BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Zakat yang merupakan bagian dari rukun Islam yang keempat itu termasuk unsur penting bagi suatu kesejahteraan masyarakat, umat manusia
serta sebagai unsur tegaknya keadilan sosial umat Dilihat dari aspek ibadah, Zakat memiliki posisi yang sangat vital karena Zakat merupakan kewajiban
umat Islam yang jika ditinggalkan menyebabkan pelakunya mendapatkan beban dosa. Dari penjelasan yang terdapat dalam sumber-sumber Hukum
agama Islam, yakni al-Quran dan Al-Hadist mengisyaratkan secara tegas bahwa orang-orang yang menahan hartanya dari membayar zakat akan
mendapatkan balasan yang berat dari Allah SWT. Secara istilah Zakat adalah sejumlah harta tertentu yang harus
diberikan kepada kelompok tertentu dengan berbagai syarat, sedangkan menurut Hukum Islam istilah Syara’ Zakat adalah Nama bagi sesuatu
pengambilan tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu Al Mawardi dalam kitab Al-Hawiy
1
Setiap kali kita mendengar kata zakat sering muncul dalam benak pikiran kita bahwasanya itu berkaitan dengan suatu kegiatan philantrophy,
suatu bentuk sosial kemanusiaan salah satu kewajiban dalam Islam, zakat merupakan instrumen yang dapat mensucikan diri pribadi dari sebuah dosa,
menimbulkan akhlak mulia, peka terhadap suatu rasa kemanusiaan, dan dapat mengurangi rasa dekil, kikir serta serakah terhadap sesama muslim.
1
. Sebagai mana dikutip Lili Bariadi, dkk, Zakat Wirausaha, Ciputat : Center For Enterpreneurship Development , 2005 , h. 4, cet.-1
Potensi zakat dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang terdiri atas prinsip-prinsip : Ummatan Wahidah ummat yang
satu, Musawamah persatuan derajat, dan kewajiban, Ukhuwah Islamiyah persaudaraan Islam, dan Takaful Ijti’wa tanggung jawab bersama .
2
Sesuai dengan firman Allah bahwa Zakat diberikan kepada delapan Ashnaf :
+ ,
- ,
+12 3
45 67
86 9
3 :;
= 9
:; ?
ABC6 DE
F8 G
HIJ +
BI; K
L 4
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk
hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu
ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
QS. At-Taubah 9 : 60 Pengelolaan zakat bukanlah semata-mata dilakukan secara individual
dari muzakki langsung diserahkan kepada mustahik, akan tetapi pengelolaan zakat lebih baik dikelola oleh lembaga yang benar-benar khusus menangani
zakat, yang memenuhi sebuah persyaratan tertentu yang disebut dengan amil zakat.
Amil zakat inilah yang memiliki tugas melakukan sosialisasi kepada
2
. Ibid, h.7
masyarakat, untuk
melakukan penagihan
dan pengambilan,
serta mendistribusikannya secara tepat dan benar.
3
Munculnya organisasi-organisasi maupun lembaga-lembaga pengelola zakat di Indonesia, itu merupakan indikasi bahwa kesadaran masyarakat akan
menyalurkan zakat makin maju, lembaga pengelola zakat itu baik yang dikelola pemerintah maupun swasta. Secara garis besar, lembaga pengelola
zakat mempunyai kegiatan utama yaitu meliputi 3 kegiatan, seperti Penghimpunan, Pengelolaan keuangan, serta Pendistribusian.
Salah satu lembaga yang mengelola zakat itu di antaranya adalah BAZNAS. Lembaga ini bergerak dalam pengelolaan zakat yang bertujuan
menumbuhkan kesadaran untuk mensucikan hartanya dengan memulai berzakat terhadap para masyarakat muslim.
Ada hal lain yang perlu diperhatikan agar zakat dikelola dengan benar serta baik, yaitu zakat harus dikelola oleh lembaga yang profesional, dan para
amil zakat yang profesional dan dapat menjalankan amanah. Salah satu syarat bagi keberhasilan zakat, dalam mencapai suatu tujuan
sosial kemanusiaan adalah dengan cara pendistribusian yang profesional yang disandarkan kepada landasan yang sehat, sehingga zakat tidak salah sasaran.
Konsep manajemen amanah merupakan salah satu ungkapan yang dilakukan oleh lembaga zakat untuk menjaga kepercayaan muzakki dalam
menyalurkan dana zakatnya kepada amil yang akan didistribusikan kepada mustahik. Amanah ini suatu bentuk kepercayaan yang dijalin oleh muzakki
3
. Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta : Gema Insani Press, 2002, h. 52, cet- 1
kepada amil terhadap harta maupun barang yang akan disalurkan kepada mustahik yang benar-benar berhak mendapatkannya.
Sifat Amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Tanpa adanya sifat ini, hancurlah semua sistem yang dibangun.
Sebagaimana hancurnya perekonomian kita yang lebih besar disebabkan karena rendahnya moral dan tidak amanahnya para pelaku ekonomi. Sebaik
apa pun sistem yang ada, akan hancur juga jika moral pelakunya rendah. Terlebih dana yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Zakat LPZ adalah dana
ummat. Dana yang dikelola itu secara esensi adalah milik mustahik. Muzakki memberikan dananya kepada LPZ tidak ada keinginan sedikitpun untuk
mengambil dananya lagi. Kondisi ini menuntut sifat amanah dari para Amil Zakat. Pengelola zakat bila dilakukan dengan baik akan menjadi sumber bagi
kesejahteraan masyarakat. Sifat amanah saja belumlah cukup dalam mengelola zakat, haruslah
diimbangi dengan sifat profesionalitas dalam mengelolanya, yaitu dengan sifat Fathanah yang mana dapat dipandang sebagai strategi hidup setiap muslim.
Karena untuk mencapai sang maha besar, Seorang muslim harus mengoptimalkan segala potensi yang telah diberikan oleh-Nya. Potensi paling
berharga dan termahal yang hanya diberikan pada manusia adalah akal intelektualitas.
4
Hanya dengan profesionalitas yang baik dan benarlah dana yang diamanatkan oleh muzakki kepada amil akan dikelola menjadi efektif
serta efisien.
4
. Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta : IIIT Indonesia, 2003 , cet-2. h. 19
Fathanah seringkali diartikan sebagai kecerdasan, kemahiran, atau penguasaan terhadap bidang tertentu, padahal makna Fathanah merujuk pada
dimensi mental yang sangat mendasar dan menyeluruh, sehingga dapat diartikan bahwa Fathanah merupakan kecerdasan yang mencakup kecerdasan
intelektual, emosional, dan terutama kecerdasan spiritual. Kecerdasan sangat dibutuhkan oleh amil untuk mewujudkan ide-ide
segar, ditopang oleh kreativitas dan inovasi. Kedua aspek tersebut diperlukan guna menemukan kekuatan positif. Upaya mendayangunakan dana ZIS
merupakan langkah
strategis dan
menjadi garda
depan dalam
mengimplementasikan salah satu visi lembaga pengelola ZIS. Adapun visi pengelolan zakat yang terdapat dalam UU no. 38 Tahun 1999 yaitu
“Terwujudnya pengelolaan zakat yang amanah dan Fathanah sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berzakat yang bermanfaat sesuai
dengan syari’ah. Banyaknya lembaga zakat maupun badan zakat yang ada di Indonesia
belumlah diimbangi dengan kepercayaan masyarakat atas lembaga-lembaga tersebut. Sebenarnya itu bukan dikarenakan kurang amanahnya lembaga zakat
tersebut melainkan kurang taunya masyarakat atas harta yang diterima oleh amik tersebut teralokasikan kemana. Sehingga disinilah yang menjadi peran
utama bagi para pengelola-pengelola zakat untuk dapat membuktikan bentuk amanahnya lembaga zakat tersebut kepada masyarakat dan benar-benar
menyalurkan dana yang diterimanya itu kepada mustahik yang benar membutuhkan, dan benar menyalurkannya sesuai dengan ketentuan syarat
islam dalam Al-Qur’an maupun Al-hadist.
Sifat wajib Rasul yang terdiri dari sidiq, amanah, tabliqh, dan fathanah haruslah kita pegang erat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat
merealisasikan hidup yang tentram dan damai, khususnya dalam urusan pengelolaan zakat, sifat tersebut harus melekat erat pada setiap amil zakat
yang telah dipercaya untuk mengelola dana zakat, di mana sifat-sifat tersebut diartikan sebagai berikut; Sidiq yang diartikan visi hidup seorang muslim,
Amanah diartikan sebagai misi hidup seorang muslim, Tabliqh yang diartikan
sebagai taktik dalam menjalankan hidup, serta Fathanah yang diartikan sebagai strategi untuk menjalankan kehidupan di dunia.semuanya itu perlulah
diketahui oleh para amil zakat yang menjalankan roda pengelolaan zakat. Sehingga penulis merasa ingin sekali melihat bahwasanya bagaimana sifat
Rasul tersebut terserat pada pengelolaan zakat, khususnya pada sifat amanah yang didalanya juga sudah termasuk pengertian dari sifat sidiq, dan sifat
fathanah yang telah merangkap arti dalam sifat tabliqh. Sehingga penulis lebih terfokus pada pengelolaan zakat dengan menerapkan sifat amanah dan
fathanah. Pengelolaan zakat haruslah dipegang orang-orang yang amanah, dan
harus ditambah sifat fathanah, di sini agar bisa lebih banyak terpercaya oleh para muzaki, donatur zakat, maupun masyarakat umum atas dana yang
dikelolanya, profesionalitas dalam pengelolaannya pun harus dilihat penting untuk mengelola dana yang diterimanya dengan berbagai program-program
penyaluran maupun pendayagunaan. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis bermaksud mengadakan
penelitian guna mengetahui bagaimana aplikasi pengelolaan dana zakat secara
benar, dan sesuai dengan konsep amanah. Bagaimana pula lembaga zakat tersebut dapat menjalankan pengelolaan dana zakat yang telah diamanatkan
tersebut dengan profesional, sesuai dengan konsep profesional yang ditetapkan oleh dewan syariah. Badan Amil Zakat Nasional merupakan sebuah organisasi
yang mengelola zakat dengan menerapkan konsep amanah kepada para amil- amilnya, dan mengharapkan kepada para amil untuk menyalurkan dana zakat
secara profesional, dan benar menurut syariah. Maka penulis meninjau perlunya penelitian yang lebih mendalam mengenai proses pengelolaan dana
zakat pada BAZNAS dengan menerapkan sistem Manajemen Amanah serta Fathanah maka itu penulis menuangkannya dalam sebuah skripsi dengan judul
“IMPLEMENTASI KONSEP AMANAH DAN FATHANAH PADA PENGELOLAAN ZAKAT BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
BAZNAS”
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah.