2. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas ini dapat dilihat dengan grafik scatterplot.
Berdasarkan grafik scatterplot, dapat terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas pada model regresi.
Gambar 4.3 Grafik Scatterplot
Regression Standardized Predicted Value
3 2
1 -1
-2
R egressi
on S
tudent iz
ed
R esi
dual
2
-2 -4
-6
Scatterplot Dependent Variable: LN_Belanja_Modal
Berdasarkan grafik scatterplot, dapat terlihat bahwa titik-titik tidak menyebar secara tidak acak serta menyempit menumpuk baik di atas maupun di bawah
angka 0 pada sumbu Y. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi heteroskedastisitas pada model regresi. Tindakan perbaikan yang dilakukan dalam
penelitian ini menggunakan salah satu dari tiga cara yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, yaitu dengan menggunakan transformasi seluruh variabel
penelitian ke dalam fungsi logaritma natural Ln. Sehingga dari belanja modal menjadi Ln belanja modal. Kemudian data diuji ulang berdasarkan asumsi
normalitas. 3.
Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk menganalisis apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan tingkat kesalahan
pada periode t-1. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observassi ke observasi lainnya. Hal ini sering
ditemukan pada data runtut waktu time series karena “gangguan” pada seseorang individu kelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada
individu kelompok yang sama pada periode berikutnya. Menurut Santoso dalam Yunita 2008 : 28 untuk mendeteksi adanya
autokorelasi bisa digunakan tes Durbin Watson D-W. Panduan mengenai angka D-W untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilihat pada tabel D-W, yang bisa dilihat
pada buku statistik yang relevan. Namun demikian secara umum bisa diambil patokan:
1 angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif, 2 angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi,
3 angka D-W diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
Hasil dari uji autokorelasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.7 Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary
b
,066
a
,004 -,019
1,14909 ,004
,182 1
42 ,672
1,229 Model
1 R
R Square Adjusted
R Square Std. Error of
the Estimate R Square
Change F Change
df1 df2
Sig. F Change Change Statistics
Durbin- Watson
Predictors: Constant, LN_Tingkat_kemandirian a.
Dependent Variable: LN_Belanja_Modal b.
Sumber : Diolah dari SPSS, 2009 Hasil uji autokorelasi di atas menunjukkan nilai statistik Durbin Watson
DW sebesar 1.229. Nilai ini akan kita bandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikansi 0,05 5, jumlah sampel 44 n dan jumlah
variabel independen 1 k=1. Dari kriteria yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi baik positif maupun negatif.
D. Pengujian Hipotesis