vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Banyak kasus yang terjadi dalam kehidupan manusia dewasa ini, terutama yang menyangkut agama dan keberagamaan seseorang. Dan perbincangan agama
nampaknya  tidak  akan  pernah  berhenti  sepanjang  kehidupan  manusia  masih berjalan, sejak dimulainya peradaban manusia hingga saat ini.
1
Dapat kita katakan bahwa keyakinan seseorang mungkin berkembang dan bertambah kuat, dan mungkin juga berkurang atau lemah.
2
Tergantung bagaimana manusianya,  karena  banyak  faktor  yang  dapat  mempengaruhinya,  mulai  dari
pendidikan sampai lingkungan sekitarnya. Di  Indonesia  sebelum  tahun  1965,  orang  kurang  memperhatikan  hal
keberagaman  agama  dan  kepercayaan  dengan  serius,  begitu  juga  dengan  isu konversi.  Orang  mudah  saja  berganti  keyakinan  dan  lingkungan  tidak
mempersoalkan  keputusan  individu  tersebut.  Beragama  bukan  sebagai  identitas, melainkan  sebagai  keyakinan  semata.  Banyak  keluarga  menganut  multireligius,
ayah-ibu muslim sedangkan anak-anak penganut Kristen  Katolik Berbicara tentang konversi agama, tidak sedikit orang yang mengalaminya
hal  ini,  beberapa  penyebabnya  sebagai  berikut:  Terlalu  minimnya  pengetahuan yang dimilikinya tentang agama, merasa tidak puas akan kebenaran  yang  selama
ini mereka terima. Dan ada juga karena pengetahuannya yang semakin bertambah, maka  semakin  ingin  menyoroti  agama  dan  ajaran-ajarannya  dengan  cara–cara
1
Zakiah,  Pengalaman Konversi Agama Lia Aminuddin, Sebuah Studi Analitis. skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negri Jakarta,2004, h.1
2
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama Jakarta: Bulan Bintang, 2005cet, ke 17. h.171
vii ilmiah, sampai mereka menemukan kebenaran yang selama ini mereka cari, yang
mungkin tidak mereka dapatkan dari agama sebelumnya. Perasaan  yang  demikian  itu  menimbulkan  pertentangan  dalam  batin,
sehingga  untuk  mengatasi  kesulitan  tersebut  harus  dicari  jalan  keluarnya. Umumnya  apabila  gejala  tersebut  sudah  dialami  oleh  seseorang  atau  kelompok,
maka  dirinya  menjadi  lemah  dan  pasrah  ataupun  timbul  semacam  peledakan perasaan untuk menghindarkan diri dari pertentangan batin itu. Pertentangan batin
akan  terjadi  dengan  sendirinya  bila  yang  bersangkutan  telah  mampu  memilih pandangan hidup yang baru yang merupakan petaruh bagi masa depannya, untuk
kehidupan selanjutnya.
3
Di  Indonesia  ada  undang-undang  yang  mengatur  kebebasan  beragama seseorang yaitu pada pasal 28 ayat 1 dan 29 ayat 1 dan 2,
4
mungkin itu salah satu alasan mengapa orang melakukan konversi agama. Karena konversi agama adalah
hak asasi manusia, maka tidak ada  hukuman  yang melarang dan pemerintah pun tidak mempunyai hak dan alasan untuk menyalahkan pelaku konversi agama.
Memang proses  yang dilalui oleh orang  yang mengalami  konversi agama berbeda  antara  satu  dengan  yang  lainnya,  dan  sebab  yang  mendorong  terjadinya
bermacam  pula  tingkatannya.  Ada  yang  terjadi  dalam  sekejap  mata  mendadak dan  ada  pula  yang  berangsur-angsur  bertahap,  namun  dapat  dikatakan  bahwa
tiap-tiap konversi agama itu melalui proses jiwa.
5
3
Ramayulis, “Psikologi Agama” , Jakarta: Kalam Mulia, 2002. h. 73
4
Pasal 28 ayat 1: Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Pasal 29 ayat 1: Negara berdasarkan atas
ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 2: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya
itu. UUD Negara RI Tahun 1945, Badan Pekerja Pusat Majlis Tao Indonesia, 2006. h, 25-27.
5
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama Jakarta: Bulan Bintang, 2005cet, ke 17. h. 170
viii Jiwa  memang  sangat  mempengaruhi  seseorang  melakukan  konversi
agama,  karena  boleh  jadi  apa  yang  selama  ini  mereka  dapat  tidak  cukup  atau bahkan mengganggu jiwanya, dalam hal ini jiwa keberagamaannya. Sebab gejala
seperti  itu  tidak  dapat dipandang  remeh,  karena  dapat  mempengaruhi  kehidupan mereka sehari-hari.
Itu  juga  yang  ternyata  dialami  oleh  Irena  Handono  dan  Insan  Latief Syaukani  Mokoginta  yang  mantan  Katolik.  Irena  Handono  melakukan  konversi
agama saat dirinya menjadi seorang Katolik  yang taat dan setelah beliau menjadi biarawati.  Beliau  merasa  bahwa  banyak  kesalahan  yang  beliau  terima  selama
mendapat  pendidikan  di  biara.  Menurutnya  para  pendidik  disana  memberikan pemahaman  yang  salah  tentang  agama  lain  selain  agamanya,  terlebih  dengan
agama Islam. Sedangkan  Insan  Latief  Syaukani  Mokoginta  memilih  memeluk  agama
Islam  karena  kecintaannya  terhadap  Yesus  Nabi  Isa,  karena  menurutnya alasannya  untuk  lebih  mencintai  dan  menjadi  pengikut  Yesus  yang  setia  harus
memeluk Islam. Dapat  dikatakan  masa  transisi  atau  perubahan  yang  besar,  tentu
memerlukan  pengorbanan,  karena  setiap  perbaikan  atau  kemajuan  perlu pengorbanan.
6
Sama halnya dengan keputusan besar yang diambil Irena Handono dan  Insan  Mokoginta  untuk  berpindah  agama  dari  Kristen  ke  agama  Islam.
Banyak hal yang mereka korbankan untuk itu, termasuk dikucilkan, karena agama baru yang dipilihnya tak dapat diterima oleh lingkungannya masing-masing.
6
Amin  Abdullah,  dkk.  “Mencari  Islam,  Studi  Islam  dengan  Berbagai  Pendekatan” Yogya: PT, Tiara Wacana, 2000, h. 83.
ix Dari pengalaman mereka banyak hal yang dapat kita jadikan pelajaran dan
pengalaman  hidup  kita  kepada  hal  yang  lebih  baik,  antara  lain  bahwa  kita  tidak boleh merasa puas dengan apa yang sudah kita dapat sekarang, dan selalu mencari
sesuatu yang lebih baik untuk kehidupan kita dengan tidak berpaling pada agama dan kebenaran.
Meskipun konversi secara umum terkesan terjadi  pada usia remaja, tetapi ada juga konversi dalam perjalanan sejarah keberagamaan yang tidak terjadi pada
usia remaja saja, banyak tokoh-tokoh agama besar yang mengalami konversi pada usia  dewasalanjut.  Kebanyakan  mereka  mengalami  konversi  agama  dengan
berbagai  peristiwa,  metafisika,  mistik  atau  apapun.  Pengalaman  itu  hanya  dapat dirasakan  oleh  yang  mengalaminya  sendiri.  Arah  keberagamaannya  adalah  dari
keberagamaan yang biasa menuju keberagamaan yang lebih mendalam.
7
Oleh  karena  itu  sejalan  dengan  uraian  di  atas,  maka  penulis  ingin mengetahui secara jelas tentang kehidupan yang pernah dijalani dan dialami oleh
mereka  terutama  tentang  pengalaman  keberagamaan  mereka  saat  dan  setelah mengalami konversi agama. Oleh karena itu penulis memilih judul skripsi tentang
“KONVERSI  AGAMA  MANTAN  KATOLIK  STUDI  KASUS  IRENA HANDONO  DAN  INSAN  LATIEF  SYAUKANI  MOKOGINTA”.  Dengan
harapan semoga bisa menambah wawasan dan melengkapi koleksi perpustakaan.
7
Zakiah, Pengalaman Konversi Agama Lia Aminuddin, Sebuah Studi Analitis. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negri Jakarta,2004, h. 9
x
B.   Pembatasan dan Perumusan Masalah