BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Pengelolaan Zakat
1. Pengertian Pengelolaan zakat
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengelolaan dapat diartikan sebagai berikut :
7
a. Proses membantu merumuskan kebijaksanaan dan tinjauan organisasi.
b. Proses yang memberikan pengawasan pada hal yang terlibat dalam
pelaksanaan kebijaksanaan dari pencapaian tujuan. c.
Proses melakukan kegiatan tertentu dengan mengerakkan tenaga orang lain.
Pengelolaan ialah suatu Bentuk tindakan menjalankan aktivitas yang meliputi unsur perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan dalam suatu bentuk kegiatan yang akan maupun sedang dilakukan.
Zakat ialah jumlah harta tertentu yang harus dikeluarkan oleh orang Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya
mustahik , menurut yang telah ditetapkan oleh syarak. Ditinjau dari segi bahasa zakat merupakan kesuburan, kesucian,
keberkahan, kebaikan, yang banyak. Menurut istilah fikih berarti “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-
7
. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989, h.411
orang yang berhak”
8
, disamping berarti ”Mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri, jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena
yan dikeluarkan itu. Zakat adalah merupakan salah satu institusi yang dapat dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau
menghapuskan derajat kemiskinan masyarakat serta mendorong terjadinya keadilan distribusi harta. Zakat merupakan bagian pilihan dari harta yang
dimiliki seseorang yang dibelanjakan untuk membersihkan diri. Jadi pengelolan zakat ialah suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Di mana pengelolan tersebut terkait dalam
suatu bentuk Pengambilan Fundraising, Organizing, dan Pendistribusian dana-dana zakat.
Pengelolaan zakat sebagaimana dijelaskan dalam definisi pengelolaan zakat di atas, diawali dengan kegiatan perencanaan, di mana
dapat meliputi perencanaan program beserta budgetingnya serta pengumpulan collecting data muzakki dan mustahiq, kemudian
pengorganisasian meliputi pemilihan struktur organisasi Dewan pertimbangan, Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana, penempatan
orang-orang Amil yang tepat dan pemilihan sistem pelayanan yang memudahkan ditunjang dengan perangkat yang memadai, Amil zakat
bertindak nyata pro active melakukan sosialisasi serta pembinaan baik kepada muzakki maupun mustahiq dan terakhir adalah pengawasan dari
sisi syari’ah, manajemen dan keuangan operasional pengelolaan zakat.
8. Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 1996, h.34
Tujuan besar dilaksanakannya pengelolaan zakat adalah :
9
a. Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam penunaian dan dalam
pelayanan ibadah zakat b.
Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
c. Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat. Setiap lembaga zakat
sebaiknya memiliki database tentang muzakki dan mustahiq. Profil muzakki perlu didata untuk mengetahui potensi-potensi atau peluang
untuk melakukan sosialisasi maupun pembinaan kepada muzakki 2.
Pengelolaan Zakat Zaman Rasulullah Pemberlakuan syariat zakat diterapkan secara efektif pada tahun
ke-2 H. Eksensi zakat pada masa itu yaitu sebagai ibadah bagi muzakki dan sumber pendapatan Negara. Dalam pengelolaannya, Nabi terlibat
secara langsung memberikan contoh dan petunjuk pelaksanaan. Adapun pelaksanaan pengumpulan dan pendistribusian nya, Nabi SAW, mengutus
petugas di luar daerah sebagai utusan untuk mengambil zakat tersebut, dan sekaligus menyuruh orang tersebut untuk mengelola dana zakat itu. Sesuai
dengan ayat al-Quran anjuran tentang mengambil harta para dermawan untuk berzakat ; yang artinya “Pungutlah zakat dari kekayaan mereka,
engkau bersihkan dan sucikan mereka dengannya” taubah ayat 103
Diantara yang menjadi Amil atas perintah nabi pada saat itu yaitu Mu’adz bin Jalal yang diutus ke penduduk Yaman. Para petugas yang
ditunjuk oleh Nabi tersebut dibekali dengan pedoman, petunjuk teknis
9
. Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat pemberdayaan Zakat, Profil Direktorat Pemberdayaan Zakat, Jakarta : 2006
dalam pelaksanaan, bimbingan, serta peringatan keras dan ancaman sanksi agar dalam pelaksanaan dan pengelolaan zakat dapat berjalan efektif dan
efesien.
10
3. Pengelolaan Zakat Zaman Kholifaturrosyidin.
a. Zaman khalifah Abu Bakar
Pada masa Abu Bakar yakni menjamurnya para pembangkang untuk melaksanakan zakat diberbagai wilayah Islam,. Mereka
beranggapan hanya nabi yang berhak menarik harta zakat, karena beliaulah yang diperintahkan untuk memungut zakat. Kelompok yang
membangkan dipimpin oleh Musailamah al-Kadzdzab dari Yamamah. Abu Bakar kemudian menyatakan perang kepada semua orang
yang membangkang membayar zakat, karena mereka telah dianggap murtad. Abu Bakar sangat keras dan tegas menindak orang-orang yang
menentangkan penunaian zakat. Setelah itu didistribusikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya menurut cara yang dilakukan
Rosulullah. Ia sendiri yang mengambil harta dari Baitul Mal menurut ukuran yang wajar dan diberikan kepada yang berhak menerimanya
dan selebihnya dibelanjakan untuk persediaan bagi angkatan bersenjata yang berjuang dijalan ALLAH. Abu Bakar mendirikan Baitul Mal di
Siriah, suatu tempat di dataran tinggi Madinah. Pada saat Abu Bakar meninggal dunia tidak ada sedikit pun dinar dan dirham dalam Baitul
Mal, itu dibuktikan oleh para sahabat yang terpercaya, diantaranya Abdurahman bin Auf dan Usman bin Affan untuk masuk ke dalam
10
. Lili Bariadi, dkk., Zakat Dan Wirausaha, Ciputat : CED center for enterpreneurship development,
2005 , h.28
Baitul Mal tersebut tidak menemukan atau mendapi satu dirham maupun satu dirhampun didalamnya kecuali satu karung harta yang
berisi satu dirham saja.
11
Abu Bakar merupakan seorang yang sangat mulia, Dia benar- benar menyalurkan zakat yang telah dipungutnya langsung kepada
para masyarakat muslim yang membutuhkan. Tanpa adanya perbedaan status masyarakat. Dari Bayhaqi diriwayatkan bahwa Aslam r.a.
mengatakan “ketika Abu Bakar ditunjuk sebagai khalifah, “ia menetapkan persamaan hak di dalam pembagiaan zakat diantara
anggota-anggota masyarakat. Ketika ada usulan untuk menyerahkan pilihan kepada kaum muhajjirin atau anshar, Abu Bakar menjawab,
aku memandang seseorang dalam kaitannya dengan urusan dunia. Oleh karena itu, lebih baik menyetarakan mereka dari pada menyerahkan
pilihan kepada mereka. Pilihan masyarakat yang terbaik tergantung pada penilaian Allah.”
12
b. Zaman Khalifah Umar bin Khatab
Pada masa Umar, situasi jazirah Arab relatif lebih stabil dan tentram. Semua kabilah menyambut seruan untuk membayar zakat
dengan sukarela. Umar melantik Amil-Amil untuk bertugas mengumpulkan zakat dari harta orang-orang kaya dan kemudian
mendistribusikan kepada golongan yang berhak menerimanya. Sisanya dikirim kepada khalifah.
Untuk mengelola wilayah yang makin luas dan dengan persoalan yang makin komplek. Umar membenahi stuktur
pemerintahannya dengan menambah beberapa lembaga baru yang
11
. “Pengelolaan Zakat masa Khalifaturrosyidin,” PELITA, 15 Maret 2000, h.7
12
. Yasin Ibrahim al-syaikh, cara mudah menunaikan zakat : membersihkan kekayaan menyempurnakan puasa ramadhan.
Penerjemah Wawan S. Husin dan Danny Bandung : Pustaka Madani, 1997,h. 135
bersifat eksekutif operasional. Baitul Mal, lembaga yang berfungsi mengelola sumber zakat. Pada masa Umar harta melimpah ruah,
karena semakin banyak negeri-negeri baru yang takluk di bawah khalifah Umar.
13
c. Zaman Khalifah Usman bin Affan
Pada masa Usman pengelolaan zakat pada dasarnya melanjutkan dasar-dasar kebijakan yang telah ditetapkan Umar. Pada
masa Usman kondisi ekonomi sangat makmur. Harta pada masa itu mencapai rekor tertinggi. Usman melantik Zaid bin Tsabit untuk
mengurus zakat. Pernah satu masa, Usman disuruh membagikan harta kepada yang berhak, namun masih tersisa seribu dirham, lalu Usman
menyuruh Zaid untuk membelanjakan sisa dana tersebut untuk membangun masjid Nabawi.
14
d. Zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib
Kebijakan Ali tentang zakat masih mengikuti khalifah sebelumnya. Bahkan Ali terkenal sangat hati-hati dalam mengelola
hasil zakat. Seluruh harta di Baitul Mal benar-benar disalurkan untuk orang–orang yang berhak menerimanya tidak untuk kepentingan
pribadi maupun keluarganya. Dalam sebuah riwayat, saudara Ali yang bernama Agil pernah
meminta bagian dari Baituk Mal, namun Ali kemudian menolak, seraya berkata” kamu tidak berhak atas harta Baitul Mal, namun
13
. “Pengelolaan Zakat masa khalifaturrosyidin,” PELITA,15 Maret 2000, h. 7
14
. Ibid, h.7
bersabarlah hingga saya bisa mengumpulkan harta yang banyak niscaya engkau akan kuberi bagian.
15
4. Pengelolaan Zakat Menurut UU. No. 38 Tahun 1999
Menurut undang-undang No.38 Thn. 1999 bahwa pengelolaan zakat ialah kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendristribusian serta pendayagunaan zakat. Dalam undang-undang tentang pengelolaan
zakat disebutkan baik perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dilaksanakan oleh Badan Amil Zakat, di semua wilayah
tingkat, baik itu di tingkat Kecamatan, Kabupaten, Propinsi maupun Nasional yang dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah.
Pengelolaan zakat ini berasaskan kepada iman da taqwa, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam UU No.38 Thn. 1999 tentang pengelolaan zakat, yang wajib membayar zakat ialah orang warga Negara Indonesia baik yang ada di
dalam negeri maupun yang berada di luar negeri yang beragama Islam dan mampu atau badan hukum badan usaha yang dimiliki oleh seorang
muslim. Negara berkewajiban memberikan perlindungan kepada muzakki, mustahiq
dan Amil zakat. UU pengelolaan zakat berdasarkan atas iman dan taqwa, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan
UUD 1945 Pasal 4 , serta bertujuan meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan ibadah zakat, sesuai dengan tuntutan
agama pasal 5 ayat 1 , mengangkat fungsi dan peranan pranata
15
. Ibid, h.7
keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial Pasal 5 ayat 2 , serta meningkatkan hasil guna zakat
Pasal 5 ayat 3. Visi pengelolaan zakat dalam UU No.38 Thn.1999 disebutkan
bahwa terwujudnya pengelolaan Zakat yang Amanah dan Fathanah sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berzakat yang
bermanfaat sesuai dengan syariah Pengelolaan zakat tersebut yang mengatakan bahwa; Dengan
dibentuknya undang-undang tentang pengelolaan zakat, diharapkan dapat ditingkatkan kesadaran muzakki untuk menunaikan kewajiban zakat dalam
rangka mensucikan diri terhadap harta yang dimilikinya mengangkat derajat mustahiq, dan meningkatkan keprofesional pengelola zakat, yang
semuanya untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT.
B. Konsep Amanah Dan Fathanah