Sebab Pemerkosaan dan Dampaknya 1. Sebab pemerkosaan dalam rumah tangga

26 C. Sebab Pemerkosaan dan Dampaknya C.1. Sebab pemerkosaan dalam rumah tangga Berdasarkan penelitian Nurul Ilmi Idrus, diketahui beberapa penyebab pemerkosaan dalam rumah tangga marital rape yang secara garis besar bisa dikelompokkan menjadi dua macam yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung pemerkosaan dalam rumah tangga ialah: 1. Libido yang tidak berimbang. Dorongan seksual dimiliki setiap individu, tetapi kadar dan sifatnya berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki biasanya lebih bisa dan berani mengekspresikannya ketimbang perempuan. 2. Penolakan isteri. Penolakan yang antara lain didorong oleh cara suami memperlakukan isteri saat melakukan senggama misalnya, disertai kekerasan dan ketidakwajaran atau kondisi isteri yang memang tengah tidak bergairah. Penolakan ini yang biasanya diartikan suami sebagai pembangkangan karena telah menancap kuat keyakinan bahwa melayani suami adalah kewajiban isteri. 3. Suami terpengaruh oleh alkohol atau obat-obatan. Orang mabuk akan bertindak berlebihan dan tidak terkontrol. 31 Sementara penyebab tidak langsungnya ialah: 1. Kurangnya komunikasi. Kebahagian suami isteri terletak pada keterbukaan diantara mereka. Sayangnya seks dalam rumah tangga kurang dibicarakan terang- terangan, hal ini belum lagi diperparah oleh budaya yang menganggap perempuan 31 Andy Dermawan, Marital Rape dalam Persfektif Al-Qur’an, dalam Mochamad Sodik ed, Telaah Ulang Wacana Seksualitas , Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga, Depag RI, dan McGill- IISEP-CIDA, h.317-320. 27 isteri hanya berkewajiban melayani suami, tidak kurang tidak lebih. Hal ini menbuat isteri seringkali malu mengambil inisiatif lebih dahulu dalam masalah seks, meski saat itu ia betul-betul sedang menginginkannya. Maka, ia tampak menerima diri sebagai objek pemenuhan seks suami belaka. 2. Suami pernah diketahui nyeleweng. Selingkuhnya seorang suami dengan perempuan lain, secara tidak langsung memicu kekerasan seksual dalam perkawinan. Isteri akan dengan sendirinya ogah-ogahan saat berhubungan seks dengan suami karena terbayang perbuatan sang suami dengan “simpanannya”. Sikap dingin isteri ini, pada gilirannya, membuat suami agresif, kasar, dan bahkan eksesif keterlaluan. Atau bisa jadi, suami akan memaksakan cara berhubungan seks yang tidak bisa dilakukan isterinya. 3. Ketergantungan ekonomi. isteri yang tidak mandiri secara ekonomi hanya bersandar kepada suami memiliki posisi tawar bargaining position lemah dalam urusan rumah tangga, pun dalam seks. Isteri rentan dipojokkan lagi posisinya bila menolak paksaan suami demi berhubungan intim, lebih-lebih saat disertai ancaman pemutusan suplai ekonomi. Isteri tampak akan mengiyakan, meskipun ia sedang tidak menghendaki. 4. Kawin paksa. Kawin paksa lumrah membuat komunikasi yang baik dan wajar antara suami dan isteri sulit terjalin, persoalan-persoalan rumah tangga pun kemudian jarang dibicarakan secara terbuka, termasuk persoalan seksualitas. 32 32 Muyassarotussolichah, Marital Rape, h.358-360. 28 Patricia Mahoney, sebagaimana dikutip Siti ‘Aisyah, memaparkan sebab-sebab pemerkosaan dalam rumah tangga sebagai berikut: 1. Pengukuhan ulang sebuah kuasa, dominasi, dan kendali. Pemaksaan hubungan intim tidak selalu digerakkan hasrat seksual, ia kerap juga dilakukan sebagai pengukuhan kembali kuasa, dominasi, dan kendali suami terhadap isteri. 2. Wujud kemarahan. Pemaksaan hubungan seksual dilakukan sebagai wujud kemarahan suami terhadap isteri saat ia tidak memenuhi permintaan atau perintahnya. 3. Stereotip atau “konsepsi” tentang bagaimana seorang isteri atau perempuan bersikap. Misalnya melayani ajakan suami senggama adalah kewajiban isteri, isteri dianggap bisa menikmati senggama yang dipaksakan, atau stereotip perempuan berkata “tidak” meskipun hatinya “iya”. 33 Dan pemerkosaan dalam rumah tangga terjadi karena rentannya posisi perempuan dalam masyarakat terhadap kekerasaan, yang antara lain didukung oleh: 1. Masih dominannya nilai patriarki dalam masyarakat kita. Nilai inilah yang membentuk aturan tidak tertulis “istri adalah milik suami”. Dengan kata lain, pernikahan dipandang sebagai penyerehan diri sepenuhnya oleh istri terhadap suaminya, dan sudah menjadi tugas istri melayani suami dalam segala hal. Hal inilah yang menjadi sebab bahwa suami itu berhak untuk melakukan kekerasan seperti pemukulan, melukai tubuh, hati atau jiwa istri, melalui bentakan hinaan, 33 Dikutip oleh Siti’Aisyah dari Patricia Mahoney, “The Wife Rape Information : A Frequently asked Question and Resuore”. http:www.wellsley.eduwwprojetsmrape.htm. 29 dan bentuk-bentuk kekerasaan lainnya jika istri menolak keinginan suami untuk berhubungan seksual. Disisi lain, istri yang cara pandangnya sudah dibentuk oleh masyarakat yang mengutamakan kepentingan laki-laki, merasa sudah menjadi kewajiban bagi mereka untuk tetap siap sedia melayani suaminya, sehingga mereka tidak mampu menolaknya ketika mereka sedang tidak inign atau tidak bisa. Akibatnya hubungan seksual sering kali berlangsung dingin dan tidak dinikmati bahkan menyakiti istri, meskipun tanpa perlawanan dan penolakan langsung dari istri. 2. Pemahaman keliru mengenai penafsiran ajaran agama. Sering kali ajaran agama disalah tafsirkam yang berdampak pada perbedaan posisi antara perempuan dan laki-laki atau menghadirkan perlakuan diskriminasi terhadap perempuan. Sebagai contoh dalam hadits riwayat Imam Muslim: ﺔﻜﺋ ﻼ ا ﺎﻬﺘﻨ نﺎ ﻀﻏ ﻮهو ﺑﺄﻓ ﻪﺳاﺮﻓ ﻰ ا ﻪ اﺮ ا ﺟرﺎ داذا ﺼ ﻰﺘﺣ Artinya: ”jika suami mengajak isterinya senggama, dan isterinya menolak maka para malaikat mengutuk isteri tadi sampai pagi” 34 . Apabila hadis ini diartikan secara harfiah, maka menimbulkan ketakutan yang yang besar bagi istri untuk menolak keinginan suami. Padahal menurut Forum Kajian Kitab Kuning FK 3 yang menelaah Kitab U’qud al Lujjayn mengatur relasi suami-istri dalam hadis diatas terdapat kata al-la’anah yang seringkali dipahami secara kurang tepat. Sebaiknya kata laknat dipahami dalam konteks 34 Imam Muslim, “Shahih Muslim” Beirut: Dar al-Fikr, 1992, I: 663, hadits nomor 1436. 30 sosial kemanusian, kasih sayang dan kedamaian dalam kehidupan. Jika diartikan secara kontekstual, hadis ini tidak hanya ditujukan kepada istri saja melainkan juga kepada suami. KH Muhyiddin Abdusshomad berpendapat bahwa hadis-hadis laknat bagi istri yang tidak melayani suami, itu harus diinterpretasikan sebagai motivasi terhadap istri agar selalu berusaha melakukan penyesuaian dengan suami, dan begitu juga sebaliknya. Istilah laknat itu sendiri tidak berarti haram. Buktinya para ulama fikih masih memberi batas apabila tidak ada udzur syar’i seperti sakit atau capek yang luar biasa. 35 Adapun Mustafa Muhammad Imarah mengatakan, bahwa laknat malaikat itu muncul bila penolakan istri dilakukan ”tanpa alasan”. Sedangkan Wahbah az- Zuhaili berpendapat bahwa laknat itu terjadi apabila istri menolak senggama, padahal ia ”sedang lonngar dan tidak takut disakiti”. 36 C.2. Dampak negatif pemerkosaan dalam rumah tangga Dampak negatif yang timbul dari pemerkosaan dalam rumah tangga ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: dampak medis dan dampak psikis. 37 1. Dampak Medis 35 KH. Mahyuddin Abdusshomad, ”Perkosaan dalam Rumah Tangga?”, artkel diakses pada 20 September 2009 dari httpwww.rahima.or.id 36 Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islam wa adillatuhu, cet.VII, Damaskus: Dar al-Fikr, 1989, h. 335. 37 Milda Marlia, Marital Rape kekerasan seksual terhadap istri, cet.I, Yogyakarta: PT. Pustaka Pesantren, 2007, h. 24. 31 Adapun dampak medis yang terjadi dalam pemerkosaan dalam rumah tangga ialah luka pada vagina dan luka fisik lain yang menyakitkan apabila dalam hubungan suami istri terlalu lama dan dipaksakan misalnya suami masih dalam pengaruh obat terlarang atau minuman keras atau suami melakuakan kekerasan fisik saat senggama. Dan dalam beberapa kasus lain, istri bahkan bisa mengalami memar di wajah, luka kepala, pecah bibir, patah gigi, dan perihnya pendarahan vagina. Ini biasanya diakibatkan dari perlakuan kasar suami ketika berhubungan seks yang dipaksakan ketika istri sedang kelelahan dan ketiduran. Adapun akibat lain dari hubungan seks yang dipaksakan saat istri kelelahan dan ketiduran ialah sulitnya proses persalinan, bayi lahir prematur, dan keguguran. 38 Dan akibat yang ditimbulkan apabila suami memaksakan selera seksualnya ialah luka pada dubur bila hubungan itu dilakukan secara anal, muntah-muntah, penyakit kelamin menular, bahkan AIDS. Adapun istri korban pemerkosaan dalam rumah tangga biasanya tidak mau berobat ke dokter atau tabib dikarenakan malu. Kalaupun ke dokter ia enggan menjelaskan sebab sebenarnya dari penyakitnya karena tidak ingin kehidupan pribadinya diketahui orang lain 2. Dampak Psikis Dampak psikis yang terjadi dalam pemerkosaan dalam rumah tangga ini ialah dapat menimbulkan kekecewaan yang berkepanjangan atau ketakutan, dan trauma berhubungan seks. Adapun akibat lain, istri tidak lagi percaya diri karena tidak 38 Khairuddin NM, Pelecehan Seksual terhadap Istri, Yogyakarta: PPK UGM, 1998, h. 72- 74. 32 mampu melayani suami dengan baik, bahkan merasa dirinyalah penyebab masalah ini. Dan pada tingkat yang parah istri akan mengalami ketakutan yang luar biasa paranoia, sampai-sampai ia merasa terus terancam oleh lingkungannya. 39 Selanjutnya, dampak psikis ini juga terbagi dalam dua kategori yaitu, dampak psikis jangka pendek sort term effect dan dampak psikis jangka panjang long term effect . Damapak psikis jangka pendek biasanya dialami sesaat hingga beberapa hari setelah kejadian. Korban biasanya marah, jengkel, terhina, dan merasa malu. Gangguan emosional ini, pada banyak kasus, ditandai dengan gejala sulit tidur imsomnia dan berkurangnya selera makan lost apatite. 40 Adapun dampak psikis jangka panjangnya ialah timbulnya sikap atau persepsi negatif terhadap laki-laki suami dan seks karena trauma yang ia tanggung. Trauma adalah luka jiwa yang dirasakan oleh korban usai mengalami hal-hal yang dirasanya diluar batas wajar dan abnormal. Dan apabila mengalami gejal-gejala khas, seperti mimpi-mimpi buruk nightmares atau ingat-ingatan mendadak akan kejadian- kejadian sebelumnya flashback, yang berlanjut terus hingga lebih dari 30 hari, maka sangat mungkin korban menderita stres pasca taruma post-traumatic stress disorder . 41 Menurut Elli Nurhayati, ada tiga kategori gejala paling umum stres pasca trauma yaitu: 39 Milda Marlia, Marital Rape kekerasan seksual terhadap istri, h. 24. 40 Elli Nur Hayati, Paduan untuk Pendamping Perempuan Korban Kekerasan: Konseling Berwawasan Gender , Yogyakarta: Rifka Annisa dan Pustaka Pelajar, 2000, h. 45-46. 41 Ibid, h. 46-47. 33 a. Hyper aruosal: gejala ini dipengaruhi oleh kerja hormonal tubuh yang ikut berubah seiring perubahan kondisi psikis. Gejala paling sering adalah agresi, insomnia, dan reaksi emosional yang intens, seperti depresi yang bisa membuat korban ingin bunuh diri. Gejala ini indikasinya persistant continuing espectatiaon of danger atau perasaan seakan-akan sebuah kejadian buruk terus-menerus terjadi. b. Intrusion: dalam diri korban terjadi contant reliving of the traumatic event korban tidak mampu lagi menghentikan munculnya ingatan-ingatan akan peristiwa mengerikan yang ia alami. Gejala ini biasanya berupa nigtmares mimpi-mimpi buruk dan flashback ingatan-ingatan yang terus berulang seperti kilas balik, dan pada tingkat parah berupa kekacauan ingatan. c. Numbing: mati rasa. Gejala ini wajar adanya, namun tidak wajar bila terus menerus berlangsung hingga si korban menjadi indefferent dingin dan acuh tak acuh dan pada akhirnya detached memencil dan terpencil dari interaksi sosial. 42 Lebih jauh lagi, apabila hal ini terus terjadi secara berkelanjutan dan terus menerus, maka korban akan dihinggapi karakter sebagai berikut yaitu : rendah diri, tidak percaya diri, selalu menyalahkan diri sendiri, dan mengalami gangguan reproduksi misalnya infertilitas dan ganguan siklus haid hal ini disebabkan karena merasa tertekan atau stres. 43 42 Ibid h. 47-49. 43 Ibid h. 49. 34 Jadi secara garis besar, dampak pemerkosaan dalam rumah tangga dapat kita simpulkan sebagai berikut: 1. Penderitaan fisik. Hubungan badan yang dipaksakan atau tanpa melalui “pemanasan” foreplay terlebih dahulu, biasanya mengakibatkan rasa sakit pada istri diwilayah reproduksinya, hingga ia tak bisa menikmati hubungan seks itu. 2. Penderitaan batin. Karena trauma, korban akan takut melakukan aktivitas seksual. Hubungan seksual bagi korban bukan lagi kebutuhan atau ibadah, tetapi siksaan tak terperi. Pada kasus pemerkosaan dalam rumah tangga ini, biasanya istri yang dijadikan objek seksual yang tidak mempunyai hak secuil pun untuk menunda atau menolak sebuah hubungan seks. 3. Korban pemerkosaan ini sering merasa terasing dari masyarakat. Ia merasa bahwa tindakan suaminya disebabkan kesalahannya. Sebab, menanggung rasa bersalah berlebihan, istri tidak mampu melakukan aktivitas positif untuk masa depan keluarganya. Hal ini tentu mengganggu kelangsungan dan keutuhan keluarga sendiri. 4. Timbulnya konflik yang berakhir dengan perceraian. Karena terus dikerasi dan dikasari oleh pelaku, maka korban terdorong untuk memberontak dan menentang. Dari sini timbul masalah besar yang bisa mengarah pada perceraian. 44 44 Andi Dermawan, Marital Rape dalam Persfektif Al-Qur’an, dalam Mochamad Sodiq, ed,. Telaah Ulang Wacana Seksualitas , Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kali Jaga, Depag RI dan McGill- IISEP-DIDA, 2004, h.320. 35 Dan dari uraian diatas bisa kita tegaskan bahwa problem pemerkosaan dalam rumah tangga adalah problem kekerasan seksual. Sebab, pada pemerkosaan dalam rumah tangga terdapat unsur-unsur pemaksaan seksual sebagaimana yang terjadi pada tindak pemerkosaan reguler. Meskipun pada pemerkosaan reguler si pelaku dan si korban bukan pasangan suami istri, tapi esensinya sama, yakni pemaksaan hubungan seksual. 45

D. Penanggulangan Pemerkosaan