Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2011-2013

(1)

SKRIPSI

PENGARUH TRANSFER PEMERINTAH PUSAT TERHADAP BELANJA MODAL PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA

2010 - 2013

OLEH :

LAURA GRACE SITINJAK 110503318

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

i PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:“Pengaruh Transfer PemerintahPusat terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara”, adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi untuk program S-1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.

Medan,

Yang membuat pernyataan

110503318


(3)

ii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal di Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel, dengan jumlah sampel 24 Kabupaten/Kota setiap tahunnya dari 33 Kabupaten/Kota yang ada di Pripinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2010 – 2013. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data panel yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis koefisien determinasi, pengujian signifikansi koefisien regresi parsial secara menyeluruh atau simultan uji F dan uji t.

Hasil hipotesis ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal, dana bagi hasil tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Secara simultan, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bai Hasil yang merupakan Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal.

Kata Kunci : Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal


(4)

iii ABSTRACT

This study aims to determine whether the Central Government Transfers significant effect on Government Capital Expenditure in regencies/cities in North Sumatra.

The method of this thesis is to use a causal research design, the number of samples, with a sample of 24 District / City every year from 33 regency / city at North Sumatera Province. This research was conducted for the period 2010 - 2013. The type of data used is secondary data. Data obtained from the Central Statistics Agency (BPS) of North Sumatra Province. The data have been collected and analyzed by the method of data analysis is conducted prior panel classic assumption test before hypothesis test. Testing the hypothesis in this study using analysis of coefficient of determination, testing the partial regression coefficient significance overall or simultaneous F test and t test.

This hypothesis results showed that in partial General Allocation Fund and Special Allocation Fund significantly affect Capital Expenditure, revenue-sharing no significant effect on Capital Expenditure. Simultaneously, the General Allocation Fund, Special Allocation Fund, Funds Transfer Bai results is the central government significantly affect Capital Expenditure.

Keywords : General Allocation Fund, Special Allocation Fund, DBH, Capital Expenditure


(5)

iv KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara tahun 2011-2013”. Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, saran, motivasi, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec. Ac, Ak, Ca., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak., dan Bapak Drs. Hotmal Jafar, MM, Ak., selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak., dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM., Ak., selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S-1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Iskandar Muda SE Msi, Ak., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan pada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs.Rustam, M.Si., Ak, selaku Dosen Penguji dan Bapak Drs.Syamsul Bahri TRB, MM, Ak., selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.


(6)

v 6. Kepada orang tua tercinta Saur Sitinjak dan Mesli sinaga, yang telah mendidik dan membesarkan penulis. Serta Adik penulis Franki Louis Sitinjak, dan Happy King Princes Sitinjak yang telah memberikan motivasi pada penulisan skripsi ini serta teman-teman seperjuangan yang telah membantu memberikan dukungan dan doa sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna baik isi maupun susunannya, untuk itu penulis mengharapkan dan menerima kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Penulis,

110503318


(7)

vi DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Originalitas ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 9

2.1.1 Belanja Modal ... 12

2.1.2 Dana Alokasi Umum ... 14

2.1.3 Dana Alokasi Khusus ... 16

2.1.4 Dana Bagi Hasil ... 17

2.2 Review Penelitian Terdahulu ... 21

2.3 Kerangka Konseptual ... 29

2.4 Hipotesis Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 33

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

3.3 Defenisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 33

3.3.1 Variabel Dependen ... 33

3.3.2 Variabel Independen ... 34

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

3.5 Jenis Data ... 40

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 41

3.7 Metode Analisis Data ... 41

3.7.1 Metode Analisis Data Panel ... 41

3.7.1.1 Metode kuadrat terkecil ... 43

3.7.1.2 Metode efek tetap ... 44

3.7.1.3 Metode efek acak ... 45

3.7.2 Pengujian Model Data Panel ... 45

3.7.2.1 Uji Langrange Multiplier ... 46

3.7.2.2 Uji Chow ... 46

3.7.2.3 Uji Hausman ... 47


(8)

vii

3.7.4 Kriteria Pengujian ... 48

3.7.4.1 Uji Signifikasi Simultan (Uji F) ... 48

3.7.4.2 Uji Signifikan Parsial (Uji t) ... 49

3.7.4.3 Koefisien Determinasi (R2) ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 51

4.2 Uji Asumsi Klasik ... 52

4.2.1 Uji Normalitas ... 52

4.2.2 Uji Multikolinearitas ... 53

4.2.3 Uji Non-Autokorelasi atau Independensi Residual ... 55

4.2.4 Uji Heteroskedastisitas ... 56

4.3 Pemilihan Metode Estimasi ... 57

4.3.1 Penentuan Model Estimasi antara CEM dan FEM dengan Uji Chow ... 57

4.3.2 Penentuan Model Estimasi antara FEM dan REM dengan Uji Hausman ... 58

4.4 Pengujian Hipotesis ... 59

4.4.1 Analisis Koefisien Determinasi ... 61

4.4.2 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial secara Menyeluruh (uji F) ... 62

4.4.3 Uji Signifikansi Koefisien Regresi Parsial secara Individu (uji t) ... 63

4.4.3.1 Pengujian Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal ... 65

4.4.3.2 Pengujian Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal ... 69

4.4.3.3 Pengujian Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Modal ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75

B. Keterbatasan Penelitian ... 76

C. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(9)

viii DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu... 24

3.1 Defenisi Operasional Variabel ... 36

3.2 3.3 4.1 Populasi dan Sampel Penelitian... Sampel penelitian Statistik Deskriptif dari Belanja Modal, DAU, DAK, DBH... 38 40 51 4.2 Uji Multikolinearitas dengan Matriks Korelasi... 54

4.3 Uji Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson... 56

4.4 Uji Heteroskedastisitas dengan Uji White... 57

4.5 Hasil dari Uji Chow... 58

4.6 Hasil dari Uji Hausman... 59

4.7 Nilai statistik dari Koefisien Determinasi, Uji F, dan Uji t... 60


(10)

ix DAFTAR GAMBAR

No.Gambar Judul Halaman

2.1

4.1 4.2

Kerangka Konseptual... Uji Normalitas dengan Uji Jarque-Bera... Penghitungan � Tabel Berdasarkan Microsoft Excel....

29 53 64


(11)

x DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman Lampiran 1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian...79 Lampiran 2 Daftar Sampel Penelitian...80 Lampiran 3 Output Eviews...81


(12)

ii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal di Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel, dengan jumlah sampel 24 Kabupaten/Kota setiap tahunnya dari 33 Kabupaten/Kota yang ada di Pripinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan untuk periode 2010 – 2013. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan metode analisis data panel yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis koefisien determinasi, pengujian signifikansi koefisien regresi parsial secara menyeluruh atau simultan uji F dan uji t.

Hasil hipotesis ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal, dana bagi hasil tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Secara simultan, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bai Hasil yang merupakan Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal.

Kata Kunci : Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil, Belanja Modal


(13)

iii ABSTRACT

This study aims to determine whether the Central Government Transfers significant effect on Government Capital Expenditure in regencies/cities in North Sumatra.

The method of this thesis is to use a causal research design, the number of samples, with a sample of 24 District / City every year from 33 regency / city at North Sumatera Province. This research was conducted for the period 2010 - 2013. The type of data used is secondary data. Data obtained from the Central Statistics Agency (BPS) of North Sumatra Province. The data have been collected and analyzed by the method of data analysis is conducted prior panel classic assumption test before hypothesis test. Testing the hypothesis in this study using analysis of coefficient of determination, testing the partial regression coefficient significance overall or simultaneous F test and t test.

This hypothesis results showed that in partial General Allocation Fund and Special Allocation Fund significantly affect Capital Expenditure, revenue-sharing no significant effect on Capital Expenditure. Simultaneously, the General Allocation Fund, Special Allocation Fund, Funds Transfer Bai results is the central government significantly affect Capital Expenditure.

Keywords : General Allocation Fund, Special Allocation Fund, DBH, Capital Expenditure


(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang - undangan. Dikeluarkannya Undang - Undang No. 22/1999 yang telah direvisi menjadi Undang - Undang No. 32/2004 tentang pemerintah daerah yang memisahkan fungsi eksekutif dengan fungsi legislatif dan Undang-Undang No. 25/1999 yang telah direvisi menjadi Undang-Undang No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi babak baru terkait dengan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah yang mendorong adanya desentralisasi penyelenggaraan pemerintah daerah. Desentralisasi ini menunjukkan adanya pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerahnya sendiri (Maimunah,2006).

Diberlakukannya UU No. 32 dan UU No. 33 Tahun 2004 memberikan kewenangan dan keleluasaan yang lebih luas bagi pemerintah kabupaten/kota sebagai pelaksana dan promotor pembangunan di daerah untuk mengatur dan menentukan sendiri kegiatan pembangunan wilayah yang sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat setempat. Menghadapi kondisi otonomi daerah, pemerintah kabupaten/kota harus memiliki kesiapan dan kemantapan sumber-sumber dana bagi pembiayaan pembangunan yang mutlak diperlukan untuk mewujudkan pemerintah kabupaten/kota menjadi daerah yang mandiri dari ketergantungan pemerintah pusat.

Dampak pelaksanaan otonomi daerah adalah tuntutan terhadap pemerintah dalam menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan mengedepankan


(15)

2 akuntabilitas dan transparansi (Nugraeni,2011). Mardiasmo (2004:96) menyatakan bahwa daerah tidak lagi sekedar menjalankan instruksi dari pemerintah pusat, tetapi dituntut untuk mengembangkan kreatifitas dan inovasi dalam mengoptimalkan potensi daerah yang selama ini (sebelum otonomi) dapat dikatakan terpasung. Menurut Bratakusuma (2003), menyatakan untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab, diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan daerah, serta antara propinsi dan kabupaten/kota.

Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya, pemerintah pusat tidak dapat lepas tangan begitu saja terhadap kebijakan otonominya. Hal ini tidak hanya terlihat dalam konteks kerangka hubungan politis dan wewenang daerah, namun juga terlihat dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah (Simanjuntak, 2001). Pada akhirnya pemerintah akan melakukan transfer dana. Transfer dana ini berupa dana perimbangan.

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004, Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemberian dana perimbangan ditujukan untuk mengurangi disparitas fiskal vertikal (antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah) dan juga untuk membantu daerah untuk membiayai kewenangan.

Dana Perimbangan adalah pengeluaran alokatif anggaran pemerintah pusat untuk pemerintah daerah yang ditujukan untuk keperluan pemerintah daerah (www.ksap.org). Kuncoro (2007) menyebutkan bahwa PAD hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah paling tinggi sebesar 20%. Kemandirian bagi daerah belum


(16)

3 sepenuhnya terlaksana, karena mereka masih menggantungkan aliran dana dari pemerintah pusat, khususnya DAU. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Tujuan dari desentralisasi yaitu untuk mempercepat pembangunan disamping tetap memaksimalkan potensi daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Dana Alokasi Umum memegang peranan yang sangat dominan dibandingkan sumber dana lain, untuk itu DAU diharapkan dapat digunakan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Pemberian DAU diharapkan benar-benar dapat mengurangi disparitas fiskal horizontal daerah yang mempunyai tingkat kesiapan fiskal yang relatif sama dalam mengimplementasikan otonomi daerah. Daerah diharapkan mampu mengalokasikan sumber dana ini pada sektor-sektor produktif yang mampu mendorong adanya peningkatan investasi di daerah, dan juga pada sektor yang berdampak pada peningkatan pelayanan publik, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kontribusi publik terhadap pajak. Kemandirian daerah menjadi semakin tinggi seiring dengan meningkatnya apasitas fiskal daerah dan pada gilirannya tanggung jawab pemerintah untuk memberikan DAU bisa lebih dikurangi. Namun realitas menunjukkan bahwa dalam perkembangan, daerah tidak menunjukkan peningkatan kemandirian. Abdullah dan Halim (2003) memberikan bukti bahwa DAU mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap belanja daerah daripada pengaruh PAD terhadap belanja daerah.Daerah cenderung mempertahankan penerimaan DAU dikarenakan jumlahnya yang sangat besar daripada mengupayakan peningkatan pendapatan sendiri.


(17)

4 Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Dana Alokasi Khusus ada bermacam-macam diantaranya dana alokasi khusus untuk pendidikan, dana alokasi khusus untuk kesehatan, dana alokasi khusus untuk pembangunan jalan dan lain-lain. Dana Alokasi Khusus untuk pendidikan digunakan untuk pembelian buku-buku pelajaran, pembelian perlengkapan sekolah dan lain-lain yang dapat membantu dalam proses belajar mengajar dan berdampak pada peningkatan kualitas kecerdasan masyarakat daerah.

Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam. Dana Bagi Hasil Pajak adalah bagian daerah yang berasal dari Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB), Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 25 dan Pasal 29, Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPH Pasal 21. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan atas objek pajak bumi dan bangunan adalah sebesar 0,5%. Penerimaaan negara dari biaya perolehan hak atas tanah dan bagunan dibagi dari 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah. Dana Bagi Hasil dari penerimaan pasal 25 dan pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan penerimaan PPH pasal 21 dibagi dengan imbangan 60% untuk kabupaten atau kota dan 40% untuk provinsi yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dengan adanya transfer dari pemerintah pusat yang berupa dana bagi hasil pajak diharapkan kegiatan pemerintahan daerah lebih ditingkatkan terutama sarana dan


(18)

5 prasarana umum. Contohnya, dengan perbaikan jalan yang sudah mulai rusak, pembangunan jalan-jalan di pedesaan dan lain-lain.

Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sektor kehutanan, pertambangan umum, perikanan, minyak bumi, gas alam, dan panas bumi. Dari berbagai hasil penerimaan sumber daya alam ada beberapa pembagian. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam dari sektor kehutanan, sebesar 20% untuk pemerintahan dan 80% untuk daerah. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Gas Bumi dibagi dengan imbangan 69,5% untuk pemerintah dan 30,5% untuk daerah.

Transfer dari pemerintah pusat yang berupa dana bagi hasil sumber daya alam digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diantaranya dengan subsidi konversi minyak tanah ke gas. Subsidi pupuk untuk meningkatkan

hasil pertanian, selain itu juga digunakan untuk pembangunan kantor kehutanan, perikanan dan lain-lain untuk menunjang kegiatan pada daerah tersebut agar lebih maju.

Belanja Modal merupakan belanja yang mempunyai manfaat melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menimbulkan konsekuensi menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan (Halim, 2004:73). Munir (2003:36) juga menyatakan hal senada. Belanja modal memiliki karakteristik spesifik yang menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasiannya. Pemerolehan aset tetap juga memiliki konsekuensi pada beban operasional dan pemeliharaan pada masa yang akan datang (Bland & Nunn, 1992).

Belanja Modal yang dilakukan pemerintah daerah antara lain: pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan atau transportasi, sehingga masyarakat juga memiliki manfaat dari pembangunan daerah. Pembangunan daerah tersebut antara lain


(19)

6 adalah pembangunan pada infrastruktur. Pembangunan pada infrastruktur adalah pembangunan jalan, alat komuninikasi, dan listrik. Kemajuan infrastruktur, cukup menentukan dalam daya saing perekonomian. Dengan kemajuan infrastruktur juga dapat membuka akses atau hubungan dengan daerah lain.

Kontribusi Pendapatan Asli Daerah dalam memenuhi alokasi dana untuk belanja daerah sebenarnya harus menjadi sumber dana utama untuk menjalankan pembangunan daerah, namun pada kenyataannya pemerintah daerah belum mampu mengoptimalkan potensi daerah untuk menggali sumber pendapatan daerah. Pemerintah daerah masih saja bergantung terhadap pemerintah pusat dan provinsi dalam menjalankan pemerintahan. Hal ini berarti bahwa daerah otonom belum sepenuhnya berhasil menjalankan tugas sebagai daerah otonomi. Untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal dan adanya kebutuhan pendanaan daerah yang cukup besar, pemerintah memberikan dana perimbangan yang merupakan transfer pemerintah pusat. Transfer Pemerintah Pusat meliputi Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam .

Transfer pemerintah pusat di pemerintahan atau kota provinsi Sumatera Utara sebaiknya dioptimalkan, sebagai potensi pendapatan yang dimiliki untuk memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar dalam pembangunan pada sektor-sektor yang produktif di daerah. Bantuan pemerintah pusat dan provinsi masih sangat diharapkan dalam menutupi sebagian besar pengeluaran pemerintah daerah. Pemerintahan kabupaten atau kota di Sumatera Utara masih harus bekerja keras dalam menggali dan mengembangkan potensi daerah yang dimiliki, untuk mewujudkan tujuan dari otonomi daerah, yaitu mampu meningkatkan kemandirian daerah dalam menjalankan pemerintahannya.


(20)

7 Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis mengambil penelitian dengan judul “Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan pada latar belakang, maka masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah Transfer pemerintah pusat berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap Belanja Modal pada Pemerintahan Kabupaten atau Kota di Sumatera Utara ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pe nelitian ini adalah:

Untuk mengetahui adanya pengaruh Transfer Pemerintah Pusat baik secara parsial, maupun secara simultan terhadap Belanja Modal pada Pemerintahan Kabupaten atau Kota di Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai pelatihan intelektual, mengembangkan wawasan berfikir yang dilandasi konsep ilmiah khususnya ilmu akuntansi sektor publik.


(21)

8 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam melakukan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan dapat digunakan sebagai masukan untuk mendukung pembuatan keputusan atau kebijakan mengenai penganggaran.

3. Bagi Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan terhadap ilmu pengetahuan untuk dijadikan bahan pembelajaran. Serta bermanfaat untuk menambah wacana dalam perkembangan ilmu akuntansi sektor publik.

1.5 Originalitas

Penelitian ini merupakan replikasi dan konstruksi pemikiran yang terdapat pada penelitian-penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Hidayati (2011) yang meneliti tentang “Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam terhadap realisasi Belanja Modal Pemerintah Kabupaten atau Kota di Jawa Timur.” Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada:

1. Sampel penelitian yaitu sampel yang digunakan adalah pemerintah kabupaten atau kota di Sumatera Utara.

2. Waktu penelitian yang dilakukan adalah untuk periode 2010 - 2013 dan dengan lag 1 tahun


(22)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah didefenisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah yang menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun aggaran serta menggambarkan juga perkiraan penerimaan tertentu dan sumber-sumber penerimaan daerah yang menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah juga diartikan sebagai sarana atau alat untuk menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab serta memberi isi dan arti tanggung jawab Pemerintah Daerah karena APBD itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan Pemerintah Daerah.

APBD merupakan salah satu mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Peranan APBD sebagai pendorong dan salah satu penentu tercapainya target dan sasaran makro ekonomi daerah diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan pokok yang merupakan tantangan dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan mandiri.

Menurut Halim (2004: 73) APBD adalah rencana pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat untuk jangka waktu tertentu. Dalam waktu mana badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar penetapan anggaran dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutupi pengeluaran tadi.


(23)

10 Menurut Bastian (2000) APBD merupakan rencana kerja Pemerintah Daerah (Pemda) dalam bentuk satuan uang untuk kurun waktu satu tahun dan berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik.

Dan menurut Saragih (2003) APBD adalah dasar dari pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu umumnya satu tahun.

Kebijakan pengelolaan APBD difokuskan pada optimalisasi fungsi dan manfaat pendapatan, belanja dan pembiayaan bagi tercapainya sasaran atas agenda- agenda pembangunan tahunan. Di bidang pengelolaan pendapatan daerah, akan terus diarahkan pada peningkatan PAD. Untuk merealisasikan hal tersebut akan dilakukan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan yang telah ada maupun menggali sumber-sumber baru.

Bentuk dan Susunan APBD berdasarkan Keputusan Menteri dalam Negeri No.29 tahun 2002 adalah terdiri atas tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan. APBD sebagai bagian dari siklus anggaran merupakan tahapan yang paling strategis. Dikatakan strategis karena pada tahapan ini akan terlihat besarnya realisasi penerimaan dan pengeluaran yang telah dicantumkan dalam APBD tahunan anggaran berjalan, sehingga dari sisi keuangan daerah dapat dilihat apakah kegiatan yang telah direncanakan dengan anggaran yang telah ditetapkan.

Pemerintah daerah harus mampu menjawab tuntutan masyarakat melalui berbagai program dan kegiatan APBD dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan jasa publik, seperti pendidikan, kesehatan, kebersihan, ketertiban, dan lain sebagainya.

Kebijakan penyusunan APBD tidak saja bertujuan untuk mengembalikan pertumbuhan ekonimi dengan cepat, tetapi perlu dilakukan perbaikan terhadap


(24)

11 kesalahan-kesalahan dimasa lalu, baik pada tingkah laku individual para penyelenggara kebijakan maupun mekanisme institusional.

Transfer pemerintah pusat tidak lain adalah dana perimbangan. Dana ini dibentuk untuk mendukung pendanaan program otonomi. Dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Dalam rangka menciptakan suatu sistem perimbangan keuangan yang profesional, demokratis, adil, dan transparan berdasarkan atas pembagian pemerintahan antara pemerintah pusat dan daerah, maka diundangkan UU No.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Undang-undang tersebut antara lain mengatur tentang dana perimbangan yang merupakan aspek penting dalam sistem perimbangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Undang – undang No.25 tahun 1999 mengatur hal – hal yang berkenaan dengan keuangan negara dan daerah utamanya bagi hasil penerimaan Negara dan transfer dana dari pemerintah pusat (APBN) kepada pemerintah daerah (APBD). Transfer pemerintah pusat berupa dana perimbangan terdiri dari :

1. Dana Alokasi Umum (DAU) 2. Dana Alokasi khusus (DAK) 3. Dana Bagi Hasil


(25)

12

2.1.1 Belanja Modal

Belanja Modal merupakan Belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum (Halim, 2004).

Belanja Modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang menghasilkan aktiva tetap tertentu (Nordiawan,2006). Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur,dan harta tetap lainnya.

Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP 2005: 24), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/ inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.

1. Klasifikasi belanja modal

Belanja Modal dibagi didalam 5 bagian yang terdiri dari : a) Belanja Modal Tanah

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, pembelian, pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurungan, peralatan, pematangan tanah, pembuatan sertipikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.


(26)

13 b) Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

c) Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

d) Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan pembuatan serta perawatan dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksudkan dalam kondisi siap pakai.

e) Belanja Modal Fisik lainnya

Belanja Modal Fisik lainnya adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk Pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan serta perawatan terhadap Fisik lainnya yang tidak dapat dikatagorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralata dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian


(27)

14 barang-barang kesenian, barang peurbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.

2.1.2 Dana Alokasi Umum

Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Dari definisi ini dapat disimpulkan baha DAU merupakan sarana untuk mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah dan disisi lain juga sebagai sumber pembiayaan daerah. Hal ini berarti pemberian DAU lebih diperioritaskan pada daerah yang mempunyai kapasitas fiskal rendah. Daerah yang mempunyai kapasitas fiskal tinggi justru akan mendapatkan jumlah DAU yang lebih kecil, sehingga diharapkan dapat mengurangi disparitas fiskal antar daerah dalam memasuki era otonomi. Alokasi DAU untuk daerah dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut :

DAU = CF + AD Dimana :

DAU = Dana alokasi umum AD = Alokasi dasar

Proporsi DAU antar daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota.

DAU antar daerah celah fiskal DAU provinsi = ������������ Rp ∑����������


(28)

15 Dimana :

CF Provinsi = Celah fiskal suatu daerah provinsi

∑ CF Provinsi = Total celah fiskal seluruh provinsi

DAU atas daerah celah fiskal untuk daerah kabupaten/kota DAU kab/kota = bobot kab/kota x DAU kab/kota

Bobot DAU kab/kota = �������/����

�� ∑ �����/����

Adapun cara menghitung dana alokasi umum menurut ketentuan UU No 33 tahun 2004 adalah sebagai berikut :

a. Dana alokasi umum (DAU) ditetapkan sekurang – kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang dietapkan dalam APBN.

b. Dari dana alokasi umum (DAU) untuk suatu daerah kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah kabupaten/kota yang ditetapkan APBN dengan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

c. Dana alokasi umum (DAU) untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing – masing 10% dan 90% dari dana alokasi umum sebagaimana ditetapkan diatas.

d. Porsi daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud diatas merupakan proporsi daerah kabupaten/kota diseluruh indonesia.

Dana alokasi umum (DAU) dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju dengan daerah yang belum dapat berkembang dapat diperkecil.


(29)

16 2.1.3 Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu (UU No.33 Tahun 2004). Dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran kementerian negara, yang digunakan untuk melaksanakan urusan daerah, secara bertahap dialihkan menjadi dana alokasi khusus.

Dana alokasi khusus digunakan untuk menutup kesenjangan pelayanan publik antar daerah dengan memberi prioritas pada bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, kelautan dan perikanan, pertanian, prasarana pemerintahan daerah, dan lingkungan hidup.

Dalam Tahun 2008 kebijakan alokasi DAK akan diperioritaskan, antara lain, seperti berikut :

1.Membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan dibawah rata - rata Nasional.

2.Menunjang percepatan pembangunan sarana dan Prasarana didaerah Pesisir pulau - pulau kecil, daerah perbatasan darat dengan Negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah rawan banjir dan longsor, serta daerah yang berkatagori daerah ketahanan pangan dan daerah pariwisata.

3.Mendorong penyediaan lapangan kerja, mengurangi jumlah penduduk miskin, serta mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.

4.Menghindari tumpang tindih kegiatan yang di danai dari DAK dengan kegiatan lain yang didanai dari anggaran kementrian/lembaga.


(30)

17 5.Mengalihkan kegiatan yang didanai dengan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, yang telah menjadi urusan daerah secara bertahap ke dana alokasi khusus (DAK).

Menurut Poesoro (2008), penetapan jumlah DAK dan alokasinya kepada daerah merupakan hasil keputusan antara panitia anggaran DPR dengan Pemerintah yang terdiri dari unsur Depkeu, Depdagri, Bappenas, dan departemen teknis yang bidang tugasnya menerima. Meskipun mekanisme penetapan DAK melibatkan beberapa lembaga, keputusan akhir mengenai total jumlah DAK dan alokasinya menjadi wewenang Menteri Keuangan setelah berkonsultasi dengan DPR.

Dana alokasi khusus adalah dana yang disediakan kepada daerah untuk memenuhi kebutuhan khusus. Tiga kriteria khusus yang ditetapkan dalam undang – undang yang berlaku :

1.Kebutuhan tidak dapat diperhitungkan dengan menggunakan rumus dana alokasi umum (DAU).

2.Kebutuhan merupakan komitmen atau prioritas nasional.

3.Kebutuhan untuk membiayai kegiatan reboisasi dalam penghijauan oleh daerah penghasil.

2.1.4 Dana Bagi Hasil

Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 dana bagi hasil adalah “dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”. Dana bagi hasil ini ditinjau dari potensi daerah penghasil. Daerah yang memiliki sumber


(31)

18 daya alam yang melimpah tentunya akan mendapat persentase yang lebih besar dari pada daerah yang memiliki sedikit sumber daya alamnya.

Penerimaan dana bagi hasil pajak diprioritaskan untuk mendanai perbaikan lingkungan pemukiman perkotaan dan dipedesaan, pembangunan irigasi, jaringan jalan dan jembatan sedangkan penerimaan dana bagi hasil sumber daya alam diutamakan pengalokasiannya untuk mendanai pelestarian lingkungan areal pertambangan, perbaikan dan penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial, fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk tercapainya standar pelayanan minimal yang ditetapkan peraturan perundang-undangan (Sumarsono, 2010 :119).

1. Penerimaan Pajak

a. Pajak bumi dan bangunan (PBB)

Penerimaan negara dari pajak bumi dan bangunan dibagi dengan imbangan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah. Dana bagi hasil PBB untuk daerah sebesar 90% sebagaimana dimaksud diatas dibagi dengan rincian sebagai berikut

1) 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan 2) 64,8% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan 3) 9% untuk biaya pemungutan

Selanjutnya 10% penerimaan pajak bumi dan bangunan bagian pemerintah pusat sebagaimana pembagian diatas dialokasikan kepada seluruh kabupaten dan kota dengan rincian sebagai berikut:

1) 6,5% dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota .


(32)

19 2) 3,5% dibagikan secara intensif kepada kabupaten dan/atau kota yang realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan sektor pedesaan dan perkotaan sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan yang ditetapkan.

b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk daerah. DBH BPHTB untuk daerah sebesar 80% dibagi untuk daerah dengan rincian

1) 16% untuk provinsi yang bersangkutan

2) 64% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan.

Selanjutnya bagian pemerintah sebesar 20% dialokasikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota.

c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21

Dana bagi hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 yang merupakan bagian dari daerah adalah sebesar 20% dengan rincian

1) 60% untuk kabupaten/kota 2) 40% untuk provinsi

2. Penerimaan Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) A. Sektor kehutanan

Penerimaan kehutanan yang berasal dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan


(33)

20 (PSDH) yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk Pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah. Penerimaan kehutanan yang berasal dari dana reboisasi dibagi dengan imbangan sebesar 60% (enam puluh persen) untuk pemerintah dan 40% (empat puluh persen) untuk daerah.

B. Sektor Pertambangan Umum

Penerimaan pertambangan umum yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah.

C. Sektor Pertambangan Minyak Bumi

Penerimaan pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan 84,5% (delapan puluh empat setengah persen) untuk pemerintah dan 15,5% ( lima belas setengah persen) untuk daerah.

D. Sektor Pertambangan Gas Bumi

Penerimaan pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan 69,5% (enam puluh sembilan setengah


(34)

21 persen) untuk pemerintah dan 30, 5% (tiga puluh setengah persen) untuk daerah.

E. Sektor Perikanan

Penerimaan perikanan yang diterima secara nasional dibagi dengan perimbangan 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah.

F. Sektor Pertambangan Panas Bumi

Pertambangan panas bumi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan yang merupakan penerimaan negara bukan pajak, dibagi dengan imbangan 20% (dua puluh persen) untuk pemerintah dan 80% (delapan puluh persen) untuk daerah.

2.2 Review Penelitian Terdahulu

Hidayati (2011) meneliti tentang Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam terhadap realisasi Belanja Modal Pemerintah Kabupaten atau Kota di Jawa Timur. Penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan, Transfer Pemerintah Pusat (dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak,dana bagi hasil sumber daya alam) memiliki pengaruh signifikan tehadap Belanja Modal. Secara parsial, Dana Alokasi Umum (DAU), mempunyai nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) yaitu sebesar 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa Hipotesis nol ditolak, artinya variabel Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal (BM), Dana Bagi Hasil Pajak mempunyai nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) yaitu sebesar 0,000. Hal


(35)

22 tersebut menunjukkan bahwa Hipotesis nol ditolak, artinya variabel Dana Bagi Hasil Pajak (DBH PJK) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal (BM), sedangkan Dana Alokasi Khusus (DAK) mempunyai nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05) yaitu sebesar 0,0745. Hal tersebut menunjukkan bahwa Hipotesis nol diterima, artinya variabel Dana Alokasi Khusus tidak mempunyai pengaruh terhadap Belanja modal (BM), dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH SDA) mempunyai nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 (p>0,05) yaitu sebesar 0,499. Hal tersebut menunjukkan bahwa Hipotesis nol diterima, artinya variabel Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal (BM).

Simanjuntak (2009) meneliti tentang Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam terhadap realisasi Belanja Modal Pemerintah Kabupaten atau Kota di Sumatera Utara. Penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial dana alokasi umum berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, dana bagi hasil pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal dan dana bagi hasil sumber daya alam tidak berpengatruh signifikan terhadap belanja modal. Secara simultan dana alokasi umum, dana bagi hasil dan dana bagi hasil sumber daya alam berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Dimana 74% variasi dari belanja modal dapat dijelaskan oleh ketiga variasi variabel in dependen tersebut sedangkan sisanya sebesar 26% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini.

Harahap (2009) meneliti Pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Terhadap Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara. Penelitian ini menunjukkan bahwa kedua variabel independent berpengaruh positif terhadap belanja modal secara bersama- sama dan secara parsial Dana Bagi Hasil


(36)

23 Pajak berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal sedangakan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.

Lukha (2013) meneliti Pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel dana bagi hasil pajak lebih berpengaruh terhadap belanja modal daripada dana bagi hasil sumber daya alam apabila dilihat dari nilai korelasi dan signifikansinya. Dari hasil adjust R square menunjukkan bahwa pengaruh yang diberikan oleh variabel dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil sumber daya alam terhadap belanja modal sebesar 19% sedangkan sisanya (81%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar variabel penelitian.


(37)

24 Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Variabel yang Digunakan

Hasil Penelitian

1. Hidayati (2000)

Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam

terhadap realisasi Belanja Modal Pemerintah Kabupaten atau Kota di Jawa Timur.

Independent • Dana Alokasi

Umum • Dana Alokasi

Khusus

• Dana Bagi Hasil Pajak

• Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam

Dependent • Belanja Modal

Secara simultan, Transfer Pemerintah Pusat (dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dana bagi hasil pajak,dana bagi hasil sumber daya alam) memiliki pengaruh signifikan tehadap Belanja Modal. Secara parsial, Dana Alokasi Umum (DAU)

berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal (BM), variabel Dana Bagi Hasil Pajak (DBH PJK) berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal (BM),


(38)

25 sedangkan variabel Dana Alokasi Khusus tidak mempunyai pengaruh terhadap Belanja modal (BM), dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal (BM).

Simanjuntak (2009)

Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat yang terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam terhadap realisasi Belanja Modal Pemerintah

Independent • Dana Alokasi

Umum • Dana Alokasi

Khusus

• Dana Bagi Hasil Pajak

• Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam

Dependent

secara parsial dana alokasi umum

berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, dana bagi hasil pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal dan dana bagi hasil sumber daya alam tidak berpengatruh signifikan terhadap


(39)

26 Kabupaten atau

Kota di Sumatera Utara.

Belanja Modal belanja modal. Secara simultan dana alokasi umum, dana bagi hasil dan dana bagi hasil sumber daya alam berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Dimana 74% variasi dari belanja modal dapat dijelaskan oleh ketiga variasi variabel in dependen tersebut sedangkan sisanya sebesar 26% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam penelitian ini.

3. Harahap (2009)

Pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Terhadap

Independent: • Dana Bagi Hasil

Pajak

• Dana Bagi Hasil Sumber Daya Penelitian ini menunjukkan bahwa kedua variabel independent berpengaruh positif


(40)

27 Belanja Modal pada

Kabupaten dan Kota di Smatera Utara.

Alam Dependent :

• Belanja Modal.

terhadap belanja modal secara bersama- sama dan secara parsial Dana Bagi Hasil Pajak berpengaruh signifikan positif terhadap Belanja Modal sedangakan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal.

Lukha (2013) Pengaruh Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

Independent: • Dana Bagi Hasil

Pajak

• Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam

Dependent :

• Belanja Modal..

Penelitian ini

menunjukkan bahwa variabel dana bagi hasil pajak lebih berpengaruh terhadap belanja modal daripada dana bagi hasil sumber daya alam apabila dilihat dari nilai korelasi dan


(41)

28 hasil adjust R square menunjukkan bahwa pengaruh yang

diberikan oleh variabel dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil sumber daya alam terhadap belanja modal sebesar 19% sedangkan sisanya (81%)

dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar variabel penelitian.


(42)

29 Dana Alokasi Umum

(X1)

Dana Alokasi Khusus (X2)

Dana Bagi Hasil (X3)

Belanja Modal (Y) 2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang dan landasarn teori dapat dibuat kerangka konseptual yang akan diteliti seperti yang terlihat dalam Gambar 2.1

H1

H2

H3

H4

Gamabar 2.1 Kerangka Konseptual

Dari gambar tersebut dapat dilihat pengaruh Dana Alokasi Umum,Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi HAsil secara parsial terhadap Belanja Modal. Dan pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus , dan Dana Bagi Hasil secara simultan terhadap Belanja Modal.

Sumber pembiayaan pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan pembantuan. Pelaksanaan desentralisasi dilakukan dengan pemerintah pusat


(43)

30 menyerahkan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri daerahnya. Wujud desentralisasi yaitu pemberian dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Dana perimbangan ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (UU No. 33/2004). DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan keuangan merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan dalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat menggunakan dana perimbangan keuangan (DAU) untuk memberikan pelayanan kepada publik yang direalisasikan melalui belanja modal (Solikin 2010 dalam Ardhani 2011)

Dana perimbangan merupakan perwujudan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah. Salah satu dana perimbangan adalah DAK, yaitu merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan prioritas nasional. Tujuan DAK untuk mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang harus ditanggung oleh pemerintah daerah. Pemanfaatan DAK diarahkan kepada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan publik dengan umur ekonomis panjang, dengan diarahkannya pemanfaatan DAK untuk kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik yang direalisasikan dalam belanja modal (Ardhani 2011).

DBH merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan


(44)

31 daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah). DBH yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terdiri dari 2 jenis, yaitu DBH pajak dan DBH bukan pajak (Sumber Daya Alam). Berdasarkan Undang-Undang PPh yang baru (UU Nomor 17 Tahun 2000), mulai tahun anggaran 2001 Daerah memperoleh bagi hasil dari Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi (personal income tax), yaitu PPh Pasal 21 serta PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi. Ditetapkannya PPh Perorangan sebagai objek bagi hasil dimaksudkan sebagai kompensasi dan penyelaras bagi daerah-daerah yang tidak memiliki SDA tetapi memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara (APBN). Volume perolehan pajak di daerah berasosiasi kuat dengan besarnya tingkat pendapatan sebagai basis pajak, dengan demikian daerah dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi cenderung akan memperoleh DBH pajak yang lebih tinggi pula (Wahyuni & Adi 2009). DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari PAD selain DAU dan DAK. Secara teoritis Pemerintah daerah akan mampu menetapkan belanja modal yang semakin besar jika anggaran DBH semakin besar pula, begitupun Sebaliknya semakin kecil belanja modal yang akan ditetapkan jika anggaran DBH semakin kecil. DBH berpengaruh positif terhadap Belanja Modal.


(45)

32 2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas, maka

hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap Belanja Modal pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.


(46)

33 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan desain asosiatif kausal. Peneliti menganalisis pengaruh Transfer Pemerintah Pusat terhadap Belanja Modal pada Pemerintahan kabupaten/kota di Sumatera Utara, dimana Transfer Pemerintahan Pusat merupakan variabel yang mempengaruhi, sedangkan Belanja Modal merupakan variabel yang dipengaruhi.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Provinsi Sumatera Utara dan waktu penelitian dilakukan secara bertahap yang dimulai pada bulan Januari 2015.

3.3 Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel 3.3.1 Variabel Dependen

Belanja modal merupakan belanja langsung yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah Sumatera Utara tahun 2010-2013 untuk membiayai kegiatan investasi. Indikator variabel belanja modal antara lain : Belanja Tanah, Belanja Peralatan dan Mesin, Belanja Gedung dan Bangunan, Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan, Belanja Aset Lainnya (Yovita 2011).

3.3.2. Variabel Independen Dana Alokasi Umum

DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Indikator DAU adalah sebagai berikut :


(47)

34 1. Dari indeks kebutuhan daerah, terdiri dari : pengeluaran atau belanja daerah rata-rata, indeks penduduk, indeks luas daerah, indeks harga bangunan, indeks kemiskinan relatif.

2. Dari penerimaan daerah, terdiri dari : penerimaan daerah, indeks industri, indeks sumber daya alam (SDA), indeks sumber daya manusia (SDM) (Yovita 2011). Variabel DAU ini diukur dengan menggunakan skala rasio.

DAU dapat ditentukan dengan perhitungan :

DAU Kabupaten/kota = 90% x 25% x PDN (Pendapatan Dalam Negeri) x Bobot DAU.

Dana Alokasi Khusus

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, Dana Alokasi Khusus, DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional tahun 2010-2013. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.

Dana Bagi Hasil

DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada pemerintah Provinsi se-Indonesia berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Wahyuni & Adi 2009). Indikator DBH adalah sebagai berikut :


(48)

35 1. DBH Pajak

2. DBH Bukan Pajak (Sumber Daya Alam)

Variabel DBH ini diukur dengan menggunakan skala rasio. DBH dapat diukur dengan Perhitungan : DBH = Bagi Hasil Pajak + Bukan Pajak.


(49)

36 Tabel 3.1

Defenisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran

Variabel Defenisi SkalaUkur

Belanja Modal (Y) Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk aset tetap berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah

Rasio

Dana Alokasi Umum (X1)

Dana transfer yang diperoleh pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Rasio

Dana Alokasi Khusus (X2)

Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

Rasio

Dana Bagi Hasil (X3) Dana Bagi hasil (DBH) merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah berupa pajak dan sumber daya alam


(50)

37 3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kabupaten/Kota yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara berjumlah 33 Kabupaten/Kota. Data sampel yang diambil menggunakan purposisve sampling dengan kriteria sebagai berikut:

1 . Kabupaten/Kota yang mempublikasikan Anggaran dan Realisasi APBD nya secara konsisten dari tahun 2010-2013

Dari 33 Pemerintah Daerah yang dijadikan populasi, pemerintah daerah yang memenuhi kriteria sampel penelitian sebanyak 24 kabupaten/kota, yang terdiri dari 18 kabupaten dan 6 kota seperti yang terlihat dalam Tabel 3.1.

Penelitian ini menggunakan pooling data yaitu data runtun waktu (time series) selama 4 tahun yaitu 2010-2013 dan crossection untuk 24 kabupaten/kota. Objek yang diteliti adalah Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.


(51)

38 Tabel 3.2

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

Daerah

kriteria Sampel Terpilih

1 2

1. N i a s √ √ Sampel 1

2. Mandailing Natal √ √ Sampel 2 3. Tapanuli Selatan √ √ Sampel 3 4. Tapanuli Tengah √ √ Sampel 4 5. Tapanuli Utara √ √ Sampel 5

6. Toba Samosir x √ -

7. Labuhanbatu √ √ Sampel 6

8. Asahan √ √ Sampel 7

9. Simalungun √ √ Sampel 8

10. D a i r i √ √ Sampel 9

11. K a r o √ √ Sampel 10

12. Deli Serdang x √ -

13. Langkat √ √ Sampel 11

14. Nias Selatan x √ -

15. Humbang Hasundutan √ √ Sampel 12 16. Pakpak Bharat √ √ Sampel 13

17. Samosir x √ -

18. Serdang Bedagai √ √ Sampel 14


(52)

39 20. Padang Lawas Utara √ √ Sampel 15

21. Padang Lawas √ √ Sampel 16 22. Labuhanbatu Selatan √ √ Sampel 17 23. Labuhanbatu Utara √ √ Sampel 18

24. Nias Utara x √ -

25. Nias Barat x √ -

Kota/City

26. Sibolga √ √ Sampel 19

27. Tanjungbalai x √ -

28. Pematangsiantar √ √ Sampel 20 29. Tebing Tinggi √ √ Sampel 21

30. M e d a n √ √ Sampel 22

31. B i n j a i √ √ Sampel 23 32. Padangsidimpuan √ √ Sampel 24


(53)

40 Tabel 3.3

Daftar Sampel Penelitian

No Kabupaten No Kota

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

N i a s

Mandailing Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Utara Labuhanbatu Asahan Simalungun Dairi Karo Humbang Hasundutan Pakpak Bharat Serdang Bedagai Padang Lawas Utara Padang Lawas Labuhanbatu Selatan Labuhanbatu Utara Tapanuli Tengah 1 2 3 4 5 6 7 Langkat Sibolga Pematang siantar Tebing Tinggi M e d a n B i n j a i


(54)

41 3.5 Jenis Data

Peneliti menggunakan data sekunder dalam penelitian ini. ”Data sekunder merupakan data yang telah dikumpulkan sebelumnya” (Anandya dan Suprihhadi, 2005 : 64). Data diperoleh dari laporan APBD Pemda kabupaten/ kota yang diperoleh dari situs Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Data yang dibutuhkan adalah informasi keuangan yang berhubungan dengan variabel penelitian yaitu Belanja Daerah, total Pendapatan Asli Daerah (PAD), data Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus dan Jumlah Penduduk.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian adalah data

sekunder yaitu pooling data realisasi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil dan Belanja Modal dari masing-masing Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara untuk periode tahun 2010-2013 yang diperoleh dari situs Sistem Informasi Keuangan Daerah .Departemen Keuangan Republik Indonesia yaitu www.depkeu.djpk.go.id dan sistus Badan Pusat Statistik yaitu www.bps.go.id/sumut, melalui internet.

3.7. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini model analisis yang digunakan adalah regresi data

panel dengan menggunakan perangkat lunak program Eviews dan Microsoft Excel 2007 sebagai alat bantu dalam mengolah data. Data dianalisis dengan menggunakan model panel data program Eviews 7.0. Eviews merupakan program yang disajikan untuk


(55)

42 analisis statistika dan ekonometrika. Eviews menyajikan perangkat analisis data, regresi dan peramalan.

3.7.1 Metode Analisis Data Panel

Untuk menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan jumlah penduduk terhadap anggaran belanja daerah di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara maka digunakan model data panel. Di dalam ekonometrika, data panel adalah hasil gabungan dari data deret waktu (time series) dan data silang (cross section), maka modelnya dapat ditulis sebagai berikut:

Yit = α + β Xit + єit

Dimana:

i = 1, 2, …, N dan t = 1, 2, …, T N = banyaknya observasi

T = banyaknya waktu

N x T = banyaknya data panel.

Data deret waktu adalah data yang dihimpun dari beberapa periode.

Dalam penelitian ini data yang dihimpun adalah dari tahun 2009 sampai dengan 2012 untunk variabel independent dan 2010-2013 utnuk variabel dependent. Data silang adalah data yang dihimpun dari satu periode atas beberapa objek atau individu yang dalam penelitian ini adalah 24 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Dengan data panel, jumlah observasi sebanyak 96 pengamatan yaitu 4 tahun amatan dikalikan 24 sampel Kabupaten/kota dan jumlah data panel menjadi lebih banyak yaitu 384 data yaitu jumlah observasi 96 dikali 4 variabel independen.


(56)

43 Karena merupakan hasil gabungan dari data deret waktu dan data silang maka panel data ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain Gujarati ( 2003:637) :

1. Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section murni atau data time series murni.

2. Mampu mengontrol heterogenitas individu atau unit cross section.

3. Memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan sehingga data menjadi lebih efisien.

4. Data panel lebih baik digunakan untuk studi dynamics of adjusment karena terkait dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang.

5. Mampu menguji dan mengembangkan model perilaku yang lebih kompleks. Estimasi model dengan menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap (fixed effect), dan metode efek random (random effect).

3.7.1.1 Metode kuadrat terkecil (Pooled Least Square)

Metode kuadrat terkecil yaitu mengestimasi data panel dengan

Metode ordinary least square (OLS). Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dalam pengolahan data panel yaitu dengan menggabungkan seluruh data time series dan data silang. Dengan N sebagai jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengansumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section. Bila kita


(57)

44

cross section, maka α dan β dapat diestimasi dengan menggunakan N x T

pengamatan maka bentuk modelnya adalah:

Yit = α + β Xit + єit

Dengan asumsi bahwa α dan β konstan akan jauh dari kenyataan sebenarnya.

3.7.1.2 Metode efek tetap (Fixed Effect)

Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil

adalah adanya asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan, baik antar daerah maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan tujuan penggunaan data panel. Untuk mengatasi hal ini dapat digunakan pendekatan model efek tetap (fixed effect) yaitu dengan menambahkan model dummy pada data panel. Metode efek tetap memper-hitungkan kemungkinan bahwa peneliti menghadapi masalah omitted variables, yang mungkin membawa perubahan pada intercept time series atau cross-section .Model efek tetap atau Least Square Dummy Variable atau disebut juga Covarians Model adalah model yang dapat digunakan dengan mempertimbangkan bahwa perubah-perubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Untuk memungkinkan perubahan perubahan intersep ini, dapat ditambahkan variabel dummy ke dalam model yang selanjutnya akan diduga dengan model OLS (Ordinary Least Square).

Pada metode efek tetap estimasi dapat dilakukan dengan tanpa

pembobot (no weighted) atau Least Square Dummy (LSDV) dan dengan pembobot (cross section weight) atau General Least Square (GLS). Tujuan dilakukan pembobotan ini adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section Gujarati (2003:639).


(58)

45 3.7.1.3 Metode efek acak (Random Effect)

Pendekatan Metode efek acak memperbaiki efisiensi proses least

square dengan memperhitungkan error dan cross-section dan time series. Model efek acak adalah variasi dari estimasi generalized least square (GLS). Keputusan untuk memasukkan variabel dummy ke dalam model akan mengakibatkan berkurangnya jumlah derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Pendekatan yang digunakan untuk mengatasi hal ini adalah model efek acak. Model efek acak disebut juga sebagai error component model karena dalam model ini, parameter yang berbeda antar individu maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error.

Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah error secara individual tidak saling berkorelasi, begitu pula dengan error kombinasinya. Penggunaan model efek acak dapat menghemat derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti pada model fixed effect. Hal ini berimplikasi kepada parameter hasil estimasi akan menjadi efisien. Semakin efisien maka model yang akan didapat semakin baik. Dengan demikian adanya gangguan asumsi klasik dalam model ini telah terdistribusi secara normal sehingga tidak diperlukan lagi treatmen terhadap model bagi pelanggaran asumsi klasik yaitu asumsi adanya autokorelasi, multikoliniearitas dan heterokedastisitas.

3.7.2 Pengujian Model Data Panel

Model mana yang akan dipilih dari 3 pendekatan model yang ada maka perlu dilakukan analisis terlebih dahulu agar diperoleh pendekatan model yang


(59)

46 paling sesuai terhadap hasil penelitian ini. Ada tiga pengujian statistik yang digunakan dalam data panel yaitu:

3.7.2.1. Uji Langrange Multiplier (LM test)

Uji ini digunakan untuk memilih antara Ordinary Least Square (OLS) tanpa variabel dummy atau model efek random.

3.7.2.2. Uji Chow (Chow test)

Uji Chow atau yang sering juga disebut dengan uji F statistik merupakan pengujian statistik yang digunakan untuk memilih apakah lebih baik menggunakan model Kuadrat Terkecil atau Efek Tetap. Uji F digunakan untuk mengetahui apakah teknik regresi data panel dengan model Efek Tetap lebih baik dari teknik regresi data panel tanpa variabel dummy dengan melihat residual sum of squares (RSS). Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa berikut :

H0 : Model Kuadrat Terkecil Ha: Model Efek Tetap

Dasar penolakan terhadap hipotesis nol adalah dengan menggunakan F statistik atau Uji Chow yang dirumuskan dalam bentuk persamaan berikut ini: F = (RSS 1−RSS 2)/(�−1)

���2/(��−�−�) Dimana:

RSS1 = residual sum square hasil pendugaan model Efek Tetap RSS2 = residual sum square hasil pendugaan model PLS N = jumlah data cross section


(60)

47 K = jumlah variabel bebas

Jika nilai chow statistics (F-stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah Model Efek Tetap dan sebaliknya.

3.7.2.3.Uji Hausman

Uji Hausman adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam memilih apakah menggunakan model Efek Tetap atau menggunakan

model Efek Random. Jika nilai probabilitas lebih kecil dari nilai α = 5% maka

Ho ditolak dan model yang dipilih adalah Fixed Effect.

Menurut beberapa ahli ekonometri yang telah membuktikan secara matematis dikatakan bahwa untuk memilih apakah model Efek Tetap atau Model Efek Random yang digunakan dapat dilakukan dengan melihat: - Jika data panel yang dimiliki mempunyai jumlah waktu (T) lebih besar

dibandingkan dengan jumlah individu (N) maka disarankan menggunakan model efek tetap. T > N maka digunakan model effek tetap.

- Jika data panel yang dimiliki mempunyai jumlah waktu (T) lebih kecil

dibandingkan dengan jumlah individu (N) maka disarankan untuk menggunakan model efek random. T < N maka digunakan model efek

random Nachrowi (2006:318).

3.7.3 Pengujian Hipotesis

Penelitian ini menggunakan metode analisis data panel dengan model regresi berganda (multiple regression analysis), karena terdiri dari satu variabel


(61)

48 dependen dan empat variabel independen. Model persamaan regresi dirumuskan sebagai berikut:

Y = β0 + βitX1 + βitX2 + βitX3 + єit Dimana :

Y = Realisasi Belanja Modal X1 = Dana Alokasi Umum X2 = Dana Alokasi Khusus X3 = Dana Bagi Hasil

β0 = Konstanta

βit, βit, βit dan βit = Koefisien variabel є = Error Term

i = 1, 2, …, N (banyaknya sampel) dan t = 1, 2, …, T (banyaknya waktu)

3.7.4. Kriteria Pengujian

Setelah mendapatkan paramater estimasi yang dianggap sesuai maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian terhadap parameter estimasi tersebut. Pengujian dilakukan untuk menentukan baik tidaknya sebuah model yang telah dipilih.

3.7.4.1 Uji signifikansi simultan (uji - F)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara bersama-sama secara serentak (simultan) mempengaruhi variabel dependen. Caranya adalah dengan membandingkan hitung dan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka dapat dikatakan bahwa dana alokasi umum,


(62)

49 dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal.

Kriteria pengujiannya adalah seperti berikut ini :

H0 : β1 = β2 = ... = βt = 0, artinya dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan

dana bagi hasil secara simultan tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal.

Ha : βt≠ 0, artinya dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil

secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal, Pengujian tersebut juga dapat dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas (F-Statistics) dengan nilai signifikansi α. Jika nilai probabilitas (FStatistics) lebih kecil dari nilai α yang dipilih maka H0 ditolak atau menerima Ha.

3.7.4.2 Uji signifikansi parsial (uji - t)

Uji t merupakan pengujian yang dilakukan terhadap variabel bebas. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara individual mempengaruhi variabel terikat dengan asumsi variabel independen lainnya konstan. Jika t-hitung > t-tabel maka dapat disimpulkan bahwa artinya dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil Secara parsial berpengaruh terhadap belanja modal.

Cara pengujian lain adalah dengan membandingkan nilai probabilitas p

dengan nilai signifikansi α. Jika nilai probabilitas p lebih kecil dari nilai α yang


(63)

50 Kriteria pengujiannya adalah seperti berikut ini.

H0 : b = 0 artinya dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil secara parsial tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal Kabupaten/kota di Sumatera Utara.

Ha : b ≠ 0 artinya artinya dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal Kabupaten/kota di Sumatera Utara.

3.7.4.3 Koefisien determinasi (R2)

Pengujian Koefisien determinasi (R2) atau adjusted R2 ini untuk

mengetahui seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Tingkat ketepatan regresi dinyatakan dalam koefisien determinasi majemuk (R2) yang nilainya antara 0 sampai dengan 1, semakin dekat nilainya ke angka 1 semakin baik hasil penelitian tersebut.


(64)

51 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai maksimum, nilai minimum, nilai rata-rata (mean), dan nilai standar deviasi. Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan dalam perhitungan statistik deskriptif adalah belanja modal, dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dan dana bagi hasil (DBH). Berdasarkan analisis statistik deskriptif diperoleh gambaran sampel sebagai berikut.

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif dari Belanja Modal, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH)

BELANJA_M

ODAL DAU DAK DBH

Mean 166606.4 449394.7 45908.45 49036.26 Maximum 1201667. 1270245. 90869.00 374026.6 Minimum 27867.29 167780.0 17807.00 10624.71 Std. Dev. 145466.0 211195.2 17301.24 53680.53 Sumber: Hasil Olah Software EViews 7

Berdasarkan Tabel 4.1, diketahui nilai belanja modal minimum adalah 27867,29, sedangkan nilai belanja modal maksimum adalah 1201667. Diketahui rata-rata (mean) belanja modal adalah 166606,4, dan standar deviasinya 145466. Nilai dana alokasi umum (DAU) minimum adalah 167780, sedangkan nilai dana alokasi umum (DAU)


(65)

52 maksimum adalah 1270245. Diketahui rata-rata (mean) dana alokasi umum adalah 449394,7, dan standar deviasinya 211195,2. Diketahui nilai dana alokasi khusus (DAK) minimum adalah 17807, sedangkan nilai dana alokasi khusus maksimum adalah 90869. Diketahui rata-rata (mean) dana alokasi khusus adalah 45908,45, dan standar deviasinya 17301,24. Diketahui nilai dana bagi hasil (DBH) minimum adalah 10624,71, sedangkan nilai dana bagi hasil maksimum adalah 374026,6. Diketahui rata-rata (mean) dana bagi hasil adalah 49036,26, dan standar deviasinya 53680,53.

4.2 Uji Asumsi Klasik 4.2.1 Uji Normalitas

Dalam penelitian ini, uji normalitas terhadap residual dengan menggunakan uji Jarque-Bera (J-B). Dalam penelitian ini, tingkat signifikansi yang digunakan � = 0,05. Dasar pengambilan keputusan adalah melihat angka probabilitas dari statistik J-B, dengan ketentuan sebagai berikut.

Jika nilai probabilitas �≥ 0,05, maka asumsi normalitas terpenuhi. Jika probabilitas < 0,05, maka asumsi normalitas tidak terpenuhi.


(66)

53 Gambar 4.1 Uji Normalitas dengan Uji Jarque-Bera

Sumber: Hasil Olah software Eviews 7

Perhatikan bahwa berdasarkan Gambar 4.1, diketahui nilai probabilitas dari statistik J-B adalah 0,996663. Karena nilai probabilitas �, yakni 0,996663, lebih besar dibandingkan tingkat signifikansi, yakni 0,05. Hal ini berarti asumsi normalitas dipenuhi.

4.2.2 Uji Multikolinearitas

Dalam penelitian ini, gejala multikolinearitas dapat dilihat dari nilai korelasi antar variabel yang terdapat dalam matriks korelasi. Gujarati dalam Gio (2015:31) menyatakan jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi, yakni di atas 0,8, maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas disajikan pada Tabel 4.2.

0 2 4 6 8 10 12

-1.0 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2

Series: Residuals Sample 1 96 Observations 96 Mean 4.91e-15

Median 0.024621

Maximum 1.118437

Minimum -1.004502

Std. Dev. 0.382545 Skewness -0.015597 Kurtosis 3.026428 Jarque-Bera 0.006686 Probability 0.996663


(67)

54 Tabel 4.2 Uji Multikolinearitas dengan Matriks Korelasi

DAU DAK DBH

DAU 1.000000 0.724603 0.713090 DAK 0.724603 1.000000 0.462405 DBH 0.713090 0.462405 1.000000 Sumber: Hasil Olah Software Eviews 7

Berdasarkan Gambar 4.2, dapat dilihat bahwa korelasi antara dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) sebesar 0,724603, korelasi antara dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) sebesar 0,713090. Dari hasil pengujian multikolinearitas pada Gambar 4.2 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala multikolinearitas antar variabel independen. Hal ini karena nilai korelasi antar variabel independen tidak lebih dari 0,8.

4.2.3 Uji Non-Autokorelasi atau Independensi Residual (Independent Errors)

Asumsi mengenai independensi terhadap residual (non-autokorelasi) dapat diuji dengan menggunakan uji Durbin-Watson (Field, 2009:220). Nilai statistik dari uji Durbin-Watson berkisar di antara 0 dan 4. Field (2009:220) menyatakan sebagai berikut.

“Specifically, it (Durbin-Watson) tests whether adjacent residuals are correlated. The test statistic can vary between 0 dan 4 with a value 2 meaning that the residuals are uncorrelated".

Nilai statistik dari uji Durbin-Watson yang lebih kecil dari 1 atau lebih besar dari 3 diindikasi terjadi autokorelasi. Field (2009:220-221) menyatakan sebagai berikut.


(68)

55 “The size of the Durbin-Watson statistic depends upon the number of predictors in the model and the number of observations. For accuracy, you should look up the exact acceptable values in Durbin and Watson's (1951) original paper. As very conservative rule of thumb, values less then 1 or greater than 3 are definitely cause for concern; however, values closer to 2 may stil be problematic depending on your sample and model”.

Tabel 4.3 Uji Autokorelasi dengan Uji Durbin-Watson R-squared 0.545015 Mean dependent var 11.83392 Adjusted R-squared 0.530179 S.D. dependent var 0.567132 S.E. of regression 0.388732 Akaike info criterion 0.988920 Sum squared resid 13.90235 Schwarz criterion 1.095768 Log likelihood -43.46817 Hannan-Quinn criter. 1.032110 F-statistic 36.73485 Durbin-Watson stat 1.454037 Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Hasil Olah Software Eviews 7

Berdasarkan Tabel 4.3, nilai dari statistik Durbin-Watson adalah 1,454. Perhatikan bahwa karena nilai statistik Durbin-Watson terletak di antara 1 dan 3, maka asumsi non-autokorelasi terpenuhi. Dengan kata lain, tidak terjadi gejala autokorelasi yang tinggi pada residual.


(1)

83 Lampiran 5

Fixed Effect Model

Dependent Variable: BM? Method: Pooled Least Squares Date: 06/09/15 Time: 09:42 Sample: 2010 2013

Included observations: 4 Cross-sections included: 24

Total pool (balanced) observations: 96

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. DAU? 1.106484 0.197116 5.613360 0.0000 DAK? 0.648908 0.199572 3.251500 0.0018 DBH? -0.017267 0.250056 -0.069051 0.9451 C -9.205975 3.731242 -2.467268 0.0161 Fixed Effects

(Cross)

_1--C -0.434477 _2--C -0.444751 _3--C -0.232241 _4--C -0.003074 _5--C -0.633977 _6--C -0.540941 _7--C 0.075372 _8--C -0.857403 _9--C 0.240947 _10--C -0.028430 _11--C -0.139084 _12--C 0.298718 _13--C 0.203466 _14--C -0.091240 _15--C 0.365303 _16--C 0.206713 _17--C -0.103294 _18--C 0.439187 _19--C 0.138838 _20--C -0.400477 _21--C 0.396358 _22--C 0.653365 _23--C 0.620256 _24--C 0.270867


(2)

84 Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.826739 Mean dependent var 11.83392 Adjusted R-squared 0.761452 S.D. dependent var 0.567132 S.E. of regression 0.276995 Akaike info criterion 0.502623 Sum squared resid 5.294107 Schwarz criterion 1.223846 Log likelihood 2.874087 Hannan-Quinn criter. 0.794153 F-statistic 12.66318 Durbin-Watson stat 2.302259 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

85 Lampiran 6

Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests Pool: GRACE

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 4.878015 (23,69) 0.0000 Cross-section Chi-square 92.684512 23 0.0000

Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: BM?

Method: Panel Least Squares Date: 06/09/15 Time: 09:43 Sample: 2010 2013

Included observations: 4 Cross-sections included: 24

Total pool (balanced) observations: 96

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. DAU? 0.437603 0.181483 2.411258 0.0179 DAK? 0.482776 0.146833 3.287922 0.0014 DBH? 0.170731 0.090963 1.876934 0.0637 C -0.768550 1.328242 -0.578622 0.5643 R-squared 0.545015 Mean dependent var 11.83392 Adjusted R-squared 0.530179 S.D. dependent var 0.567132 S.E. of regression 0.388732 Akaike info criterion 0.988920 Sum squared resid 13.90235 Schwarz criterion 1.095768 Log likelihood -43.46817 Hannan-Quinn criter. 1.032110 F-statistic 36.73485 Durbin-Watson stat 0.956277 Prob(F-statistic) 0.000000


(4)

86 Lampiran 7

Random Effect Model Dependent Variable: BM?

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 06/09/15 Time: 09:44

Sample: 2010 2013 Included observations: 4 Cross-sections included: 24

Total pool (balanced) observations: 96

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. DAU? 0.797781 0.166070 4.803889 0.0000 DAK? 0.506039 0.146025 3.465433 0.0008 DBH? -0.011693 0.096053 -0.121730 0.9034 C -3.750859 1.418112 -2.644966 0.0096 Random Effects

(Cross)

_1--C -0.197567 _2--C -0.299733 _3--C -0.119124 _4--C 0.016291 _5--C -0.269918 _6--C -0.324089 _7--C 0.033144 _8--C -0.406484 _9--C 0.183344 _10--C -0.002488 _11--C -0.057005 _12--C 0.139971 _13--C 0.396409 _14--C -0.113557 _15--C 0.100762 _16--C 0.013657 _17--C -0.162079 _18--C 0.138648 _19--C 0.039597 _20--C -0.194404 _21--C 0.197988 _22--C 0.380019 _23--C 0.350989 _24--C 0.155628

Effects Specification


(5)

87 Cross-section random 0.213269 0.3722

Idiosyncratic random 0.276995 0.6278 Weighted Statistics

R-squared 0.526502 Mean dependent var 6.445175 Adjusted R-squared 0.511062 S.D. dependent var 0.435388 S.E. of regression 0.304441 Sum squared resid 8.526962 F-statistic 34.09957 Durbin-Watson stat 1.450478 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.508715 Mean dependent var 11.83392 Sum squared resid 15.01152 Durbin-Watson stat 0.823912

Lampiran 8 Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: GRACE

Test cross-section random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 22.134967 3 0.0001

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. DAU? 1.106484 0.797781 0.011276 0.0036 DAK? 0.648908 0.506039 0.018506 0.2936 DBH? -0.017267 -0.011693 0.053302 0.9807

Uji F dan t

Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: BM?

Method: Panel Least Squares Date: 06/09/15 Time: 09:44 Sample: 2010 2013


(6)

88 Included observations: 4

Cross-sections included: 24

Total pool (balanced) observations: 96

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -9.205975 3.731242 -2.467268 0.0161 DAU? 1.106484 0.197116 5.613360 0.0000 DAK? 0.648908 0.199572 3.251500 0.0018 DBH? -0.017267 0.250056 -0.069051 0.9451

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.826739 Mean dependent var 11.83392 Adjusted R-squared 0.761452 S.D. dependent var 0.567132 S.E. of regression 0.276995 Akaike info criterion 0.502623 Sum squared resid 5.294107 Schwarz criterion 1.223846 Log likelihood 2.874087 Hannan-Quinn criter. 0.794153 F-statistic 12.66318 Durbin-Watson stat 2.302259 Prob(F-statistic) 0.000000