dari kanker juga penting.Pasien dengan keterlibatan kolon tranversum dan kolon kanan meningkatkan resiko kanker kolorektal resiko relatif pada pasien ini 15
dibanding dengan populasi normal. Koeksitas  primary sklerosing cholangitis meningkatkan  resiko relatif  dari kolitis ulseratif asosiasi dengan neoplasia UCAN
3-15. Tambahan,  high grade  displasia dalam random rektosigmoid biopsi asosiasi dengan  unsuspek  kanker  di  kolektomi  dalam 33  pasien. KEER, 2001
2.6. Gambaran Klinis
Gejala klinis kanker pada kolon kiri berbeda dengan kanan. Kanker pada kolon kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan
obstruksi, terlebih karena fesesnya sudah menjadi padat. Pada kanker kolon kanan, jarang terjadi  stenosis dan feses masih cair sehingga  tidak ada faktor obstruksi.
Gejala dan tanda dini kanker kolorektal tidak ada. Umumnya, gejala pertama timbul  karena penyulit,  yaitu  gangguan  faal  usus,  obstruksi,  pendarahan atau
akibat  penyebaran. Kanker kolon kiri dan rektum menyebabkan pola defekasi, seperti konstipasi
atau defekasi dengan tenesmi. Makin  ke  distal  letak  tumor,  feses  makin menipis seperti  kotoran  kambing  atau lebih  cair  disertai  darah  atau lendir. Tenesmi
merupakan gejala yang biasa didapat  pada  kanker rektum. Pendarahan  akut  jarang dialami, demikian juga nyeri di daerah panggul berupa tanda  penyakit  lanjut. Bila
pada obstruksi penderita dapat flatus, penderita akan merasa lega. Gambaran klinis tumor sekum dan kolon asendens tidak khas. Dispepsia,
kelemahan umum,  penurunan berat badan dan anemia merupakan gejala umum. Oleh karena itu penderita sering datang dalam keadaan menyedihkan.
Nyeri   pada kolon  kiri  lebih  nyata  dari  pada kolon kanan. Tempat   yang di rasa nyeri berbeda  karena asal embriogenik  yang berlainan,  yaitu dari usus
tengah dan usus belakang. Nyeri dari kolon kiri bermula di bawah umbilikus, sedangkan   dari  kolon  kanan di epigastrium.  Sjamsuhidajat, 2011
Universitas Sumatera Utara
2.7. Stadium
Abrams  mencoba  menghubungkan  ukuran  tumor,  ada atau tidaknya ulserasi dan derajat differensiasi dengan stadium akhir berdasarkan pembagian
Dukes. Ulserasi keseluruhan tumor  merupakan faktor penentu prognostik  yang penting, di  mana  63  karsinoma nonulserasi  secara  patologis  terbatas  hanya
pada  dinding  usus ,  dibanding  dengan  hanya 28  pada  karsinoma  dengan  lesi ulserasi.
Sistem  pembagian  stadium  berdasarkan  klinis  lainnya  dibuat  oleh  suatu kelompok dari RS Princess Margaret di  Toronto berdasarkan  beberapa  variabel
prognostik, misalnya : ada atau tidak  adanya  metastasis,  apakah tumor  tersebut melekat atau mobil,  apakah bentuknya anular dan apakah terdapat gejala klinis
seperti penurunan  berat badan,  anoreksia,  lemah  dan  anemia. Variabel - variabel ini  digunakan  untuk  menentukan 4  kelas  secara klinis  :
 Kelas I    : tidak ada satupun variabel-variabel tersebut di atas.
 Kelas II   : tumor berbentuk anular atau adanya gejala sistemik.
 Kelas III  : tumor sudah melekat.
 Kelas IV   : sudah terdapat metastasis.
Angka  kelangsungan hidup  5 tahun penderita  sangat  berhubungan dengan pembagian  kelas-kelas  ini  dan  pembagian  stadium berdasarkan Dukes, tetapi
tidak  ada  hubungan  antara stadium  klinis dengan  system  Dukes.  Mobilitas  tumor merupakan  faktor  preoperasi yang  paling  penting yang berhubungan dengan
reseksi  kuratif. Pembagian   stadium  secara  klinikopatologi  di Australia  menggabungkan  baik
gambaran sistemik, stadium  patologi  dan  stadium  klinis,  berdasarkan  hanya  pada karakteristik  tumor  lokal.  York-Mason  mengusulkan  penggunaan  sistem  stadium
klinis  berdasarkan  mobilitas  tumor  primer,  yaitu: 
Stadium Klinis I   : tumor bergerak bebas. 
Stadium Klinis II  : tumor masih mobil.
Universitas Sumatera Utara
 Stadium Klinis III : tumor dengan gerakan yang terbatas.
 Stadium IV
: tumor yang sudah terfiksasi.
Stadium  klinis  I-II  meliputi  pasien -  pasien yang masih dapat dilakukan eksisi lokal kuratif. Hasil terapi pembedahan  pada  karsinoma rektum  dinilai dari  ekstensi
penyebarannya.  Klasifikasi  berdasarkan penyebaran ini pertama  kali  diajukan oleh   Dukes  pada  tahun   1930,  di  mana  dinilai   berdasarkan  ekstensi
penyebaran  langsung  dan  adanya  metastasis ke  sistem  limfatik.  Dibagi  menjadi 3 kategori  :
 Stadium A : pertumbuhan ke arah dinding rektum di mana tidak mengarah ke
Jaringan di luar rektum dan sistim limfatik 
Stadium B : pertumbuhan menye-bar ke arah jaringan di luar rektum, tetapi tidak mengenai sistim limfatik
 Stadium C : pertumbuhan sudah mengenai sistim limfatik
Pada tahun 1967 Turnbull dan kawan-kawan menambahkan  stadium D untuk adanya metastasis  jauh. Sistem  klasifikasi  yang kemudian  digunakan  adalah
sistem Astler - Coller yang diperkenalkan pada  tahun 1954 dan kemudian  direvisi tahun  1978, berdasarkan  atas  kedalaman invasi  tumor,  keterlibatan  kelenjar  getah
bening, adanya metastasis jauh,  yaitu : 
Stadium A  : hanya terbatas pada lapisan mukosa 
Stadium B : sudah masuk dalam lapisan muskularis propria B1, masuk dalam lapisan subserosa B2, masuk sampai ke struktur-struktur yang berdekatan B3
 Stadium C : bila sudah ada keterlibatan kelenjar C1 sampai C3
 Stadium D : bila sudah ada metastasis baik secara limfatik atau hematogen
Pada tahun  1987 American  Joint Committee  on  Cancer dan International Union against Cancer memperkenalkan sistem  klasifikasi TNM Tumor, Kelenjar,
Metastasis  di  mana ekstensi tumor  T  dibagi  atas  T1  sd  T4;  adanya keterlibatan  kelenjar N dibagi atas : N1 bila  4 kelenjar, N2 bila  4 kelenjar, N3
Universitas Sumatera Utara
bila terdapat kelenjar sepanjang pembuluh darah; adanya metastasis jauh M1. IKABDI,  2012
Tabel 2.1. Stadium dan Prognosis kanker kolorektal
Stadium Deskripsi Histopatologi
Dukes TNM
Derajat A
T1N0M0 I
Kanker terbatas pada mukosa
submukosa B1
T2N0M0 I
Kanker mencapai muskularis
B2 T3N0M0
II Kanker cenderung
untuk masuk atau melewati lapisan
serosa C
TxN1M0 III
Tumor melibatkan Kelenjar Getah
Bening Regional D
TxNxM1 IV
Metastasis
2.8. Gambaran Histopatologi