Prevalensi skabies dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada siswa-siswi pondok pesantren Tegal Darul Mujadadah Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah Bulan Oktober Tahun 2009

(1)

PREVALENSI SKABIES DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHINYA PADA SISWA - SISWI PONDOK

PESANTREN DARUL MUJAHADAH

KABUPATEN TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH

BULAN OKTOBER TAHUN 2009

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :

Yasin

NIM: 105103003443

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 12 November 2009


(3)

iii

PREVALENSI SKABIES dan FAKTOR-FAKTOR yang

MEMPENGARUHINYA PADA SISWA - SISWI PONDOK PESANTREN DARUL MUJAHADAH

KABUPATEN TEGAL PROVINSI JAWA TENGAH BULAN OKTOBER TAHUN 2009

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

(S.Ked)

Oleh Yasin

NIM: 105103003443

Pembimbing Riset

Silvia Fitrina Nasution M.Biomed

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1430 H/2009 M


(4)

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Laporan Penelitian berjudul Prevalensi Skabies dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Pada Siswa - Siswi Pondok Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah Bulan Oktober Tahun

2009

yang diajukan oleh Yasin (NIM: 105103003443), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 20 November 2009. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.

Jakarta, 20 November 2009

DEWAN PENGUJI

Ketua Sidang Pembimbing Penguji

dr. Riva Auda, SpA, M.Kes Silvia Nasution, M.Biomed Zeti Harriyati, M.Biomed

PIMPINAN FAKULTAS

Dekan FKIK UIN Kaprodi PSPD FKIK UIN


(5)

v

KATA PENGANTAR اﻟ

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memperindah kehidupan dengan melimpahkan kasih sayang, kenikmatan, dan kemudahan tiada bertepi. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan kasih sayangnya terhadap hamba Allah juga makhluk lainnya memancar bagai pancaran sinar matahari yang tiada terputus menerangi bumi. Atas nikmat-Nya dan karunia-Nya Yang Maha Besar sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Prevalensi Skabies dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhinya Pada Siswa -Siswi Pondok Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah Bulan Oktober Tahun

2009.

Keberhasilan seseorang tidak terlepas dari budi baik dan bimbingan orang lain. Dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya pada pihak yang telah membantu dalam memberikan bimbingan, dukungan moriil dan bantuan penyusunan skripsi ini. Hingga akhirnya penulisan skripsi ini telah selesai tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih dan penghargaan, peneliti sampaikan kepada :

1. Kedua orang tua tercinta yaitu

2. Prof. DR (hc). Dr. M.K. Tadjudin, Sp.And dan Drs. Farida Hamid, MPd selaku Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr.dr.Syarief Hasan Lutfie, SpRM selaku ketua Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf yang telah membantu dan segenap dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi peneliti.


(6)

vi

4. Ibu Silvia Fitrina Nasurion M.Biomed Selaku pembimbing riset, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan masukan dan membimbing peneliti dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Allah membalas semua budi baik ibu. 5. Bapak K.H Asrori Muhtarom, S,Ag selaku Pimpinan serta seluruh jajaran staf

Pondok Pesantren Darul Mujahadah Tegal yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

6. Kakak dan adik yang selalu menjadi penyemangat peneliti.

7. Teman-teman dan sahabat yang selalu memberi atas dukungan, semangat, kenangan dan kebersamaan yang indah selama ini.

Akhir kata, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga peneliti dapat memperbaiki skripsi ini. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.

Jakarta, 12 November 2009


(7)

vii

Yasin. Program Studi Pendidikan Dokter. Prevalensi Skabies dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhinya Pada Siswa - Siswi Pondok Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah Bulan Oktober Tahun 2009.

ABSTRAK

Latar belakang : Skabies adalah penyakit kulit yang biasa terjadi di lingkungan Pondok Pesantren. Penyakit tersebut disebabkan oleh investasi dari tungau Sarcoptes scabieiyang dapat menyebar secara mudah dari manusia ke manusia, dari binatang ke binatang atau dari manusia ke binatang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi penyakit skabies dan menganalisa factor-faktor risiko yang mempengaruhinya pada siswa dan siswi (santri) Pondok Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah.

Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi observasional cross-sectional pada bulan Oktober 2009. Total populasi 300 santri, dengan 76 santri diambil sebagai sampel menggunakan metode simple randome sampling. Variable-variabel yang diteliti terdiri dari sanitasi lingkungan, higienitas perorang dan perilaku sehat. Sanitasi lingkungan mencakup penyediaan air bersih, sanitasi kamar mandi, sanitasi kamar tidur (asrama). Higienitas perorang mencakup frekuensi mandi, pemakaian sabun, pakaian serta handup secara bersama-sama. Perilaku sehat mencakup pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap upaya pencegahan scabies. Hubungan dari tiap parameter variable terhadap prevalensi penyakit skabies diukur dengan menggunakan uji korelasi Bivariat.


(8)

viii

Hasil penelitian : menunjukkan bahwa prevalensi penyakit skabies di Pondok Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal cukup tinggi yaitu sekitar 61,8% dimana perilaku sehat (meliputi ; pengetahuan, sikap, perilaku) dan sanitasi lingkungan (meliputi sanitasi kamar atau asrama, sanitasi kamar mandi dan penyediaan air bersih) menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya skabies (Bivariat = p < 0,05).

Kesimpulan: bahwa perilaku sehat dan sanitasi lingkungan mempengaruhi prevalensi terjadinya skabies diantara para santri di Pondok Pesantren.

Saran : perlu dipikirkan matang-matang kendala-kendala atau masalah yang mungkin akan ditemui di lapangan dan sebaiknya dilakukan pengambilan sampel berulang.


(9)

ix

Yasin. Medical Study Programe. The Prevalence of Scabies On Students Boarding School Darul Mujahadah Tegal Regency, Central Java Province In October of 2009.

ABSTRACT

Introduction: Scabies is a common skin disease among students (Santri) of Boarding schools (Pondok Pesantren). It is caused by infestation of mite of Sarcoptes scabiei that spreads easily from human to human, from animal to animal or from human to animal vice versa. The aim of this study was to measure prevalence of Scabies disease and to analyse factors influencing the prevalence of Scabies among students of Darul Mujahadah Boarding schools in regency of Tegal, Central Java.

Method : This study was designed as a cross –sectional observational study in October 2009. The total population was 300 students with 76 student samples taken by a random sampling method. The variable that be researched are environment sanitation, personal hygiene, and health behaviour. Environtment sanitation consist of clean water supply, bedroom sanitation, and dormitory sanitation. Personal hygiene consist of bath frequency, use of soap, clothes, and towel together. Healthy behaviour consist of knowledge, behaviour and action to prevent scabies. Association of each parameter of these variables with the prevalence of Scabies was analysed by using Bivariate test.

Results : showed that prevalence of Scabies among students of Darul Mujahadah Boarding school was high i.e. 61.8 %, which health behaviour (knowledge,


(10)

x

behaviour, action) and sanitation factors influenced the disease were bedroom sanitation, bathroom sanitation and clean water supply (Bivariate test p<0.05).

Conclusion : It is concluded that health behaviour and environmental sanitation factors influencing the prevalence of Scabies among students of Boarding schools.

Suggestion : It is suggested to thought out any kind of problems that may rise when take the data and doing repeatitive research for the better result.


(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL………i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING………..iii

LEMBAR PENGESAHAN………iv KATAPENGANTAR………...v ABSTRAK...vii ABSTRACT...vii DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL………...x DAFTAR GAMBAR………..xi

BAB 1 PENDAHULUAN...1

1.1. Latar belakang...1

1.2. Rumusan masalah...2

1.3. Tujuan penelitian...2

1.3.1. Tujuan umum...2

1.3.2. Tujuan khusus...2

1.4. Manfaat penelitian...2

BAB 2 TINAJUAN PUSTAKA...3

2.1. Landasan teori……….3

2.1.1. Penyakit kulit skabies...3

2.1.1.1. Skabies di Indonesia...3

2.1.2.Sarcoptes scabiei, morfologi & cara penularan...3

2.1.3. Faktor yang berperan terhadap penyakit skabies...6

2.1.4. Patogenesis...7

2.1.5. Penatalaksanaan...8

2.2. Kerangka konsep………..10

2.3. Definisi operasional………..10

2.3.1. Variabel independen………...10

2.3.1. Variabel dependen………..11

BAB 3 METODE PENELITIAN………...12

3.1. Desain penelitian...12

3.2. Lokasi dan waktu penelitian...12

3.3. Populasi dan sampel……….12

3.3.1. Teknik pengambilan sample penelitian………..12

3.3.2. Besar sampel………...13

3.4. Cara kerja penelitian...13

3.5. Managemen data………...14

3.5.1. Pengumpulan data………...14

3.5.2. Analisis data………14

3.5.3. Etika penelitian………...14


(12)

xii

4.1. Karakteristik subjek...15

4.2. Data subjek dan sampel...16

4.2.1. Prevalensi skabies...16

4.2.2. Higienitas perorang...17

4.2.3. Sanitasi lingkungan...19

4.2.4. Perilaku sehat...21

4.3. Analisa statistik...24

4.3.1. Pengaruh higienitas perorang terhadap gejala skabies...24

4.3.2. Pengaruh sanitasi lingkungan terhadap gejala skabies...25

4.3.3. Pengaruh perilaku sehat terhadap gejala skabies...27

BAB 5 KESIMPULAN & SARAN...29

5.1. Kesimpulan...29

5.2. Saran...29

DAFTAR PUSTAKA...30


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Sebaran responden secara umum...15

Tabel 2. Prevalensi skabies...16

Tabel 3. Gambaran higienitas perorang santri...17

Tabel 4. Hubungan higienitas perorang dengan kejadian skabies...18

Tabel 5. Gambaran sanitasi lingkungan Ponpes...19

Tabel 6. Hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies...20

Tabel 7. Gambaran perilaku sehat santri...21

Tabel 8. Hubungan perilaku santri dengan kejadian skabies...22

Tabel 9. Uji normalitas higienitas perorang terhadap skabies...22

Tabel 10. Uji hipotesis higienitas perorang terhadap skabies...23

Tabel 11. Uji normalitas sanitasi lingkungan terhadap skabies...23

Tabel 12. Uji hipotesis sanitasi lingkungan terhadap skabies...24

Tabel 13. Uji korelasi antara sanitasi lingkungan dengan skabies...25

Tabel 14. Uji normalitas perilaku sehat terhadap skabies...26

Tabel 15. Uji hipotesis perilaku sehat terhadap skabies...26


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. TungauSarcoptes scabiei...4

Gambar 2. Siklus hidup tungau...5

Gambar 3. Tungau yang hidup dalam terowongan...8

Gambar 4. Diagram Prevalensi Skabies………..16

Gambar 5. Hubungan Higienitas Perorang dengan Kejadian Skabies………18

Gambar 6. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Skabies.…………..20


(15)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh . dengan keluhan gatal terutama pada malam hari yang ditandai dengan adanya kelainan pada kulit berupa papula, vesikula, urtikaria, dan krista. Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak bersih, perilaku yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk. Faktor yang paling dominan adalah kemiskinan dan higienitas perorangan yang jelek di negara berkembang, dan merupakan kelompok masyarakat yang paling banyak menderita penyakit skabies ini (Carruthers, 1978 ; Kabulrachman, 1992).

Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja (Sungkar, 1997). Diperkirakan sanitasi lingkungan yang buruk di Pondok Pesantren (Ponpes) merupakan faktor dominan yang berperan dalam penularan dan tingginya angka prevalensi penyakit skabies diantara santri di Ponpes (Dinkes Jatim, 1997).

Dalam penelitian ini dilakukan observasi dan studi analisa untuk mengetahui prevalensi skabies yang terjadi pada siswa Pondok Pesantren Darul Mujahadah serta faktor-faktor lingkungan (sanitasi Ponpes, hygienitas perorangan, dan perilaku) yang mempengaruhinya. Sebelumnya belum pernah ada penelitian mengenai masalah ini pada Ponpes tersebut.


(16)

2

1.2. Rumusan Masalah

Sanitasi lingkungan yang buruk selain higienitas perorangan dan faktor pendukung lainnya merupakan faktor dominan yang berperan dalam penularan dan tingginya angka prevalensi penyakit skabies, terutama di lingkungan pesantren. Berapakah prevalensi skabies pada santri di Ponpes Darul Mujahadah Tegal, serta faktor apa saja yang berperan nyata dalam kejadian tersebut ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Mengetahui prevalensi skabies pada siswa Pondok Pesantren Darul Mujahadah tahun 2009 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat digunakan sebagai tindakan preventif dalam mencegah terjadinya skabies, dan pada akhirnya dapat menurunkan prevalensi kejadian skabies pada siswa Pondok Pesantren Darul Mujahadah.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Mengetahui prevalensi penderita skabies pada siswa & siswi Pondok Pesantren Darul Mujahadah.

2. Mengetahui faktor-faktor penyebab dan penularan skabies pada siswa Pondok Pesantren Darul Mujahadah.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi dan edukasi kesehatan bagi warga Ponpes Darul Mujahadah Tegal khususnya dan masyarakat sekitarnya pada umumnya. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal bagi penelitian


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Penyakit Kulit Skabies 2.1.1.1. Skabies di Indonesia

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap dan produknya. Prevalensi penyakit skabies di Indonesia adalah sekitar 6-27% dari populasi umum dan cenderung lebih tinggi pada anak dan remaja (Sungkar, 1997). Penyakit ini masih menjadi masalah tidak saja di daerah terpencil, tetapi juga di kota-kota besar bahkan di Jakarta (Tabri, 2003).

Di Indonesia, kasus skabies cukup tinggi ketika zaman penjajahan Jepang berlangsung. Penduduk kesulitan memperoleh makanan, pakaian dan sarana pembersih tubuh pada saat itu, sehingga kasus scabies cepat menular dari anak-anak hingga dewasa (Partosoedjono, 2003). Sebanyak 915 dari 1008 (90,8%) orang terserang skabies di Desa Sudimoro, Kecamatan Turen, Malang (Poeranto, 1997) Perbandingan penderita laki-laki dan perempuan adalah 83,7% : 18,3%. Data penderita skabies yang terhimpun dari klinik Penyakit Kulit dan Kelamin, Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (RS PMI) Bogor dari tahun 2000 - 2004, masing-masing enam betas pasien (2000); delapan betas pasien (2001); tujuh pasien (2002); delapan pasien (2003) dan lima pasien (2004). Data-data di atas menunjukkan bahwa penderita skabies di Indonesia masih cukup tinggi .

2.1.2. Sarcoptes scabiei, morfologi, dan cara penularannya

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, orto

Ackarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.hominis. selain yang juga terdapat pada kambing dan babi (Handoko, 2007).


(18)

4

Secara morfologik, merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.

Gbr.1 Tungau Sarcoptes scabiei (Sumber : http://www.medicastore.com /skanbies/index.html)

Siklus hiduptungau ini sebagai berikut.

Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai


(19)

2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari (Handoko, 2007).

Gbr.2 Siklus hidup tungau Sarcoptes scabiei (Sumber : http://www.cdc.gov/scabies/index.html)

Menurut CDC tahun 2008, tungau Sarcoptes scabiei melalui 4 tahap pertumbuhan dalam siklus hidupnya : telur, larva, nimfa, dewasa.

1. Tungau betina meninggalkan 2-3 telur sehari di bawah kulit. Telur berbentuk oval dan mempunyai panjang 0,10-0,15 mm. menetas dalam 3-4 hari.

2. Setelah menetas, larva bermigrasi ke permukaan kulit luar dan bersembunyi di dalam lapisan stratum korneum. Dalian kecil dikenal


(20)

6

dengan sebutan “kantong perubahan kulit”. Stadium larva, yang muncul dari telur hanya memiliki 3 pasang kaki dan bertahan sekitar 3-4 hari. 3. Kemudian larva berubah menjadi nimfa yang mempunyai 4 pasang kaki.

Perubahan bentuk ini sedikit lebih besar dibanding dengan stadium larva sebelum nanatinya akan berubah ke bentuk dewasa. Larva dan nimfa sering ditemukan di kantung-kantung kulit (molting pouches) atau dalam folikel rambut yang kelihatannya sama dengan bentuk dewasa namun ukurannya lebih kecil.

4. Tungau dewasa berbentuk bulat, ukuran panjang betina antara 0,30-0,45 mm dan lebar 0,25-0,35 mm. dan ukuran jantan sedikit lebih dari setengah ukuran betina. Perkawinan terjadi tungau jantau secara aktif masuk ke terowongan yang telah dibuat oleh tungau betina. Setelah terjadi kopulasi, tungau jantan mati atau dapat bertahan hidup beberapa hari dalam terowongan. Tungau betina keluar permukaan kulit dan mencari tempat yang cocok untuk membuat terowongan yang baru untuk meletakkan telur-telurnya. Siklus hidup dari telur telur sampai menjadi dewasa berlangsung satu bulang (CDC, 2008).

Cara penularan (transmisi)

1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual.

2. Kontak tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-lain

2.1.3. Faktor-faktor yang berperan terhadap penyakit skabies

Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemik skabies. Banyak faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain : sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan perkembangan demografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan Seksual).


(21)

2.1.4. Patogenesis

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sellkreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder (Handoko, 2007).

Menurut Handoko tahun 2007 ada 4 tanda cardinal :

1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala, penderita ini bersifat sebagai pembawa.

3. Adanya terowongan (kanalikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul dan vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Terowongan yang berkelok-kelok umumnya ditemukan pada penderita kulit putih dan sangat jarang di Indonesia (Margono, 1998). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mame (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria),


(22)

8

perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

Gbr.3 Tungau yang hidup dalam terowongan (Sumber : Prof. Dr. R.S. Siregar Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, edisi 2. 2005.)

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut. Ada pendapat yang mengatakan penyakit ini merupakan the great imitatorkarena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Sebagai diagnosis banding adalah : prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis dan lain-lain.

2.1.5. Penatalaksanaan skabies 2.1.5.1. Pengobatan

Syarat obat yang ideal :

1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau. 2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik.

3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian. 4. Mudah diperoleh dan harganya murah.


(23)

Pengobatan melibatkan seluruh anggota keluarga yang harus diobati (termasuk penderita yang hiposensitisasi) guna mencegah penularan lebih lanjut (Handoko, 2007).

Jenis obat topikal:

1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salap atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunanya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya yang lain ialah berbau dan mengotori pakain dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun.

2. Emulsi benzyl-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering member iriasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai. 3. Gama benzena heksa klorida (gameksan) kadarnya 1% dalam krim

atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang member iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil, karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.

4. Krotamiton 10%dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal; harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.

5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik disbanding gameksan, efektivitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi di bawah umur 2 bulan.

2. Higienitas perorangan dan lingkungan


(24)

10

2.2. Kerangka Konsep

2.3. Definisi Operasional 2.3.1. Variabel Independent

1. Higiene personal

Meliputi frekuensi mandi, sabun dan handuk yang dipergunakan, cuci tangan setelah kegiatan, dan mencuci pakaian. Pengamatan penelitian dilakukan dengan melihat pola higiene dari masing-masing personal yang mempengaruhi timbulnya penyakit kulit skabies.

2. Sanitasi lingkungan

Terdiri dari penyediaan air bersih, ketersediaan jamban, pengelolaan sampah, system pembuangan air limbah, sanitasi dan kepadatan pemondokan, sanitasi ruang belajar dan sanitasi masjid Ponpes. Dalam hal ini akan dilakukan dengan melihat sanitasi lingkungan pondok. Sehingga dapat dinilai pengaruh kebersihan terhadap timbulnya penyakit kulit skabies.


(25)

3. Perilaku santri

Mencakup pengetahuan, sikap dan praktek yang mencegah penularan penyakit scabies yang akan dilakukan dengan menilai pengetahuan, sikap dan praktek siswa untuk mencegah penyakit skabies.

2.3.2. Variabel Dependent


(26)

12

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini berupa penelitian deskriptif analitik cross sectional untuk mengetahui prevalensi skabies pada siswa Pondok Pesantren Darul Mujahadah dan faktor-faktor yang mempengaruhi.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah pada bulan Oktober tahun 2009.

3.3. Populasi dan Sampel

Sampel adalah siswa Pondok Pesantren Darul Mujahadah sebagai subyek penelitian yang dipilih secara acak dengan memenuhi kriteria inklusi yang ditentukan.

Kriteria Inklusi

1. Seluruh siswa Pondok Pesantren Darul Mujahadah dan bersedia mengikuti penelitian.

2. Siswa yang menunjukkan gejala klinis skabies atau memenuhi criteria diagnosis skabies.

Kriteria Eksklusi

1. Siswa yang menunjukkan gejala-gejala klinis penyakit kulit lain. 2. Siswa dengan penyakit berat lainnya.

3.3.1. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara simpel random sampling(cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi). Daftar nama seluruh siswa


(27)

Pondok Pesantren Darul Mujahadah dikumpulkan, selanjutnya dilakukan pengambilan nama siswa-siswi secara acak. Subjek yang didapat dan memenuhi kriteria inklusi pada hari dan tanggal yang telah ditentukan dilakukan skrining serta mengisi kuesioner.

3.3.2. Besar Sampel

Jumlah sampel (n) = ((Zα)2x p x (1-p)) d2

= ((1,96)2x 0,27 x (0.73) 0,12

= 76 orang

Keterangan:

n :Besar sampel penelitian yang dibutuhkan

Za :Dengan menggunakan interval kepercayaan 95% = 1,96

d :absolut precission/ kesalahan maksimum yang masih ditolelir = 0,1

P :prevalensi skabies yang diperkirakan = 27%

3.4. Cara Kerja Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu penelitian mengenai prevalensi skabies dan faktor yang mempengaruhi terjadinya skabies. Penelitian ini dimulai dengan menentukan subyek penelitian yang dipilih secarasimple random samplingsehingga didapat nama-nama siswa yang akan dilakukan dalam penelitian. Langkah berikutnya adalah melakukan skrining dengan observasi secara langsung dan selanjutnya menyebarkan kuesioner pada siswa tersebut untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya skabies.


(28)

14

3.5. Managemen Data 3.5.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner (tentang gejala & faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit skabies) oleh responden dan dengan melakukan pemeriksaan fisik untuk memastikan diagnosis oleh peneliti.

3.5.2. Analisa data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dimasukan ke dalam program SPSS dan dilakukan analisa statistik non parametrik komparatif atau asosiatif antar variabel dengan uji Mann – Whitney.

3.5.3. Etika Penelitian

Semua subjek penelitian akan diberikan penjelasan secara lisan dan tertulis mengenai tujuan dan cara penelitian. Penelitian ini akan dijalankan setelah mendapat persetujuan secara sukarela (informed consent) dari responden. Subjek yang akan diteliti berhak menolak untuk tidak mengikuti penelitian.

Pengolahan Data

Pengisian Lembar Persetujuan (Informed Consent) oleh Pimpinan Ponpes

Mengisi Kuesioner

Simple Random Sampling

Pendataan Subjek Penelitian

Skrining dengan melakukan Pemeriksaan Fisik Tanda-Tanda Skabies


(29)

BAB 4

HASIL dan PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Subjek

Tabel 4.1. Sebaran Responden Secara Umum

Karakteristik Subjek Jumlah sampel (n = 76)

Klasifikasi Jumlah Persentase

Jenis Kelamin Laki-laki 42 orang 55,3 %

Perempuan 34 orang 44,7 %

Pendidikan MTs (SLTP) 64 orang 84,2 %

MA (SLTA) 12 0rang 15,8 %

Umur 11 tahun 11 orang 14,5 % 12 tahun 19 orang 25 % 13 tahun 14 orang 18,4 % 14 tahun 17 orang 22,4 % 15 tahun 9 orang 11,8 % 16 tahun 2 orang 2,6 % 17 tahun 2 orang 2,6 % 18 tahun 2 orang 2,6 %

Efloresensi Skabies (Dari 47 responden yang

mengalami skabies)

Papula 27/47 57,4 % Vesikula 17/47 36,2 % Pustula 14/47 29,8 % Krusta 10/47 21,3 %

Jumlah responden yang tidak terkena scabies

29/76 38,16 %

Dari hasil tabel di atas didapatkan bahwa ;

1. Dari 76 responden yang diteliti didapatkan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (55,3%).

2. Sebagian besar responden (84,2%) sekolah tingakat menengah (MTs) dan sisanya sekolah di tingkat atas (MA).

3. Umur responden terbanyak adalah 12 tahun (25%).

4. Dari hasil pemeriksaan (efloresensi) terhadap santri yang mengalami skabies, manifestasi klinis terbanyak berupa papul (57,4 %).

5. Jumlah responden yang tidak menunjukkan gejala skabies sebanyak (38,16 %).


(30)

16

4.2. Data Subjek & Sampel 4.2.1. Prevalensi Skabies

Tabel 4.2 Prevalensi Skabies

Gambar 4. Diagram Prevalensi Skabies

Pemeriksaan fisik kulit terhadap 76 orang santri Ponpes Darul Mujahadah Kabupaten Tegal menunjukkan bahwa prevalensi penyakit skabies adalah 47 santri (61,8%). Prevalensi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan prevalensi penyakit skabies di sebuah Ponpes di Jakarta yang mencapai 78,70% atau di Ponpes Kabupaten Pasuruan Jawa Timur sebesar 66,70% (Kuspriyanto, 2002). Dengan demikian tampak bahwa penyakit skabies merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang perlu diperhatikan pada santri Ponpes. Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat penularannya yang tinggi serta dapat mengganggu

Diagnosis Frekuensi Persentase

Skabies Bukan Skabies

47 29

61,8 % 38,2 %


(31)

ketenangan pada waktu istirahat, terutama pada waktu tidur di malam hari. (Handoko, 2007)

4.2.2. Higiene Perorang

Penilaian higiene perorang dalam penelitian ini meliputi antara lain frekuensi mandi, memakai sabun, pakaian, handuk secara bergantian.

Tabel 4.3 Prosentase Higienitas Perorang Responden

Keterangan :

 Dikatakan seseorang mempunyai personal hygiene yang baik apabila memenuhi 4 kriteria pada definisi operasional di atas yaitu mencakup frekuensi mandi 2 kali atau lebih dalam sehari serta sama sekali tidak menggunakan sabun, pakaian maupun handuk secara bersama-sama atau bergantian.

 Dikatakan buruk apabila tidak memenuhi syarat yang disebutkan dalam kriteriapersonal hygieneyang baik.

Pada penelitian ini, keempat variabel ditransformasikan menjadi variablepersonal hygiene, kemudian diperoleh nilai mean 12,36 dan median 13. hasil data responden yang angkanya di bawah 12 dimasukkan ke dalam kategori higinitas perorang buruk, sedangkan hasil data responden yang mempunyai nilai di atas 13 dimasukkan ke dalam kategori higinitas perorang yang baik.

Dari tabel diatas didapatkan bahwa sekitar 46,1 % responden mempunyai personal hygiene yang baik. Sedangkan, sekitar 53,9 % responden mempunyai personal hygiene yang buruk.

Higienitas perorang Frekuensi Persentase Mean Median

Baik Buruk

35 41

46,1 %

53,9 % 12,36 13


(32)

18

Tabel 4.4 Prevalensi skabies dihubungkan dengan higienitas perorang

Higinitas perorang Total

Buruk Baik

Diagnosis skabies

Bukan skabies Skabies

11 (37,9 %) 24 (51,1 %)

18 (62,1 %) 23 (48,9 %)

29 (100%) 47 (100 %)

Total 35 (46 %) 41 (53,9 %) 76 (100 %)

Gambar 5. Hubungan Higienitas Perorang dengan Kejadian Skabies

Dari hasil data di atas, penderita skabies dengan tingkat higiene perorang buruk didapatkan 24 responden (51,1%), sedangkan penderita skabies dengan tingkat higiene perorang baik didapatkan 23 responden (48,9%). Dari kelompok responden yang tergolong higiene perorangnya baik terkena skabies sebanyak 23/41 (56,10%) dibandingkan yang tidak terkena skabies sebanyak 18/41 (43,90%). Hal tersebut dapat terjadi karena seseorang yang sudah memiliki higienitas baik tetapi tidak ditunjang dengan perilaku yang baik juga guna menghindari risiko penularan skabies, seperti sering kontak dengan penderita skabies, tidur bersama dan berhimpitan dengan penderita skabies.


(33)

Pada kelompok responden yang higienitas perorangnya buruk, 24/35 (68,57%) lebih banyak terkena skabies dibandingkan dengan yang bukan skebies 11/35 (31,43%)

Higienitas perorang sangat berperan sebagai faktor risiko gejala serta penularan skabies. Hal ini dinyatakan oleh Handoko bahwa salah satu faktor yang mendukung perkembangan penyakit kulit skabies adalah higienitas perorang yang buruk.(Handoko, 2007). Hal tersebut terbukti dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa responden yang memiliki higienitas perorang yang buruk lebih besar terkena gejala-gejala penyakit skabies dibandingkan dengan responden yang memiliki higienitas perorang yang baik.

4.2.3. Sanitasi Lingkungan Ponpes

Sanitasi lingkungan Ponpes yang diteliti meliputi parameter sanitasi kamar tidur (asrama) dan sanitasi kamar mandi.

Tabel 4.5 Gambaran sanitasi lingkungan

Dari tabel di atas didapatkan bahwa yang tergolong dalam kelompok sanitasi baik sebesar 29,3% dan yang tergolong dalam sanitasi buruk sebesar 36,2 %.

Penyediaan air bersih merupakan kunci utama sanitasi kamar mandi yang berperan terhadap penularan penyakit skabies pada para santri Ponpes, karena penyakit Skabies merupakan penyakit yang berbasis pada persyaratan air bersih (water washed disease) yang dipergunakan untuk membasuh anggota badan sewaktu mandi (Azwar, 1995). Kebutuhan air bersih untuk mandi, mencuci dan kebutuhan kakus Ponpes berasal dari sumur yang menggunakan pompa air.

Sanitasi Lingkungan Frekuensi Persentase

Baik Buruk 34 42 29,3 % 36,2 %

Jumlah 76 65,5 %


(34)

20

Terdapat perbedaan kebersihan antara kebersihan kamar mandi dan kamar tidur (asrama) pada santri laki-laki dan santri wanita. Dimana kamar mandi dan asrama wanita lebih bersih dibandingkan dengan kamar mandi dan asrama laki-laki.

Tabel 4.6 Hubungan sanitasi lingkungan dengan skabies

Sanitasi Lingkungan Total

Buruk Baik

Diagnosis scabies

Bukan skabies Skabies

4 (13,8 %) 38 (80,9 %)

25 (86,2 %) 9 (19,1 %)

29 (100%) 47 (100 %)

Total 42 (55,3 %) 34 (44,7 %) 76 (100 %)

Gambar 6. Hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian skabies

Dari hasil data di atas, penderita skabies dengan tingkat sanitasi yang buruk didapatkan 38 responden (80,9 %), sedangkan penderita skabies dengan tingkat higiene perorang baik didapatkan 9 responden (19,1%). Dari kelompok responden dengan sanitasi lingkungannya yang baik terkena skabies sebanyak 9/34 (26,47%) dibandingkan yang tidak terkena skabies sebanyak 25/34 (73,53%).


(35)

Pada kelompok responden dengan sanitasi lingkungannya buruk, 38/42 (90,48%) lebih banyak terkena skabies dibandingkan dengan yang bukan skebies 4/42 (9,52%)

Sanitasi lingkungan sangat berperan sebagai faktor risiko gejala serta penularan skabies. Menurut Handoko bahwa salah satu faktor yang mendukung perkembangan penyakit kulit skabies adalah sanitasi lingkungan yang buruk (Handoko, 2007). Sesuai dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa responden yang tinggal dengan sanitasi yang buruk lebih besar risiko terkena penyakit skabies dibanding dengan responden yang tinggal dengan sanitasi lingkungan yang baik.

4.2.4. Perilaku Sehat

Perilaku sehat diukur melalui tiga parameter yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap penyakit skabies. Perilaku yang tidak mendukung tersebut diantaranya adalah sering memakai baju atau handuk secara bergantian dengan teman, tidur bersama dan berhimpitan dalam satu tempat tidur.

Tabel 4.7 Perbandingan perilaku sehat yang baik dan buruk

Perilaku sehat Frekuensi Persentase Mean Median

Perilaku sehat baik Perilaku sehat buruk

35 41

46,1 %

53,9 % 21,59 22

Total 76 100 %

Keterangan :

 Dikatakan seseorang mempunyai perilaku sehat yang baik apabila memenuhi kriteria higienitas perorang yang baik ditambah dengan mengetahui cara penularan skabies, tidak kontak dengan penderita skabies (misal berjabat tangan dan tidur bersama secara berhimpitan),


(36)

22

frekuensi menjemur 2-3 kali dalam sebulan serta lama menjemur yang lebih dari 6 jam.

 Dikatakan buruk apabila tidak memenuhi syarat kriteria yang disebutkan di atas.

Pada penelitian ini, keempat variabel ditransformasikan menjadi variable “perilaku sehat”, kemudian diperoleh nilai mean 21,59 dan median 22. Hasil data responden yang angkanya di bawah 21 dimasukkan ke dalam kategori perilaku sehat buruk, sedangkan hasil data responden yang mempunyai nilai di atas 22 dimasukkan ke dalam kategori seseorang dengan perilaku sehat yang baik.

Dari tabel di atas didapatkan bahwa sebanyak 35 responden (46,1%) mempunyai perilaku sehat yang baik, sedangkan sebanyak 41 responden (53,9%) mempunyai perilaku sehat yang buruk.

Tabel 4.8 Hubungan Perilaku Sehat dengan Kejadian Skabies

Perilaku Sehat Total

Buruk Baik

Diagnosis scabies

Bukan scabies 9 (31%) 20 (69%) 29 (100%)

Skabies 26 (55,3%) 21 (44,7%) 47 (100%)


(37)

Gambar 7. Hubungan perilaku sehat dengan kejadian skabies

Dari tabel di atas, didapatkan bahwa responden dengan perilaku sehat yang buruk terkena penyakit skabies sebanyak 26 responden (55,3%), sedangkan responden dengan perilaku sehat yang baik terkena penyakit skabies sebanyak 21 responden (44,7%).

Pada kelompok responden dengan perilaku sehat baik sebanyak 21/41 (51,22%) mengalami skabies, dan sebesar 20/41 (48,78%) termasuk dalam golongan bukan skabies. Hasil ini tidak sesuai dengan teori, dimana seharusnya seseorang yang mempunyai perilaku sehat baik akan semakin terhindar dari penyakit skabies.

Pada kelompok responden dengan perilaku sehat buruk, sebanyak 26/35 (74,29%) mengalami skabies dan sekitar 9/35 (25,71%) termasuk dalam golongan bukan skabies. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang dengan perilaku sehat yang buruk akan lebih mudah terkena penyakit skabies dibanding dengan seseorang yang mempunyai perilaku sehat yang baik.


(38)

24

4.3. Analisa Statistik

4.3.1. Pengaruh higienitas perorang terhadap gejala skabies Tabel 4.9 Uji normalitas

Tests of Normality

Personal higine yg sdh dikelompokkan

Kolmogorov-Smirnova Statistic Df Sig. diagnosis scabies buruk .433 35 .000 baik .370 41 .000 a. Lilliefors Significance

Correction

Dari tebel diatas didapatkan nilai p = 0,000 yang menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Setelah ditransformasi didapatkan nilai kemaknaan (p) sebesar 0,00. karena nilai p kurang dari 0,05 maka diambil kesimpulan bahwa variable tran_PH mempunyai sebaran yang tidak normal.

Karena sebaran data tidak normal, maka selanjutnya dilakukan uji non parametrik menggunakan uji Mann-Whitney (untuk 2 kelompok tidak berpasangan)

Tabel 4.10 Uji hipotesis

Test Statisticsa

diagnosis scabies Mann-Whitney U 628.000

Wilcoxon W 1489.000

Z -1.108

Asymp. Sig. (2-tailed) p =.268 a. Grouping Variable: Personal higine yg sdh dikelompokkan

Hasil uji Mann Whitney diperoleh nilai angka p = 0,268. karena nilai p > 0,05 dapat disimpulkan bahwa “tidak ada perbedaan bermakna antara seseorang yang mempunyai higienitas perorang yang baik dengan seseorang yang mempunyai higienitas perorang yang buruk terhadap timbulnya penyakit skabies.


(39)

4.3.2. Pengaruh sanitasi lingkungan terhadap gejala skabies Tabel 4.11 Uji normalitas

D a

r i

Dari tabel diatas didapatkan nilai p = 0,000 yang menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Setelah ditransformasi didapatkan nilai kemaknaan (p) sebesar 0,00. karena nilai p kurang dari 0,05 maka diambil kesimpulan bahwa variable tran_sanitasi mempunyai sebaran yang tidak normal.

Karena sebaran data tidak normal, maka selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney.

Tabel 4.12 Uji Hipotesis (pengaruh sanitasi lingkungan terhadapa skabies)

Hasil uji Mann Whitney diperoleh nilai angka p = 0,00. karena nilai p < 0,05 dapat disimpulkan bahwa “terdapat perbedaan yang bermakna antara seseorang yang hidup dengan sanitasi lingkungan yang baik dengan seseorang yang hidup dengan sanitasi lingkungan yang buruk terhadap timbulnya penyakit skabies”.

sanitasi yang sudah dikelompokkan

Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig.

diagnosis scabies Buruk .530 42 .000 Baik .458 34 .000 a. Lilliefors Significance

Correction

Test Statisticsa

diagnosis scabies Mann-Whitney U 257.000

Wilcoxon W 852.000

Z -5.674

Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a. Grouping Variable: sanitasi yang sudah dikelompokkan


(40)

26

Selanjutnya dilakukan uji korelasi untuk mengetahui kekuatan hubungan antara kedua variable tersebut.

Tabel 4.13 Uji Korelasi Sanitasi lingkungan dengan Skabies

Correlations diagnosis skabies sanitasi yang sudah dikelompokkan Spearman's rho

diagnosis scabies Correlation Coefficient

1.000 -.655** Sig. (2-tailed) . .000

N 76 76

sanitasi yang sudah dikelompokkan

Correlation Coefficient

-.655** 1.000 Sig. (2-tailed) .000 .

N 76 76

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari hasil tabel di atas, diperoleh nlai (p) 0,00 yang menunjukkan bahwa korelasi antara tingkat kebersihan sanitasi lingkungan dengan skabies adalah bermakna. Nilai korelasi Spearman (r) sebesar -0,655 menunjukkan bahwa arah korelasi negative yang berarti semakin rendah sanitasi lingkungan maka semakin besar risiko terjadinya penyakit skabies, dengan kekuatan korelasi yang kuat. Hal ini menunjukkan sanitasi lingkungan merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi terjadinya skabies dengan kekuatan korelasi yang kuat. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penemuan Isa (2005) yang menyatakan bahwa faktor sanitasi lingkungan berperan terhadap tingginya prevalensi penyakit scabies di kalangan santri Ponpes di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.


(41)

4.3.3. Pengaruh perilaku sehat terhadap gejala skabies Tabel 4.14 Uji normalitas

D a

Dari tabel diatas didapatkan nilai p = 0,000 yang menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal. Setelah ditransformasi didapatkan nilai kemaknaan (p) sebesar 0,00. karena nilai p kurang dari 0,05 maka diambil kesimpulan bahwa variable tran_PS mempunyai sebaran yang tidak normal.

Karena sebaran data tidak normal, maka selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney.

Tabel 4.15 Uji Hipotesis

Hasil uji Mann Whitney diperoleh nilai angka significancy 0,04. karena nilai p < 0,05 dapat disimpulkan bahwa “terdapat perbedaan yang bermakna antara seseorang yang mempunyai perilaku sehat yang baik dengan seseorang yang mempunyai perilaku sehat yang buruk terhadap timbulnya penyakit skabies.

perilaku sehat yang sudah dikelompokkan

Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig.

diagnosis scabies buruk .462 35 .000 baik .345 41 .000 a. Lilliefors

Significance Correction

Test Statisticsa

diagnosis scabies Mann-Whitney U 552.000

Wilcoxon W 1413.000

Z -2.050

Asymp. Sig. (2-tailed) .040 a. Grouping Variable: perilaku sehat yang sudah dikelompokkan


(42)

28

Selanjutnya dilakukan uji korelasi untuk mengetahui kekuatan hubungan antara kedua variable tersebut.

Tabel 4.16 Uji Korelasi

D a

Dari hasil tabel di atas, diperoleh nlai (p) 0,04 yang menunjukkan bahwa korelasi antara tingkat perilaku sehat dengan skabies adalah bermakna. Nilai korelasi Spearman (r) sebesar -0,237 menunjukkan bahwa arah korelasi negative yang berarti semakin buruk perilaku sehat seseorang maka kemungkinan terkena penyakit scabies semakin besar, dengan kekuatan korelasi yang lemah.

Hal ini berarti bahwa perilaku sehat merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya scabies dengan kekuatan korelasi yang lemah. Pengaruhnya tidak terlalu signifikan atau bukan menjadi penyebab utama terhadap timbulnya penyakit skabies.

Correlations

diagnosis skabies

perilaku sehat yang sudah dikelompokkan Spearma

n's rho

diagnosis scabies Correlation Coefficient

1.000 -.237* Sig. (2-tailed) . .040

N 76 76

perilaku sehat yang sudah

dikelompokkan

Correlation Coefficient

-.237* 1.000 Sig. (2-tailed) .040 .

N 76 76


(43)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan analisis data penelitian disimpulkan bahwa faktor sanitasi lingkungan dan perilaku sehat yang berperan terhadap tingginya prevalensi penyakit scabies di kalangan para santri Pondok Pesantren Darul Mujahadah.

2. Higienitas perorangan tidak berpengaruh terhadap prevalensi kasus skabies di Pondok Pesantren Darul Mujahadah Kabupaten Tegal.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan validasi data kuesioner & penentuan scoringkuesioner. 2. Pada pelaksanaan pengambilan data perlu dipikirkan kendala-kendala

yang mungkin akan ditemui di lapangan, sehingga dapat mengantisipasi/menghindari terjadinya kesalahan dalam .data.

3. Penggunaan SPSS sebagai salah satu alat dalam menganalisa data banyak memiliki keterbatasan-keterbatasan, sehingga memungkinkan terdapat data yangmissing value.

4. Untuk mendapatkan hasil yang baik, pengambilan data/sampel hendaknya dilakukan berulang (repetitive sampel).

5. Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan data kurang baik, seperti salah interpretasi dalam menjawab pertanyaan kuesioner, faktor-faktor yang mempengaruhimissing valuedata, dsb


(44)

30

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1997. Sanitasi Pondok Pesantren di Jawa Timur . Surabaya: Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur.

Carruthers, R. 1978. Treatment of Skabies and Pediculosis. Medical Proggress 5 (12) : 25-30.

Handoko, R. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.122-125.

http://www.cdc.gov/scabies/index.html/diakses pada hari Kamis, 9 September 2009.

Kabulrachman. 1992. Pengaruh Lingkungan dan Pencemaran Terhadap Penyakit Kulit. Majalah Kedokteran Indonesia 42 (5): 273-277.

Margono. S. 1998. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga. Jakarta. : Balai Penerbit FKUI. 264-265.

Partosoedjono, S . 2003 . Scabies dan kualitas sanitasi masyarakat. Kompas, Jum'at, 05 September 2003 .

Poeranto, s et al . 1997 . Pengobatan dengan gamexan pada penderita scabiosis di pondok pesantren Al Munawwariyyah Sudimoro, Malang. Majalah Kedokteran Unibraw . 13(2) : 69 - 73 .

Sungkar, S. 1997. Skabies. Majalah Kedokteran Indonesia 47 (01) :33-42.

Tabri F. 2003. Skabies pada bayi dan anak. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL, Kurniati DD, editor. Infeksi kulit pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI,.p.62-79.


(45)

LAMPIRAN

1. DAFTAR TABEL Frequencies

Statistics

Personal higine yg sdh dikelompokkan

N Valid 76

Missing 0 Percentiles 25 1.00

50 2.00

75 2.00

Personal higine yg sdh dikelompokkan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid buruk 35 46.1 46.1 46.1

baik 41 53.9 53.9 100.0 Total 76 100.0 100.0


(46)

32

Frequencies

Sanitasi yang sudah dikelompokkan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid buruk 42 36.2 55.3 55.3

Baik 34 29.3 44.7 100.0

Total 76 65.5 100.0 Missing System 40 34.5

Total 116 100.0

Statistics

sanitasi yang sudah dikelompokkan

N Valid 76

Missing 40

Mean 1.4474

Median 1.0000

Mode 1.00

Std. Deviation .50053

Minimum 1.00

Maximum 2.00

Percentiles 25 1.0000

50 1.0000


(47)

Frequencies

Statistics

Perilaku sehat

N Valid 76

Missing 0

Mean 21.5921

Std. Error of Mean .33360 Median 22.0000

Mode 24.00

Std. Deviation 2.90828

Minimum 13.00

Maximum 27.00

Perilaku sehat yang sudah dikelompokkan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid buruk 35 46.1 46.1 46.1

baik 41 53.9 53.9 100.0 Total 76 100.0 100.0


(48)

34

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent diagnosis skabies * Personal

higine yg sdh dikelompokkan

76 100.0% 0 .0% 76 100.0%

Diagnosis skabies * Personal higine yg sdh dikelompokkan Crosstabulation

Personal higine yg sdh dikelompokkan

Total buruk baik

diagnosis skabies

bukan skabies Count 11 18 29 % within diagnosis

skabies 37.9% 62.1% 100.0%

Scabies Count 24 23 47

% within diagnosis

skabies 51.1% 48.9% 100.0%

Total Count 35 41 76

% within diagnosis


(49)

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent diagnosis skabies * sanitasi

yang sudah dikelompokkan 76 65.5% 40 34.5% 116 100.0%

Diagnosis skabies * sanitasi yang sudah dikelompokkan Crosstabulation

sanitasi yang sudah dikelompokkan

Total buruk baik

diagnosis skabies bukan skabies Count 4 25 29 % within diagnosis

skabies 13.8% 86.2% 100.0%

skabies Count 38 9 47

% within diagnosis

skabies 80.9% 19.1% 100.0%

Total Count 42 34 76

% within diagnosis


(50)

36

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent diagnosis skabies * Perilaku

yang sudah dikelompokkan 76 65.5% 40 34.5% 116 100.0%

Diagnosis skabies * Perilaku yang sudah dikelompokkan Crosstabulation

Perilaku yang sudah dikelompokkan

Total Perilaku buruk Perilaku baik

diagnosis skabies bukan skabies Count 9 20 29 % within

diagnosis skabies

31.0% 69.0% 100.0%

skabies Count 26 21 47

% within diagnosis skabies

55.3% 44.7% 100.0%

Total Count 35 41 76

% within diagnosis skabies


(51)

2. FOTO

Gb.1 Papul milier pada jari-jari tangan dan lipatan jari.


(52)

38

Gb.3 Papul, vesikel dan pustule serta krusta berwarna kehijauan


(53)

Gb.6 Tempat mencuci pakaian siswa


(54)

40

Gb.8 Toilet siswa Gb.9 Pompa Air


(55)

Gb.11 Asrama Laki-laki


(56)

42

3. KUISIONER

Kuisioner

Nama :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Hasil Pemeriksaan : Skabies / Normal (coret yang tidak perlu)

Sekolah :

Umur :

No. Telp :

Tanda tangan :

Petunjuk : pilihlah jawaban yang sesuai dengan memberi tanda silang (x)!

1. Apakah anda merasakan gatal-gatal yang terutama dirasakan pada malam hari?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah teman atau keluarga anda ada yang mengalami keluhan serupa dengan anda?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah anda pernah berjabat tangan dengan orang lain yang mengalami skabies (gudikan)?

a. Ya b. Tidak c. Jarang d. Sering


(57)

4. Apakah anda pernah atau sering tidur bersama dengan teman atau orang yang mengalami gudikan?

a. Ya b. Tidak c. Jarang d. Sering

5. Apakah anda pernah memakai pakaian teman anda ? a. Ya

b. Tidak c. Jarang d. Sering

6. Apakah anda pernah memakai handuk teman anda ? a. Ya

b. Tidak c. Jarang d. Sering

7. Apakah anda pernah memakai sabun teman anda ? a. Ya

b. Tidak c. Jarang d. Sering

8. Berapa kali anda mandi dalam sehari? a. 1 kali

b. 2 kali c. 3 kali

9. Berapa kali anda menjemur kasur dalam 1 bulan? a. 1 kali


(58)

44

c. 3 kali

10. Berapa lama anda menjemur kasur? a. < 6 jam

b. > 6 jam

11. Berasal dari manakah sumber penyediaan air di Pondok Pesantren? a. Sumur

b. Kolam c. Sungai

12. Apakah anda tahu bagaimana mencegah timbulnya penyakit skabies (gudikan)?

a. Tahu b. Tidak tahu


(59)

4. RIWAYAT HIDUP

RIWAYAT HIDUP

Nama : Yasin

Tempat, Tgl Lahir : Mekkah, 10 April 1987 Jenis Kelamin : Laki - laki

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Purwa no.1 RT 02 RW 09 Suradadi Tegal Jawa Tengah Tlp/ Hp : 085640282785

Email : yasin_100487@yahoo.co.id/ yasin100487@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. SDN 02 Suradadi Tegal (1993-1999) 2. MTs PP Modern Selamat Kendal (1999-2002) 3. SMAN 02 Pemalang (2002-2005) 4. S–1 Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2005-sekarang)


(1)

40

Gb.8 Toilet siswa Gb.9 Pompa Air


(2)

Gb.11 Asrama Laki-laki


(3)

42

3. KUISIONER

Kuisioner

Nama :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Hasil Pemeriksaan : Skabies / Normal (coret yang tidak perlu)

Sekolah :

Umur :

No. Telp :

Tanda tangan :

Petunjuk : pilihlah jawaban yang sesuai dengan memberi tanda silang (x)!

1. Apakah anda merasakan gatal-gatal yang terutama dirasakan pada malam hari?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah teman atau keluarga anda ada yang mengalami keluhan serupa dengan anda?

a. Ya b. Tidak

3. Apakah anda pernah berjabat tangan dengan orang lain yang mengalami skabies (gudikan)?

a. Ya b. Tidak c. Jarang d. Sering


(4)

4. Apakah anda pernah atau sering tidur bersama dengan teman atau orang yang mengalami gudikan?

a. Ya b. Tidak c. Jarang d. Sering

5. Apakah anda pernah memakai pakaian teman anda ? a. Ya

b. Tidak c. Jarang d. Sering

6. Apakah anda pernah memakai handuk teman anda ? a. Ya

b. Tidak c. Jarang d. Sering

7. Apakah anda pernah memakai sabun teman anda ? a. Ya

b. Tidak c. Jarang d. Sering

8. Berapa kali anda mandi dalam sehari? a. 1 kali

b. 2 kali c. 3 kali

9. Berapa kali anda menjemur kasur dalam 1 bulan? a. 1 kali


(5)

44

c. 3 kali

10. Berapa lama anda menjemur kasur? a. < 6 jam

b. > 6 jam

11. Berasal dari manakah sumber penyediaan air di Pondok Pesantren? a. Sumur

b. Kolam c. Sungai

12. Apakah anda tahu bagaimana mencegah timbulnya penyakit skabies (gudikan)?

a. Tahu b. Tidak tahu


(6)

4. RIWAYAT HIDUP

RIWAYAT HIDUP

Nama : Yasin

Tempat, Tgl Lahir : Mekkah, 10 April 1987 Jenis Kelamin : Laki - laki

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Purwa no.1 RT 02 RW 09 Suradadi Tegal Jawa Tengah

Tlp/ Hp : 085640282785

Email : yasin_100487@yahoo.co.id/ yasin100487@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. SDN 02 Suradadi Tegal (1993-1999)

2. MTs PP Modern Selamat Kendal (1999-2002)

3. SMAN 02 Pemalang (2002-2005)