ini dapat disimpulkan, kepemimpinan itu erat hubungannya dengan bagaimana pola prilaku masyarakat dalam menjalani hidup. Artinya,
kepemimpinan bukan suatu yang mutlak yang dapat disimpulkan begitu saja. Karena kepemimpinan itu sendiri memiliki berbagai acuan yang
menyokongnya. Sehingga dalam penentuannya, konteks kepemimpinan harus lebih difokuskan terlebih dahulu. Sebab, moral, pola pikir dan prilaku
masyarakat dapat lebih mempengaruhi proses kepemimpinan itu sendiri.
3.3. Bentuk Dukungan bagi Pemimpin 3.3.1. Dukungan Spiritual
Sebuah pengkajian atas teori-teori “pribumi” tentang kekuasaan memperlihatkan bahwa kekuasaan itu sering dikaitkan dengan sebuah
kekuaatan yang dipandang substansial sekali, atau, lagi-lagi, sebagai bukti keabsahan kekuasaan sebagai kondisi bagi subordinasi. Dalam masayarakat-
masyarakat modern, keterkaitan pun kekuasaan dan religi masih berbobot, karena kekuasaan tak pernah kosong dari isi religiusnya, yang kendatipun
diperkecil atau diperbalikkan , namun tak pernah tak hadir Balandier, 1986: 130,132.
Pada tradisi Jawa kuno, dukungan spiritual bagi seorang pemimmpin dilakukan dengan cara melakukan selametan, dan doa-doa yang dipanjatkan
bagi sang pencipta. Para masyarakat berdoa agar pemimpin yang mereka dukung atau pemimpin yang sedang berkuasa mendapatkan kebaikan dan
juga selalu melindungi rakyatnya. Selain itu mereka juga membarikan
Universitas Sumatera Utara
persembahan-persembahan berupa sesaji sajen kepada roh-roh halus roh nenek moyang mereka, hal ini dilakukan agar para roh-roh nenek moyang
mereka memberikan pertolongan kepada pemimpin mereka. Pada masa sekarang, orang Jawa terutama masyarakat urban
perkotaan, memilih dan mendukung pemimpin hanya sebatasa kesamaan agama dan etnis, Seperti ugkapan Bapak Rahman :
Pemimpin yang saya pilih adalah orang yang memiliki kesamaan suku dengan saya, tetapi saya juga harus kembali melihat latar
belakang agamanya. Jika agamanya sama dengan saya maka saya mau memilih orang itu sebagai pemimpin saya. Teapi semuanya
tidak terlepas dari etika dan moral seorang pemimpin itu sendiri apakah ia pantas untuk menjadi pemimpin atau tidak. Jadi
dukungan yang saya harus memiliki kesamaa agama dengan saya.
Bagi mereka orang Jawa, perbedaan etnis bukanlah satu masalah hanya saja kesamaan keyakinan masih menjadi satu acuan dalam pilihan
mereka dalam memilih seorang pemimpin.
3.3.2. Dukungan Politik
Dukungan politik adalah sebuah upaya untuk memberikan motivasi, tokoh yang dukung tidak adalah mereka yang memiliki ikatan emosional baik
keeluargaan, etnis, bahkan terhadap sebuah keyakinan. Dukungan politik yang diberikan tentu merupakan sebuah kata yang sering disebut orang
dengan condongnya seseorang atau kelompok terhadap orang yang didukungya. Tentu hal imi tidak terlepas dari adanya budaya politik. Budaya
politik merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat, dengan ciri-ciri yang lebih khas.. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan
kekuasaan, proses pembuatan kebijaksanaan pemerintah, kegitan partai-partai
Universitas Sumatera Utara
politik, perilaku aparat negara, serta gejolak masyarakat terhadap kekuasan yang memerintah. Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan,
kegiatan ekonomi dan sosial, kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Maka budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan
keputusan nasional yang menyangkut pola pengalokasian sumber-sumber masyarakat. Buda ya Politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang
dimiliki bersama oleh masyarakat, namun setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitnya.
Seperti juga di Indonesia. Menurut Anderson bahwa kebudayaan Indonesia cenderung membagi
secara tajam antara kelompok elite dengan kelompok massa. Menurt Almond dan powell berpendapat bahwa budaya politik merupakan dimensi psikologi
dari sistem politik, yang mana budaya politik bersumber dari perilaku lahiriah dari mansuia yang bersumber pada penalaran-penalaran yang sadar
.
Gabriel A. Almond mengajuka n tiga macam klasifikasi budya politik
Sitepu, 2006 : 49
: • Budaya politik parokial parochial political culture, yaitu tingkat
pastisipasinya sangat rendah yang disebabkan factor kognitif, missal tingkat pendidikannya rencah
• Budaya politik kaula subject political cultures, yakni masyarakat yang bersangkutan sudah relative maju social ekonominya, akan
tetapi masih bersifat pasif • Budaya politik pasrtisipasi participant political culture, yakni budaya
politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kehidupan sehari-hari, orang Jawa yang memiliki jumlah dominan di Sumatera pada umunya memiliki cirri budaya politik yang
tingkat partisipasi politiknya rendah. Hal ini bukan berarti orang Jawa tidak ikut dalam setiap pemilihan umum, tetapi terletak pada pilihan dan dukungan
yang mereka berkan pada seseorang jika orang tersebut akan maju sebagai pemimpin.
Masyarakat Jawa dan sebagaian besar masyarakat Indonesia lainnya pada dasarnya bersifat hirarki. Stratifikasi social tidak didsarkan kepda atribut
social yang materialistic, akan tetapi lebih kepada akses kekuasaan. Ada pemilihan yang tegas antara mereka yang memegang kekuasaan dengan cara
berkespresi dengan melalui bahasa atau pola yang memperlihatkan mimik yang diwujudkan lewat bahasa.
Menurut Bapak Supeno:
Dukungan yang diberikan oleh orang Jawa kepada orang yang mau jadi pemimpin di Sumatera ini, tidak dilihat dari kesamaan suku saja.
Walau dia beda suku dengan “kita” tetapi kalau program yang dibicarakan dan ditawarkan bagus ya akan kita dukung. Asal orang
itu siapapun dia mau menjadi pelindung bagi “kita” orang Jawa.
Ada anggapan bahwa orang Jawa wong cilik kurang aktif dalam dunia politik, ideologi yang sudah tertanam sejak zaman nenek
moyang mereka yaitu orang Jawa itu memiliki sifat “adem, ayem, tentrem” dingin, tenang, dan hidup tenang menyebabkan mereka tidak
mau ambil pusing dengan masalah masalah yang berbau dengan kekuasaan.
Universitas Sumatera Utara
3.4. Pemahaman Budaya Jawa