Uniformity of Analysis and Design. Pada dasarnya, jaringan saraf tiruan Neurobiological Analogy. Rancangan jaringan saraf tiruan dianalogikan

4. Evidential Response. Dalam konteks klasifikasi pola, jaringan saraf dapat

dirancang untuk memberikan informasi tidak hanya tentang pola yang khusus, tetapi juga kepercayaan confidence tentang keputusan yang dibuat. Informasi yang terakhir ini dapat digunakan untuk menolak pola ambigu, dengan demikian meningkatkan kinerja klasifikasi jaringan.

5. Contextual Information. Pengetahuan direpresentasikan oleh struktur dan

aktivasi dari jaringan saraf. Setiap neuron dalam jaringan berpotensi dipengaruhi oleh aktivitas global semua neuron lain dalam jaringan. Akibatnya, informasi kontekstual ditangani secara alami oleh jaringan saraf.

6. Fault Tolerance. Jaringan saraf yang diimplementasikan pada bentuk

hardware, memiliki potensi untuk bersifat fault tolerant toleran terhadap kesalahan, dalam arti bahwa kinerjanya menurun dalam kondisi operasi buruk. Contohnya, jika neuron atau link penghubung rusak, pemanggilan pola yang tersimpan akan terganggu kualitasnya. Berhubungan denga sifat distribusi informasi yang tersimpan dalam jaringan, kerusakan harus segera diperbaiki sebelum respon keseluruhan jaringan menurun secara drastis. Pada prinsipnya, sebuah jaringan saraf menunjukkan penurunan dalam kinerjanya. Ada beberapa bukti empiris untuk komputasi yang kuat, tetapi biasanya hal ini tidak terkendali. Untuk memastikan bahwa jaringan saraf toleran terhadap kesalahan, mungkin perlu untuk membuat pengukuran kolektif dalam merancang algoritma yang digunakan untuk melatih jaringan.

7. VLSI Implementability. Sifat dasar dari jaringan saraf tiruan yang parallel

membuatnya berpotensi untuk mengkomputasikan tugas-tugas tertentu dengan cepat. Fitur yang sama ini membuat jaringan saraf tiruan tepat pada implementasi penggunaan teknologi VLSI Very Large Scale Integrated. Salah satu manfaat dari VLSI adalah menyediakan sebuah cara untuk mendapatkan sebuah tingkah laku yang kompleks dalam sebuah kebiasaan yang hirarki.

8. Uniformity of Analysis and Design. Pada dasarnya, jaringan saraf tiruan

dikenal sebagai pemroses informasi. Dikatakan demikian sama dengan notasi yang digunakan pada semua domain yang melibatkan aplikasi Universitas Sumatera Utara jaringan saraf tiruan. Fitur ini memanifestasikan dirinya dengan cara yang berbeda: a. Neuron, antara satu dengan yang lain, merepresentasikan sebuah bahan yang sama terhadap semua jaringan saraf tiruan. b. Keadaan yang sama ini membuat jaringan saraf tiruan mungkin untuk berbagi teori dan algoritma pembelajaran dalam aplikasi yang berbeda. c. Jaringan modular dapat dibangun melalui integrasi tanpa hubungan pada modul-modul.

9. Neurobiological Analogy. Rancangan jaringan saraf tiruan dianalogikan

dengan otak manusia, yang merupakan bukti nyata bahwa toleransi terhadap kesalahan pada pemrosesan parallel tidak hanya mungkin tetapi juga cepat dan kuatNainggolan, 2011. 2.2.Pengenalan Pola Secara umum teknik pengenalan pola bertujuan untuk mengklasifikasikan dan mendeskripsikan pola atau objek kompleks melalui pengukuran sifat-sifat atau ciri-ciri objek bersangkutan. Pola adalah entitas yang terdefinisi dan dapat diberi suatu identifikasi atau nama, seperti gelombang suara, sidik jari, raut wajah, dan lain sebagainya. Suatu sistem pengenalan pola melakukan akuisisi data melalui sejumlah alat pengindera atau sensor, mengatur bentuk representasi data, serta melakukan proses analisis dan klasifikasi data. Data bisa berbentuk gambar seperti pada klasifikasi sel darah putih menggunakan citra makroskopis. Data juga dapat berbentuk berbentuk sinyal satu dimensi menurut perubahan waktu, misalnya untuk identifikasi seorang pembicara berdasarkan suaranya, maka digunakan pola hasil transformasi gelombang suara dari orang tersebut. Terdapat dua pendekatan utama pada pengenalan pola yaitu pendekatan geometrik atau statistik dan pendekatan struktural atau sintaktik. Kedua pendekatan tesebut sebenarnya mempunyai tahapan yang analoginya dapat dinyatakan sebagai berikut. Kalau pada pendekatan statistik perbedaan antara objek dilakukan berdasarkan ciri objek dan fungsi kerapatan pola, maka pada pendekatan sintaktik Universitas Sumatera Utara dilakukan melalui penentuan primitif yang dapat menggambarkan objek bersangkutan dan penyusunan tata bahasanya. Selanjutnya kalau pada pendekatan statistik proses pengelompokan polanya dilakukan melalui proses estimasi dan klasifikasi, pada pendekatan sintaktik dilakukan melalui proses inferensi dan deskripsi. Secara intuitif, pendekatan sintaktik lebih menarik, karena lebih dekat dengan strategi pengenalan yang dilakukan manusia. Akan tetapi dalam penetapannya lebih sulit dibandingkan dengan pendekatan statistik, terutama dalam penentuan primitif serta penentuan hubungan strukturalnya diantara primitif. Di lain pihak pendekatan statistik dapat lebih diterima karena menggunakan dasar-dasar yang lebih mapan, yaitu teori keputusan berdasarkan statistik. Model pengenalan pola dari pendekatan statistik dapat dilihat pada Gambar 2.5.Murni, 1992 Gambar 2.5. Model pengenalan pola dengan pendekatan statistik

2.2.1. Proses Pra Pengolahan