Penanggulangan Pemerkosaan PEMERKOSAAN DALAM RUMAH TANGGA

35 Dan dari uraian diatas bisa kita tegaskan bahwa problem pemerkosaan dalam rumah tangga adalah problem kekerasan seksual. Sebab, pada pemerkosaan dalam rumah tangga terdapat unsur-unsur pemaksaan seksual sebagaimana yang terjadi pada tindak pemerkosaan reguler. Meskipun pada pemerkosaan reguler si pelaku dan si korban bukan pasangan suami istri, tapi esensinya sama, yakni pemaksaan hubungan seksual. 45

D. Penanggulangan Pemerkosaan

Sebuah pepatah mengatakan ”lebih baik mencegah dari pada mengobati”. Mungkin demikianlah kata-kata yang cocok untuk kasus ini. Sebelum semuanya menjadi masalah alangkah baiknya bila dilakukan usaha-usaha pencegahan agar tidak terjadi pemerkosaan dalam rumah tangga yang tidak diinginkan oleh siapa pun, karena apabila ini terjadi, dampak negatifnya sangat berbahaya. Oleh karena itu setiap orang baik itu masyarakat ataupun pemerintah wajib melakukan pencegahan dan penanggulangan agar kasus pemerkosaan dalam rumah tangga ini tidak terjadi. Sebelum membahas upaya pencegahan yang diatur undang-undang, ada baiknya penanggulangannya melalui pendekatan agama dan ilmu pengetahuan, misalnya memberi pemahaman kepada suami isteri bahwa persamaan hak seks antara suami dan isteri adalah sama, karena seks adalah natur, naluri, dan sarana regenerasi manusia. Keberadaanya melekat dalam nadi kehidupan. Dan tak seorang pun bisa mengintervensi soal urusan seks manusia, sebagaimana juga tak mungkin mengatur 45 Ibid, h.320-321. 36 arah kehidupannya. Seks merupakan kedaulatan diri, harga diri, dan mahkota kehidupan. Ia hanya bisa diberikan dan dilakukan lewat kesadaran diri dan lewat kontak al-’aqd atau kesepakatan bersama ’an taradh. Perlakuan diluar ini adalah pemerkosaan, pengekangan, dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, yang didalam bahasa Al-Qur’an disebut az-zina. 46 Pada dasarnya seks menganut kebebasan. Manusia memiliki hak penuh untuk menikmati dan memperlakukan organ-organ seksnya tersebut sesuai dengan kehendak dan kesadarannya, yang tentu saja diharapkan tidak mengabaikan norma- norma yang telah digariskan oleh ajaran agama. 47 Islam pada dasarnya, menganut prinsip kesetaraan, dan keadilan dalam hal hubungan seksual laki-laki dan perempuan. 48 Inilah yang dinyatakan Al-Qur’an secara metaforik: ... Artinya: “…mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka…” Pakaian adalah merupakan simbol kebutuhan dasar laki-laki dan perempuan. Kebutuhan dasar yang penulis maksud adalah ketentraman, kedamaian, ketenangan. Dalam diri laki-laki, ada ketentraman bagi perempuan, pun sebaliknya, dalam diri perempuan ada kedamaian bagi laki-laki. 46 Marzuki Wahid, “Mendaulatkan Seksualitas Perempuan”, Swara Rahima, no.5. Th ke-2 Juli 2002, h.35. 47 Milda Marlia, Marital Rape: Kekerasan Seksual terhadap Isteri, h.54. 48 Khoruddin Nasution, Islam tentang Relasi, h.59. 37 Disamping itu juga ayat diatas secara langsung juga mengisyaratkan bahwa suami isteri harus sejajar dan bermitra. Tujuan perkawinan akan tercapain apabila pasangan suami isteri berkedudukan sejajar dan saling memosisikan diri sebagai mitra. Pasangan yang sejajar dan bermitra adalah pasangan yang: 1. Saling mengerti, yakni saling mengerti latar pribadi pasangan dan diri sendiri. 2. Saling menerima, yakni menerima kelebihan dan kekurangan pasangan dan diri sendiri. 3. Saling mempercayai. 4. Saling mencintai. Dalam pergaulan dan pembicaraan, saling menunjukkan cinta, perhatian, dan sikap bijak. Tidak saling egois dan mudah tersinggung. 49 Dan untuk mencegah terjadinya pemerkosaan dalam rumah tangga perlu adanya relasi yang baik atau dalam kitab Fikih biasa disebut mu’asyarah bil ma’ruf atau yang biasa diartikan pergaulan, persahabatan, kekeluargaan, dan kekerabatan yang dibangun secara bersama-sama dengan cara-cara yang baik dan sesuai tradisi dan situasi masyarakat, serta tidak menyalahi norma-norma agama, akal sehat, dan fitrah manusia. Mu’asyarah bil ma’ruf dalam kehidupan perkawinan ditandai oleh adanya sikap saling memberi dan menerima antara suami dan isteri, juga sikap saling mengasihi dan menyayangi. Kedua belah pihak tidak saling meperlihatkan kebencian, dan tidak saling mengabaikan hak dan kewajiban masing-masing. 50 49 Khoiruddin Nasution, Islam tentang Relasi, h.61. 50 Husein Muhammad, Fiqh Perempuan, h.106. 38 Dan prinsip relasi yang baik adalah menuntut adanya kebersamaan dalam banyak hal, termasuk dalam hal hubungan seksual antara suami isteri. Yang satu harus memperhatikan yang lain, begitu juga sebaliknya. Hubungan seksual yang menyenangkan satu pihak dan merugikan pihak lain yang tentunya bertentangan dengan prinsip mu’asyarah bil ma’ruf ini. Alhasil, terkait relasi seksual suami isteri, Islam mengajarkan kesetaraan dan kepatutan. 51 Adapun dalam Undang-Undang RI No.23 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Kewajiban pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangannya diatur dalam bab V yang terdiri dari bab 11-15 yaitu: Pasal 11 Pemerintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga. Pasal 12 1 Untuk melaksakan ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 11, pemerintah: a. merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga; b. menyelenggarakan komunikasi, informasi dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; 51 Faqihuddin Abdul Kodir, “Seksualitas Perempuan dalam Teks-teks Hadits Nabi”, Swara Rahima , no.5. Th ke-2 Juli 2002, h.42. 39 c. menyelenggarakan advokasi dan sosialisasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; d. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan dalam rumah tangga. 2 Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh mentri. 3 Menteri dapat melakukan kordinasi dengan instansi terkait dalam melakukan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2. Pasal 13 Untuk menyelenggarakan pelayanan terhadap korban, pemerintah dan daerah sesuai dengan fungsinya dan tugas masing-masing dapat melakukan upaya: a. penyediaan ruang pelayanan khusus di kantor kepolisian; b. penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan pembimbing rohani; c. pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerja sama program pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah diakses oleh korban; dan d. memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga dan teman korban. Pasal 14 Untuk menyelenggarakan upaya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 13, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing, dapat melakukan kerja sama dengan masyarakat atau lembaga sosial lainnya. 40 Pasal 15 Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjdinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk: a. mencegah berlangsungnya tindak pidana; b. memberikan perlindungan kepada korban; c. memberikan pertolongan darurat; dan d. dan membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan. Mudah-mudahan dengan pendekatan secara agama, ilmu pengetahuan dan hukum positif bisa menimalisir kejadian-kejadian atau kasus-kasus tentang pemerkosaan dalam rumah tangga. Karena bukan kalangan orang awam saja atau orang buta tentang agama atau ilmu pengetahuan yang mengalami kasus ini akan tetapi kalangan berpendidikan tinggi juga mengalami kasus ini. 52 52 Muyassarotussolichah, “Marital Rape pada Masyarakat” study kasus yang terlapor di Rifka Annisa Women Crisis Center tahun 2001-2006.

BAB III PEMERKOSAAN SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN MENURUT HUKUM