1.6 Metode Penelitian
Peneltian ini bersifat deskriftif, yang menggunakan data kualitatif dan juga mengumpulakn data sebanyak mungkin dari lapangan. Data yang didapat
diharapkan telah dapat menjawab permasalahan dari tujuan penulisan karya ilmiah ini.
a. Penentuan informan
Penelitian ini menggunakan beberapa jenis informan yaitu; 1. Informan pangkal: adalah orang-orang yang berada dalam paguyuban
Pujakesuma, informan ini telah dapat memberikan informasi dan data yang diperlukan
2. Informan kunci: adalah mereka orang-orang yang memiliki pengaruh penting didalam paguyuban Pujakesuma, atau menduduki posisi
penting dalam Paguyuban tersebut seperti para sesepuh-sesepuh dari paguyuban, dan tokoh-tokoh yang ada di dalam paguyuban
Pujakesuma.
b. Teknik wawancara
Teknik wawancara digunakan untuk mengetahui dan memperoleh jawaban tentang bagaimana konsep kepemipinan menurut orang Jawa yang ada
didalam Paguyuban tersebut. Wawancara ini menggunakan wawancara mendalam dept interview.
Universitas Sumatera Utara
c. Teknik observasi
Teknik observasi dilakukuan untuk melihat kegiatan dan aktivitas yang ada di dalam paguyuban Pujakesuma. Peneliti juga menggambarkan keadaan
Paguyuban Pujakesuma serta aktivitasnya yang rutin dilakukan dengan para anggotanya
1.7 Analisis Data
Analisis data yang dilakukan adalah dengan meneliti kembali data yang telah diperoleh dari lapangan secara kualitatif. Data yang telah didapat
diklasifikasikan sesuai dengan bagiannya masing-masing sesuai dari daftar interview guide yang telah dibuat, setelah itu data di sesuaikan dengan kategori
tertentu sesuai dengan bagian dan juga kelompok data masing-masing sesuai dengan masalah yang telah ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II Sejarah Datangnya Orang Jawa di Sumatera
2.1.
Sejarah datangnya Orang Jawa ke Sumatera
Terjadinya arus migrasi penduduk yang deras dari pulau Jawa untuk menjadi kuli kontrak di Sumatera berlangsung menjelang terjadinya depresi
ekonomi dunia. Para penduduk miskin di Jawa yang terutama berada di desa-desa terpencil, dibawa ke Sumatera Timur untuk di jadikan pekerja di sejumlah
perkebunan di wilayah tersebut. Selain itu pemerintah kolonial Belanda mengubah kebijakan kolonisasi, dengan menciptakan koloni penduduk asal Jawa di
perkebunan-perkabunan yang telah mereka buat. Kebijakan kolonisasi penduduk dari pulau Jawa ke luar Jawa
dilatarbelakangi oleh:1 Melaksanakan salah satu program politik etis, yaitu emigrasi untukmengurangi jumlah penduduk pulau Jawa dan memperbaiki
tarafkehidupan yang masih rendah. 2 Pemilikan tanah yang makin sempit dipulau Jawa akibat pertambahan penduduk yang cepat telah menyebabkantaraf
hidup masyarakat di pulau Jawa semakin menurun. 3 Adanya kebutuhan pemerintah kolonial Belanda dan perusahaan swasta akan tenaga kerja di daerah-
daerah perkebunan dan pertambangan di luar pulau Jawa. Politik etis yang mulai diterapkan pada tahun 1900 bertujuan mensejahterakan masyarakat petani yang
telah dieksploitasi selama dilaksanakannya culture stelsel sistem tanam paksa. Pembukaan Onderneming perkebunan besar yang dilaksanakan oleh
perusahaan perkebunan asing orang-orang Eropa baik Hindia Belanda maupun
Universitas Sumatera Utara
perusahaan asing lainnya yang dilindungi oleh Pemenritah Hindia Belanda
8
Bersamaan dengan pesatnya pembukaan lahan baru untuk perkebunan tembakau, tahun 1890-1920 adalah era dimana masuknya gelombang kuli untuk
bekerja di perkebunan tembakau swasta milik Belanda datang secara besar- besaran. Para kuli yang disebut kuli kontrak adalah kebanyakan dari Jawa.
Kebanyakan dari mereka tertipu oleh bujukan para agen pencari kerja yang mengatakan kepada mereka bahwa Deli adalah tempat dimana pohon yang
berdaun uang metafor dari tembakau. Dijanjikan akan kaya raya namun kenyataannya mereka dijadikan budak. Selama puluhan tahun mereka menjalani
kehidupan yang sangat tidak manusiawi, upah yang sangat rendah, perlakuan kasar majikan
. Perkembangan yang pesat dalam pembangunan perkebunan ini, karena pada masa
itu Belanda sudah mulai memasuki era imperialism modern dengan memberlakukan Undang-Undang Agraria tahun 1870 bagi seluruh wilayah HIndia
Belanda, yang menciptakan iklim kemantapan berusaha bagi para pengusaha Belanda atau orang lainnya.
9
Orang-orang asing berlomba menanamkan modal ke Sumatera Timur. Oleh karena sulit mendatangkan buruh Cina dan India ke Sumatera Timur, maka
kuli kontrak didatangkan dari Jawa. Masuknya kuli kontrak asal Jawa dan China ke Medan tentu mengubah warna daerah ini
.
10
8
Wong Jowo Di Sumatera, 2008:72
9
Wong Jowo Di Sumatera, 2008:74
. Mereka datang karena tertipu bujuk rayu makelar pencari tenaga kerja. Pada masa Hindi Belanda orang Jawa
didatangkan dari kampung miskin di Jawa. Awalnya “Werk” atau agen pencari
10
http:cintamedan.blogspot.com200811sejarah-kota-medan.html
Universitas Sumatera Utara
“kuli” datang kepelbagai kampungdesa di Jawa yang dilanda paceklik, menggoda mereka untuk bekerja ke sumatera.
Kedatangan kuli asal Jawa di mulai pada tahun 1880, pemerintah Tiongkok makin mempersulit buruhnya ke deli. Sementara itu, pemerintah Inggris
di India juga mengajukan berbagai persyaratan bagi pekerja Tamil yang hendak ke Deli. Namun, calo buruh kebun di penang dan singapura tetap memasok tenaga ke
Deli, dengan tipuan hendek memperkrjakan meraka ke Johor. Oleh karena itu, tahun 1880 awal kedatangan buruh Jawa ke Deli, yaitu masukya 150 orang dari
bagelen. Jumlah ini mengalir terus, sampai akhirnya mengalahkan jumlah buruh kebun asal Cina dan Tamil
Selain itu, upah para buruh Jawa lebih rendah dari pada buruh Cina yang pada waktu itu juga merupakan kuli kontrak. Mereka orang Cina datang lebih
dulu ke Sumatera Timur untuk sebagai kuli kontrak ketimbang kuli kontrak asal Jawa. Sehingga Pemerintah colonial mendorong kedatangan perempuan dari Jawa
dan mengizinkan majikan mengerahkan mereka sebagai tenaga kerja penuh. Pada tahun 1905, diantara 33.961 orang kuli kontrak Jawa terdapat 6.290 orang
perempuan
11
Istilah “koeli” diperkirakan berasal dari bahasa Inggris cooli yang mengadopsi kata kuli dari bahsa Tamil yang artinya upahan untuk pekerjaan
kasar. Perkelahian pemberontakan sampai dengan pembunuhan, merupakan cerita sehari-hari di perkebunan. Jadi kuli kontrak adalah sebutan bagi mereka yang
hidup sengsara di Jawa, kemudian mengikatkan diri pada perjanjian kerja yang akhirnya tetap membuat mereka sengsara di negeri seberang, yakni Sumatera.
.
11
Breman, Menjinakan Sang Kuli, 1997:67
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1900-an, liberalisasi ekonomi dipandang sebagai kunci menuju “kamakmuran” di negeri jajahan Belanda ini. Dimana konsentrasi terbesar terlatak
di Sumatera Timur, saat terjadi ledakan ekspansi capital swasta di berbagai jenis perkebunan seperti tembakau dan karet. Saat itulah, pertumbuhan kuli kontrak
dari Jawa mengalami ledakan. Ribuan kuli kontrak didatangkan guna menyulap hutan belantara menjadi perkebunan. Tinggal di barak-barak perkebunan dengan
kondisi mengenaskan, nyaris tanpa kemajuan selain sekedar bisa makan. Malah berbagai kesenian yang mereka bawa dari tanah leluhur porak-poranda.
Di Sumatera Utara, Kuli Kontrak akhirnya menjadi suatu istilah yang menunjukkan betapa parahnya kehidupan manusia. Hubungan seks sangat
longgar, kawin cerai merupakan hal yang biasa. Setiap kali para kuli menerima gaji, pengusaha kolonian menggelar perhelatan besar, berbagai tarian-tarian
digelar, alcohol, seks, dan judi dihalalkan. Para Bandar datang dari kota untuk menguras isi kantong Kuli Kontrak. Hal ini memang dirancang untuk terus
memiskinkan mereka, sehingga terus memperpanjang kontrak, karena gaji yang mereka terima tidak pernah tersimpan.
Semakin padatnya penduduk Jawa dan dugaan itulah penyebab semakin miskinnya sebagian penduduk pedalaman, itu juga mendorong pemerintah
kolonial bersikap toleran terhadap pengiriman tenaga kerja ke Sumatera Timur. Keengganan masa lalu karena rasa tak puas dengan tingkat upah yang terlalu
rendah telah lenyap dan kini kian kuat anjuran pemerintah kepada mereka yag tak mempunyai mata pencaharian di daerah kelahirannya untuk nerangkat ke
Sumatera Timur. Karena Jawa semakin penting sebagai pemasok kuli pada sekitar
Universitas Sumatera Utara
pergantian abad ini jumlah kuli yang diangkut berkisar sekitar 7.000 orang setahun
12
Pada tahun 1926, kuli kontrak laki-laki Jawa berjumlah 142.000 orang, sedangkan buruh wanita Jawa 52.400 orang. Namun, catatan Belanda lainnya
menunjukkan tahun 1920 saja, jumlah orang Jawa di Sumatera Timur ada 353.551 orang, melebihi jumlah orang Melayu yang tercatat 285.553 orang. “sampai
menjelang Perang Dunia II, 35 penduduk Sumatera Timur adalah orang Jawa”
.
13
Perkembangan tersebut menghasilkan banyak perubahan. Dalam tempo dua puluh tahun. Bedeng-bedeng batas tanah warisan generasi silam nyaris tak
kelihatan lagi. Kebanyakan telah berubah menjadi rumah permanen atau semi . pada masa Orde Lam, kondisi para kuli ini tidak banyak berubah.
Gawatnya urusan pangan, telah menghasilkan migrasi besar-besaran kembali ke buruh tani dari Jawa ke Sumatera. Namun, di perantuan pun situasi mereka tidak
lebih baik. Politik Berdikari penguasa Orde Lama telah menimbulkan kesulitan pangan dimana-mana .
Baru pada tahun 1980-an, ketika ekonomi Indonesia mulai memasuki era Industri dan jasa keadaan mulai berubah. Pertumbuhan ekonomi di Sumatera
Utara mencapai delapan persen per tahun, telah mendorong peningkatan belanja masyarakat. Sector jasa, perdagangan, dan industry melaju sesuai laju permintaan.
Karenanya, para kuli kontrak dan keluarganya sebagaian mulai bergerak ke kota, untuk bekerja sebagai buruh pabrik, pelayan toko, kuli bangunan, sampai penjual
pecel dan juga pembantu rumah tangga.
12
Breman, Menjinakan Sang Kuli, 1997:68
13
Sihaloho, 2006:430
Universitas Sumatera Utara
permanen, berbarengan dengan itu, secara cultural mereka telah menjadi bagian dari Kota
2.2. Sejarah Terbentuknya Pujakesuma
Paguyuban Pujakesuma adalah paguyuban yang berdiri pada tanggal 10 Juli 1980. Sebelum berdirinya paguyuban ini, paguyuban ini adalah sebuah
sanggar dan perkumpulan seni dan budaya jawa yang berdanama IKJ Ikatan Kesenian Jawa yang didirikan oleh Letkol Sukardi. Dengan seiring
perkambangan waktu maka pada Tahun 1979-an IKJ diubah namanya menjadi Paguyuban Pujakesuma Putera Jawa Kelahiran SumateraKeberadaan Sumatera,
paguyuban ini pada awalnya didirikan oleh Bapak Danu. Ia merupakan tokoh kesenian Jawa pada masa itu, kemudian Paguyuban diresmikan pada Tahun 1980.
Berdasarkan keputusan yang ditetapkan pada masa itu, paguyuban ini berdiri sebagai wadah berkumpulnya orang-orang yang berketurunan Jawa, keturunan
jawa meliputi seluruh Pulau Jawa baik apakah seorang tersebut berasa dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan juga DKI Jakarta. Dalam musyawarah
mereka, mereka menjelaskan bahwa yang terpenting adalah orang Jawa yang lahir di Sumatera atau berada di sumatera maupun diluar pulau jawa.
Selain itu, Paguyuban ini juga bertujuan untuk meningkatkan taraf ekonomi dan social masyarakat Jawa di Sumatera Utara. Paguyuban Pujaksuma
merupakan sebuah organisai yang murni tanpa mengharapkan pamrih, paguyuban ini bertujuan mengembangkan nilai-nilai budaya dan leluhur yang baik. Seperti
kata-kata yang memiliki nilai filosofi seperti “Sepi Ing pemreh Rame Ing
Universitas Sumatera Utara
Gawe
14
Karena bagitu terus tanpa perkembangan, dapat disimpulkan bahwa untuk memperbaiki tingkat kehidupan mereka harus dimulai dengan memperbaiki
kesejahteraan, dan tidak mungkin meningkatkan taraf hidup tanpa perbaikan ekonomi. Untuk itu menurut Danu Wakil Sekretaris Generasi Muda Pujakesuma
Sumatera Utara, berbagai kegiatan ekonomi juga telah dirintis dalam Pujakesma, salah satunya Koperasi Kesuma Bangsa yang memiliki berbgaia
kegiatan usaha” ”, motto ini sudah tertanam dalam Paguyuban Pujakesuam sebagai
lendasan bertindak mereka. Sesuai dengan latar belakang ekonomi yang mendasari kedatagan sebagian
besar etbis Jawa di Sumatera, disamping Budaya, kemiskinan merupakan satu keprihatinan utama. Seperti diketahui bahwa orang Jawa yang berada di Sumatera
pada umunya berada di perkebunan, sehingga banyak ditemui dalam masyarakat kalau orang tuanya buruh perkebunan, anak, cucu, hingga cicitnya pun menjadi
buruh.
15
Sejak Kasim Siyo mulai memimpin Pujakesuma pada tahun 1997, kegiatan Pujakesuma waktu itu sebenarnya sedang lesu, banyak anggota yang merasa
enggan. Pada masa orde baru Pujakesuma telah disalahgunakan untuk kepentingan salah satu partai poitik. Karenanya dalam kepenguruasannya,
diputuskan bahwa Pujakesuma tidak akan berpolitik, tetapi kembali pada asalnya sebagai paguyuban, untuk mengembangkan kebudayaan Jawa serta kegiatan
ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan warganya.
14
moto ini memiliki arti bahwa tidak mengharapkan pamrih atau imbalan tetapi banyak berbuat untuk kepentingan umum dengan tidak mementingkan kepentingan pribadi dan lebih
mengutamakan sifat gotong royong.
15
Sihaloho, 2006:440
Universitas Sumatera Utara
Setelah keluar dari politik praktis, kegiatan ini mulai kembali bergairah. Seperti memperoleh gairah hidupnya kembali, kerinduan masyarakat Jawa
perantuan mendapat tempatnya di Pujakesuma. “sekalipun demikian, masih banyak juga yang traum, takut dibawa-bawa ke politik lagi, sehingga masih
banyak yang belum terlibat”
16
a. Rukun : rukun itu damai, tak banyak berselisihbertengkar
2.3 Visi dan Misi Paguyuban Pujakesuma