiliki sifat “adem, ayem, tentrem” dingin, tenang, dan hidup tenang. Seaindainya saja orang-orang Jawa yang ingin bermain dikancah
politik membulatkan suara untuk satu orang tokoh, maka perpecahan suarapun kemungkinan tidak akan terjadi.
Hal ini juga didasari karena ide berdirinya Paguyuban Pujakesuma bukan sebagai kendaraan politik melainkan sebagai wadah tempat menunjukkan identitas
mereka, bahwa orang Jawa itu ada diantara etnis lain ditempat ia merantau. Ketidak kompakan orang Jawa dalam hal politik, dikarenakan adanya Budaya
Falsafah Jawa yang mengajarkan bahwa mereka harus hidup dengan tenang, tidak harus duduk diatas segalanya. Pujakesuma memposisikan dirinya sebagai identitas
diri bukan sebagai kendaraan politik. Dalam kontekstualnya orang Jawa dapat dipahami dengan dua hal yaitu
apakah orang Jawa itu sendiri sebagai konsepsi atau ideologi yang berarti orang Jawa itu sendiri mengerti akan budaya, tatakrama, dan norma-norma yang terpatri
dalam jiwa mereka sejak kecil. Kedua apakah orang Jawa itu sendiri hanya biologisnya saja yang berarti orang Jawa hanya sebagai identitas saja, tanpa
mereka mengerti akan budaya dan norma-norma serta tatakrama yang berlaku dalam budaya jawa.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada bagaimana visi dan misi Paguyuban Pujakesumua sebagai wadah perkumpulan orang Jawa di perantauan dan
relevansinya dengan kehidupan berpolitik.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Ruang Lingkup dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di kota Medan. Medan menjadi alasan peneliti dikarenakan Medan sangat kompleks dengan berbagai macam organisasi Etnis.
Disamping itu jumlah penduduk Etnis Jawa dikota Medan merupakan jumlah terbesar, tetapi terendah dalam sektor pemerintahan. Alasan lain adalah
paguyuban Pujakesuma yang ada di Medan merupakan DPW yang terbesar dan memiliki banyak kegiatan yang rutin dilakukan satu bulan sekali. Lebih tepatnya
peneiliti akan melakukan penelitian di daerah Medan Johor.
1.4 Tujuan Panelitian dan Manfaat Penelitian
Adapau tujuan dari penulisan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui bagaimana visi dan misi Paguyuban Pujakesuma sebagai
wadah perkumpulan orang Jawa di perantauan dan relevansinya terhadap kehidupan politik.
2. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang komunitas etnis di Sumatera Utara khususnya di medan
Hasil penelitian ini yang berupa tulisan, nantinya diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan pengetahuan tentang kepemimpinan di dalam
sebuah Paguyuban Pujakesuma pada orang Jawa di Sumatera Utara umumnya dan Medan pada khususnya. Tulisan ini juga diharapkan dapat menambah bahan
bacaan serta penerapan dari teori yang telah dipelajari selama mengikuti perkuliahan.
Universitas Sumatera Utara
1.5 Tinjauan Pustaka
Segala sesuatu tentang aktivitas manusia yang dilakukan sehari-hari adalah merupakan bagian dari pengetahuan, didalamnya terkandung nilai-nilai dan aturan
yang didapat melaui proses belajar dan juga pengalaman manusia dan semua terkandung didalam ‘mind’ manusia. Nilai budaya adalah lapisan paling abstrak
dan luas ruang lingkupnya, tingkatan ini adalah ide-ide yang mengopsesikan hal- hal yang bernilai dalam kehidupan masyarakat, suatu nilai budaya terdiri atas
kosepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat mengenal hal- hal yang harus mereka rasa sangat bernilai dalam hidup. Oleh karena itu, suatu
sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia Koentjaraningrat: 187
Menurut Koentjaranigrat masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu system adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan
yang terikat oleh suatu identitas bersama. Dalam masyarakat yang terbagi ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan identitas kultural, akan sulit mencapai
keterpaduan social, keterpaduan social yang dimaksud adalah suatu kondisi yang memungkinkan masing-masing kelompok dapat menjalin komunikasi tanpa harus
kehilangan identitas dari mereka. Kota Medan, sebagai kota yang majemuk dan sering disebut miniaturnya
Indonesia di diami oleh berbagai etnik dan agama selain itu Medan juga tidak
Universitas Sumatera Utara
memiliki budaya dominan ataupun kelompok dominan
6
. Menurut Geertz konsepsi masyarakat majemuk sebagai salah satu masyarakat yang terbagi-bagi kedalam
sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri-sendiri, dan masing-masing terikat dalam ikatan primordial
7
Di dalam situasi diperantauan asosiasi memegang peranan penting, yang bukan saja sebagai simbol identitas komunitas asal tertentu, tetapi juga memiliki
tujuan sosial atau ekonomi. Masyarakat yang terbagi kedalam asosiasi - asosiasi . Ikatan primordial itu memiliki kekuatan
memaksa yang sering mengorbankan rasionalitas, orang yang terikat pada anggota keluarga, suku, atau agama tertentu bukan karena keserasian hubungan pribadi,
kebutuhan praktis atau kewajiban yang dibebankannya tetapi karena sedikitnya bobot yang lahir dari ikatan itu sendiri
Paguyuban timbul untuk memenuhi hasrat manusia sebagai makhluk sosial agar bisa berhubungan secara intensif dengan orang lain, baik untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi, sosial, dan budaya. Paguyuban gemeinschaft ataupun bentuk assosiasi yang lain dapat diindikasikan sebagai upaya pelestarian identitas
Sihaloho 2006:421 Koentjaraningrat menyebutkan bahwa Perkumpulan merupakan kesatuan
manusia yang berdasarkan azas guna ciri-ciri perkumpulan itu sendiri meliputi Association, gesellchaft, solidarite contractual. Kelompok memenuhi syarat
dengan adanya sistem interaksi antara para anggota, dengan adanya adat, istiadat serta sistem norma yang mengatur interaksi itu. Dengan adanya kontuinitas serta
dengan adanya rasa identitas yang mempersatukan semua anggota tadi.
6
Kelompok dominan adalah kelompo yang merasa kuat, merasa mampu untuk mengatur dan menguasai orang lain sesuai kehendaknya melalui dominant value system yang diciptaknnya
Simanjuntak, 2005: 57
7
Primordial adalah ikatan-ikatan dalam masyarakat yang bersifat keasliaseperti kesukuan, kekerabatan keragaman dan kelompok atau dibawa sejak lahir
.
Universitas Sumatera Utara
itu kemudian melakukan identifikasi kultural. Yaitu masing-masingorang mempertimbangkan diri meraka sebagai representasi dari sebuah budaya
particular. Menurut Rogers Steinfatt dalam Rahradjo, identifikasi kultural akan menentukan individu-individun yang termasuk dalam ingroup dan individu-
individu yang termasuk kedalam outgroup. Russel dalam Simanjuntak, 2002 : 266, menyebut kekuasaan sebagai produk
pengaruh yang diharapkan. Bila seorang tujuan yang juga diinginkan orang lain, serta memperoleh keinginan lainnya, maka itu memiliki kekuasaan lebih besar..
Weber dalam simanjuntak, 2002:267, menyebut didalam kekuasaan terdapat kemampuan seseorang untuk memaksakan kehendak kepada orang lain, walaupun
orang lain melakukan perlawanan. Jadi kekuasaan adalah kesempatan untuk menguasai orang lain, sehingga orang lain mematuhi gagasan seseorang atau
kelompok orang lain. Geertz mengungkapkan bahwa Negara adalah arena persaingan etnik dalam mempengaruhi kekuasaan
Menurut Koentjaraningrat 1990:199, pemimpin memerlukan tiga unsur penting untuk menjalankan kewibawaannya dengan memuaskan, yaitu 1
kekuasaan, 2 kewibawaan, dan 3 popularitas. Kekuasaan yang terdapat dalam soosk seorang pemimpin menurut pandangan
tradisi orang Jawa adalah sebagai sesuatu yang kongkret, homogen, tetap jumlah keseluruhannya, dan sebagai kekuasaan mempunyai implikasi-implikasi moral
yang inheren. Dalam kepercayaan tradisi Jawa terdapat dua jenis model pencarian kekuasaan:
Universitas Sumatera Utara
• Tradisi Ortodoks, ialah melalui cara dan praktek yoga seperti; berpuasa, tidak tidur, bersemadi, tidak melakukan hubungan seksual, dan
memberikan sesaji • Tradisi Heterodok, ialah melalui cara mabuk-mabukan, pesta-pesta seks
dan pembunuhan ritual Balandier mengungkapkan bahwa tidak ada masyarakat tanpa kekuasaan
politik dan tidak ada kekuasaan politik tanpa hirarki-hirarki serta hubungan- hubungan tak seimbang diantara individu-individu dan kelompok-kelompok.
Semua masyarakat, pada derajat yang berbeda, bersifat heteroge; sejarah lalu menambahkan elemen-elemen baru atasnya dengan tanpa menghapuskan elemen-
elemen yang lama sepenuhnya; diferensiasi atas fungsi-fungsi pun menggadakan kelompok-kelompok yang mengemban fungsi-fungsi tadi, atau membuat
kelompok-kelompok yang sama menmepati aspek-aspek yang berbeda menurut situasinya.
Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kepemimpinan juga sering dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh konsensus anggota organisasi untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan
bersama dapat tercapai Ada 5 teori mengenai kepemimpinan yang efektif yaitu
• Competency Perspective Dalam Competency Perspective, seorang pemimpin yang efektif harus
memiliki 7 kompetensi :
−
Drive yaitu pemimpin memiliki motivasi dari dalam diri sendiri untuk mencapai tujuan
Universitas Sumatera Utara
−
Leadership Motivation yaitu pemimpin memiliki kemauan yang keras untuk mempengaruhi bawahannya.
−
Integrity yaitu kepemimpinan yang dapat dipercayai dan
melaksanakan apa yang dikatakannya.
−
Self-confidence yaitu seorang pemimpin memiliki keyakinan akan kemampuannya.
−
Intelligence yaitu pemimpin memiliki kemampuan kognitif yang di atas rata-rata untuk memproses informasi yang banyak.
−
Knowledge of the business yaitu pemimpin memiliki pengetahuan mengenai lingkungan bisnisnya untuk mengambil keputusan.
−
Emotional Intelligence yaitu seorang pemimpin memiliki kemampuan dalam menguasai emosinya dan emosi orang lain, memisahkannya
dan menggunakan informasi untuk memandu pikiran dan tindakannya. • Behavioral Perspective
Dari sudut pandang Behavioral, kepemimpinan dianggap efektif bila mengerti perilaku bawahannya sehingga bisa mempengaruhi dan
memotivasi bawahannya, dalam hal ini setiap orang diperlakukan dengan cara yang berbeda. Tipe orang ada 2 yaitu tipe anak kecil dan tipe orang
dewasa, dalam menghadapi tipe anak kecil pemimpin harus menggunakan People-Oriented Leadership, sedangkan menghadapi orang dewasa harus
menggunakan Task-Oriented Leadership. • Contingency Perspective
Universitas Sumatera Utara
Menurut pandangan Contingency, seorang pemimpin harus dapat membaca situasi, gaya pemimpin harus sesuai dengan situasi, dan dapat
berubah menurut situasi. • Transformational Perspective
Menurut pandangan transformasi, pemimpin harus bisa melahirkan pemimpin dengan jalan mengkomunikasikan visinya, memodelkan,
membangun komitmen dan menciptakan visi • Romance Perspective
Pandangan terakhir adalah Romance Perspective of Leadership, Pandangan sebelumnya telah membuat asumsi dasar mengenai
kepemimpinan, tetapi ada sebuah bukti bahwa eksekutif senior memiliki pengaruh dalam kinerja sebuah organisasi. Pandangan ini menjelaskan ada
3 proses persepsi yang menyebabkan orang untuk menekankan pentingnya kepemimpinan dalam menjelaskan kegiatan organisasi, proses ini adalah
Attributing Leadership, Stereotyping Leadership dan Kebutuhan untuk mengendalikan situasi
Artinya bahwa kebutuhan dan perubahan pada sebuah perkumpulan didasarkan pada kebutuhan-kebutuhan dan situasi yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat, yang diakibatkan persaingan-persaingan antar etnik untuk menunjukkan jati diri dari tiap etnik tertentu.
Kebudayaan menurut Clifford Geertz merupakan “tenunan makna”, atau ide- ide, yang terdapat dalam simbol-simbol, yang dengannya orang melanjutkan
pengetahuan mereka tentang kehidupan dan mengungkapkan sikapnya. Geertz
Universitas Sumatera Utara
berpendapat bahwa simbol-simbol memuat makna dari hakekat dunia dan nilai- nilai yang diperlukan seseorang untuk hidup didalam masyarakatnya. Simbol
merupakan rumusan-rumusan, pandangan-pandangan yang kelihatan dari abstraksi-abstraksi pengalaman yang ditetapkan dalam bentuk-bentuk yang di
inderai, perwujudan-perwujudan konkret dari gagasan-gagasan, sikap-sikap, putusan-putusan, kerinduan-kerinduan atau keyakinan-keyakinan dari dalam diri
manusia. Tidak ada kejelas nyata, alami, atau hubungan penting antara simbol dengan apa yang disimbolkan atau apa yang dimaknai
Manusia dikatakan sebagai makhluk simbolik karena kemampuan manusia dalam memberi makna terhadap berbagai hal di dalam kehidupannya, Manusia
begitu membutuhkan sumber-sumber simbolis dala lingkup kebudayaannya untuk menemukan pegangan-pegangan di dalam dunianya. Gagasan-gagasan, nilai-nilai,
tindakan-tindakan, bahkan emosi-emosi yang dialami oleh pribadi individu dalam suatu masyarakat merupakan hasil dari kebudayaan. Menjadi manusia adalah
menjadi individu, dan manusia menjadi individu di bawah pengarahan pola-pola kebudayaan yang sifatnya kolektif yaitu sistem makna yang tercipta secara
historis yang dengannya manusia memberi bentuk dan arahan bagi kehidupannya. Barth menjelaskan bahwa suatu kelompok etnik adalah suatu organisasi social
golongan social yang askriftif, yang berkenaan dengan asal muasal yang mendasar dan umum, memiliki identitas dan menjadi atau merupakan bagian atau
sub system dalam system social yang luas. Bagian-bagian kelompk etnik yang terdapat ditengah-tengah masyarakat atau yang ada pada tiap kelompok etnik,
dipimpin oleh pemimpin yang mereka anggap dapat membawa mereka atau memajukan kelompok etnik mereka diantara etnik yang lain
Universitas Sumatera Utara
1.6 Metode Penelitian