4.4. Pully
4
3 2
1
Rumah Screw
Motor
Gambar 4.4. Konstruksi pully dan Sabuk Keterangan :
1. pully pada motor penggerak 0 2,5“
2. pully pada motor penggerak 0 12“ 3. pully pada motor penggerak 0 2“
4. pully pada motor penggerak 0 8“ Dengan mengabaikan slip pada sabuk maka jumlah putaran pada masing-
masing pully adalah sebagai berikut : Maka untuk menentukan besar putaran pada pully yang diterima dari
putaran motor Khurmi, 1980 menyatakan : n
1
.d
1
d
2
Universitas Sumatera Utara
n
2
= dimana
: d
1
= diameter pully penggerak mm n
1
= putaran pully penggerak rpm d
2
= diameter pully yang digerakkan mm n
2
= putaran pully yang digerakkan mm Pully 1 dengan 2
n
2
= n
1
.d
1
d
2
n
2
= 1380.2,5”
12” = 287,5 rpm
Maka putaran pully 2 = 594 rpm Pully 3 dengan 4
n
2
= n
3
.d
3
d
4
n
2
= 287,5.2”
8” = 71,875 rpm
4.5. Sabuk
Jarak yang jauh antara dua buah poros sering tidak memungkinkan transmisi langsung ke roda gigi, dalam hal demikian cara transmisi putaran atau
daya yang lain dapat digerakkan, dimana sebuah sabuk dibelitkan sekeliling pully pada poros.
Untuk transmisi daya digunakan sabuk V karena mudah penggunaannya. Jenis sabuk V terdiri dari beberapa type dan ukuran penampang maka untuk
menentukan type dan ukuran penampang sabuk yang digunakan harus sesuai dengan daya rencana dan putaran poros penggerak.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5 a. Diagram pemilihan sabuk
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5 b Ukuran penampang dan konstruksi sabuk Sesuai dengan daya rencana Kw yang dipergunakan dan putaran rpm
yang dihasilkan oleh motor pada pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa sabuk V yang dipakai adalah type A.
12,5
b
x x
β β
9
40
Gambar 4.5 c Ukuran penampang sabuk “V” type A Dimana :
2 β =
40
β = 20
Tg β =
x 9
X = tg 20
. 9 =
3,275 mm
B = 12,5 – 2x
= 12,5 – 2 3,275 =
5,95 mm
Luas sabuk : A
= 9 . b + 2. 0,5 . 3,275 . 9 = 9 . 5,95 + 2. 0,5 . 3,75 . 9
Universitas Sumatera Utara
= 83,025
mm²
4.5.1 Transmisi dari motor penggerak ke poros reduksi oleh sabuk.
1. Kecepatan linier sabuk Untuk menentukan kecepatan linier sabuk Sularso, 1987 menyatakan :
V =
π .dp .n
1
60.1000 Dimana
: V
= kecepatan linier sabuk ms dp
= diameter pully penggerak mm n
1
= putaran pully penggerak rpm
V =
3,14 .63,5 .2850 60.1000
= 9,47 ms 2. Jarak sumbu kedua poros
Untuk menentukan jarak sumbu kedua poros Sularso, 1987 menyatakan:
V = 2 x Dp
Dimana :
C = jarak sumbu kedua poros mm
Dp = diameter pully yang digerakkan mm
C = 2 x 304,8 mm
= 609,6
mm a
= sudut kontak antara sabuk dengan pully penggerak θ =
180 -
57 Dp – dp c
θ = 180
- 57 304,8 – 63,5 609,6
Universitas Sumatera Utara
θ = 180
- 22,56 θ =
157,44 π
180 θ =
180 x
θ = 2,75 rad
3. Tegangan sabuk Untuk menentukan Tegangan sabuk Sularso, 1980 menyatakan:
= e
μ.θ
T
1
T
2
Dimana :
T
1
= tegangan sisi kencang sabuk kg T
2
= tegangan sisi kendur sabuk kg Untuk menentukan bilangan alam Hartono, 1982, menyatakan:
e = bilangan alam = 2,7182
μ = koefisien gesek antara sabuk dan puli
0,45 – 0,60 = 2,718
0,5 . 2,75
T
1
T
2
Maka khurmi, 1980 menyatakan T
1
= σ .b .t
Dimana :
σ = tegangan tarik bahan sabuk
Maka Jac.Stolk and C.Kross, 1981, menyatakan : Bahan
karet σ = 0,4 – 0,5 kgmm²
b = lebar sabuk mm
t = tebal sabuk mm
T
1
= 0,45 . 5,96 .9
Universitas Sumatera Utara
= 21,4
kg T
1
= 3,95 T
2
21,4 3,95
T
2
= T
2
= 5,41 kg
4. Daya yang ditransmisikan Untuk menentukan Daya yang ditransmisikan Hanoto, 1981 menyatakan:
P
o
= T
1
- T
2
v Dimana
: P
o
= Daya yang ditransmisikan watt V
= kecepatan linier sabuk ms Po
= 21,4 – 5,41 9,74 Po
= 151,42 watt Po
= 0,151 Kw 5. Panjang keliling sabuk L
L = 2 c + dp + Dp + Dp – dp ²
π 2
1 4c
= 2. 609,6 + 304,8 + 63,5 + 304,8 – 63,5 ² 3,14
2 1
4.609,6 L
= 1219,2 + 578,231 + 23,87 L
= 1821,301 mm
Berdasarkan sabuk V standart dengan nomor nominal 72 inchi atau 1829 mm table sularso, 1987 hal 168
Maka L = 1829 mm Dalam perdagangan terdapat bermacam – macam sabuk, namun
mednapatkan sabuk yang panjangnya sama dengan hasil perhitungan umumnya sukar, maka jarak sumbu poros sebenarnya dapat dinyatakan sebagai :
Universitas Sumatera Utara
Maka salarso, 1987, manyatakan :
C =
b + b² - 8 Dp – dp² 8
Dimana :
b = 2L – 3,14 304,8 – 63,5
= 2 x 1829 – 3,14 304,8 – 63,5 = 3658 – 757,68
= 2900 mm
C =
2900 + 2900² - 8304,8 – 63,5² 8
C = 724,95 mm
6. Besar sudut α
Untuk menentukan Besar sudut α Khurmi, 1980, menyatakan :
Sin α =
r
1
– r
2
C = 152,4 – 31,75
724,95 Sin
α = 0,166 α =
9,55
r
1
= jari-jari pully yang digerakkan mm r
2
= jari – jari pully penggerak mm
Universitas Sumatera Utara
4.5.2 Transmisi dari motor reduksi keporos batu gilas.
1. Kecepatan linier sabuk
V =
π .dp .n
1
60.1000 V
= 3,14 .50,8 .594
60.1000 V
= 1,58 mm
2. Jarak sumbu kedua poros c
= 2 x Dp c
= 2 x 203,2 c
= 406,4 mm
3. Sudut kontak antara sabuk dengan pully θ =
180 -
57 Dp – dp c
θ = 180
- 57 203,2 – 50,8 406,4
θ = 180
- 21,37 θ
= 2,77 rad
4. Tegangan sabuk Untuk menentukan Tegangan sabuk Sularso, 1980 menyatakan:
= e
μ.θ
T
1
T
2
= 2,718
0,5 . 2,75
T
1
T
2
Universitas Sumatera Utara
T
1
= σ .b .t
T
1
= 0,4 . 5,96 .9 =
21,4 kg
T
1
= 3,95 T
2
21,4 3,99
T
2
= T
2
= 5,36 kg
5. Daya yang ditransmisikan Po
= T
1
- T
2
v Po
= 21,4 – 5,36 1,58 Po
= 25,339 watt Po
= 0,025339 Kw
6. Panjang sabuk L L
= 2 c + dp + Dp + Dp – dp ² π
2 1
4c L
= 2. 406,4 + 50,8 + 203,2 + 203,2 – 50,8 ² 3,14
2 1
4.406,4 L
= 1230,86 mm
Berdasarkan sabuk V standart dengan nomor nominal 43
inchi atau 1092 mm Maka
: L
= 1245 mm
C =
b + b² - 8 Dp – dp² 8
Dimana :
Universitas Sumatera Utara
b = 2L – 3,14 203,2 – 50,8
= 2 x 1245 – 3,14 .152,4 = 2490 – 478,54
= 2011,46 mm
C =
2011,46 + 2011,46² - 8203,2 – 508² 8
C =
2011,46 + 1964,73 8
C = 497,023 mm
7. Besar sudut α
Sin α =
r
1
– r
2
C =
Sin α = 0,087
88,9 – 50,4 441,74
α = 4,99
4.6. Pasak
Dalam perencanaan ini dipilih pasak benam dengan penampang segi empat. Pemilihan ini dipilih berdasarkan mudahnya pembuatan jenis pasak ini
sendiri. Pembuatan pasak digambarkan mudahnya pembuatan pasak ini sendiri, pembuatan pasak digambarkan pada gambar berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6 gaya geser pada pasak Disini pasak yang akan dibahas adalah pasak pada poros penggilingan.
Torsi yang terjadi pada poros roll sama dengan torsi pada pully yaitu : 13104 kgmm, diameter poros adalah 25 mm, dari lampiran 6 dimensi pasak
didapatkan : Lebar pasak b
= 8 mm Tinggi pasak h
= 7 mm Panjang pasak
= 62 mm Keadaan alur pasak pada poros t
1
= 4 mm
Keadaan alur pasak pada pully t
2
= 3,3 mm Bahan pasak yang direncanakan dengan bahan St 37, yaitu dengan
tegangan tarik masimum σ
b max
= 37 kgmm² Dengan mengambil nilai Sf
1
= 6 dan Sf
2
= 2 maka tegangan geser izin
a
izin adalah :
a
= = = 3,08 kg.mm²
b max
37 Sf
1 .
Sf
2
6.2 Tegangan geser yang terjadi
g
adalah : Untuk menentukan Tegangan geser yang terjadi
g
sularso, 1987, menyatakan:
F =
T. 2 d
= F
b . l Dimana :
T = Torsi yang terjadi pada poros = 13104 kg.mm
B = lebar pasak = 8 mm
L = panjang pasak = 62 mm
d = diameter poros = 25 mm
Sehingga : F
= T. 2
b.l.d
Universitas Sumatera Utara
= = 2,11 kgmm²
Tegangan geser yang terjadi pada pasak lebih kecil dari tegangan izin bahan pasak. { 2,11 kgmm² 3,08 kgmm² }, maka pasak aman terhadap
tegangan geser. 13104.2
8.62.25
Dari tegangan geser bahan pasak dapat ditentukan tekanan bidang izin bahan pasak.
σ
a
= 2.
x izin
= 2 . 2,08 = 6,16 kgmm² Tekanan bidang yang dialami oleh pasak Pc adalah :
Untuk menentukan Tekanan bidang yang dialami oleh pasak sularso, 1987, menyatakan :
Fc =
F t
2
.l F
= T.2
d Dimana :
T = torsi yang terjadi = 13104 kgmm
t
2
= kedalaman alur pasak pada pully = 3,3 mm l
= panjang pasak = 62 mm d
= diameter = 25 mm sehingga :
Fc = T.2
b.l.d F
= 13104,2
3,3.62.25 = 5,12 kgmm²
Universitas Sumatera Utara
Tekanan bidang yang dialami pasak lebih kecil dari tekanan izin bahan pasak { 5,12 kgmm² 6,16 kgmm²}, maka aman terhadap tekanan bidang,
maka bahan pasak ditetapkan St 37 dengan ukuran pasak 8 x 7 x 62 mm
Universitas Sumatera Utara
4.7. Baut Perhitungan diameter baut yang digunakan untuk pengikat batu gilas.