kasus yang tidak dilaporkan atau pasien tidak berobat ke rumah sakit. IKABDI, 2012.
2.4. Polip dan Molekular Pathogenesis.
Kebanyakan dari kanker kolorektal, tanpa memperhatikan etiologinya berasal dari polip adenoma.Polip berupa tonjolan yang tampak jelas dari permukaan mukosa
dan dapat diklasifikasikan menurut patologinya sebagai nonneoplasia hamartoma polip juvenile, hyperplasia mukosa poloferasi polip hiperplastik atau polip
adenoma.Hanya adenoma yang jelas merupakan premalignansi dan hanya sedikit lessi saja dapat berubah menjadi kanker. Polip adenoma dapat ditemukan pada kolon
sebanyak sekitar 30 pada umur pertengahan dan sekitar 50 pada orang tua. Dimana hanya 1 dari polip yang berubah menjadi malignansi.
Nomer dari molekular berubah diperhatikan dalam polip adenoma, lessi displasia dan polip yang menggandung bentuk mikroskopi dari sel tumor karsinoma
in situ, dimana mereka menggambarkan banyak langkah proses dari evolusi dari mukosa kolon normal menjadi karsinoma invasif yang mengancam nyawa.
Perkembangan ini termasuk dengan pembentukan kanker, namun tidak membatasi juga. Titik mutasi dalam K-ras protooncogen, hypomethylation of DNA, aktivasi gen,
loss of DNA allelic loss di daerah tumor-suppresor gen adenomatosus poplysis coli APC gen dari lengan panjang kromosom 5 5q21, kromosom 18q hilang dalam
kanker kolorektal gen kromosom 17p, berhubungan dengan mutasi p53 tumor- supprensor gen. Secara klinis kemungkinan polip adenoma menjadi kanker
tergantung pada tonjolan lessi, bentuk histologi, dan ukurannya. Robert, 2010.
2.5. Etiologi dan Faktor Resiko
2.5.1. Diet Etiologi dari hampir semua kasus kanker pada kolorektal tampak
berhubungan dengan faktor lingkungan. Biasanya penyakit ini lebih banyak
Universitas Sumatera Utara
menyerang populasi masyarakat ekonomi menengah ke atas di daerah maju. Angka kematian dari kanker kolorektal berhubungan langsung dengan rata-rata konsumsi
dari kalori, daging, lemak dan minyak yang meningkatkan konsentrasi dari kolesterol darah dan angka kematian karena penyakit arteri koroner. Perbedaan geografi dalam
insiden tidak berhubungan dengan perbedaan genetik, semenjak grup migrasi mengansumsikan insiden kanker usus besar di daerah mereka. Tetapi grup populasi
seperti Mormons dan Sevent Day Adventistsyang mempunyai kebiasaan pola hidup dan pola makan yang berbeda dari tetangga mereka memiliki perbedaan signifikan
insiden dan angka kematian dari kanker kolorektal. Kanker kolorektal juga meningkat di Jepang semenjak negara nya mengadosi budaya “western” diet. Tiga
hipotesis terakhir telah membuktikan hubungan terhadap diet. Lango, 2010 2.5.2. Alkohol dan Rokok
Penelitian prospektif dari laki-laki Jepang di Hawaii berhubungan dengan konsumsi alkohol dan kanker kolorektal, diakibatkan dari konsumsi bir bulanan 15
L atau lebih. Beberapa penelitian mempublikasi hubungan antara rokok dan kanker. Dalam penelitian tersebut tidak terdapat hubungan antara merokok dan kanker
kolorektal. Laporan dari Quebec, Canada melaporkan efek dari merokok terhadap resiko kanker kolon berhubungan dengan daerah anatomi.Hubungan positif dari
merokok dan kanker kolorektal masih terus di teliti. Tidak ada data yang signifikan antara hubungan merokok dan kanker kolon namun ada asosiasi positif dengan
kanker kolon proksimal. Corman, 2005 2.5.3. Sindroma Polip
Polip sindrom berbeda dalam manifestasi klinis, patologi, pola dari inhereditas dan predisposisi dari karsinoma.
1. Familial polip FP dan sindroma Gardner’s
Kondisi ini biasanya berhubungan dan menunjukkan genetik sindroma yang sama: salah satunya inhereditas dalam pola autosomal dominan. Menyerang individu yang
mempunyai banyak polip kolorektal dalam 3 dekade pertama hidupnya. Polip
Universitas Sumatera Utara
jugadapat ditemukan di dalam lambung dan usus halus. Jika kolon tidak direseksi, kemungkinan 100 pasien dapat berubah menjadi kanker. Sindroma Gardner’s
dibedakan menjadi osteomas, fibromas dan yang lainnya yang termasuk dalam polip intestinal. Setiap tahun sigmoidoskopi fleksibel harus dimulai sejak umur 10 tahun
pada asimptomatis individu yang membawa gen untuk FP. Colonoskopi dapat diindikasikan bila sigmoidoskopi fleksibel normal. Total protokolektomi dengan
ileostomi atau prosedur penyelamatan anal spingter di lakukan bila diagnosis FP telah ditegakkan.
2. Sindroma Turcot’s
Kasus ini jarang, polip kolon berasosiasi dengan tumor otak. Kedua pola resesif dan dominan dari transmisi gen telah dijabarkan. Skrining dan pengobatan pada individu
yang terkena sama seperti FP. 3.
Sindroma Peutz-Jeghers Dalam sindroma Peutz-Jeghers, intusepsi, obstruksi atau infark dari polip
dapat berkembang dengan akibat nyeri abdomen dan pendarahan.Dengan alasan ini, operasi menjadi sebuah indikasi. Karena resiko dari kanker kurang dari 3,
operasi prophilaksis tidak diindikasikan. Sindroma polip lain tidak berhubungan dengan resiko kanker, kecuali pasien
dengan polip juvenile mungkin mempunyai kanker lambung, usus halus, kolon, atau pangkreas. Bagaimanapun pasien dengan sindroma ini mungkin punya komplikasi
dari polip seperti pendarahan dan obstruksi. Jika terapi konservatif gagal, wajib dilakukan operasi. Avunduk, 2002
2.5.4. Kolitis ulseratif Sejumlah penelitian mempunyai indikasi dengan pasien kolitis ulseratif
punya 2-8,2 resiko relatif dari kanker kolorektal dibandingkan dengan populasi normal, sekitar 2 dari kanker kolorektal. Salah satu faktor yang mempengaruhi
resiko individu adalah durasi dari kolitis – berakumulasi dengan meningkatnya kanker kolorektal 5 pada usia 15 tahun dan 8-13 pada usia 25 tahun. Luas
Universitas Sumatera Utara
dari kanker juga penting.Pasien dengan keterlibatan kolon tranversum dan kolon kanan meningkatkan resiko kanker kolorektal resiko relatif pada pasien ini 15
dibanding dengan populasi normal. Koeksitas primary sklerosing cholangitis meningkatkan resiko relatif dari kolitis ulseratif asosiasi dengan neoplasia UCAN
3-15. Tambahan, high grade displasia dalam random rektosigmoid biopsi asosiasi dengan unsuspek kanker di kolektomi dalam 33 pasien. KEER, 2001
2.6. Gambaran Klinis