ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI PDRB KABUPATEN / KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009.

(1)

i

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI PDRB KABUPATEN / KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2009

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

WIDYA KUSUMANINGSIH F0107091

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2012 commit to user


(2)

ii ABSTRACT

AN ANALYSIS ON THE FACTORS AFFECTING PDRB CONDITION OF REGENCY / MUNICIPAL IN CENTRAL JAVA PROVINCE IN 2009

WIDYA KUSUMANINGSIH F0107091

The economic development basically aims to create a high economic growth and evenly distribution of development, so that the society welfare is achieved. PDRB per capita value in Central Java Province improved over years during 2005-2009, but its average belonged to the lowest category compared with other provinces in Java Island, so that an appropriate policy is required to cope with such the problem. This research aims to find out the effect of Local Original Income (PAD), loan, saving, local expense and population density variables on the PDRB of Regency / Municipal in Central Java in 2009. The hypothesis is that there is a positive significant effect of those independent variables on the PDRB of Regency / Municipal in Central Java in 2009.

This study employed a multiple linear regression analysis with OLS method using cross-sectional data of 2009 from 35 regencies/municipals in Central Java Province. The instrument of analysis used was a multiple linear regression, statistic test (t-, F-, and R2-tests) and classical assumption test (multicolinearity, heteroscedasticity, and autocorrelation).

The result of regression analysis at α = 5% showed that: firstly, the loan and

expense variables partially affected significantly, while PAD, saving, and population density affected insignificantly the PDRB of Regency / Municipal in Central Java in 2009. Secondly, the five variables simultaneously affected significantly the PDRB of Regency / Municipal in Central Java in 2009.

Based on the result of research, the following recommendations could be given. Firstly, the central government and society should supervise directly and properly the realization of development fund sources such as PAD and local expense; secondly, the government should provide more adequate public infrastructures such as providing the wide job opportunity and training human resource; thirdly, the bank should open a wider access for the society to get loan easily; and fourthly, the government should reduce the interest rate to improve the investment for funding the development.

Keywords: PDRB of regency / municipal in Central Java, Local Original Income,

Loan, Saving, Local Expense, Population Density, Multiple Linear Regression Analysis (OLS).


(3)

iii ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI PDRB KABUPATEN / KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH

TAHUN 2009

WIDYA KUSUMANINGSIH F0107091

Pembangunan ekonomi pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pembangunan, sehingga kesejahteraan masyarakat tercapai. Nilai PDRB perkapita di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2005-2009 mengalami peningkatan, tetapi rata-ratanya tergolong paling rendah dibandingkan dengan provinsi-provinsi di pulau Jawa lainnya sehingga memerlukan kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD), kredit, tabungan, belanja daerah dan kepadatan penduduk terhadap PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009. Hipotesisnya ialah diduga adanya pengaruh positif dan signifikan antara variabel bebas tersebut terhadap PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009.

Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda melalui metode OLS dengan menggunakan data cross section tahun 2009 berupa 35 kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah. Alat analisis yang digunakan berupa regresi linear berganda, uji statistik (uji t, uji F, dan uji R2), dan uji asumsi klasik (uji multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi).

Hasil analisis regresi pada α = 5% menunjukkan bahwa: pertama, secara individual variabel kredit dan belanja daerah berpengaruh signifikan, sedangkan variabel PAD, tabungan, dan kepadatan penduduk tidak signifikan terhadap PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009. Kedua, secara bersama-sama kelima variabel bebas tersebut berpengaruh signifikan terhadap PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan: pertama, pemerintah pusat dan masyarakat perlu melakukan pengawasan secara langsung dan tepat terhadap realisasi sumber-sumber dana pembangunan seperti PAD dan belanja daerah; kedua, pemerintah harus menyediakan sarana dan prasarana publik yang lebih memadai seperti menyediakan lapangan kerja yang luas dan melatih SDM; ketiga, bank harus membuka akses yang lebih luas bagi masyarakat untuk mendapatkan kredit dengan mudah; dan keempat, pemerintah perlu menurunkan tingkat suku bunga untuk meningkat investasi guna membiayai pembangunan.

Kata Kunci : PDRB kabupaten / kota di Jawa Tengah, pendapatan asli daerah,

kredit, tabungan, belanja daerah, kepadatan penduduk, analisis regresi linear berganda (OLS).


(4)

iv commit to user


(5)

v


(6)

vi commit to user


(7)

vii MOTTO

“Serahkanlah perbuatanmu kepada Tuhan, maka terlaksanalah segala rencanamu.” (Amsal 16 : 3)

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Filipi 4 : 13)

“Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan.”(Yeremia 17 : 7)

“Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian.” (Amsal 2 : 6)

“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu

Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar,

sehingga kamu dapat menanggungnya.” (1 Korintus 10 : 13)


(8)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya kecil ini kupersembahkan untuk : V Tuhan Yesus

V Orang tuaku tersayang, Bapak Harmanto dan Ibu Sri Hartati V Adikku, Tiara Kusumaningrum V Seluruh keluarga besarku V Seluruh sahabatku V Almamaterku


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan berkat dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI PDRB KABUPATEN / KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009”.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna menyelesaikan studi pada Program Strata Satu Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan, baik materiil maupun moril yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Dr. Wisnu Untoro, MSi selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

2. Bapak Drs. Supriyono, MSi selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Drs. Sutanto, MSi selaku Dosen Pembimbing yang telah menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini sehingga memotivasi penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik.


(10)

x

4. Bapak Joko Nugroho selaku Pembimbing Akademik yang telah mengarahkan dan membina penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membimbing dan memberikan ilmu selama penulis belajar di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak membantu penulis selama belajar di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Orang tuaku tercinta, Bapak Drs. Harmanto dan Ibu Sri Hartati, S.E., terima kasih atas kasih sayang, doa, teladan, perhatian, serta dukungan yang senantiasa diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

8. Adikku tersayang, Tiara Kusumaningrum, S.H., terima kasih atas semangat, doa, perhatian, kasih sayang, motivasi dan dukungannya.

9. Keluarga besarku terima kasih atas doa dan dukungannya.

10. Teman-teman EP 2007, Diah, Rina, Dewi, Wiranto, Erna, Aris, Anda, Fitri, Risti, Fitriana, Istrini serta seluruh teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

11. Teman satu bimbingan, Dwinanto, Rurit dan Ratih, terima kasih atas informasi dan kebersamaannya.

12. Semua pihak yang telah banyak membantu demi kelancaran penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.


(11)

xi

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan, baik dari segi materi yang disajikan maupun dari segi analisisnya. Namun, penulis berharap bahwa penulisan skripsi ini mampu memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembacanya. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Surakarta, November 2011

Penulis


(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRACT ... ii

HALAMAN ABSTRAK ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

SURAT PERNYATAAN SKRIPSI ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ...xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Landasan Teori ... 9

1. Pembangunan Ekonomi ... 9 commit to user


(13)

xiii

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 10

a. Pengertian PDRB ... 10

b. Fungsi PDRB ... 10

c. Metode Perhitungan PDRB ... 12

d. Cara Penyajian PDRB ... 13

e. Perubahan Tahun Dasar PDRB ... 14

3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 15

a. Pengertian PAD ... 15

b. Sumber-Sumber PAD ... 15

c. Hubungan PAD dengan PDRB ... 16

4. Kredit ... 17

a. Pengertian Kredit ... 17

b. Tujuan dan Fungsi Kredit ... 18

c. Hubungan Kredit dengan PDRB ... 18

5. Tabungan ... 19

a. Pengertian Tabungan ... 19

b. Hubungan Tabungan dengan PDRB ... 19

6. Belanja Daerah / Pengeluaran Pemerintah Daerah ... 21

a. Pengertian Belanja Daerah / Pengeluaran Pemerintah Daerah ... 21

b. Hubungan Belanja Daerah / Pengeluaran Pemerintah Daerah dengan PDRB ... 21

7. Kepadatan Penduduk ... 23

a. Pengertian Penduduk dan Kepadatan Penduduk ... 23 commit to user


(14)

xiv

b. Pengaruh Kepadatan Penduduk terhadap PDRB ... 23

B. Penelitian Terdahulu ... 24

C. Kerangka Pemikiran ... 26

D. Hipotesis ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

A. Ruang Lingkup Penelitian / Desain Penelitian ... 29

B. Sumber Data dan Jenis Data ... 29

C. Definisi Operasional Variabel ... 30

D. Metode Pengumpulan Data ... 31

E. Alat Analisis Data / Metode Analisis Data ... 32

1. Uji Statistik ... 33

a. Uji t ... 33

b. Uji F ... 35

c. Analisis Koefisien Determinasi (R2) ... 36

2. Uji Asumsi Klasik ... 37

a. Multikolinearitas ... 37

b. Heteroskedastisitas ... 38

c. Autokorelasi ... 39

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah ... 40

1. Keadaan Geografis ... 40

2. Kondisi Perekonomian ... 42

3. Keadaan Penduduk ... 43

4. PDRB ... 45 commit to user


(15)

xv

5. PAD ... 46

6. Kredit ... 48

7. Tabungan ... 50

8. Belanja Daerah ... 51

9. Kepadatan Penduduk ... 53

B. Analisis Data ... 55

1. Pemilihan Bentuk Model Empirik (Uji MWD) ... 55

2. Analisis Regresi Linear Berganda ... 56

3. Uji Statistik ... 59

a. Uji t ... 59

b. Uji F ... 62

c. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 63

4. Uji Asumsi Klasik ... 64

a. Uji Multikolinearitas ... 64

b. Uji Heteroskedastisitas ... 65

c. Uji Autokorelasi ... 66

C. Interpretasi Ekonomi ... 67

1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap PDRB Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah ... 67

2. Pengaruh Kredit terhadap PDRB Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah ... 68

3. Pengaruh Tabungan terhadap PDRB Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah ... 69 4. Pengaruh Belanja Daerah terhadap PDRB Kabupaten /


(16)

xvi

Kota di Provinsi Jawa Tengah ... 70

5. Pengaruh Kepadatan Penduduk terhadap PDRB Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah ... 71

BAB V PENUTUP ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77 LAMPIRAN


(17)

xvii

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman I.1 PDRB Perkapita Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa Atas Dasar

Harga Konstan Tahun 2000 Periode Tahun 2005-2009

(Ribu Rupiah) ... 4

I.2 Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Periode Tahun 2005-2009 (Persen) ... 5

I.3 PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Periode Tahun 2004-2009 .... 6

IV.1 Luas Daerah Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 ... 41

IV.2 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Jutaan Rupiah) dan Laju Pertumbuhannya (%) Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2009 ... 42

IV.3 Jumlah Penduduk 35 Kabupaten / Kota di Jawa Tengah Tahun 2007-2009 ... 44

IV.4 Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 ... 54

IV.5 Hasil Uji MWD untuk Model Linear dengan Z1 ... 55

IV.6 Hasil Uji MWD untuk Model Log-Linear dengan Z2 ... 56

IV.7 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 57

IV.8 Hasil Uji t ... 59

IV.9 Hasil Uji F ... 63

IV.10 Hasil Uji Multikolinearitas Pendekatan Koutsoyiannis ... 65

IV.11 Hasil Uji Heteroskedastisitas (Uji LM ARCH) ... 66

IV.12 Hasil Uji Autokorelasi (Uji Breusch-Godfrey / B-G test) ... 67 commit to user


(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman II.1 Kerangka Pemikiran ... 28 III.1 Daerah Kritis Uji t ... 34 III.2 Daerah Kritis Uji F ... 36 IV.1 PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Kabupaten / Kota

di Provinsi Jawa Tengah Periode Tahun 2007-2009 ... 46 IV.2 Realisasi Pendapatan Asli Daerah Menurut Kabupaten / Kota di

Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 ... 47 IV.3 Posisi Kredit Rupiah dan Valas Bank Umum Menurut Kabupaten /

Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 ... 49 IV.4 Realisasi Tabungan Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2009 ... 51 IV.5 Realisasi Belanja Daerah Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi

Jawa Tengah Tahun 2009 ... 52


(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Data Penelitian Lampiran II Input Data Lampiran III Hasil Uji MWD

Lampiran IV Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Lampiran V Hasil Uji Asumsi Klasik


(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan atau akselerasi pertumbuhan atau kondisi ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut. Salah satu kebijakan pemerintah untuk mempersempit kesenjangan regional adalah diterapkannya kebijakan pembangunan daerah yang dilakukan berdasarkan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.

Perubahan konsep dan kewenangan daerah yang semula ditujukan atas dasar pemusatan kebijakan pusat, selanjutnya diarahkan menjadi kemandirian daerah dalam mengelola kawasannya, dengan konsekuensi bahwa kebijakan tersebut tidak dapat menerapkan pola pembangunan yang sama antar daerah yang satu dengan yang lainnya. Hal ini diakibatkan adanya perbedaan karakteristik, letak geografis dan sumberdaya-sumberdaya yang ada pada masing-masing daerah tersebut, sehingga pengenalan potensi daerah melalui pengenalan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah mutlak dibutuhkan bagi pembangunan daerah.

Pembangunan ekonomi sebuah negara pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kemakmuran masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi yangcommit to user


(21)

tinggi. Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan output yang dibentuk oleh berbagai sektor ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang telah dicapai oleh sektor ekonomi tersebut pada suatu periode waktu tertentu. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Begitu juga pembangunan di daerah, sasaran utamanya adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan, termasuk didalamnya pemerataan pendapatan antar daerah. Untuk mencapai sasaran pembangunan tersebut, diperlukan perencanaan pembangunan ekonomi yang baik.

Salah satu indikator yang penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah atau provinsi dalam suatu periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Nilai PDRB ini akan menjelaskan sejauh mana kemampuan daerah dalam mengelola atau memanfaatkan sumberdaya yang ada. Selain itu, kondisi perekonomian secara keseluruhan di setiap daerah juga dapat dilihat dari seberapa besar jumlah belanja daerah pada daerah bersangkutan. Pengeluaran pemerintah atau belanja daerah merupakan bentuk rangsangan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap perekonomian daerah. Semakin besar nilai belanja daerah yang dialokasikan untuk pembangunan, maka akan meningkatkan kesejahteraan penduduk. Ini berarti kondisi ekonomi di daerah tersebut juga akan meningkat.

Pada kenyataannya, masih banyak ditemukan daerah yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan pembangunan ekonominya setelah pelaksanaan otonomi daerah melalui Undang-Undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004


(22)

mengenai pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk merencanakan dan mengelola pembangunan daerahnya masing-masing berdasarkan potensi dan sumberdaya yang ada di wilayah yang bersangkutan.

Salah satu kesulitan tersebut adalah jumlah penduduk yang semakin tinggi / padat, tetapi tidak diimbangi dengan ketersediaan sumberdaya yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk tersebut. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus memiliki strategi-strategi yang tepat untuk mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut. Strategi pembangunan tersebut menyangkut peranan pemerintah dalam perekonomian termasuk meningkatkan sumber-sumber penerimaan daerah seperti Pendapatan Asli Daerah (PAD), kredit bank dan tabungan yang digunakan untuk membiayai proses pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

Hal ini sesuai dengan pendapat Faisal Basri (2009) yang menyatakan bahwa ada lima sasaran strategis yang harus dicanangkan pemerintahan Indonesia mendatang untuk mencapai percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, merata dan berkeadilan. Pertama adalah struktur ekonomi yang kokoh yang tak rentan diterpa gejolak eksternal, mandiri dan berdaya saing. Kedua, sumber daya manusia berkualitas. Ketiga, mobilisasi seluruh potensi sumber dana dalam negeri untuk menghasilkan pembiayaan yang selaras dengan kebutuhan investasi. Keempat, pemanfaatan sumberdaya alam secara sinergis dan lestari. Kelima, birokrasi yang kompeten, efektif dan bersih.

Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu daerah otonom yang memiliki batas wilayah tertentu dengan jumlah penduduk sebesar 32.864.563 jiwa pada


(23)

tahun 2009, juga sedang mengalami suatu proses pembangunan ekonomi. Pembangunan di Provinsi Jawa Tengah yang berlangsung secara menyeluruh dan berkesinambungan telah meningkatkan perekonomian masyarakat. Pencapaian hasil-hasil pembangunan di Provinsi Jawa Tengah tersebut sangat dipengaruhi oleh keberadaan kabupaten / kota yang berada pada wilayah provinsi tersebut termasuk sumberdaya yang dimilikinya.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebagai pelaksana pembangunan di daerah Jawa Tengah juga dihadapkan pada permasalahan tentang bagaimana memacu pertumbuhan output daerahnya untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya serta untuk mengatasi persoalan kemiskinan. Seperti yang dijelaskan pada tabel I.1 mengenai perkembangan pertumbuhan PDRB perkapita provinsi-provinsi di Pulau Jawa atas dasar harga konstan tahun 2000 selama periode tahun 2005-2009 berikut:

Tabel I.1

PDRB Perkapita Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Periode Tahun 2005-2009 (Ribu Rupiah)

Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-Rata DKI Jakarta 33.205 34.837 36.733 38.671 40.269 36.743 Jawa Barat 6.204 6.480 6.799 7.092 7.292 6.773 Jawa Tengah 4.488 4.690 4.914 5.143 5.436 4.934 DI Yogyakarta 5.025 5.157 5.326 5.538 5.726 5.354 Jawa Timur 7.027 7.393 7.801 8.220 8.588 7.806 Banten 6.406 6.634 6.903 7.165 7.363 6.894 Indonesia 7.964 8.292 8.706 9.112 9.409 8.697 Sumber : BPS, Provinsi Dalam Angka 2005-2009

Berdasarkan tabel I.1 tersebut, dapat kita ketahui bahwa Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi yang memiliki rata-rata PDRB perkapita tertinggi, commit to user


(24)

yakni sebesar 36.743 ribu rupiah. Posisi kedua ditempati oleh Provinsi Jawa Timur dengan rata-rata PDRB perkapita sebesar 7.806 ribu rupiah diikuti Provinsi Banten, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta; sedangkan Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi dengan rata-rata PDRB perkapita terendah dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Pulau Jawa selama periode tahun 2005-2009, yaitu sebesar 4.934 ribu rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Tengah memiliki permasalahan tingkat kesejahteraan penduduk yang belum merata.

Tabel I.2

Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi - Provinsi di Pulau Jawa Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Periode Tahun 2005-2009 (Persen)

Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-Rata

DKI Jakarta 6,01 5,95 6,44 6,18 5,01 5,92

Jawa Barat 5,60 6,02 6,48 5,83 4,29 5,64

Jawa Tengah 5,35 5,33 5,59 5,46 4,71 5,29 DI Yogyakarta 4,73 3,70 4,31 5,02 4,39 4,43

Jawa Timur 5,87 5,77 6,11 5,90 5,01 5,73

Banten 5,88 5,57 6,04 5,82 4,82 5,63

Indonesia 5,69 5,50 6,28 6,10 4,50 5,61

Sumber : BPS, Statistik Indonesia, 2010

Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah dalam lima tahun terakhir juga termasuk rendah dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Jawa. Seperti yang terlihat pada tabel I.2 di atas, dimana posisi pertama diduduki oleh Provinsi DKI Jakarta dengan rata-rata laju pertumbuhan PDRB sebesar 5,92 persen lebih tinggi dari rata-rata laju pertumbuhan PDRB nasional sebesar 5,61 persen. Posisi kedua adalah Provinsi Jawa Timur dengan rata-rata laju pertumbuhan PDRB sebesar 5,73 persen, sedangkan Provinsi commit to user


(25)

Jawa Tengah hanya memiliki rata-rata laju pertumbuhan PDRB sebesar 5,29 persen lebih tinggi dari Provinsi DI Yogyakarta dengan rata-rata laju pertumbuhan PDRB sebesar 4,43 persen yang merupakan provinsi dengan rata-rata laju pertumbuhan PDRB terendah diantara provinsi lainnya di Pulau Jawa.

Tabel I.3

PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Periode Tahun 2004-2009

Tahun PDRB ADHK 2000 (jutaan rupiah)

Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2000 (persen)

2004 135.789.872,31 5,13

2005 143.051.213,88 5,35

2006 150.682.654,74 5,33

2007 159.110.253,77 5,59

2008 167.790.369,85 5,46

2009 175.685.267,57 4,71

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2010, diolah

Pada tabel I.3 menunjukkan bahwa nilai PDRB Provinsi Jawa Tengah atas dasar harga konstan 2000 terus meningkat selama periode tahun 2004-2009, tetapi nilai laju pertumbuhannya mengalami fluktuasi selama periode tersebut. Pada tahun 2004 laju pertumbuhannya sebesar 5,13 persen, kemudian menjadi 5,35 persen di tahun 2005 dan laju pertumbuhan pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 4,71 persen dari nilai laju pertumbuhan tahun 2008 sebesar 5,46 persen. Hal ini dimungkinkan sebagai dampak krisis global yang melanda dunia.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengambil judul ”ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI


(26)

PDRB KABUPATEN / KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan beberapa masalah, yakni :

1. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 ?

2. Bagaimana pengaruh kredit terhadap kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 ?

3. Bagaimana pengaruh tabungan terhadap kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 ?

4. Bagaimana pengaruh belanja daerah terhadap kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 ?

5. Bagaimana pengaruh kepadatan penduduk terhadap kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah penelitian, maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009.

2. Untuk mengetahui pengaruh kredit terhadap kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009.


(27)

3. Untuk mengetahui pengaruh tabungan terhadap kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009.

4. Untuk mengetahui pengaruh belanja daerah terhadap kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009.

5. Untuk mengetahui pengaruh kepadatan penduduk terhadap kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi pemerintahan Provinsi Jawa Tengah

Sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan ekonomi daerah, terutama strategi peningkatan kondisi perekonomian (PDRB) kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah.

2. Bagi masyarakat

Sebagai masukan tentang kondisi perekonomian kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah termasuk permasalahannya.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.


(28)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara.

Pembangunan ekonomi daerah, yaitu suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk nota kemitraan antara Pemda dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan daerah terletak pada penekanan kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah bersangkutan dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Pembangunan daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang yang sesuai dengan karakteristik masyarakat daerah.


(29)

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) a. Pengertian PDRB

Perhitungan PDRB telah menjadi bagian yang sangat penting dalam makro ekonomi, khususnya tentang analisis perekonomian suatu wilayah. Hasil perhitungan PDRB ini memberikan kerangka dasar yang digunakan untuk mengukur aktivitas ekonomi yang terjadi dan berlangsung dalam suatu kegiatan perekonomian. Angka-angka PDRB tersebut sebagai indikator ekonomi makro dan juga sebagai landasan evaluasi kinerja perekonomian, dan penyusunan berbagai kebijakan. Indikator ekonomi ini juga memberikan gambaran aliran seluruh nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dan seluruh faktor-faktor produksi yang digunakan oleh perekonomiaan untuk menghasilkan nilai tambah barang dan jasa.

Pengertian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dan jasa dalam suatu wilayah, menerapkan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unit ekonomi. PDRB dapat didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.

b. Fungsi PDRB

Adapun Fungsi dari PDRB diantaranya :


(30)

1) Menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah atau provinsi, nilai PDRB yang besar menunjukkan kemampuan sumberdaya ekonomi yang besar.

2) Menunjukkan pendapatan yang memungkinkan dapat dinikmati oleh seluruh penduduk suatu wilayah atau provinsi.

3) Digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dari tahun ke tahun.

4) PDRB menurut sektor menunjukkan besarnya stuktur perekonomian dan peranan sektor perekonomiaan dalam suatu wilayah, sektor-sektor ekonomi yang mempunyai peranan besar menunjukkan basis perekonomian suatu wilayah.

5) PDRB menurut penggunaan menunjukkan bagaimana produk barang dan jasa digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar.

6) Distribusi PDRB menurut penggunaan menunjukkan peranan kelembagaan menurut barang dan jasa yang dihasilkan sektor ekonomi.

7) PDRB menurut penggunaan atas dasar harga konstan bermanfaat untuk pengukuran laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri maupun perdagangan antar pulau atau provinsi.

8) PDRB dan PDRB perkapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB dan PDRB perkapita atau persatu orang.


(31)

9) PDRB dan PDRB perkapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi perkapita.

c. Metode Perhitungan PDRB

Untuk menghitung nilai PDRB dilakukan dengan beberapa metode / cara / pendekatan, sebagai berikut :

1) Pendekatan Produksi adalah PDRB yang disusun melalui pendekatan produksi menjelaskan bagaimana PDRB dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi yang beroperasi di suatu wilayah atau merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). PDRB ini disebut sebagai PDRB menurut sektor atau biasa disebut pula sebagai PDRB ditinjau dari sisi penyediaan (supply side).

2) Pendekatan Pengeluaran atau Penggunaan atau Belanja adalah PDRB yang disusun melalui pendekatan pengeluaran yang menjelaskan bagaimana PDRB suatu wilayah digunakan atau dimanfaatkan, baik untuk memenuhi kebutuhan permintaan di dalam wilayah maupun untuk memenuhi kebutuhan di luar wilayah. PDRB ini disebut sebagai PDRB menurut penggunaan atau PDRB menurut pengeluaran (Gross Regional Domestic Product by Expenditure), atau biasa juga disebut sebagai PDRB yang ditinjau dari sisi permintaan (demand side).


(32)

3) Pendekatan pendapatan, merupakan pendekatan yang dilakukan dengan menjumlahkan seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi, yang meliputi :

a) Upah gaji merupakan balas jasa faktor produksi tenaga kerja. b) Sewa tanah merupakan balas jasa faktor produksi tanah. c) Bunga modal balas jasa faktor produksi modal.

d) Keuntungan balas jasa faktor produksi skill atau wiraswata.

4)

Metode alokasi, model pendekatan ini digunakan karena dengan

data yang tersedia tidak memungkinkan untuk mengadakan perhitungan pendapatan regional dengan metode langsung.

d. Cara Penyajian PDRB

Adapun cara penyajian PDRB tersebut dapat dilakukan dengan : 1) PDRB atas harga berlaku, yakni semua agregat pendapatan dinilai

atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahunnya, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara maupun pada penilaian komponen nilai PDRB. Jadi, PDRB atas harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga

2) PDRB atas harga konstan, yaitu semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga tetap, perkembangan agregat pendapatan dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan produksi rill, bukan karena kenaikan harga atau inflasi. Jadi, PDRB harga konstan menunjukkan nilai tambah dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar perhitungan. commit to user


(33)

e. Perubahan Tahun Dasar PDRB

Teknologi dan perekonomian tiap tahun senantiasa mengalami perkembangan dan berakibat pada perubahan struktur ekonomi secara terus menerus. Perkembangan ekonomi dunia yang diwarnai dengan adanya globalisasi berpengaruh terhadap perekonomian regional / domestik. Terjadinya krisis perekonomian suatu kawasan akan berdampak adanya perubahan struktur ekonomi sehingga penggunaan tahun dasar dibawah tahun 2000 tidak representatif lagi digunakan sebagai tahun dasar perhitungan PDRB.

Berdasarkan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa estimasi PDB / PDRB atas dasar konstan harus dimuktakhirkan secara periodik dengan menggunakan tahun refrensi yang berakhiran 0-5. Hal ini dimaksudkan agar besaran angka-angka PDB / PDRB dapat saling diperbandingkan antar negara, provinsi, kabupaten dan antar waktu guna keperluan analisis kinerja perekonomian nasional atau wilayah.

Tahun dasar yang dianggap reprensentatif untuk mengukur laju perekonomian adalah tahun dasar 2000. Hal ini dikarenakan tahun tersebut dianggap relatif lebih stabil setelah krisis ekonomi dan politik Indonesia tahun 1997. Cara penyamaan tahun dasar dapat dilakukan dengan membandingkan nominal atau angka PDRB yang tertera pada tahun dasar yang berbeda (1983, 1988, 1993) dengan PDRB tahun dasar 2000.


(34)

3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian PAD

Pembangunan ekonomi suatu daerah membutuhkan sejumlah dana yang diperoleh atau berasal dari berbagai sumber yang dikelola oleh daerah. Dalam otonomi daerah pembangunan ekonomi suatu daerah dilakukan berdasarkan kemampuan pendapatan daerah karena hak atas pengelolaan sumber-sumber keuangan daerah dan pembangunan ekonomi di daerah, telah diserahkan secara otonom kepada Pemerintah Daerah yaitu Pemerintah Kabupaten dan Kota.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah, yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Mulyanto, 2007:48). Selain itu, PAD juga dapat diartikan sebagai pendapatan yang bersumber dari pungutan-pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku yang dapat dikenakan kepada setiap orang atau badan usaha, baik milik pemerintah atau swasta karena perolehan jasa yang diberikan pemerintah daerah tersebut, maka daerah dapat melaksanakan pungutan dalam bentuk penerimaan pajak, retribusi dan penerimaan lainnya yang sah diatur dalam undang-undang.

b. Sumber-Sumber PAD

Menurut Undang-Undang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Nomor 33 Pasal 6 ayat 1-2 Tahun 2004, PAD bersumber dari :


(35)

1) Pajak daerah 2) Retribusi daerah

3) Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan 4) Lain-lain PAD yang sah, meliputi :

a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan b) Jasa giro

c) Pendapatan bunga

d) Keuntungan selisih nilai rupiah terhadap mata uang asing

e) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat penjualan dan atau pengadaan barang / jasa oleh daerah

c. Hubungan PAD dengan PDRB

Pelaksanaan otonomi daerah melalui desentralisasi fiskal akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, karena pemerintah sub nasional / pemerintah daerah akan lebih efisien dalam produksi dan penyediaan barang-barang publik (Oates dalam Hadi Sasana, 2009:106). Berdasarkan UU No. 33 Pasal 5 ayat 2 Tahun 2004, salah satu sumber penerimaan yang digunakan untuk pendanaan pemerintah daerah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ini berarti peningkatan PAD sebenarnya merupakan ekses dari pertumbuhan ekonomi (PDRB). Daerah yang pertumbuhan ekonominya positif mempunyai kemungkinan mendapatkan kenaikan PAD.

Desentralisasi fiskal di negara-negara berkembang apabila tidak berpegang pada standar teori desentralisasi, hasilnya mungkin akan


(36)

merugikan kondisi ekonomi dan efisiensi. Desentralisasi fiskal memungkinkan untuk melakukan korupsi pada level lokal / daerah. Oleh karena itu, peningkatan PAD akan dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi (PDRB) di daerah tersebut.

4. Kredit

a. Pengertian Kredit

Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Pasal 1 ayat 11 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Dalam artian luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Begitu pula dalam bahasa latin kredit berarti ”credere” artinya percaya. Maksud dari percaya bagi si pemberi kredit adalah ia percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu (Kasmir, 2002:92-93).

Menurut Thomas Suyatno (1995), mengatakan bahwa kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta, atau pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barang-barang sekarang.


(37)

b. Tujuan dan Fungsi Kredit

Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit antara lain (Kasmir, 2002:96-98):

1) Mencari keuntungan 2) Membantu usaha nasabah 3) Membantu pemerintah

Kemudian disamping tujuan di atas, suatu fasilitas kredit memiliki fungsi sebagai berikut :

1) Untuk meningkatkan daya guna uang.

2) Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. 3) Untuk meningkatkan daya guna barang.

4) Meningkatkan peredaran barang. 5) Sebagai alat stabilitas ekonomi.

6) Untuk meningkatkan kegairahan berusaha. 7) Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan. 8) Untuk meningkatkan hubungan internasional. c. Hubungan Kredit dengan PDRB

Untuk mencapai kondisi perekonomian (PDRB) yang tinggi, diperlukan sumber pembiayaan yang akan membiayai proses pembangunan, baik di pusat maupun di daerah. Salah satu sumber pembiayaan tersebut adalah perbankan. Keberadaan bank / perbankan yang sehat merupakan prasyarat bagi suatu perekonomian yang sehat, baik secara individu maupun secara keseluruhan sebagai suatu sistem.


(38)

Bank sebagai lembaga kepercayaan mempunyai fungsi-fungsi yang sangat diperlukan dalam perekonomian, seperti memperlancar pembayaran, sarana dalam pelaksanaan kebijakan moneter dan fungsi intermediasi. Sebagai lembaga intermediasi, perbankan akan menyalurkan dana dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang umumnya digunakan untuk membantu proses produksi output (modal usaha), investasi dan konsumsi. Semakin besar nilai kredit yang disalurkan kepada masyarakat, maka semakin meningkat nilai pertumbuhan ekonomi (PDRB) di daerah tersebut karena proses produksi barang dan jasa yang baik dan lancar akan mengakibatkan tingkat kesejahteraan penduduknya merata.

5. Tabungan

a. Pengertian Tabungan

Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Pasal 1 ayat 9 Tahun 1998, tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan / atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Selain itu, tabungan dapat didefinisikan sebagai simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu.

b. Hubungan Tabungan dengan PDRB

Tabungan merupakan salah satu jenis pembiayaan dalam negeri. Tabungan dihimpun dan diciptakan dengan cara menghemat atau menekan konsumsi, baik dari sektor pemerintah, swasta dan


(39)

masyarakat. Teori Rostow menjelaskan bahwa salah satu cara untuk mempercepat kondisi / pertumbuhan ekonomi yang baik adalah dengan memperkuat tabungan nasional. Teori ini diperjelas lagi dengan teori Harrod-Domar yang menyebutkan bahwa semakin banyak porsi PDB / PDRB yang ditabung akan menambah capital stock sehingga meningkatkan perekonomian. Kedua teori tersebut menjelaskan bahwa tingkat tabungan dan capital stock yang tinggi akan meningkatkan kondisi / pertumbuhan ekonomi. Namun, beberapa studi empiris menunjukkan hasil yang berbeda antara negara-negara di Eropa Timur dan di Afrika. Hal ini menunjukkan adanya faktor lain yang mempengaruhi kondisi ekonomi, seperti kualitas SDM dan infrastruktur pendukung lainnya.

Sejalan dengan hal itu, model Solow menunjukkan bahwa tingkat tabungan adalah determinan penting dari persediaan modal pada kondisi steady-state. Dengan kata lain, jika tingkat tabungan tinggi, maka perekonomian akan mempunyai persediaan modal yang besar dan tingkat output yang tinggi, serta sebaliknya. Dasar dari model Solow inilah yang kemudian banyak dikaitkan dengan kebijakan fiskal. Defisit anggaran yang terus menerus dapat mengurangi tingkat tabungan nasional dan menyusutkan kemampuan berinvestasi. Konsekuensinya dalam jangka panjang, yakni rendahnya persediaan modal dan pendapatan nasional.

Dalam kaitannya dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, menurut Solow, tingkat tabungan yang lebih tinggi hanya akan meningkatkan commit to user


(40)

pertumbuhan untuk sementara waktu sampai perekonomian mencapai kondisi steady-state baru yang lebih tinggi dari sebelumnya. Jika perekonomian mempertahankan tingkat tabungan yang tinggi, maka hal itu hanya akan mempertahankan persediaan modal yang besar dan tingkat output yang tinggi tanpa mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi.

6. Belanja Daerah / Pengeluaran Pemerintah Daerah

a. Pengertian Belanja Daerah / Pengeluaran Pemerintah Daerah Belanja daerah / pengeluaran pemerintah adalah nilai pembelanjaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah yang digunakan terutama untuk kepentingan masyarakat. Menurut Undang-Undang No. 33 Pasal 1 ayat 14 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pengertian belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

b. Hubungan Belanja Daerah / Pengeluaran Pemerintah Daerah dengan PDRB

Salah satu komponen dalam permintaan agregat (aggregate demand / AD) adalah pengeluaran pemerintah. Secara teori dinyatakan bahwa jika pengeluaran pemerintah meningkat, maka AD akan meningkat. Selain itu, peranan pengeluaran pemerintah di negara sedang berkembang sangat signifikan mengingat kemampuan sektor swasta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi relatif terbatas sehingga peranan pemerintah sangat penting. Peningkatan AD berarti


(41)

terjadi pertumbuhan ekonomi karena pertumbuhan ekonomi diukur dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), maka peningkatan PDRB berarti peningkatan pendapatan.

Menurut Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith (2004:92) bahwa ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa. Ketiga faktor tersebut adalah (1) akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumberdaya manusia; (2) pertumbuhan penduduk; dan (3) kemajuan teknologi. Dalam hal ini pengeluaran pemerintah berperan dalam pembentukan modal untuk membiayai pembangunan diberbagai bidang seperti sarana dan prasarana publik. Adanya berbagai fasilitas publik yang memadai, akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan / kesejahteraan masyarakat.

Kesejahteraan masyarakat yang tinggi mengakibatkan kemampuan masyarakat untuk membayar pajak juga naik. Sebagaimana diketahui bahwa pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai pembangunan, maka peningkatan pajak berarti peningkatan pengeluaran pemerintah. Keadaan ini membuat suatu siklus yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Kenaikan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi (PDRB) dan kenaikan pertumbuhan ekonomi (PDRB) akan meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah untuk membiayai pembangunan, baik di pusat maupun daerah.


(42)

7. Kepadatan Penduduk

a. Pengertian Penduduk dan Kepadatan Penduduk

Penduduk adalah orang-orang yang berada di dalam suatu wilayah yang terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dan saling berinteraksi satu sama lain secara terus menerus / kontinu. Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu. Penduduk suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua:

1) Orang yang tinggal di daerah tersebut.

2) Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut.

Dengan kata lain, orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di daerah tersebut. Kepadatan penduduk merupakan rasio jumlah penduduk suatu wilayah dengan luas wilayah dalam satu tahun.

b. Pengaruh Kepadatan Penduduk terhadap PDRB

Kebijakan tentang penduduk yang ditinjau berdasarkan penelitian empiris, menyatakan bahwa jumlah penduduk yang tinggi bukan merupakan penyebab utama timbulnya masalah pengangguran, kemiskinan, dan malnutrisi. Namun, penduduk menjadi faktor yang memperburuk masalah tersebut, sehingga harus sejalan dengan kebijakan lain / faktor lain untuk memperbaiki masalah tersebut.

Menurut Ira Setiati (1996) penduduk merupakan salah satu faktor yang signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk dan kepadatan penduduk memberikan


(43)

kontribusi berupa skala ekonomis yang meningkatkan efisiensi sektor pemerintah / berpengaruh secara statistik terhadap output riil dalam hal ini PDRB menurut harga konstan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ini berarti dengan adanya kepadatan penduduk yang tinggi, maka mampu menambah pendapatan regional daerah sehingga kegiatan ekonomi akan berlangsung secara baik (terjadi kenaikan PDRB). Jika kebijakan terhadap penduduk sejalan dengan kebijakan di dalam suatu daerah / wilayah.

B. Penelitian Terdahulu

Adapun hasil penelitian terdahulu yang relevan untuk mendukung penelitian yang akan dilakukan ini, antara lain :

1. Adearman Purba (2006) dengan judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Simalungun”. Berdasarkan hasil estimasi dengan metode OLS menunjukkan bahwa pengeluaran pembangunan dan pengeluaran rutin berpengaruh negatif dan positif, tetapi kedua variabel tersebut tidak memberikan pengaruh yang berarti secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Simalungun. Sedangkan, jumlah tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Simalungun dengan tingkat kepercayaan yang berbeda. Dengan demikian selama kurun waktu 1976-2003, pengeluaran pemerintah di Kabupaten Simalungun, baik pengeluaran pembangunan maupun pengeluaran rutin belum memberikan


(44)

dampak yang berarti dalam mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Simalungun.

2. Daslan Simanjuntak (2006) dengan judul penelitian “Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Labuhan Batu”. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9957 berarti secara keseluruhan variabel bebas dalam persamaan tersebut yakni PAD, DAU, dan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya {PDRB(-1)} cukup mampu menjelaskan variasi pertumbuhan ekonomi (PDRB) di Kabupaten Labuhan Batu sebesar 99,57% selama kurun waktu penelitian, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam persamaan tersebut. 2) variabel bebas tersebut secara simultan memberikan pengaruh yang cukup signifikan secara statistik pada tingkat kepercayaan 99%. 3) bila dianalisis secara parsial, keseluruhan dari masing-masing variabel tersebut juga memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhan Batu, di mana variabel PAD memberikan pengaruh yang positif sebesar 0,0785 dan signifikan pada tingkat kepercayaan 90%.

3. Junawi Hartasi Saragih (2009) dengan judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi (Studi Komparatif : Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Langkat)”. Berdasarkan hasil estimasi data time series dengan model OLS menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah daerah, tingkat pendidikan, dan total nilai tambah


(45)

industri mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Langkat.

4. Yunan (2009) dengan judul penelitian “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan kredit perbankan, nilai ekspor, pengeluaran pemerintah dan jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tingkat kepercayaan 99 persen atau α = 1%, dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 98,46 persen. Secara parsial, hasil analisis menunjukkan bahwa kredit perbankan, pengeluaran pemerintah dan jumlah tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin meningkat secara signifikan dengan meningkatnya kredit perbankan, pengeluaran pemerintah dan jumlah tenaga kerja. Sedangkan nilai ekspor tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

C. Kerangka Pemikiran

Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah otonom yang juga sedang mengalami proses pembangunan ekonomi. Pencapaian hasil-hasil pembangunan di Provinsi Jawa Tengah tersebut sangat dipengaruhi oleh keberadaan kabupaten / kota yang berada pada wilayah provinsi tersebut termasuk sumberdaya yang dimilikinya. Untuk dapat menganalisis kondisi perekonomian kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah, kita dapat melihat


(46)

faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kenaikan / pertumbuhan PDRB, antara lain Pendapatan Asli Daerah (PAD), kredit, tabungan, belanja daerah dan kepadatan penduduk.

Berdasarkan data pada tabel I.1 dan I.2, diketahui kondisi perekonomian Provinsi Jawa Tengah selama kurun waktu 2005-2009, jika dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita masih tergolong tertinggal bila dibandingkan dengan provinsi lainnya di pulau Jawa. Selain itu, bila dilihat dari laju pertumbuhan ekonominya mengalami fluktuasi selama kurun waktu tersebut, terutama pada tahun 2009, nilai laju pertumbuhannya mengalami penurunan yang sangat drastis dari 5,46 persen di tahun 2008 menjadi 4,71 persen sebagai dampak krisis global yang melanda dunia.

Dari kondisi tersebut, kemudian diimplementasikan sehingga dapat ditentukan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan masalah penarikan dan pengalokasian PAD, kredit, dan tabungan sebagai sumber pendapatan daerah untuk membiayai pembangunan dan realisasi belanja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk melalui pembangunan sarana dan prasana publik serta masalah kepadatan penduduk, dan juga masalah-masalah lain yang berkaitan dengan masalah tersebut.

Dari uraian di atas dapat digambarkan kerangka pemikiran mengenai “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kondisi PDRB Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009” sebagai berikut:


(47)

Gambar II.1 Kerangka Pemikiran

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Diduga variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009.

2. Diduga variabel kredit berpengaruh positif dan signifikan terhadap kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009.

3. Diduga variabel tabungan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009. 4. Diduga variabel belanja daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009. 5. Diduga variabel kepadatan penduduk berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009.

PAD Kredit Tabungan

PDRB Kabupaten / Kota di Jawa Tengah

Belanja Daerah

Kepadatan Penduduk


(48)

29 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian / Desain Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Kredit, Tabungan, Belanja Daerah dan Kepadatan Penduduk terhadap kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009.

B. Sumber Data dan Jenis Data

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009, jenis data yang diperlukan adalah data sekunder yaitu data yang bukan diusahakan sendiri pengumpulannya oleh peneliti, misalnya diambil dari lembaga terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia (BI), dan sumber-sumber referensi studi kepustakaan seperti jurnal, artikel, surat kabar, majalah, buku ataupun situs website yang mendukung.

Data sekunder yang digunakan adalah data cross section yaitu berupa 35 kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah sehingga terdapat 35 observasi. Pemilihan tahun ini disebabkan karena perekonomian pada tahun 2009 terjadi krisis global dunia yang dampaknya sedikit banyak dirasakan sampai di Indonesia, termasuk di Provinsi Jawa Tengah sehingga penelitian pada tahun commit to user


(49)

tersebut menarik untuk diamati dengan data-data yang tersedia pada tahun tersebut. Secara umum data-data dalam penelitian ini diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik Provinsi, khususnya Provinsi Jawa Tengah, Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi, publikasi Badan Pusat Statistik Indonesia dan instansi lainnya yang terkait dengan penelitian ini.

C. Definisi Operasional Variabel

Variabel - variabel yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi : 1. PDRB Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah

Dalam penelitian ini PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah merupakan variabel dependen. PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah diukur dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tanpa migas menurut harga konstan tahun 2000 yang dinyatakan dalam satuan juta rupiah. 2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan daerah melalui pajak, retribusi, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan PAD yang sah lainnya. PAD tersebut merupakan realisasi PAD menurut kabupaten / kota di Jawa Tengah yang dinyatakan dalam satuan ribu rupiah.

3. Kredit

Kredit tersebut merupakan posisi kredit rupiah dan valuta asing pada bank umum menurut kabupaten / kota di Jawa Tengah berdasarkan lokasi


(50)

proyek untuk membantu proses pembangunan / produksi output dalam suatu daerah yang dinyatakan dalam satuan juta rupiah.

4. Tabungan

Tabungan tersebut merupakan posisi tabungan menurut kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah yang dinyatakan dalam satuan juta rupiah.

5. Belanja Daerah

Belanja daerah tersebut merupakan realisasi belanja daerah menurut kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah dinyatakan dalam satuan ribu rupiah.

6. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk merupakan banyaknya penduduk per km2 menurut kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah yang dinyatakan dalam satuan jiwa / km2. Rumus perhitungan kepadatan penduduk :

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi, yaitu mengumpulkan catatan-catatan / data-data yang diperlukan sesuai penelitian yang akan dilakukan yang bersumber dari instansi atau lembaga terkait. Data yang akan dikumpulkan diperoleh dari jurnal, buku-buku literatur, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah, maupun publikasi lainnya.

Kepadatan Penduduk = Jumlah Penduduk suatu wilayah (jiwa) Luas wilayah (km2)


(51)

E. Alat Analisis Data / Metode Analisis Data

Untuk menganalisis dan menguji pengaruh variabel independen (PAD, Kredit, Tabungan, Belanja Daerah dan Kepadatan Penduduk) terhadap variabel dependennya (PDRB Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah) digunakan model regresi dengan menggunakan fungsi Regresi Linear Berganda melalui perhitungan program Eviews 3.0, yaitu analisis peramalan yang menggunakan lebih dari 1 variabel bebas, dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Model yang digunakan adalah sebagai berikut :

PDRB = b0+b1PAD+b2KRDT+b3TAB+b4BD+b5KP+ei Dimana :

PDRB = PDRB Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah PAD = Pendapatan Asli Daerah (PAD)

KRDT = Kredit TAB = Tabungan BD = Belanja Daerah KP = Kepadatan Penduduk

5 1 b

b - = Koefisien regresi

0

b = Konstanta

ei = Variabel Pengganggu

Selain menganalisis hubungan variabel dependen dengan variabel independen, maka akan diadakan pengujian terhadap hipotesis. Teori pengujian hipotesis berkenaan dengan pengembangan aturan atau prosedur untuk memutuskan apakah menerima atau menolak hipotesis. Hal ini dilakukan dengan menggunakan uji statistik. commit to user


(52)

Uji Statistik

Proses analisa yang akan dilakukan melalui pengujian variabel-variabel independen yang meliputi uji t (uji individu), uji F (uji bersama-sama), dan uji R2 (uji koefisien determinasi).

a. Uji t

Uji t ini merupakan pengujian variabel-variabel independen secara individu, dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh masing-masing variabel independen dalam mempengaruhi perubahan variabel dependen, dengan beranggapan variabel independen lain tetap atau konstan. Langkah-langkah pengujian t test adalah sebagai berikut :

1) Menentukan Hipotesisnya a) Ho : β1 = 0

Berarti koefisien regresi tidak signifikan pada tingkat α atau suatu variabel independen secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

b) Ha : β1 ¹ 0

Berarti koefisien regresi signifikan pada tingkat α atau suatu variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen.

2) Melakukan penghitungan nilai t sebagai berikut:

a) Nilai t tabel = t α/2;N – K ...(1.1) Keterangan:

a = derajat signifikansi (α = 5%)


(53)

Ho ditolak Ho diterima

- t ;N K

2

α - tα2;N-K

Ho ditolak

K = banyaknya parameter

b) Nilai t hitung =

( )

i i

Se b b

...(1.2)

Keterangan:

bi = koefisien regresi

Se (bi) = standard error koefisien regresi 3) Kriteria pengujian

Gambar III.1 Daerah Kritis Uji t 4) Kesimpulan

a) Apabila nilai -t tabel < t hitung < t tabel atau probabilitasnya lebih besar dari 5%, maka Ho diterima. Artinya koefisien regresi tidak signifikan pada tingkat α atau suatu variabel independen secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

b) Apabila nilai t hitung > t tabel atau t hitung < -t tabel atau probabilitasnya kurang dari 5%, maka Ho ditolak. Artinya koefisien regresi signifikan pada tingkat α atau suatu variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel dependen.


(54)

b. Uji F

Uji F ini merupakan pengujian bersama-sama variabel independen yang dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen secara signifikan. Langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut :

1) Menentukan Hipotesis

a) H0 : b1 = b2 = b3 = β4 = β5 = 0

Berarti semua koefisien regresi secara bersama-sama tidak signifikan pada tingkat α atau semua variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. b) Ha : b1 ¹ b2 ¹ b3 ¹ β4 ¹ β5 ¹ 0

Berarti semua koefisien regresi secara bersama-sama signifikan pada tingkat α atau semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.

2) Melakukan penghitungan nilai F sebagai berikut:

a) Nilai F tabel = F α;K-1;N-K. ...(1.3)

Keterangan:

α = derajat signifikansi (α = 5%) N = jumlah sampel/data

K = banyaknya parameter

b) Nilai F hitung =

(

)

(

1 R

)

.

(

N K

)

1 K R

2 2

-...(1.4)

Keterangan:

2

R = koefisien determinan commit to user


(55)

Ho diterima Ho ditolak

F (a; K-1; N-K) N = jumlah observasi atau sampel

K = banyaknya variabel 3) Kriteria pengujian

Gambar III.2 Daerah Kritis Uji F 4) Kesimpulan

a) Apabila nilai F hitung < F tabel atau probabilitasnya kurang dari 5%, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya Berarti semua koefisien regresi secara bersama-sama tidak signifikan pada tingkat α atau semua variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

b) Apabila nilai F hitung > F tabel atau probabilitasnya lebih dari 5%, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya Berarti semua koefisien regresi secara bersama-sama signifikan pada tingkat α atau semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.

c. Analisis Koefisien Determinasi (R2)

Nilai R2 untuk mengetahui berapa persen variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Uji ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik dalam analisis regresi, yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi (R2) antara nol dan satu (0 < R2 < 1). Jika koefisien determinasi (R2) mendekati 0, artinya variabel


(56)

independen tidak dapat menjelaskan variabel dependen, sedangkan jika koefisien determinasi mendekati 1, artinya variabel independen dapat menjelaskan dengan baik variabel dependennya, atau dengan kata lain model dikatakan lebih baik apabila koefisien determinasinya mendekati nilai 1.

Uji Asumsi Klasik

Dalam regresi linier klasik terdapat faktor pengganggu, model yang baik mengharapkan faktor-faktor pengganggu tidak muncul. Untuk mengetahui ada tidaknya faktor pengganggu dalam suatu model, maka digunakan pengujian asumsi klasik terhadap model tersebut. Uji asumsi klasik yang digunakan adalah :

a. Multikolinearitas

Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya lebih dari satu hubungan linear pasti di antara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi (Gujarati, 1995: 157). Salah satu asumsi model klasik yang menjelaskan ada tidaknya hubungan antara beberapa atau semua variabel dalam model regresi. Jika dalam model terdapat multikolinearitas, maka model tersebut memiliki kesalahan standar yang besar sehingga koefisien tidak dapat diukur dengan ketepatan tinggi.

Salah satu metode untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas adalah menggunakan pengujian dengan metode pendekatan Koutsoyiannis. Metode yang dikembangkan oleh Koutsoyiannis ini menggunakan cara coba dalam memasukkan variabel bebas. Berdasarkan hasil coba-coba tersebut, selanjutnya suatu variabel bebas akan diklasifikasikan dalam


(57)

3 macam, yaitu 1) suatu variabel bebas dikatakan berguna, 2) suatu variabel bebas dikatakan tidak berguna, dan 3) suatu variabel bebas dikatakan merusak (Siti Aisyah, 2007: 109). Selain itu, untuk mendeteksi ada tidaknya masalah multikolinearitas, cara pengujiannya tidak jauh berbeda dengan metode Klein, yaitu dengan membandingkan antara nilai koefisien korelasi pada regresi dengan masing-masing variabel bebas / variabel independen (r2) dengan nilai koefisien determinasi pada regresi awal (R2). Jika R2 < r2, maka terjadi masalah multikolinearitas dalam model atau suatu variabel bebas tidak layak / berguna untuk dimasukkan ke dalam model, sedangkan jika nilai R2 > r2, maka tidak terjadi masalah multikolinearitas atau suatu variabel bebas memang layak / berguna untuk dimasukkan ke dalam model.

b. Heteroskedastisitas

Asumsi dari model regresi linier klasik adalah kesalahan pengganggu mempunyai varians yang sama (Gujarati, 1995:177). Apabila asumsi tersebut tidak terpenuhi maka akan terjadi masalah heteroskedastisitas yaitu suatu keadaan dimana varians dari kesalahan pengganggu tidak sama untuk semua nilai variabel bebas.

Salah satu cara pengujian masalah heteroskedastisitas adalah menggunakan uji LM ARCH. Uji ARCH biasanya digunakan untuk menguji masalah heteroskedastisitas ketika ada perubahan struktur, misal perubahan struktur ekonomi (Siti Aisyah, 2007:106). Metode ini dilakukan dengan meregresi semua variabel bebas dalam persamaan regresi linier berganda tersebut dan variabel lag t dari nilai residual regresi linier


(58)

berganda. Kriteria pengujiannya, yaitu membandingkan χ2 hitung (obs*R²)

dengan χ2

tabel. Jika obs*R² > χ2 tabel, maka ada masalah

heteroskedastisitas. Sebaliknya, bila obs*R² < χ2

tabel, maka tidak ada masalah heteroskedastisitas.

c. Autokorelasi

Autokorelasi adalah suatu keadaan dimana kesalahan variabel pengganggu pada suatu periode tertentu berkorelasi dengan kesalahan pengganggu periode lain. Salah satu pengujian yang umum digunakan untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi adalah dengan uji Breusch-Godfrey (B-G test). Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut (Siti Aisyah, 2007:103-104) :

1) Estimasi persamaan regresi dengan OLS (Ordinary Least Square), dapatkan nilai residualnya (ut).

2) Regresi ut terhadap variabel bebas dan ut-i...ut-p

3) Hitung (n-p)R2~ χ2. Jika lebih besar dari nilai tabel chi-square dengan

df p, menolak hipotesa bahwa setidaknya ada satu koefisien

autokorelasi yang berbeda dengan 0.

Apabila dari hasil uji autokorelasi, diketahui bahwa nilai probabilitas lebih besar dari 5%, maka hipotesa yang menyatakan pada model tidak terdapat autokorelasi tidak ditolak.


(59)

40 BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Keadaan Geografis

Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi di Pulau Jawa yang terletak di antara 5° 40' sampai 8° 30' lintang selatan dan antara 108° 30' sampai 111° 30' bujur timur. Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 263 km dan dari utara ke selatan 226 km (tidak termasuk Kepulauan Karimunjawa).

Provinsi Jawa Tengah dengan pusat pemerintahan di Kota Semarang, secara administratif sampai dengan tahun 2009 terbagi dalam 35 kabupaten / kota, terdiri dari 29 kabupaten dan 6 kota dengan 573 kecamatan yang meliputi 7.807 desa dan 767 kelurahan. Provinsi Jawa Tengah secara administratif berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Propinsi Jawa Timur

Sebelah Selatan : Propinsi DIY dan Samudera Indonesia Sebelah Barat : Propinsi Jawa Barat

Suhu udara rata-rata di Jawa Tengah tahun 2009 berkisar antara 24,5oC sampai dengan 28,2oC. Luas wilayah Jawa Tengah tercatat sebesar 32.544,12 km2 (3.254.412 hektar) dan 1,72 persen dari total luas daratan di Indonesia, di mana luas dari 35 kabupaten / kota dapat dijelaskan pada tabel IV.1 berikut ini : commit to user


(60)

Tabel IV.1 Luas Daerah Menurut Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009

No Kabupaten / Kota Luas Daerah (km2) Persentase

1 Kab. Cilacap 2.138,51 6,57

2 Kab. Grobogan 1.975,85 6,07

3 Kab. Wonogiri 1.822,37 5,60

4 Kab. Blora 1.794,40 5,51

5 Kab. Brebes 1.657,73 5,09

6 Kab. Pati 1.491,20 4,58

7 Kab. Banyumas 1.327,59 4,08

8 Kab. Kebumen 1.282,74 3,94

9 Kab. Magelang 1.085,73 3,34

10 Kab. Banjarnegara 1.069,74 3,29

11 Kab. Purworejo 1.034,82 3,18

12 Kab. Boyolali 1.015,07 3,12

13 Kab. Rembang 1.014,10 3,12

14 Kab. Pemalang 1.011,90 3,11

15 Kab. Jepara 1.004,16 3,09

16 Kab. Kendal 1.002,27 3,08

17 Kab. Wonosobo 984,68 3,03

18 Kab. Semarang 946,86 2,91

19 Kab. Sragen 946,49 2,91

20 Kab. Demak 897,43 2,76

21 Kab. Tegal 879,70 2,70

22 Kab. Temanggung 870,23 2,67

23 Kab. Pekalongan 836,13 2,57

24 Kab. Batang 788,95 2,42

25 Kab. Purbalingga 777,65 2,39

26 Kab. Karanganyar 772,20 2,37

27 Kab. Klaten 655,56 2,01

28 Kab. Sukoharjo 466,66 1,43

29 Kab. Kudus 425,17 1,31

30 Kota Semarang 373,67 1,15

31 Kota Salatiga 52,96 0,16

32 Kota Pekalongan 44,96 0,14

33 Kota Surakarta 44,03 0,14

34 Kota Tegal 34,49 0,11

35 Kota Magelang 18,12 0,06

Total 32.544,12 100,00 Sumber : BPS, Jawa Tengah Dalam Angka 2009

Berdasarkan tabel IV.1 diketahui bahwa Kabupaten Cilacap merupakan kabupaten terluas di Jawa Tengah dengan luas wilayah 2.138,51 km2 (6,57% dari luas Jawa Tengah), sedang kota terluas adalah Kota Semarang


(61)

dengan luas 373,67 km2 (1,15% dari luas Jawa Tengah) sedang kota tersempit adalah kota Magelang dengan luas 18,12 km2 (0,06% dari luas Jawa Tengah).

2. Kondisi Perekonomian

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah ditunjukkan dengan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 dan laju pertumbuhannya menurut sektor ekonomi sebagaimana disajikan pada tabel IV.2 berikut :

Tabel IV.2

Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Jutaan Rupiah) dan Laju Pertumbuhannya (%)

Menurut Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2009 No Sektor

Ekonomi 2006 % 2007 % 2008 % 2009 %

1 Pertanian 31.002.199,11 3,60 31.862.697,60 2,78 33.484.068,44 5,09 34.949.138,35 4,38 2

Pertambang an dan Galian

1.678.299,61 15,41 1.782.886,65 6,23 1.851.189,43 3,83 1.952.866,70 5,49 3 Industri

Pengolahan 48.189.134,86 4,52 50.870.785,69 5,56 53.158.962,88 4,50 54.137.598,53 1,84 4

Listrik, Gas dan Air Bersih

1.256.430,34 6,49 1.340.845,17 6,72 1.404.668,19 4,76 1.482.643,11 5,55 5 Bangunan 8.446.566,35 6,10 9.055.728,78 7,21 9.647.593,00 6,54 10.300.647,63 6,77

6

Perdagang an, Hotel dan Restoran

31.816.441,85 5,85 33.898.013,93 6,54 35.626.196,01 5,10 37.766.356,61 6,01

7

Pengangkut an dan Komunikasi

7.451.506,22 6,63 8.052.597,04 8,07 8.657.881,95 7,52 9.260.445,65 6,96

8

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

5.399.608,70 6,55 5.767.341,21 6,81 6.218.053,96 7,81 6.701.533,13 7,78 9 Jasa-Jasa 15.442.467,71 7,89 16.479.357,71 6,71 17.741.755,98 7,66 19.134.037,85 7,85 PDRB 150.682.654,74 5,33 159.110.253,77 5,59 167.790.369,85 5,46 175.685.267,57 4,71 Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah Dalam Angka, 2006-2009 commit to user


(62)

Dari tabel IV.2 terlihat bahwa dari tahun 2006 sampai tahun 2009 seluruh sektor ekonomi sudah menunjukkan pertumbuhan yang positif. Dalam kurun waktu empat tahun, industri pengolahan merupakan sektor yang menjadi andalan terbesar di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata pertumbuhan sektor industri pengolahan selama tahun 2006 sampai tahun 2009 sebesar 4,1%. Sedangkan, sektor pertanian merupakan sektor dengan rata-rata pertumbuhan terendah yaitu sebesar 3,96%.

3. Keadaan Penduduk

Dalam proses pembangunan, penduduk memegang peranan penting sebagai pelaku pembangunan. Jumlah penduduk yang besar merupakan modal bagi kegiatan ekonomi karena penduduk merupakan tenaga kerja yang akan menghasilkan output dalam pembangunan. Namun, jumlah penduduk yang besar juga harus diimbangi dengan kualitas penduduk yang tinggi karena bila jumlah penduduk besar, tetapi kualitasnya rendah akan menjadi sumber masalah pembangunan yang harus diperhatikan dan ditangani secara serius.

Penduduk Provinsi Jawa Tengah tersebar pada 35 kabupaten / kota di Jawa Tengah. Dalam tabel IV.3 dapat diketahui jumlah penduduk masing-masing kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu tahun 2007-2009.Dari 29 kabupaten yang ada di Jawa Tengah, Kabupaten Brebes memiliki jumlah penduduk terbesar dengan jumlah penduduk 1.800.958 jiwa pada tahun 2009. Sedangkan dari 6 kota yang ada, Kota Semarang merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar di Jawa


(1)

mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 pada tingkat signifikansi 5%. Jika nilai variabel Belanja Daerah (BD) bertambah 1 ribu rupiah, maka nilai PDRB akan meningkat sebesar 0,002838 juta rupiah dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian, yang menyatakan bahwa variabel Belanja Daerah (BD) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009.

Belanja daerah merupakan salah satu komponen dalam permintaan agregat, berarti jika pemerintah meningkatkan belanja daerah, maka

permintaannya juga meningkat. Permintaan yang tinggi akan

mengakibatkan kenaikan penawaran produsen sehingga pendapatan pemerintah naik dan pada akhirnya pertumbuhan ekonomi (PDRB) daerah juga meningkat karena pembangunan daerah dapat berjalan dengan lancar.

5. Pengaruh Kepadatan Penduduk terhadap PDRB Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah.

Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel Kepadatan Penduduk (KP) bernilai positif sebesar 29,53097 dengan probabilitasnya 0,8727 (tabel IV.7). Nilai probabilitas variabel Kepadatan Penduduk (KP) lebih besar dari derajat signifikansinya sebesar 5% (0,8727 > 0,05), berarti variabel Kepadatan Penduduk (KP) tidak berpengaruh signifikan terhadap PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa variabel Kepadatan Penduduk (KP) berpengaruh signifikan


(2)

terhadap PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009.Hal ini dapat dijelaskan secara teoritis bahwa kepadatan penduduk (jumlah penduduk yang sangat tinggi) seringkali dijadikan sebagai sumber utama timbulnya berbagai masalah seperti pengangguran dan kemiskinan. Padahal, jumlah penduduk yang tinggi hanya merupakan faktor yang memperburuk masalah tersebut apabila sarana dan prasarana yang dipakai untuk menunjang kesejahteraan penduduk kurang memadai. Hal ini akan menimbulkan pertumbuhan ekonomi (PDRB) yang rendah. Namun, bila suatu daerah mampu menyediakan barang dan jasa yang memadai sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan memiliki tenaga kerja / sumberdaya manusia yang terampil dan ahli di bidangnya, maka dengan adanya kepadatan penduduk yang tinggi mampu menambah pendapatan regional daerah tersebut karena kegiatan ekonomi masyarakat akan meningkat dan berjalan dengan baik bila kesejahteraan dan kemampuan sumberdaya manusia / tenaga kerja juga ditingkatkan. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi (PDRB) juga akan meningkat.


(3)

73 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak signifikan terhadap PDRB

kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian, yang menyatakan bahwa variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) signifikan terhadap PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 berarti semakin tinggi nilai variabel

Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka akan menurunkan nilai PDRB.

2. Variabel Kredit (KRDT) mempunyai pengaruh positif dan signifikan

terhadap PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian, yang menyatakan bahwa variabel kredit (KRDT) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 berarti semakin tinggi nilai variabel kredit (KRDT), maka akan

meningkatkan nilai PDRB.

3. Variabel Tabungan (TAB) mempunyai tanda / nilai negatif dan tidak

signifikan terhadap PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian, yang menyatakan bahwa variabel tabungan (TAB) mempunyai pengaruh yang commit to user


(4)

positif dan signifikan terhadap PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 berarti semakin tinggi nilai variabel tabungan (TAB),

maka akan menurunkan nilai PDRB.

4. Variabel Belanja Daerah (BD) mempunyai pengaruh positif dan

signifikan terhadap PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian, yang menyatakan bahwa variabel Belanja Daerah (BD) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 berarti semakin tinggi nilai variabel Belanja Daerah (BD), maka akan meningkatkan nilai PDRB.

5. Variabel Kepadatan Penduduk (KP) tidak signifikan terhadap PDRB

kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian, yang menyatakan bahwa variabel Kepadatan Penduduk (KP) signifikan terhadap PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 berarti semakin tinggi nilai variabel Kepadatan Penduduk (KP), maka akan menurunkan nilai PDRB.

6. Semua variabel independen yaitu PAD, Kredit, Tabungan, Belanja

Daerah, dan Kepadatan Penduduk secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 pada derajat signifikansi 5%.

7. Secara individual, variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD), Tabungan

(TAB), dan Kepadatan Penduduk (KP) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 pada derajat signifikansi 5%. Sedangkan, variabel Kredit (KRDT)


(5)

dan Belanja Daerah (BD) berpengaruh signifikan terhadap variabel PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 pada derajat signifikansi 5%.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka dapat diberikan beberapa saran

sebagai berikut :

1. Untuk mengoptimalkan realisasi PAD sebagai sumber dana pembangunan

dalam suatu daerah, maka diperlukan pengawasan dan pengontrolan secara langsung, baik dan tepat dari pemerintah pusat maupun masyarakat terhadap kinerja pemerintah daerah, khususnya dalam mengalokasikan sumber dana pembangunan termasuk PAD beserta sumber-sumbernya sehingga pelaksanaan otonomi daerah melalui desentralisasi

fiskal berjalan sesuai dengan tujuannya untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dan kemandirian suatu daerah.

2. Pemerintah perlu menurunkan tingkat suku bunga agar investasi dapat

berkembang meskipun dapat menurunkan tingkat tabungan sehingga perekonomian (PDRB) akan meningkat karena tingkat investasi yang tersedia dalam jumlah besar.

3. Pemerintah daerah maupun pusat harus mampu menyediakan sarana dan

prasarana yang lebih baik lagi untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pembangunan sehingga masalah yang ditimbulkan oleh kepadatan penduduk yang tinggi seperti pengangguran dan kemiskinan dapat dicegah. Misalnya menyediaan lapangan kerja yang


(6)

tinggi dan memberikan latihan bagi tenaga kerja / sumberdaya manusia yang ada di daerah tersebut sehingga akan mendorong aktivitas ekonomi masyarakat yang dapat meningkatkan perekonomian (PDRB) di daerah tersebut.

4. Otoritas moneter harus mendorong perbankan agar membuka akses yang

lebih luas kepada masyarakat termasuk sektor usaha kecil menengah di berbagai daerah untuk mendapatkan kredit sehingga perekonomian dapat ditingkatkan. Selain itu, masalah kesehatan dan efisiensi perbankan juga harus diperhatikan lebih baik lagi karena adanya bank yang sehat dan efisien akan meningkatkan kepercayaan dari masyarakat terhadap perbankan sehingga pemanfaatan bank sebagai lembaga intermediasi semakin optimal dan akhirnya dapat mendorong perekonomian (PDRB) ke tingkat yang lebih baik lagi.

5. Pemerintah daerah harus dapat mengoptimalkan realisasi / alokasi belanja

daerah secara proposional antara belanja langsung dengan belanja tidak langsung yang lebih memihak kepentingan masyarakat sehingga mampu memberikan efek yang positif terhadap perekonomian daerah Jawa Tengah.

6. Penelitian ini mungkin masih banyak kekurangan, diharapkan bagi

peneliti selanjutnya dapat membuat penelitian yang lebih baik daripada penelitian ini dengan menambahkan variabel-variabel baru yang lebih mempengaruhi kondisi PDRB kabupaten / kota di Provinsi Jawa Tengah dan menambahkan periode waktu serta jumlah datanya.