13
interaksi  sosial  klien,  dan  aktivitas  klien.  Pada  aktivitas  sehari-hari  nyeri menyebabkan  klien  kurang  mampu  berpartisipasi  dalam  aktivitas  rutin.  Seperti
pada  kehidupan  sehari-hari,  misalnya  tidur,  nafsu  makan,  konsentrasi,  interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas-aktivitas santai.
e. Kekhawatiran klien tenteng nyeri
Kekhawatiran klien tentang nyeri dapat meliputi berbagai masalah yang luas, seperti  beban  ekonomi,  prognosis,  pengaruh  terhadap  peran  dan  perubahan  citra
diri. f.
Persepsi klien tentang nyeri Dalam hal ini perawat perlu mengkaji persepsi klien tentang nyeri, bagaimana
klien menghubungkan antara nyeri yang ia alami dengan proses penyakit atau hal lain dalam diri atau lingkungan disekitarnya.
g. Mekanisme adaptasi klien terhadap nyeri
Terkadang  individu  memiliki  cara  masing-  masing  dalam  beradaptasi terhadap  nyeri.  Perawat  dalam  hal  ini  perlu  mengkaji  cara-cara  apa  saja  yang
biasa klien gunakan untuk menurunkan nyeri yang ia rasakan.
2. Data Objektif
Data  objektif  didapatkan  dengan  mengobservasi  respons  pasien  terhadap nyeri. Menurut Taylor 1997, respons pasien terhadap nyeri berbeda-beda, dapat
dikategorikan sebagai berikut. a.
Respons Perilaku Respons  perilaku  terhadap  nyeri  dapat  mencakup  pernyataan  verbal,
perilaku  vokal,  ekspresi  wajah,  gerakan  tubuh,  kontak  fisik  dengan  orang  lain,
14
atau  perubahan  respons  terhadap  lingkungan.  Respons  perilaku  ini  sering ditemukan  dan  kebanyakan  diantaranya  dapat  diobservasi.  Respon  perilaku  yang
ditunjukkan klien yang mengalami nyeri bermacam-macam. Perawat perlu belajar dan  mengenal  berbagai  respon  perilaku  tersebut  untuk  memudahkan  dan
membantu  dalam  mengidentifikasi  masalah  nyeri  yang  dirasakan  klien.  Respon perilaku  terhadap  nyeri  yang  biasa  ditunjukkan  oleh  pasien  antara  lain  adalah
merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, menopang bagian nyeri yang sakit,  menggertakkan  gigi,  menunjukkan  ekspresi  wajah  meringis,  mengerutkan
alis,  ekspresi  verbal  menangis,  mengerang,  mengaduh,  menjerit,  meraung, mengepalkan  tangan,  melompat  dari  satu  sisi  ke  sisi  lain,  memegang  area  nyeri,
gerakan  terbatas,  menyeringai,  mengerang,  pernyataan  verbal  dengan  kata-kata. Perilaku ini beragam dari waktu ke waktu Berger, 1992.
b. Respons Fisiologis Respons  fisiologis  antara  lain  seperti  meningkatnya  peranfasan  dan
denyut nadi, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya ketegangan otot, dilatasi pupil,  berkeringat,  wajah  pucat,  mual  dan  muntah  Berger,  1992.  Respon
fisiologik  ini  dapat  digunakan  sebagai  pengganti  untuk  laporan  verbal  dari  nyeri pada  klien  tidak  sadar  Smeltzer    Bare,  2001.  Pada  saat  impuls  nyeri  naik  ke
medula  spinalis  menuju  ke  batang  otak  dan  thalamus,  sistem  saraf  otonom menjadi  terstimulasi  sebagai  bagian  dari  repoon  stres.  Stimulus  pada  cabang
simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis.
15
Tabel Respons fisiologis terhadap nyeri Respons fisiologis terhadap nyeri
Respon simpatik Peningkatan frekuensi pernafasan
Dilatasi saluran bronkiolus Peningkatan frekuensi denyut jantung
Vasokontriksi perifer pucat, peningkatan tekanan
darah Peningkatan kadar glukosa darah
Diaforesis Peningkatan tegangan otot
Dilatasi pupil Penurunan motilitas saluran cerna
Respon parasimpatik Pucat
Ketegangan otot Penurunan denyut jantung atau tekanan
darah Pernafasan cepat dan tidak teratur
Mual dan muntah Kelemahan atau kelelahan
Perawat  perlu  untuk  mengkaji  klien  berkaitan  adanya  perubahan- perubahan  pada  respon  fisiologis  terhadap  nyeri  di  atas  untuk  mendukung
diagnosa dan membantu dalam memberikan terapi yang tepat.
16
c. Respons Afektif Respon  afektif  juga  perlu  diperhatikan  oleh  seorang  perawat  di  dalam
melakukan  pengkajian  terhadap  pasien  dengan  gangguan  rasa  nyeri.  Ansietas kecemasan  perlu  digali  dengan  menanyakan  pada  pasien  seperti:  “apakah  saat
ini  Anda  merasakan  cemas?.  Selain  itu  juga  adanya  depresi,  ketidaktertarikan pada  aktivitas  fisik  dan  perilaku  menarik  diri  dari  lingkungan  yang  perlu
diperhatikan. Respons afektif seperti cemas, marah, tidak nafsu makan, kelelahan, tidak  punya  harapan,  dan  depresi  juga  terjadi  pada  klien  yang  mengalami  nyeri.
Cemas  sering  diasosiasikan  sebagai  nyeri  akut  dan  frekuensi  dari  nyeri  tersebut dapat  diantisipasi.  Sedangkan  depresi  sering  diasosiasikan  sebagai  nyeri  kronis
Taylor, 1997.
2. Analisa data