yang menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan
adanya warna yang homogen dan merata Cahyadi, 2009. Pewarna telah digunakan sejak zaman purbakala. Pewarna biasa diperoleh
dari hewan, tumbuhan atau mineral tanpa harus diproses. Umumnya, sumber utama pewarna didapat dari tumbuhan, yaitu dari akar, buah, daun, dan kayu tetapi hanya
sedikit yang diperdagangkan. Beberapa pewarna dapat mengendap jika direaksikan dengan garam inert. Secara umum, pewarna terbagi menjadi pewarna alami dan
pewarna buatan sintetis Anonim
b
, 2014.
2.3.1 Pewarna alami
Banyak warna cemerlang yang dijumpai pada hewan dan tumbuhan dapat digunakan sebagai pewarna untuk pangan. Beberapa pewarna alami memberikan
nutrisi karotenoid, riboflavin dan kobalamin, merupakan bumbu kunir dan paprika atau pemberi rasa karamel ke bahan olahan. Konsumen dewasa ini
banyak menginginkan bahan alami dalam diet mereka. Banyak pewarna olahan yang awalnya menggunakan pewarna sintetis berpindah ke pewarna alami.
Contohnya penggunaan serbuk beet menggantikan pewarna merah sintetis FD C No. 2. Beberapa pewarna alami yang berasal dari tumbuhan dan hewan diantaranya
klorofil, mioglobin dan hemoglobin, antosianin, flavonoid, tanin, betalain, quinon dan xanthon, serta karotenoid Cahyadi, 2009.
2.3.2 Pewarna buatan sintetis
Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum dapat digunakan sebagai pewarna pangan. Zat pewarna yang
diizinkan penggunaannya dalam pangan disebut permitted color atau certified
Universitas Sumatera Utara
color. Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya, yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi
pengujian kimia, biokimia dan toksikologi terhadap zat tersebut Yuliarti, 2007. Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan
dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor 722MenkesPerIX88 mengenai bahan tambahan pangan. Beberapa contoh zat
pewarna yang diizinkan yaitu Biru berlian, Eritosin, Hijau FCF, Indigotin dan Tartrazine. Sedangkan contoh pewarna yang dilarang yaitu Rhodamin B, Kuning
metanil dan Amaran. Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk
mewarnai bahan pangan. Hal ini jelas berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut
antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan, dan di samping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah
dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan juga warna dari zat pewarna tekstil lebih menarik Cahyadi, 2009.
2.4 Kuning Metanil Methanyl Yellow