Analisis Pembinaan Mental Rohani Islam Di Tni Ad Komando Daerah Militer (KODAM) Jaya/Jayakarta Cawang

(1)

JAYA/JAYAKARTA CAWANG

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh

DIAN PUTRA

NIM. 107052001913

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSTAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H./2013 M.


(2)

(3)

(4)

(5)

i Dian Putra

Analisis Pembinaan Mental Rohani Islam TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta Cawang

Dalam membentuk prajurit yang berkualitas, baik untuk dirinya, satuan dan agamanya, diadakan program pembinaan mental rohani Islam. Pembinaan mental rohani Islam merupakan kegiatan yang meningkatkan kepribadian untuk lebih baik lagi, dari sikap, psikomotorik dan perilaku agar bisa menyesuaikan diri sendiri dengan orang lain dengan sesuatu yang positif dan meningkatkan kesadaran kepada Allah SWT. Pembinaan terbentuk karena banyaknya prajurit yang kurang bisa mengontrol emosinya dalam mengembangkan tugasnya karena prajurit dilatih dalam keadaan keras dan sangat disiplin.

Program ini berlaku pada masing- masing batalyon seluruh Indonesia. maka dari dasar inilah, pentingnya penulis mengadakan penelitian dengan alasan untuk mengetahui seperti apa pembinaan mental yang diterapkan kepada seorang prajurit. Di sini, penulis mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pembinaan mental rohani Islam bagi prajurit TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta. Dan yang menjadi alasan mengapa penulis mengadakan penelitian di sini; Kodam adalah tempat yang di miliki oleh pemerintah dan bagian dari pertahanan negara, selain itu terdapat pembinaan mental yang menjadikan prajurit berkelakuan baik dengan beberapa metode yang di kembangkan dengan pendidikan Islam dan kode etik prajurit

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pendekatan penelitian Kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung kepada subjek yang diteliti, bersifat deskriptif, untuk mendapatkan data-data dari permasalahnya. Serta teori bola salju yang menjadi metode pada penelitian ini . Sumber data untuk penelitian ini didapatkan dari beberapa narasumber di Kodam Jaya/Jayakarta. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan observasi. Subjek pada penelitian ini terbagi empat orang, yaitu dua orang sebagai pembina dan dua orang prajurit yang menjadi peserta. Sedangkan objek yang diangkat oleh penulis sekaligus menjadi bagian utama untuk di analisa dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui program pembinaan mental rohani Islam di Kodam Jaya/Jayakarta dan bentuk dari penerapan pembinaan mental rohani Islam Kodam Jaya/Jayakarta.

Dari penelitian yang dilakukan penulis, di sini akan dipaparkan hasil penelitian secara singkat. Program pembinaan mental rohani Islam Kodam jaya merupakan sarana pembentukan jati diri prajurit agar memiliki mental yang sehat serta memegang teguh ajaran Islam sehingga bisa menjadin panutan untuk prajurit dan masyarakat. Pembinaan mental rohani Islam melakukan metode seperti ceramah agama di sertai tanya jawab, pengajian Al-Qur`an serta beberapa referensi dari buku-buku umum yang menjadi acuan untuk kegiatan ini. Selain itu pembinaan di Kodam Jaya mengadakan sosiodrama, penyuluhan ke rumah sakit, memberikan kesempatan bagi prajurit yang ingin menikah, umroh dan naik haji, serta di dukung oleh pokok dasar pelatihan pembinaan mental yang terdiri dari tiga komponen yaitu mental ideologi, mental kejuangan dan mental rohani Islam.


(6)

ii

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala karunia, takdir dan inayah-Nya, begitu juga dengan rizki yang diberikan-Nya untuk penulis masih diberi kekuatan menjalani segala aktivitas sehari-hari, dan atas izin-Nya pula penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pembinaan Mental Rohani Islam TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta Cawang”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, semoga mendapatkan syafaatnya di Akhirat kelak.

Penulis menyadari tidak ada keberhasilan dan kesuksesan apapun tanpa adanya motivasi dan dukungan orang sekitar. Dengan kerendahan dan ketulusan hati, penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan menghaturkan terima kasih kepada semua pihak, baik secara langsung atau pun tidak langsung yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini di khususnya kepada:

1. Jajaran Dekanat Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang terhormat Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan, Drs. H. Wahidin Saputra, MA selaku Pembantu Dekan bidang Akademik, Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku Pembantu Dekan bidang Administrasi Umum, dan Drs. Study Rizal LK, MA selaku Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan.

2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam. Terima kasih atas segala motivasi yang telah diberikan dan informasi sehingga terselesaikan skripsi ini. Drs. Sugiharto, MA selaku sekretaris Jurusan


(7)

iii

3. Drs. M. Lutfi, M.Ag, sebagai Pembimbing skripsi yang dengan sabar dan tabah telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis, pengalaman ketika beliau berjuang dan menulis dahulu yang beliau gambarkan kepada penulis, adalah contoh yang patut ditiru dan akan selalu penulis ingat sehingga bisa terselesaikan skripsi ini.

4. Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan dedikasinya, pengarahan, pengalaman, serta bimbingan kepada penulis selama perkuliahan berlangsung. Mudah-mudahan kehidupan Bapak dan Ibu sekalian diberkati Allah SWT.

5. Jajaran Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah dan Jajaran Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu memberikan kesempatan dalam mencari referensi untuk keperluan Penulisan ini.

6. Jajaran Tata Usaha yang telah banyak membantu dalam penulisan surat dan lain-lain untuk kepentingan penulisan ini.

7. Kodam Jaya/Jayakarta, khususnya Kolonel Inf Choirul Mustofa, S.Sos sebagai Kabintaldam Jaya/Jayakarta, Mayor Inf Alfiyan Fauzan, S.Ag sebagai Kabinrohis dan seluruh Jajaran Pihak Binrohis Kabintaldam Jaya/Jayakarta yang telah memberikan peluang dan kesempatan penulis untuk mengadakan Penelitian di Kodam Jaya/Jayakarta dan penulis memohon maaf atas keteledoran semasa penulis melakukan kegiatan penelitian di Kodam Jaya.


(8)

iv

memberikan kasih sayang yang ikhlas, tulus dan penuh dengan kesabaran sampai detik ini, adalah suluh bagi penulis yang selalu menunjukkan kemana kaki ini harus melangkah. sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta adik-adik ku tercinta; Dwi Yandika Putra, Khairul Bashar Hasbillah dan Mutiara Rahmi. Mereka adalah segalanya bagi penulis.

9. Teman-teman tercinta seperjuangan dan terpercaya yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, tidak letih dalam memberikan spirit dan kekuatan, dan tak jarang “ngomel-ngomel,” serta memberikan peluang agar dapat terlaksana skripsi penulis, khususnya untuk teman-teman sangat luar biasa; H. Muhammad Nuh Al-Basith, S.Sos.I, Nurhasanuddin, S.Sos.I, Zulkarnain Fadli, S.Sos.I, Ade Nurzaman, M. Syahid Fudholi Al-Hasyim, S.Sos.I, Hapsari Retno Astuti, Wiwit Fatimah, S.Sos.I, Nurlia Zulfatunnisa, Isbatul Haqqi, Noriez Asep Franzika, S.Sos.I, Abdul Hakim Jahid dan teman-teman sekalian yang seperjuangan dan sekelas. Untuk Adik-adik kelas yang selalu memberikan penulis motivasi dengan menanyakan bagaimana kabar skripsi penulis dan lain sebagainya. Kalian adalah yang terbaik.

10. Saudara yang telah membantu dalam proses pembuatan Skripsi penulis. Khususnya Bapak H. Tatang Sumantri yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi, Mas Tadin dan Mbak Haya. Semoga semua pihak yang


(9)

v

Akhirnya hanya Kepada Allah SWT jualah penulis serahkan semua. Semoga, amal baik yang telah dicurahkan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, diterima oleh Allah dengan pahala yang melimpah dan mendapatkan syafa`at di akhirat kelak; Amin.

Jakarta, 31 Januari 2013


(10)

vi

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan dan Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 14 D. Tinjauan Pustaka... 15

E. Metodologi Penelitian... 17

F. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II LANDASAN TEORI ... 23

A. Pengertian Analisis ... 23

B. Pembinaan Mental Rohani Islam... 26

BAB III GAMBARAN UMUM BINTALDAM JAYA ... 37

A. Latar belakang dan Sejarah... 37

B. Visi dan Misi ... 39

C. Organisasi dan pengelolaan ... 39

D. Program Bintaldam Jaya... 40

E. Sarana dan Prasarana ... 40

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS PENELITIAN ... 41

A. Profil Prajurit Kodam Jaya/Jayakarta ... 42

B. Pembinaan Mental Rohani Islam... 44


(11)

vii

B. Saran ... 56


(12)

1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Bentrokkan antara Brimob dan Kostrad di Gorontalo pada hari Minggu tanggal 22 April 2012 dinilai naif oleh gerakan Pemuda (GP) Ansor. Kejadian tersebut membuat masyarakat mempertanyakan panutan dalam menjaga keamanan di Indonesia. Ketua GP, Nusron Wahid, pada wartawan di Kantor GP Ansor, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat Selasa 24 April 2012 mengutarakan bahwa tindakan tentara dan polisi seperti itu tidak patut ditiru, karena di antara mereka melakukan pertengkaran, oleh sebab itu kepada siapa akan mencontoh? Padahal polisi dan tentara merupakan panutan untuk masyarakat. Menurut Nusron, kejadian tersebut merupakan masalah koordinasi dan egoisme sektoral. Sehingga GP Ansor ingin mengajak TNI dan Polri berpikir bersama dengan tujuan untuk Indonesia, imbuh Nusron.1

Paparan merupakan contoh yang tidak baik sebagai petugas negara yang seharusnya menjadi panutan masyarakat. Mereka memberikan contoh yang tidak baik sehingga dapat mengganggu berbagai aspek. Baik dari aspek sosial ataupun keluarga baik dari sisi jasmani dan ruhani hingga salah satu pergerakan di masyarakat pun berkomentar dalam masalah ini. Akan di bawa kemana jika ini

1

David Saut, “Brimob vs Kostrad, GP Ansor: Tentara sama Polisi berantem, lucu!”

artikel ini diakses pada jam 03:45 WIB tanggal 25 April 2012 dari

http://m.detik.com/news/read/2012/04/25/034923/1900700/10/brimob-vs-kostrad-gp-ansor-tentara-sama-polisi-berantem-lucu


(13)

terus berlanjut. Kehancuran bisa didapat apabila tidak ditanggulangi pihak militer dan aparat kepolisian.

Di atas adalah gambaran bahwa sebagai manusia biasa, tentara atau kepolisian juga bisa berbuat salah. Mereka yang mempunyai pengaruh di negara ini sebagai pelindung pun tak lepas dari kesalahan. Apabila terjadi kesalahan dari dalam diri seseorang, sepatutnya merubah tingkah laku dengan kesabaran dan kesadaran sehingga menjadi manusia yang baik kembali. Dari beragam tugas manusia, tentara yang ditugaskan menjadi keamanan negara, pun menjadi contoh karena kehidupan mereka mengedepankan kedisiplinan. Untuk mengetahui lebih jelas seperti apa tentara atau prajurit, akan dijelaskan dengan awal sejarah berdirinya beserta profil Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi tumpuan negara Indonesia. Sosok yang menjadi ujung tombak pertahanan negara untuk siap ditugaskan dalam keadaan apapun kondisinya. TNI merupakan tentara atau prajurit yang menjadi kebanggaan Indonesia. dengan segala kekuatan yang berusaha mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini.

Pada hakekatnya, TNI bukanlah suatu organisasi militer semata. Di samping kekuatan militer, pada dasarnya adalah suatu organisasi perjuangan. Bagi masyarakat yang masih ingat terbentuknya TNI itu pada tahun 1945 tentu terbayang proses perwujudannya.2 Pada awal kemerdekaan terakumulasi kekuatan bersenjata yang berasal dari para tokoh pejuang bersenjata, baik dari didikan Jepang (PETA), Belanda (KNIL), maupun mereka yang berasal dari laskar rakyat,

2

Sayidiman Suryohadiprojo, Langkah-Langkah Perjuangan Kita (Jakarta: UI Press,


(14)

inilah cikal bakal lahirnya TNI, yang dalam perkembangannya mengkonsolidasikan diri ke dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR).

Kemudian berturut-turut berganti nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia (TRI), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), yang kembali menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), melalui penggabungan dengan Polri, dan berdasarkan Ketetapan MPR no. VI/MPR/2000 kembali menggunakan nama Tentara Nasional Indonesia (TNI) setelah pemisahan peran antara TNI dan Polri.

Perjuangan ini dilaksanakan demi kepentingan menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara serta berpegang teguh pada prinsip demi kepentingan keutuhan NKRI.3

Tugas TNI sebagai komponen utama sistem pertahanan negara, menjaga, memelihara dan mengamankan wilayah NKRI dari berbagai ancaman yang datang dari dalam maupun luar negeri. Merujuk pada UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang pertahanan negara, maka sistem pertahanan NKRI pada hakekatnya merupakan pertahanan yang bersifat semesta. Suatu sistem pertahanan yang mengerahkan dan mengintegrasikan atau seluruh kekuatan nasional secara proporsional yang tergabung dalam komponen pertahanan negara, sinerjisme

3“Sejarah TNI Indonesia,” artikel ini diakses pada 25 April 2012 dari


(15)

komponen utama yang didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung.4

Sebagai komponen utama sistem pertahanan negara, TNI memiliki peran yang sangat penting dalam sistem pemerintahan negara untuk mengamankan kepentingan nasional guna mencapai tujuan nasional. Oleh karena itu peningkatan kemampuan TNI harus menjadi perhatian bersama seluruh komponen bangsa, terutama yang membangun, mempersiapkan, serta mengoperasikan alutsista dan sumber daya manusia yang dihadapkan dengan luasnya wilayah, spectrum (pandangan politik) ancaman serta kemampuan anggaran negara saat ini.5

Dalam kehidupan bermasyarakat, bermacam bidang yang dibidangi oleh masyarakat setempat. Karena dalam pembidangan tersebut, memiliki masing-masing konsep serta teori yang berlaku, khususnya dalam pembidangan ilmu jiwa. Dalam hal ini, penerapan ilmu jiwa dalam bidang ini melihat dalam situasi yang praktis dan aplikatif. Bidang-bidang tersebut seperti pendidikan, industri, militer, organisasi, pembinaan, penyembuhan dan lain-lain.6

TNI termasuk dalam bidang kemiliteran. Dan terdapat ilmu psikologi khusus yang berkaitan dengan profesi TNI yaitu psikologi militer. Ilmu ini dianggap sebagai salah satu cabang ilmu jiwa terapan, karena memperhatikan penggunaan pengetahuan, prinsip, undang-undang kejiwaan, dan memfungsikan dalam masalah-masalah militer, baik dalam waktu damai ataupun perang. Tujuan utamanya tersimpan pada penggunaan pengetahuan-pengetahuan seperti ini dalam pengaturan tugas-tugas angkatan bersenjata, memperbaiki kapabilitas individu,

4

Djoko Suyanto, Menuju TNI Profesional dan Dedikatif (Jakarta: Puspen TNI, 2007), h.

4.

5

Ibid,. h. 5.

6


(16)

mengangkat tingkat pelaksanaan mereka dalam tugas militer yang bermacam-macam.

Angkatan bersenjata merupakan masyarakat yang berdiri sendiri seperti masyarakat administratif lainnya. Masyarakat ini mencakup kelompok besar individu yang disatukan oleh hubungan-hubungan tertentu. Mereka berusaha merealisasikan sasaran dan tujuan tertentu. Kelompok masyarakat seperti ini mempunyai bentuk aturan, problem, dan sasaran khusus yang menjadikannya bentuk yang sangat sensitif. Hal ini mengharuskan kehati-hatian yang berkenaan dengan ikatan (sistem) ini.7

Perlu dipahami di sini, bahwa masyarakat militer mencakup semua komponen-komponen dan bidang-bidang yang dicakup pula oleh kelompok-kolompok masyarakat lainnya, seperti masyarakat jelata, industri, perdagangan dan lain-lain. Dalam waktu yang sama, beban dan tanggung jawab berat yang tidak dapat diemban oleh masyarakat-masyarakat lainnya diletakkan di atas punggung masayarakat militer ini, yaitu menjaga keamanan dan keselamatan masyarakat besar pada waktu perang dan damai dan memberi sumbangsih dalam tugas penyelamatan dalam kondisi bencana alam dan darurat. Hal ini artinya, betapa sangat pentingnya perhatian terhadap masyarakat militer demi menjaga kesatuan dan kesinambungannya serta perkembangannya sehingga dapat melaksanakan tugas dan beban yang diserahkan kepadanya.8

Pembentukkan karakter yang sehat merupakan suatu komponen yang dituju oleh satuan militer, satu hal yang berkesinambungan dalam sistem

7

Suyanto, Menuju TNI, h. 5.

8

Imad Abdurrahim Az-Zaghul, Psikologi Militer. Penerjemah Ahmad Rivai Usman,


(17)

kehidupan adalah membentuk jiwa dan raga yang sehat. Selain mengembankan tugas keamanan dalam negara untuk masyarakat, satuan militerpun memberikan contoh raga yang sehat dan mental yang sehat serta berada di jalan yang sesuai dengan aturan agama. Dan tentunya seluruh agama mempunyai standar dalam berperilaku yang baik. Tentunya, keadaan ini tidak hanya didapatkan di satuan militer saja, di lingkungan masyarakat bisa terealisasi.

Prajurit merupakan manusia biasa dan di harapkan memiliki mental yang sehat dan kuat. Walaupun mereka berkepribadian yang dianggap tinggi dengan pendidikan mentalnya, tak bisa dipungkiri bahwa prajurit mengalami kesalahan dari dalam dirinya. Orang yang memiliki kesehatan mental yang baik sekalipun tidak bisa bebas dari kecemasan dan perasaan bersalah. Dia tetap mengalami kecemasan dan perasaan bersalah tetapi tidak dikuasai oleh kecemasan dan perasaan bersalah itu. Ia sanggup menghadapi masalah-masalah biasa dengan penuh keyakinan diri dan dapat memecahkan masalah-masalah tersebut dengan adanya gangguan yang hebat pada struktur dirinya. Dengan kata lain, meskipun ia tidak bebas dari konflik dan emosinya tidak selalu stabil, namun ia dapat mempertahankan harga dirinya. Keadaan yang demikian justru berkebalikan dengan apa yang terjadi dari orang yang mengalami kesehatan mental yang buruk. Maka dari itu, merupakan fungsi yang bermanfaat dari kegiatan yang ada di kesatuan Kodam Jaya/Jayakarta yaitu pembinaan mental rohani Islam.

Pembinaan mental rohani Islam adalah salah satu upaya pembentukan karakter seorang prajurit yang diharapkan. Prajurit tidak hanya memiliki kemampuan menembak dan mengatur strategi. Tapi prajurit juga memiliki hati nurani, akhlak/moral dan memantapkan mental seorang prajurit tentara nasional


(18)

Indonesia angkatan darat (TNI AD). Di sini menjadi perhatian yang menarik bahwa semua kalangan antar prajurit mempunyai masing-masing kepribadian yang berbeda.

Prajurit dibentuk dengan satu tujuan dan harapan yaitu bisa menjadi petugas negara yang lebih baik. Sesuai dengan ketetapan pihak Dinas Pembinaan Mental Angkatan Darat yaitu untuk membentuk, memelihara, serta memantapkan mental anggota TNI AD berdasarkan Pancasila, Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan Doktrin Kartika Eka Paksi melalui pembinaan rohani, santiaji dan satikarma serta pembinaan tradisi sehingga mampu dan mantap dalam melaksanakan tugasnya.

Penulis menjelaskan sebagian etika dasar keprajuritan yang berkaitan dengan pembinaan rohani prajurit yaitu Sapta Marga. Kontribusi Jenderal Soedirman jelas terlihat dalam nilai-nilai yang terkandung dalam sapta marga karena beliau memiliki pengaruh yang sangat besar dalam terciptanya religiositas di kalangan Tentara dan keluarganya. Sapta marga yang dimaskud adalah:

1. Kami warga negara kesatuan Republik Indonesia, yang bersendikan Pancasila.

2. Kami patriot Indonesia, pendukung serta pembela ideologi negara, yang bertanggung jawab dan tidak kenal menyerah.

3. Kami kesatria Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan.


(19)

5. Kami prajurit tentara nasional Indonesia, memegang teguh disiplin, patuh dan taat kepada pimpinan, serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan prajurit.

6. Kami prajurit tentara nasional Indonesia, mengutamakan keperwiraan dalam melaksanakan tugas, serta senantiasa siap sedia berbakti kepada negara dan bangsa.

7. Kami prajurit tentara nasional Indonesia, setia dan menempati janji serta sumpah prajurit.9

Dalam sapta marga yang diilhami amanat panglima besar Soedirman tersebut, ditemukan sejumlah nilai yang mengandung keagamaan. Tauhid (keimanan) yang kuat, terlebih dalam perjuangan merupakan sesuatu yang sangat penting. Secara historis, dalam sejarah Islam tampak betapa kemenangan besar dan gemilang diperoleh berkat keimanan yang mantap.

Dapat disadari, bagaimana Nabi Muhammad SAW mempersiapkan pasukannya dengan keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta mereka, pemilik dan penguasa serta memiliki kekuatan yang melebihi segala sesuatu. Tidak ada seorangpun diluar pengawasan-NYA dan Dia dapat memberi kemenangan pada siapa saja yang Allah SWT ridhoi, tetapi Allah SWT selalu menolong orang-orang yang beriman. Nabi Muhammad SAW menanamkan keyakinan ini kepada pengikutnya, bahwa mereka hendaknya selalu mencari pertolongan Allah dalam keadaan sulit, karena orang yang benar-benar beriman hanya mencari pertolongan-Nya.

Allah SWT berfirman:


(20)

Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang bersabar” (QS. Al -Baqarah; 153). Ayat tersebut memperkuat keyakinan dan iman dalam tiga cara; pertama, memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mencari pertolongan dari kesabaran dan shalat, karena hal itu akan membangkitkan tenaga dan kekuatan untuk memenuhi tugas secara efektif. Hal itu juga akan melengkapi diri dengan keberanian dan tenaga untuk bertahan memikul semua cobaan, penderitaan, kekerasan dan gangguan. Kekuatan serta daya tahan moral itu sangat dibutuhkan di dalam jalan Allah agar seseorang selalu merasa aman. Kedua, hal itu menjamin bahwa orang-orang beriman dalam saat kemalangan dan kesusahan ini, tidak akan dibiarkan sendiri tanpa pertolongan Allah. Sebab Allah akan segera datang jika perjuangan dilakukan dengan sabar dan bertahan di jalan Allah. Ketiga, mereka tidak akan pernah menyerah atau menerima kekalahan dari musuh mereka karena mereka berperang untuk menegakkan (menjunjung tinggi) prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan di muka Bumi ini. Jika mereka memperlihatkan suatu kelemahan atau menyerah kepada agresi (musuh), maka kebenaran akan dikalahkan dan hukum setan akan berlaku.

Oleh karena itu, orang-orang beriman yang berperang untuk alasan yang benar tidak pernah menyerah. Mereka berperang sampai akhir hingga kemenangan diperoleh atau mereka menumpahkan tetes darah mereka yang terakhir.10

Islam meyakini bahwa setiap anak yang dilahirkan dapat dibentuk menjadi anak yang baik atau menjadi anak yang jahat. Pembentuk utamanya adalah

10


(21)

lingkungan di mana ia tinggal. Ini menunjukkan bahwa perilaku seseorang bisa dibentuk dan juga bisa diubah. Namun demikian, fase pertumbuhan seseorang memainkan peranan penting dalam pembentukkan perilakunya11. Terdapat hadits Rosulullah SAW dimana pentingnya pembinaan yang dimulai pada saat masa balita.

Sabda Nabi SAW:

“…setiap manusia dilahirkan di atas fitrahnya, dan orang tuanyalah yang mendidiknya menjadi beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (HR. Muslim).12

Hadits di atas menjelaskan pengaruh bimbingan dan pembinaan yang dipandu dengan pengaruh dasar yang disebut dengan fitrah tersebut dapat menjadikan manusia itu hamba Allah SWT yang mampu berjalan di dalam jalan yang benar dan dapat bermasyarakat.

Pembinaan sangatlah berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian manusia. Dalam pembinaan tersebut, terdapat norma-norma dan nilai-nilai yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat. Kepribadian tidak dapat dipahami terlepas dari nilai dan norma-norma kebudayaan tersebut karena hakekatnya kepribadian adalah susunan dari pada aturan tingkah laku sebagai bentuk manifestasi kepribadian dapat dikatakan normal atau abnormal tergantung

11

Musfir bin Said Az-Zahroni, Konseling Terapi (Jakarta: PT. Gema Insani, 2005), h. 21.

12


(22)

pada kesesuaiannya dengan norma-norma kebudayaan dari masyarakat.13 Tanpa pembinaan sama sekali, kiranya tidak mungkin manusia dapat menemukan jalanya menuju yang benar dan lurus. Mengingat proses perkembangan hidup manusia tidak selamanya berada dalam kelancaran dan kelengkapan.

Allah SWT menurunkan utusan untuk menemukan jalan yang bisa menjadikan manusia menjadi pribadi yang lurus. Sesuai dengan tuntutan Islam. Allah SWT berfirman:

                

Hai Nabi , sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk menjadi da’i (penyeru) kepada (agama) Allah dengan izin NYA dan untuk menjadi cahaya yang menerangi” (Al-Ahzab 33: 45-46).

Salah satu misi kerasulan sebagaimana informasi ayat di atas adalah da’iyan Ilallah sebagai da’i yang menyeru ke jalan Allah SWT. Bukan untuk

menyeru kepada selain Allah, berupa ideologi, isme-isme dan kepercayaan hidup lainya. Dakwah hanyalah berorientasi mengajak manusia agar menyembah Allah SWT semata.14

Pembinaan pada prajurit yang mengaitkan tentang apa yang telah dibawa oleh para Nabi terdahulu untuk menyerukan agama Allah dengan membentuk kepribadian yang mantap dan mental yang kuat dalam mengangkat agama Islam dan menjadikan Allah Tuhan yang satu.

13

H. M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi (Jakarta: Bumi Aksara, 1999),

Edisi 2, Cet. Ke-4. h. 123.

14

Cahyadi Takariawan, Prinsip Dasar Dakwah (Yogyakarta: Izzan Pustaka, 2005), Edisi


(23)

Prajurit merupakan salah satu bagian dari negara. Karena keamanan dalam negara merupakan tujuan dari pada prajurit. Adalah sebuah keharusan bagi seorang pekerja untuk bisa mengerjakan tugas yang telah diamanahkan, karena tugas tersebut adalah tuntutan dari tempat bekerja dan tuntutan bagi dirinya. Tugas TNI AD merupakan tugas yang mulia. Semua yang ditugaskan untuk TNI AD berhubungan dengan kemanusiaan dan kenegaraan.

Pada dasarnya kegiatan pembinaan mental rohani Islam di Kodam Jaya sangat berperan aktif dalam mewujudkan penghambaan diri kepada Allah SWT dan memberikan wawasan keislamann prajurit dan dalam meningkatkan semangat para prajurit dalam mengembangkan amanah dalam berkerja yang telah diberikan oleh negara sehingga diharapkan menjadi prajurit yang memegang teguh perintah Allah, memiliki kepribadian yang mulia di hadapan masyarakat dan agamanya.

Pembinaan mental rohani Islam yang dilaksanakan di Kodam Jaya/Jayakarta memiliki metode dalam melaksanakan kegiatan pembinaan Islam. Karena pembinaan mental rohani Islam itu sendiri merupakan jalan untuk memperbaiki keadaan seseorang ataupun kelompok untuk bisa menemukan jati dirinya atau membawa kepada keadaan yang lebih baik. Pembinaan mental rohani Islam sebagai salah satu pembidangan dari Ilmu Dakwah, kehadirannya dalam usaha memberikan bantuan kepada seseorang yang berkaitan dengan aspek mental spiritual dan psikologis merupakan sesuatu yang relevan dan semakin dibutuhkan. Kerena secara teoritik dan praktik ilmu ini menangani problem-problem kehidupan manusia yang disebabkan karena adanya gangguan-gangguan psikologis yang timbul karena faktor internal (dari dirinya) dan eksternal (dari lingkungannya), atau karena faktor ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi


(24)

kebutuhan fisik dan psikisnya, serta tidak sanggup pula mengatasi kesulitan-kesulitannya yang serba kompleks.15

Sebagaimana penjelasan diatas, penulis ingin mengangkat tulisan sebagai bahan penelitian yang berpedoman bahwa prajurit merupakan manusia biasa, dapat menciptakan kebenaran, melindungi bangsa dan negara, namun dapat mengakibatkan hal buruk bagi diri sendiri dan orang lain. Hingga Islam telah memberikan jalan yang lurus dalam kehidupan ini dengan pembinaan mental rohani Islam yang dapat menjadikan seseorang lebih baik dengan nilai–nilai kemanusiaan dengan mental yang baik serta berpegang teguh dengan syariat Islam yang menjadikannya semakin dekat dengan Allah SWT.

Maka atas dasar itulah penulis tertarik membahas persoalan ini secara mendalam dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Pembinaan Mental Rohani Islam TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta Cawang”.

B.Pembatasan dan Perumusan Masalah

Setelah menguraikan latar belakang yang dikemukakan penulis, di bawah ini akan dipaparkan batasan serta perumusan masalah sebagai berikut.

1. Pembatasan Masalah

Untuk membatasi pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis perlu memberikan batasan-batasan yang akan diteliti. Untuk itu penulis akan membatasi pada peran pembina di Kodam Jaya/Jayakarta dalam membangun mental dan akhlak yang baik pada prajurit Kodam Jaya/Jayakarta pada program pembinaan

15

M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling) Islam (Jakarta:


(25)

mental rohani Islam serta komentar para prajurit Kodam Jaya/Jayakarta yang menjadi peserta.

2. Perumusan Masalah

Berkaitan dengan pembatasan masalah, penulis dapat merumuskan permasalahan yang menjadi acuan dalam penelitian ini yaitu:

a. Bagaimana gambaran program pembinaan mental rohani Islam di TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta.

b. Seperti apa proses penerapan pembina pada kalangan prajurit Kodam Jaya/Jayakarta dalam membangun mental dan akhlak yang baik.

c. Apa tindakan evaluasi kegiatan pembinaan tersebut terhadap para prajurit Kodam Jaya/Jayakarta

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam melaksanakan suatu kegiatan, dipastikan adanya tujuan dalam kegiatan tersebut. Begitu pula penelitian ini, di bawah ini akan diuraikan tujuan sebagai berikut.

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui dan menganalisis pembinaan mental rohani Islam di TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta.

b. Untuk mengetahui penerapan khusus dan evaluasi untuk prajurit dalam kegiatan pembinaan mental rohani Islam di pembinaan mental kodam (Bintaldam) Jaya/Jayakarta Cawang.


(26)

c. Menjadi bahan pustaka dan pembelajaran untuk jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari peran Rohis yang diterapkan di Kodam Jaya/Jayakarta tersebut.

2. Manfaat Penelitian

a. Akademis: menjadi pengetahuan tentang pembinaan mental rohani Islam Kodam Jaya/Jayakarta dan menjadi bahan informasi di Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu komunikasi Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Praktis: memberikan nilai positif serta referensi bagi pembina serta gambaran proses pelaksanaan juga metode yang tepat dalam program mengantisipasi terjadinya berbagai permasalahan pada kalangan prajurit sehingga menjadi manusia yang kuat badan dan mental. c. Kodam Jaya/Jayakarta, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat

menjadi acuan mendasar khususnya bagi pihak satuan batalyion atau elemen lainnya terutama dalam menumbuh kembangkan nilai-nilai keagamaan terhadap prajurit agar memiliki akhlak dan mental yang lebih baik.

D.Tinjauan Pustaka

Dalam membantu penyelesaian skripsi, penulis mengambil langkah mencari referensi skripsi lain dalam melakukan penelitian. Tinjauan pustaka amat dibutuhkan karena membantu penulisan hingga tersusun dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan yang ada. Tinjauan pustaka yang menjadi referensi penulis dalam penulisan skripsi ialah sebagai berikut;


(27)

1. Nama Penulis : Khodijah

Jurusan : Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Judul Penelitian : Pembinaan Rohani Islam Terhadap Anggota Jakarta Motorcycle Community (JMC) Ciracas Jakarta Timur.

Pembinaan rohani Islam di JMC dilakukan dua kali dalam seminggu dengan Pembina Habib Muhsin Al-Athas dan Ustadz Faris dengan jumlah peserta yang aktif 30 orang. Metode yang digunakan adalah ceramah, diskusi dan bimbingan mengaji Al-Qur`an dan Iqra. Materi yang diberikan oleh para Pembina adalah materi Iqra, Tajwid, Fiqh, Tauhid, Akhlak dan materi yasin Tahlil. Sedangkan respon anggota JMC aqdalah mereka amat senang dan tertarik untuk mengikuti pembinaan rohani Islam, hali itu terlihat dari antusias mereka mengikuti setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh divisi rohani JMC antara lain; pembinaan rohani Islam (pengajian seminggu dua kali), santunan anak yatim, tabligh akbar, dan ritual lainnya).

Dalam penelitian ini, teknik tenelitian sama-sama menggunakan metode kualitatif, dan metode khusus yang diterapakan oleh JMC oleh peserta dengan hampir sama dengan metode penulis sendiri yang melakukan penelitian di Kodam Jaya/Jayakarta walau tidak selengkap di Kodam Jaya. Kodam Jaya menerapkan sosiodrama, memberi kesempatan nikah dan haji bagi untuk golongan prajurit. Ada hal yang berbeda dari teori yang diambil, yaitu pembentukkan mental yang dilaksanakan di Kodam Jaya, tidak ada pada komunitas JMC. Dari peserta pun


(28)

sudah pasti berbeda, Kodam membina kalangan prajurit, bahkan seluruh pangkat mengikuti program tersebut, JMC membina yang hanya jadi member saja.

2. Nama : Hamdani Jabir

Jurusan : Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Judul skripsi : Model Pembinaan Mental Terhadap Gelandangan Dan Pengemis di Panti Sosial Bina Karya “Pangudi Luhur” Bekasi

Analisis dan hasil penelitian yang memfokuskan pada kegiatan pembinaan mental yang diberikan kepada warga binaan Sosial (WBS) agar mereka mempunytai kekuatan (powerless) untuk mampu memberdayakan dirinya (self empowerment) sehingga dapat hidup secara layak di masyarakat disertai pengetahuan dan keterampilan dalam bingkai nilai-nilai religiousitas. Pelaksanaan pembinaan mental di PSBK, adalah salah satu program yang mengedepankan WBS secara patisipatif dalam proses pelaksanaannya.

Tujuan yang hampir sama penelitian di atas dengan penelitian penulis sendiri karena sama-sama menjadikan diri peserta pembinaan untuk menjadi lebih baik. Namun perbedaan metode yang dilaksanakan serta peserta pembinaan. Selain itu skripsi penulis menekankan kepada mental yang dilatih, dan kedisplinan prajurit yang menjadi evaluasi dari hasil pembinaan tersebut, namun skripso di atas tidak menyebutkan hasil evaluasi pembinaan dari lembaga tersebut.


(29)

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis memaparkan bentuk penelitian, yaitu menggunakan pendekatan kualitatif, yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian. Dilihat segi permasalahannya yaitu untuk mengetahui Pembinaan Mental Rohani Islam pada TNI AD Kodam Jaya, maka penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Yang dimaksud dengan data deskriptif adalah yang bertujuan membuat gambaran, lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang diteliti.16

Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Tailor seperti yang dikutip Lexy J. Moleong yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.17 Dalam hal ini penulis melakukan observasi, wawancara, studi keperpustakaan dan dokumentasi. Data yang diperoleh akan dianalisa serta disajikan dalam suatu pandangan yang utuh.

2. Penetapan Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat yang akan dijadikan penelitian adalah Kodam Jaya/Jayakarta, alamat Jl. Mayjen Sutoyo No. 5 Cililitan Jakarta Timur, dimulai pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Desember 2012.

Adapun penulis memilih tepat ini didasarkan pada alasan sebagai berikut:

16

Sandjaja dan Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian (Jakarta: Prestasi Pustakarya,

2006), h. 110.

17

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002), h. 3.


(30)

a. Pembinaan mental rohani Islam merupakan pelaksanaan kegiatan rohani yang amat penting di Kodam Jaya/Jayakarta dalam membangun mental rohani prajurit sebagai petugas negara.

b. Lokasi tempat penelitian yang strategis untuk dijadikan tempat penelitian karena dekat dengan tempat tinggal penulis.

c. Ketertarikan peneliti untuk mengetahui lebih jauh mengenai analisis pembinaan mental rohani Islam pada TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta. 3. Subyek dan Obyek Penelitian

a. Dalam penelitian ini, terdapat empat orang yang dijadikan subjek penelitian, dua orang pembina dan dua orang prajurit yang menjadi peserta. Kepala pembina mental Kodam Jaya/Jayakarta, kepala pembinaan mental rohani Islam (binrohis) menjadi pembina dan prajurit dan peserta pembinaan kodam Jaya/Jayakarta dengan berbagai pangkat berjumlah dua orang.

b. Dalam penelitian inipun, yang akan dijadikan objek penelitian adalah program pembinaan mental rohani Islam bagi TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. 18

Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan:

18

. Prof. Dr. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: ALFABETA, 2005),


(31)

a. Observasi, merupakan pengamatan dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam melakukan observasi di Kodam Jaya. Penulis dibantu dengan alat-alat observasi, seperti buku cacatan dan alat tulis, dan alat perekam (Recorder). Dengan observasi ini, penulis mengamati, merekam dan mencatat secara langsung tentang proses pembinaan yang dilaksanakan di Kodam tersebut.

b. Wawancara, merupakan percakapan dengan maksud tertentu. Wawancara ini dilakukan secara mendalam atau tidak berstruktur, yakni bersifat “luwes”. Susunan pertanyaan dapat diperjelas pada saat wawancara berlangsung, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lapangan. Dalam wawancara ini, penulis melakukan Tanya jawab dengan narasumber yang telah ditentukan yaitu kepala Pembinaan Mental Kodam Jaya Kolonel Infantri Khoirul Mustofa, Mayor Infantri Alfiyan Fauzan sebagai Kepala Pembinaan mental rohani Islam Kodam Jaya dan beberapa prajurit peserta didik yang mengikuti kegiatan. Mereka dipilih karena termasuk dalam anggota markas Besar TNI AD Indonesia Kodam Jaya serta para kepala Bintal yang berpengaruh di satuannya. Penulis menanyakan perihal sejak kapan menjadi pembina, apa latar belakang pendidikan pembimbing, apakah pernah sebelumnya mempunyai pengalaman di bidang bembinaan, materi apa yang diberikan selama pembinaan, seperti apa upaya yang dilakukan pembina dalam membangkitkan rasa optimis kepada TNI AD setelah mengikuti pembinaan dan metode apa yang digunakan dalam pembinaan.


(32)

c. Dokumentasi, dimaksudkan untuk mendapatkan data-data yang diperoleh dalam penelitian serta memperkuat hasil penelitian seperti foto dan lain sebagainya seperti data-data Kodam Jaya yang terkait dengan penelitian.

5. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka langkah-langkah selanjutnya adalah analisa data, yaitu hasil penelitian yang telah dikumpulkan melalui metode dan pendekatan deskriptif kualitatif. Sebelumnya akan dijelaskan apa yang dimaksud dengan analisis data. Dari kesimpulan beberapa ahli, analisis data adalah adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganiasikan data ke dalam ketegori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.19

Dalam hal ini data yang diperoleh akan dianalisis dengan teknik analisis deskriptif, yaitu penulis menganalisa dan mendeskripsikan dalam bentuk pemaparan dan penyelidikan dalam kegiatan Binrohis di Kodam Jaya/Jayakarta.

6. Teknik Penulisan

19


(33)

Dalam penulisan ini, penulis berpedoman dari buku yang berjudul “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Ceqda, April 2007, cet. ke-2.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan ini dituangkan ke dalam beberapa bab, dan masing-masing dijabarkan ke dalam sub-sub bab. Dan selengkapnya disusun seperti bab pertama yaitu pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistimatika penulisan. Kemudian bab kedua berisi tentang landasan teori yang meliputi tentang pengertian analisis pembinaan mental rohani Islam.

Kemudian bab ketiga yaitu gambaran umum tentang Bintaldam Jaya/Jayakarta yang menjelaskan tentang yang meliputi tentang sejarah dan latar belakang, visi dan misi, organisasi dan pengelolaan, program dan sarana berserta prasarana bintaldam Jaya/Jayakarta. Kemudian bab keempat yaitu temuan dan analisis penelitian yang meliputi subyek penelitian, program pembinaan mental rohani Islam, dan analisis pembinaan mental rohani Islam di TNI AD Kodam Jaya/Jayakarta. Kemudian diakhiri dengan kesimpulan dan saran.


(34)

23

LANDASAN TEORI

A.Analisis

Pada bab dua ini, penulis akan menjelasan tentang beberapa teori yang mencakup skripsi penulis. Awal penulisan bab dua ini akan membahas tentang pengertian analisis. Dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, dijelaskan bahwa analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkara dan sebagainya)1. Pengertian analisis dari “Kamus Lengkap Psikologi” adalah proses mengurangi kekompleksan suatu gejala yang rumit sampai pada pembahasan bagian-bagian paling elementer atau bagian-bagian paling sederhana.2

Salah satu bentuk analisis adalah merangkum sejumlah data. Besar data yang masih mentah menjadi informasi yang dapat diinterpretasikan. Kategorisasi atau pemisahan dari komponen-komponen atau bagian-bagian yang relevan dari seperangkat data juga merupakan bentuk dari analisis untuk membuat data-data tersebut mudah diatur. Semua bentuk analisis berusaha menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan dengan cara yang singkat dan penuh arti. Nasution menyatakan bahwa

“melakukan analisis adalah pekerjaan sulit, memerlukan kerja keras. Analisis

memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara

1

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Basar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai

Pustaka, 2005). Cet Ke-3, h.43.

2

J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi (Jakarta: PT. RajaGofindo Persada, 2004). Cet


(35)

tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya. Bahan yang sama diklarifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda”.3

Maka dari itu, pentingnya analisis dalam sebuah penelitian membantu peneliti menemukan permasalahan yang diteliti apabila dilakukan analisis dalam penelitian tersebut. Masalah yang telah dipilih sebaiknya dianalisis terlebih dahulu. Agar hasil penelitian dapat dilakukan dengan baik, dari segi proses ataupun tujuannya. Di bawah ini akan dijelaskan bahwa analisis dapat dilihat dalam perspektif substansi, teori dan metode, juga proses penelitian dan manfaat penelitian. Di samping itu, agar hasil penelitian benar-benar berarti dan bermakna(fungsional) sesuai dengan jenis dan tujuan penelitian itu sendiri. 4

Pertama, analisis substansi masalah itu sendiri. Masalah yang dipilih memiliki alasan akademis dalam arti termasuk bidang keilmuan apa; misalnya sosiologi, antropologi, filologi, manajemen, teologi dan sebagainya. Dengan mengetahui kedudukan masalah dalam konteks keilmuan yang ada, peneliti dapat menelusuri dan mendalami permasalahan itu dan menempatkannya dalam dalam pokok bahasan atau sub pokok bahasan bidang ilmu tersebut. Dengan cara ini, peneliti dengan mantap memiliki pangkal tolak dan sudut pandang keilmuan yang

ada. Kerlinger, dalam hal ini mengatakan: “Jika hendak memecahkan suatu masalah, kita harus secara umum mengetahui apa masalahanya”. Analisis substansi masalah penelitian, dengan demikian, dapat memantapkan kedudukan kepakaran peneliti sesuai dengan bidang keilmuan yang menjadi kosentrasi dan

3

. Prof. Dr. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: ALFABETA, 2005), h.

88.

4

Iman Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT.


(36)

keahliannya. Dengan melakukan penelitian untuk tesis, misalnya seorang peneliti akan memiliki keahlian dalam masalah yang diteliti.5

Kedua, analisis teori dan metode. Masalah yang dipilih sebaiknya dapat dicari rujukan kepustakaan, perspektif teoritik, dan metodenya. Dengan mempertimbangkan ini dapat ditelusuri kajian kepustakaan baik berupa buku jurnal, maupun hasil penelitian terdahulu, peneliti akan semakin tajam dan terarah dalam memfokuskan penelitiannya. Prespektif teoritik bermanfaat bagi peneliti agar penelitian yang dilakukan memiliki starting point dan point of view yang jelas sehingga peneliti akan semakin peka dan kritik dalam mencermati setiap fenomena.

Ketiga, analisis institusional. Jenis, bobot dan tujuan penelitian hendaknya disesuaikan dengan institusi di mana peneliti mempersembahkan penelitiannya. Penelitian untuk persyaratan memperoleh gelar akademik tentu berbeda dengan penelitian pesanan atau penelitian tindakan (action research). Penelitian untuk skripsi tentu memiliki kualifikasi yang berbeda dengan tesis atau disertasi. Perbedaan bisa terletak pada substansinya, seperti pendalaman keluasan, keaslian, kejelasan, keutuhan masalah yang diangkat; atau pada metodologinya seperti perspektif teoritik dan analisisnya; maupun pada teknik penulisan dan pelaporannya.

Keempat, analisis metodologis. Masalah yang diangkat hendaklah terjangkau, baik dari aspek metode pengumpulan data maupun datanya itu sendiri. Penelitian yang melibatkan para elite biasanya lebih sulit dilakukan daripada masyarakat awam. Itulah sebabnya penelitian teentang elite, baik di bidang

5


(37)

politik, ekonomi maupun agama, lebih sedikit jumlahnya. Penelitian tentang keuangan biasanya juga lebih sedikit karena datanya sulit dicari.

Kelima, masalah yang diangkat hendaklah aktual di samping berarti dan bermakna. Peneliti hendaklah menghindari masalah-masalah yang sudah diteliti. Masalah-masalah yang sepertinya menarik tetapi tidak fungsional, baik bagi peneliti, institusi, masyarakat maupun pengembangan ilmu sebaiknya ditinggalkan. Penelitian tentang peranan Kiai dalam pembinaan masyarakat atau penelitian tentang pengaruh wanita karier terhadap keharmonisan keluarga, misalnya, sudah terasa jenuh.6

Jika melihat tentang defenisi analisis di atas, dapat dipahami bahwa analisis merupakan gambaran suatu objek dalam rangka menentukan kualitas agar dipahami dari keseluruhan objek tersebut. analisis juga menjadi bagian dari teori judul skripsi penulis dan beberapa teori lainyya. Dibawah ini penulis akan membahas tentang pembinaan mental rohani Islam

B.Pembinaan Mental Rohani Islam

1. Pengertian Pembinaan

Pembinaan berasal dari kata bahasa Arab yaitu “banaa, yabnaa, banaaun” yang artinya membangun, memperbaiki. 7 Dari Kamus Bahasa Indonesia pembinaan adalah proses, cara, perbuatan membina, pembaharuan, penyempurnaan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk

6

Suprayogo, Metodologi Penelitian, h. 45.

7

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Yayasan Penafsiran Al-Qur`an,


(38)

memperoleh hasil yang lebih baik.8 Pembinaan pun memiliki pengertian dari terjemahan bahasa Inggris yaitu training, yang berarti latihan, pendidikan dan pembinaan. Secara istilah, pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya, untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup yang sedang dijalani secara lebih efektif.9

Pembinaan merupakan salah satu cabang ilmu penerapan dari ilmu jiwa yaitu psikologi pembinaan. Cabang ini berusaha memanfaatkan pengetahuan jiwa dalam peletakkan program-program pembinaan yang bermacam-macam, yang mencakup; program pengarahan dan pembinaan jiwa, pendidikan, kerja dan keluarga. Tepatnya, berusaha membantu para individu mengenal problem yang mengahadang mereka, dan cara mengantisipasi problem tersebut untuk membantu mereka beradaptasi dan merealisasikan pertumbuhan yang baik.10

Teori di atas menunjukkan bahwa pembinaan menjadi cabang dari ilmu psikologi karena berhubungan dengan keselarasan jiwa dan hasil yang dicapai dari pembelajaran untuk membentuk diri, tergantung yang dipelajari atau yang diajakan. mengapa demikian? Karena telah dijelaskan bahwa pembinaan merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang bergerak dengan menumbuhkan kesadaran seseorang untuk berkarya.

8

“Definisi Bina” artikel ini diakses pada jam 16.50 WIB tanggal 21 Mei 2012 dari

http://m.artikata.com/arti-321952-Bina.html

9

Mangunharadja, Pembinaan Arti dan Metodenya (Yogyakarta: Kanisius, 1986),

h.11-12.

10

Imad Abdurrahim Az-Zaghul, Psikologi Militer. Penerjemah Ahmad Rivai Usman


(39)

Hasil karya yang mereka dapatkan sesuai dengan pendidikan yang didapat, pekerjaan yang mengasilkan sebuah peningkatan positif sesuai dengan dengan profesinya, atau keharmonisan dalam berkeluarga. Ibu Zakiah Daradjat pun memberikan pengertian pembinaan, menurut beliau Pembinaan merupakan upaya pendidikan baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, mengembangkan suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh, selaras, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat, keinginan serta prakarsa sendiri, menambah, meningkatkan dan mengembangkan ke arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusia yang optimal dan pribadi yang mandiri.11

Pembinaan secara terminologi adalah suatu upaya, usaha kegiatan yang terus menerus untuk mempelajari, meningkatkan, menyempurnakan, mengarahkan, mengembangkan kemampuan untuk mencapai tujuan agar sasaran pembinaan mampu menghayati dan mengamalkan ajaran (Islam) sebagai pola kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun kehidupan sosial masyarakat.12

Upaya membentuk seseorang untuk lebih baik adalah terapan yang dikemukakan oleh beberapa ahli dan banyak diaplikasikan oleh berbagai lembaga pendidikan atau binaan sesuai dengan metode yang berhubungan dengan subjek tersebut. dan ternyata ada kaitannya kata bina dengan bimbingan.

11

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979).

12

Proyek Penerangan Bimbingan Khutbah Dakwah Agama, Pembinaan Rohani pada


(40)

Pembinaan hampir sama dengan bimbingan. Bimbingan secara harfiah dapat diartikan sebagai memajukan, memberi jalan, atau menuntun orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini dan masa mendatang.13

Di sini penulis akan melihat persamaan yang sama dari kata pembinaan dan bimbingan. Bimbingan secara bahasa merupakan terjemahan dari kata guidance yang berasal dari kata kerja to guide yang berarti “menunjukan”, memberi jalan, atau menuntun orang lain ke arah yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini dan masa yang akan datang.14 Di bawah ini akan dipaparkan beberapa pengertian yang lebih jelas dari para ahli.

Menurut Prayitno, bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada orang lain, baik secara perorangan (individu) maupun secara kelompok agar mereka dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri, yaitu mengenal diri sendiri dan lingkunganya, menerima diri sendiri dan lingkunganya secara positif dan dinamis, mengambil keputusan diri sendiri, mengarahkan diri sendiri dan mewujudkan diri sendiri.

Sebagaimana yang dikutip dari John M. Brewer, ahli guidance and counceling dari Amerika Serikat, memandang bahwa pendidikan itu sebenarnya merupakan pekerjaan mendidik, yaitu pendidikan yang baik (good education), karena anak didik/anak bimbing adalah makhluk yang mendambakan kehidupan masa datang yang lebih baik. 15

13

HM. Arifin, Pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1985). Cet. Ke-4, h. 18.

14M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Agama (Jakarta: PT Golden

Terayon Press). Cet. Ke-1,h. 1.

15

Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan (Bandung: Pustaka Setia, 1998). Cet.


(41)

Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian yang bijaksana. Bantuan itu berdasarkan atas prinsip demokrasi yang merupakan tugas dan hak setiap individu untuk memilih jalan hidupnya sendiri sejauh tidak mencampuri urusan orang lain. Kemampuan membuat pilihan seperti itu tidak diturunkan (diwarisi), tetapi harus dikembangkan. 16 Menurut Bimo Walgito mengatakan bimbingan adalah

“pemberian bantuan dan pertolongan kepada individu atau kelompok individu

dalam mengatasi segala permasalahan yang dihadapi agar individu atau kelompok individu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.17

Sedangkan pembinaan merupakan suatu tujuan untuk merubah pola hidup manusia dengan membangun, mengembangkan kemampuan untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi.

Di dalam buku berjudul “Pokok-Pokok Pikiran Tentang Agama” juga di sebutkan bahwa pembinaan hampir sama juga dengan bimbingan dan penyuluhan. Bimbingan secara harfiah dapat diartikan sebagai memajukan, memberi jalan atau menuntun orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini dan masa mendatang.18

Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian pendapat orang-orang di atas tentang pembinaan yang berhubungkan dengan pengertian bimbingan, yaitu mengarahkan seseorang terhadap sesuatu yang lebih baik.

16

Prayitno, dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2004).

Cet. Ke-2, h. 95.

17

Bimo Walgito, Bimbingan Penyuluhan di Sekolah (Yogyakarta: Andi Offset, 1993),

Cet. Ke-2, h. 4.

18Hamdani Jabir, “Model Pembinaan Mental Terhadap Gelandangan dan Pengemis Di

Panti Sosial Bina Karya Pangudi Luhur Bekasi, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu


(42)

2. Pengertian Mental

Setelah membahas tentang apa itu pembinaan dan bagaimana korelasi antara pembinaan dengan bimbingan serta penyuluhan, di bawah ini penulis akan membahas tentang pengertian mental dan bagiannya.

Menurut Notosoedirjo dan Latipun, kata mental diambil dari Bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahasa Latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Istilah mental hygiene dimaknai sebagai kesehatan mental atau jiwa yang dinamis bukan statis karena menunjukkan adanya usaha peningkatan.19 Pada istilah lain, H.M Arifin menyatakan bahwa, “arti mental adalah sesuatu kekuatan yang abstrak (tidak tampak) serta tidak dapat dilihat oleh pancaindra tentang wujud dan zatnya, melainkan yang tampak adalah hanya gejalanya saja dan gejala inilah yang mungkin dapat dijadikan sasaran penyediaan ilmu jiwa atau lainnya.20

Kata mental berasal dari “Kamus Besar Bahasa Indonesia” yang berarti bersangkutan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga, bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan, melainkan juga pembangunan batin dan watak.21

Pengertian lain juga menyebutkan, mental juga diartikan sebagai kepribadian yang merupakan kebulatan yang dinamik yang dimiliki seseorang yang tercermin dalam sikap dan perbuatan atau terlihat dari psikomotornya. Dalam ilmu psikiatri dan psikoterapi, kata mental sering digunakan sebagai ganti

19Riana Amelia, “Metode Bimbingan Mental Spiritual Terhadap Penyandang Masalah Tuna Susila di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Mulya Jaya Jakarta” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011), h. 21.

20

Ibid., h. 22.

21

Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:T.pn., t.t.),


(43)

dari kata personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap (attitude) dan perasaan yang dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan atau menggembirakan, menyenangkan dan sebagainya.22 Para ahli dalam bidang perawatan jiwa, dalam permasalahan mental telah membagi manusia menjadi dua golongan besar yaitu (1) golongan yang sehat mentalnya dan (2) golongan yang idak sehat mentalnya.

a. Golongan yang sehat mentalnya

Kartini Kartono juga mengemukakan bahwa orang yang memiliki mental yang sehat adalah yang memiliki sifat-sifat yang khas antara lain: mempunyai kemampuan bertindak secara efisien, memiliki tujuan hidup yang jelas, memiliki konsep diri yang sehat, memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan saha-usahanya, memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian dan memiliki batin yang tenang. Disamping itu juga kesehatan mental tidak hanya terhindarnya diri dari gangguan batin saja, tetapi juga posisi pribadinya seimbang dan baik, selaras dengan dunia luar, dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungannya.23

Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” dikatakan

bahwa“ kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara

22

”Pengertian Pembinaan Mental,” artikel ini di akses pada jam 22.29 tanggal 5 Juli 2011

dari situs http://www.masbied.com/2009/12/24/pengertian-pembinaan-mental/

23


(44)

resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”. 24

Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa mental yang sehat adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri terhadap individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat. Jika mental sehat dapat dicapai, maka individu memiliki hubungan, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain. dalam hal ini, individu belajar menerima tanggung jawab, menjadi mandiri dan mencapai integrasi tingkah laku.25

b. Golongan yang kurang sehat mentalnya

Golongan yang kurang sehat adalah orang yang merasa terganggu ketentraman hatinya. Adanya abnormalitas mental ini biasanya disebabkan karena ketidakmampuan individu dalam menghadapi kenyataan hidup, sehingga muncul konflik mental dalam dirinya. Gejala-gejala umum yang kurang sehat mentalnya, yakni dapat dilihat dari beberapa segi, antara lain perasaan, pikiran dan kelakuannya.26 Dapat dipahami bahwa mental merupakan bagian dari diri manusia yang tercermin dalam bentuk perilaku dan terbentuk dari lingkungan yang ia tempati, serta menciptakan efek tertentu sesuai pengaruh lingkungan sekitar.

Kesehatan mental adalah tujuan yang dicapai bagi orang yang memiliki kepribadian yang normal, terkadang kepribadian yang normal pun belum mampu

24

Pengertian Pembinaan Mental,

http://www.masbied.com/2009/12/24/pengertian-pembinaan-mental/ 25

Pengertian Pembinaan Mental,

http://www.masbied.com/2009/12/24/pengertian-pembinaan-mental/

26Pengertian Pembinaan Mental, http://www.masbied.com/2009/12/24/pengertian-pembinaan-mental/


(45)

memiliki mental yang sehat di mata orang yang mengetahui apa itu mental yang sebenarnya.27

Maka dari itu penulis mengemukakan tentang kesehatan mental sebagai informasi sematam yang terkait dengan pembentukan mental. Kesehatan mental merupakan tuntutan yang perlu di miliki oleh manusia karena mental yang sehat dapat mempengaruhi kondisi jiwa dan sosial yang baik. Kesehatan mental pun di

jelaskan dalam buku “Kesehatan Mental 1”, yaitu sebagaimana yang telah

dijelaskan dari Alexander bahwa “Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yang praktis dan bertujuan untuk mencapai dan memelihara kesejahteraan psikologis organisme manusia dan mencagah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri”28.

Dapat dipahami bahwa mental adalah gambaran kepribadian manusia yang tergambar dari psikomotorik, sifat dan karakter yang di aplikasikan oleh seseorang dalam hidup dan lingkungan sekitarnya. Untuk membangun mental yang sehat, maka mental dibina agar terwujudnya keselarasan antara fungsi kejiwaan dan terwujudnya penyesuaian diri terhadap individu dengan dirinya sendiri, serta lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia.

Pembinaan mental yang efektif dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Pembinaan mental yang dilakukan meliputi pembinaan moral, pembentukan sikap dan mental yang pada umumnya dilakukan sejak dini. Pembinaan mental merupakan salah satu cara untuk membentuk akhlak

27

Imad Abdurrahim Az-Zaghul, Psikologi Militer. Penerjemah Ahmad Rivai Usman,

(Jakarta: Khalifa, 2004), h. 23.

28 Yustinus Semiun, Kesehatan Mental (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2010). Cet. Ke. 5,


(46)

manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan bersusila, sehingga seorang dapat terhindar dari sifat yang tercela.29

3. Pengertian Rohani

Pengertian rohani secara bahasa berasal dari bahasa Arab yang berarti

“ruh” dan dalam kamus bahasa Indonesia arti rohani adalah roh yang bertalian

dengan yang tidak berbadan jasmani. 30 Dalam “Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer” dijelaskan bahwa rohani adalah “kondisi kejiwaan seseorang dimana terbentuk dalam hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan dalam budi pekerti seseorang serta melalui hubungan manusia dengan sesama manusia dengan ajaran agama yang dianutnya. 31

Menurut Imam al-Ghazali yang dikutip oleh Jamaludin Kafie menyatakan bahwa roh itu mempunyai dua pengertian, yaitu roh jasmani dan roh ruhani. Roh jasmani yaitu zat halus yang berpusat di ruang hati dan menjalar ke seluruh ruang urat nadi (pembuluh darah) selanjutnya tersebar ke seluruh tubuh, karenanya manusia dapat bergerak (hidup) dan dapat merasakan berbagai macam perasaan serta dapat berpikir atau mempunyai kegiatan-kegiatan hidup kejiwaan. Sedangkan roh rohani adalah bagian dari yang ghaib, dengan roh ini manusia dapat mengenal dirinya sendiri dan mengenal Tuhan, serta menyadari keberadaan orang lain (berkepribdian, berketuhanan, dan berkeprimanusiaan), serta tanggung jawab atas segala tingkah lakunya. 32

4. Pengertian Islam

29Ibid., h. 23.

30Dep, Dik, Bud, Kamus Besar Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Cet. Ke -1, h.

850.

31

Salim dan Yenny, Kamus Bahas Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English,

1991), h. 12-13.

32


(47)

Islam ditinjau dari bahasa berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata salama yang berarti “selamat, penyerah, damai dan sentosa”.33 Sedangkan dari istilah Islam adalah agama yang ajaran-ajaranya diwahyukan Tuhan melalui Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat manusia.34

Islam diturunkan sebagai pedoman agar manusia dapat menekankan mana yang baik dan mana yang buruk serta yang hak dan yang batil. Sejak awal penciptaan manusia, Allah SWT telah menurunkan agama bagi manusia, yang dibawa oleh seorang Rasul pada setiap masa tertentu. Hal itu terus berlangsung sampai datang Nabi Muhammad SAW, nabi dan rasul terakhir yang diutus membawa agama bagi seluruh umat manusia dan berlaku untuk sepanjang zaman.35

Dari semua teori yang dibahas seperti pengertian pembinaan mental rohani Islam di atas, maka dapat dipahami secara keseluruhan dari masing-masing pengertian tersebut yakni membangun kesehatan karakter yang mencakup psikomotorik dan kognisi individu untuk menjalin keharmonisan yang sehat antara individu dengan dirinya sendiri sekaligus dengan lingkungannya, serta memantapkan keimanan kepada Allah SWT dan mencintai kehidupan sekitar dengan pendidikan yang berlanjut hingga menjadi diri yang lebih sehat jiwanya, kuat fisiknya dan semakin mempertebal keimanan kepada Allah SWT.

33

Fakhrudin, Ensiklopedia Al-Qur’an (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 521.

34

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 1979) Jilid

1, h. 24.

35

H. Hafidz Anshari, dkk. Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,t.t.).


(48)

37 BAB III

GAMBARAN UMUM BINTALDAM JAYA

A. Latar Belakang dan Sejarah

Pada pembahasan ini, penulis akan menjabarkan gambaran umum dari lembaga pemerintah yang dijadikan tempat penelitian penulis yang berlokasikan di Cawang Jakarta Timur yaitu Markas Pusat militer Kodam Jaya/Jayakarta. Namun tidak seluruhnya yang akan di bahas dalam pembahasan ini. Penulis berfokus kepada bagian Bintal Kodam Jaya/Jayakarta atau Bintaldam jaya yang menaungi pembinaan mental rohani Islam Bintaldam Jaya/Jayakarta.

Bintaldam Jaya atau Pembinaan Mental Kodam Jaya adalah satuan yang bertugas membantu Kodam Jaya untuk melaksanakan :

1. Fungsi Rohani (Islam, Protestan, Katolik, Hindu dan Budha). Yakni bertugas Memelihara dan meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa guna mempertinggi moral/akhlak yang luhur.

2. Mental Ideologi. Yakni pembinaan ideologi Pancasila dalam kehidupan prajurit dan PNS Kodam Jaya sebagai insan prajurit Pancasila yang berjiwa Sapta Marga dan memegang teguh Sumpah Prajurit dan Panca Prasetya Korpri.

3. Mental Kejuangan. Yakni Membangkitkan dan memelihara semangat kejuangan, pengabdian, pengorbanan dan kepahlawanan berdasarkan nilai kejuangan serta tradisi dalam rangka memelihara identitas jati dirinya.1

1

Wawancara Pribadi dengan Mayor Inf. Alfiyan Fauzan, kepala pembinaan rohani Islam (Kabinrohis) Kodam Jaya/Jayakarta Cawang, 19 Mei 2012.


(49)

Dengan demikian jadi tujuan yakni agar prajurit dan PNS Kodam Jaya Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME agar memiliki moral dan akhlak yang tinggi, memiliki jiwa nasionalisme dan militansi yang tinggi.

Untuk pembahasan yang berkaitan dengan sejarah bintaldam, penulis hanya merincikan informasi tentang awal berdirinya Kodam Jaya/Jayakarta dan lembaga pembinaan mental Kodam Jaya/Jayakarta. Munculnya lembaga pembinaan mental TNI diawali dari prinsip Jenderal Soedirman yang ingin menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan TNI. Oleh karenanya nilai-nilai agama yang dipahami Jenderal besar Soedirman sangat banyak menjadi acuan dalam pembentukan lembaga pembinaan mental yang berdasarkan skep Kasad nomor: skep/691/VII/1986 tanggal 30 November 1986 ditetapkan hari jadinya jatuh pada tanggal 25 Mei 1946, dengan tugas pokok mempertinggi moral dan moril tentara melalui pidato keagamaan, memberikan keterangan keagamaan tertulis, mengadakan pelajaran-pelajaran dan kursus keagamaan, yang semuanya diperuntukkan dan ditujukan kepada segenap anggota angkatan perang.2

Pembahasan di atas merupakan acuan lembaga pemerintah untuk satuan angkatan bersenjata seluruh Indonesia dalam melaksanakan kegiatan moril bahwa prajurit berkewajiban dalam beragama sebagai manusia biasa. Awal berdirinya Bintaldam Jaya seiring dengan lahirnya Kodam Jaya yakni pada tanggal 24 Desember 1949, namun saat itu masih bernama Rohdam atau Rohani Kodam (meliputi Rohami Islam, Protestan dan Katolik) yang secara tugas bertanggung jawab kepada induk yakni Dinas Pembinaan Mental Angkatan Darat (Disbintalad) sekarang di Berlan Jaktim yang kala itu bernama Pusroh (Pusat Rohani). Namun

2


(50)

perkembangan organisasi TNI AD Bintaldam Jaya berada di bawah Kodam masing-masing wilayah. Dan pada tahun 1986 dinyatakan bahwa tanggal 25 Mei 1946 dijadikan sebagai hari Bintal Angkatan Darat yang juga diperingati seluruh Bintaldam seluruh Indonesia karena saat itu merupakan peristiwa penting, dimana terjadi peristiwa pelantikan anggota tentara.3

B.Visi dan Misi Bintaldam

Visi bintaldam jaya yakni bintal yang solid dan profesional serta dicintai rakyat menjadi motor penggerak terbentuknya prajurit sapta marga yang bermental tangguh. Sedangkan Misi Bintaldam jaya yakni membentuk prajurit dan PNS Kodam Jaya beserta keluarganya memiliki Imtaq, akhlak, kejuangan dan militansi yang tinggi.

C.Organisasi dan Pengelolaan

Organisasi pengelola Bintaldam Jaya, secara structural, bertanggung jawab langsung kepada Pangdam Jaya (Kodam), namun secara fungsi ke Disbintalad (dinas pembinaan mental angkatan darat). Untuk organisasi Binrohis di Seksi Pembinaan Mental Rohani Islam Mayor inf Alfiyan Fauzan S.Ag adalah Kepala Seksinya yang harus dijabat oleh Perwira yang berpangkat Mayor dari Sarjana Agama, di seksi ini saya dibantu oleh 3 orang Kepala Urusan yang berpangkat Kapten atau PNS golongan III B s/d D, 1 orang Penata berpangkat Letnan atau PNS golongan III A s.d B dan 1 orang Bintara dan 1 orang PNS golongan II.

3

Wawancara dengan Mayor Inf. Alfiyan Fauzan, Kabinrohis Kodam Jaya/Jayakarta Cawang, 19 Mei 2012.


(51)

Tiga orang Kepala Urusan (Kaur) di antaranya Kaur Bimbingan, Kaur Penyuluhan dan Kaur Perawatan.4

D.Program Bintaldam Jaya

Bintaldam Jaya/Jayakarta memiliki program yang berkaitan dengan kerohanian, dimana kegiatan tersebut menjadi program tetap bintaldam Jaya/Jayakarta.

Program dari Bintaldam Jaya/jayakarta tersebut antara lain : 1. Pembinaan Rohani Islam (Penyuluhan, Bimbingan dan Perawatan) 2. Pembinaan Rohani Protestan (Penyuluhan, Bimbingan dan Perawatan) 3. Pembinaan Rohani Katolik (Penyuluhan, Bimbingan dan Perawatan) 4. Pembinaan Rohani Hindu dan Budha (Penyuluhan, Bimbingan dan Perawatan)

5. Pembinaan mental Ideologi (Santiaji dan Santikarma) 6. Pembinaan Mental Kejuangan (Santiaji dan Santikarma)5

E.Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana Bintaldam Jaya mengambil kurikulum dari buku-buku referensi umum dan buku-buku petunjuk bintal, Kitab suci masing-masing agama, Hadits, Barco dan slide untuk paparan, perlengkapan Simulasi Pancasila dan lain-lain serta masih banyak lagi untuk mendukung kegiatan satuan bintal.6

4 Wawancara dengan Mayor Inf. Alfiyan Fauzan, Kabinrohis Kodam Jaya/Jayakarta

Cawang, 19 Mei 2012.

5

Kodam Jaya/Jayakarta, Pedoman Kerja Bintaldam Jaya/Jayakarta.

6

Wawancara dengan Mayor Inf. Alfiyan Fauzan, Kabinrohis Kodam Jaya/Jayakarta Cawang, 19 Mei 2012.


(52)

(53)

41

Baik buruknya prajurit tergantung dari sikap atau doktrin yang diberikan dari komandan prajurit tersebut. Karena pada dasarnya keharusan seorang prajurit mengikuti perintah dari komandannya dalam tugas apapun agar perjalanan akan tugas yang diemban oleh prajurit berjalan dengan baik. Kunci kesuksesan dan kemenangan bagi suatu batalion dalam perang tergantung keberadaan dan sikap pemimpin dalam mengayomi prajuritnya.

Betapa besar pengaruh komandan dalam membina prajurit agar menjadi tentara yang terbaik bagi satuannya. Begitu juga tugas seorang prajurit sebagai hamba Allah dalam menjalankan tugas, baik buruknya mental prajurit tergantung pada seorang pembina yang dipercaya untuk membina mental serta rohani mereka (prajurit) agar menjadi tentara yang bermoral dan bermoril. Kunci keselarasan mental dengan rohani seorang tentara, tergantung dengan cara dan metode pembina membimbing anak didiknya.1

Pada pembahasan kali ini, akan dijabarkan tentang profil pembina saat bertugas di Kodam Jaya/Jayakarta, dan selanjutnya pemaparan program pembinaan mental rohani Islam Kodam Jaya/Jayakarta, serta di akhiri dengan analisis pembinaan mental rohani Islam Kodam Jaya/Jayakarta sebagai hasil dari penelitian.

1

Wawancara Pribadi dengan Mayor Inf. Alfiyan Fauzan, Kepala pembinaan mental


(54)

A.Profil Prajurit Kodam Jaya/Jayakarta

1. Mayor Infantri Alfiyan Fauzan, S.Ag adalah seorang prajurit berpangkat Mayor Infantri yang lahir di Banyuwangi pada tanggal 17 Mei 1973 yang menjabat sebagai Kepala seksi pembinaan mental rohani Islam (Kabinrohis) di Bintaldam jaya. Alamat rumah beliau di Perumahan Grahab Kartika Pratama blok F. A nomor 16 Bojong Baru Bojong Gede Bogor. Peran di Kodam Jaya membantu Kodam Jaya dalam penyelenggaraan pembinaan rohani Islam terhadap prajurit dan PNS jajaran Kodam Jaya beserta keluarga. Peran di Bintaldam Jaya, karena jabatan Kasibinrohis adalah staf Kabintaldam Jaya, sehingga perannya membantu Kabintaldam Jaya dalam menyelenggarakan Pembinaan Rohani Islam.

Pengalaman yang beliau jalani, selama lebih kurang 3 tahun di bintaldam Jaya dimana tugas beliau lebih banyak berhadapan dengan prajurit, dan Keluarga, baik dalam pembinaan berupa ceramah ke satuan wilayah Jakarta Bekasi, Depok dan Tangerang, maupun bimbingan pra nikah dan menangani keluarga yang menghadapi masalah rumah tangga.

Untuk penulis, Bapak Alfiyan Fauzan menjadi narasumber utama, karena beliau menjabat sebagai kepala pembinaan mental rohani Islam dan mengetahui seluk beluk pembinaan mental rohani Islam Kodam Jaya.

2. Kolonel Infantri Choirul Mustofa S.Sos. adalah kepala di bagian pembinaan mental Kodam Jaya. Selain menjabat sebagai kepala bintaldam yang saat ini masih menduduki jabatan tersebut, beliau pun menjadi pembina untuk prajurit Kodam Jaya/Jayakarta. Menurut beliau, pembinaan mental bagi prajurit Kodam Jaya merupakan pendidikan yang bukan hanya menjadikan diri masing-masing disiplin, namun menjadikan mereka tetap teguh dengan perintah Tuhan


(55)

dan, menjalani perintah-NYA, serta memberikan contoh yang baik kepada lingkungannya. Selain itu, membentuk diri nasionalisme, militan dan peduli kepada kawasan yang diamankannya yaitu NKRI, serta melanjutkan perjuangkan para Pahlawan terdahulu. Prajurit adalah benteng kokoh, bermoral, berbudi dan berdedikasi tinggi. Diharapkan agar para prajurit di Kodam jaya istiqomah dalam mengemban tugas sebagai benteng negara serta berwawasan luas, baik imtek (ilmu pengetahuan dan teknologi) dan imtaq (iman dan takwa).2

3. Bapak Sugiyono merupakan salah satu prajurit Kodam Jaya/Jayakarta yang menjadi peserta binrohis dengan pangkat Sersan Satu dan menjabat di salah satu bagian kesehatan Militer (kesmil) Kodam Jaya/Jayakarta. Penulis menjadikan salah satu informan karena tugas beliau di bagian kesehatan Kodam Jaya/Jayakarta, karena di bagian ini, bukan hanya menangani kesehatan fisik, namun juga menangani kesehatan mental seorang prajurit. Menurut beliau, mengikuti kegiatan binrohis mendapatkan dampak positif dan mendapatkan banyak manfaat. Di antara lain dapat menambah wawasan, pengetahuan tentang keagamaan dan lebih mantap dalam beribadah agar dapat menjadi insan prajurit yang lebih baik lagi. Kesan beliau membawa dampak yang baik (positif) dengan mengikuti kegiatan tersebut, lebih memahami apa yang belum diketahui, apa yang sudah diketahui bisa lebih dipahami. Pesan beliau untuk kegiatan binrohis agar lebih ditingkatkan kembali baik dari penyelenggaraan kegiatan atau sebagai peserta, lebih ditingkatkan kembali semangat untuk ibadah agar menjadi yang lebih baik.3

2

Wawancara Pribadi dengan colonel Inf. Choirul Mustofa, kepala pembinaan mental Kodam Jaya/Jayakarta Cawang, 21 Mei 2012.

3


(56)

4. Bapak Zainal Abidin merupakan prajurit Kodam Jaya/Jayakarta yang menjadi peserta binroh dengan pangkat Sersan Mayor. Alasan penulis menjadikan beliau informan karena beliau salah satu bagian dari bintaldam Jaya/Jayakarta dan ingin mengetahui alasan beliau sendiri seperti apa pembinaan dari satuan bintaldam Jaya/Jayakarta. Pembinaan mental rohani Islam bagi Bapak Zainal Abidin, manfaat mengikuti kegiatan ini ada dan berlaku untuk kehidupan sehari-hari dan memang ada pengaruhnya walau tingkatannya hanya beberapa persen saja. Kesan beliau selama mengikuti kegiatan tersebut adalah baik sekali, sebagai perserta kultum mempunyai wawasan dan terus bertambah. Untuk pesan dari beliau semoga saja pemberi dan penerima tausiah menjadi bermanfaat di dalam kehidupan sehari hari.4

B.Pembinaan Mental Rohani Islam

1. Program Wilayah Pembinaan Mental Rohani Islam

Pembinaan mental rohani Islam adalah salah satu kegiatan dalam program bintaldam yang menjadi kewajiban dan kebutuhan prajurit dalam melaksanakan tugas negara. Karena dalam mengembangkan tugas melindungi negara adalah bagian dari jiwa mereka, sepatutnya mendapat pembinaan agar dapat berjalan mulus dan sesuai dengan peraturan yang ada, hingga tugas berjalan dengan lancar. kegiatan binrohis dilaksanakan di satuan-satuan Kodam Jaya di wilayah Jakarta, Bekasi, Depok dan Tangerang, si rumah sakit-sakit dan masjid-masjid satuan jajaran Kodam Jaya serta masjid Binaan Kodam Jaya (komplek). Setelah penjelasan dari bentuk program pembinaan mental Rohani Islam di atas, berikut


(57)

adalah contoh tabel kegiatan binrohis yang penulis dapatkan di Kodam Jaya/Jayakarta.

2. Visi, Misi dan Tujuan Pembinaan Mental Rohani Islam

Visi dan misi pembinaan mental rohani Islam adalah; visi binrohis adalah dengan meningkatnya iman dan taqwa prajurit Kodam Jaya dapat membantu melaksanakan tugas pokok kodam jaya dalam pengabdian bangsa dan Negara. Misi binrohis adalah menjadikan prajurit Kodam Jaya/Jayakarta beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT agar memiliki akhlaq/moral yang luhur.5

Sedangkan tujuan dari pembinaaan mental rohani Islam adalah;

a. Membimbing dan meningkatkan ilmu agama Islam, kesadaran beragama, serta kehidupan keagamaan bagi prajurit yang beragama Islam di lingkungan Kodam Jaya

b. Membina, memelihara dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, mempertinggi akhlak/budi pekerti luhur bagi prajurit beserta keluarganya dilingkungan Kodam Jaya berdasarkan agama Islam. c. Memberikan bimbingan pernikahan dan rumah tangga sakinah,

penyelesaian cerai dan rujuk, bimbingan haji dan umroh serta zakat, infak dan sodakoh maupun sosial keagamaan serta amal ibadah lainnya bagi prajurit beserta keluarganya di Kodam Jaya/Jayakarta.

d. Mengevaluasi kondisi mental spiritual prajurit yang beragama Islam.

5


(58)

e. Mengadakan hubungan dan koordinasi dengan instansi atau lembaga terkait dengan fungsi bintalrohis di luar Kodam Jaya sesuai kebijaksaan Kabintaldam Jaya.6

3. Jadwal Kegiatan dan Peserta Pembinaan Mental Rohani Islam

Binrohis memiliki jadwal-jadwal tertentu dalam menjalankan programnya yaitu pada hari senin setelah sholat zuhur diadakan kultum (kuliah tujuh menit) yang diisi oleh pihak binrohis atau dari luar. Pada hari selasa setelah zuhur diadakan pembelajaran memahami Al-Qur`an. Hari rabu setelah zuhur diadakan pembacaan asmaul husna atau kultum, dan pada hari kamis setelah zuhur diadakan pembacaan surah yasin. Semua ini wajib diikuti oleh semua golongan seperti prajurit berpangkat perwira, perwira menengah, perwira pertama, bintara dan tamtama. Ada pula para penceramah dari satuan Kodam Jaya/Jayakarta yang memiliki jadwal di luar satuan.7

4. Pelayanan Pembinaan Mental Rohani Islam

Pelayanan binrohis di Kodam memberikan dampak positif bagi prajurit. Dan bentuk pelayanan dari binrohis di kodam Jaya berupa:

a. Pelayanan haji gratis militer dan PNS.

b. Konsultasi keluarga seperti pranikah dan nikah, perceraian serta rujuk. c. Pelayanan Do`a.

d. Kunjungan untuk Rumah Sakit dan. e. Perawatan terhadap Jenazah.8

6

Ibid.

7

Kodam, Pedoman kerja.

8


(1)

Narasumber: kalo kesannya ini baik sekali sih, karena dengan adanya kultum ini kita sebagai penerima tausiah dan pendengar itu mempunyai wawasan bertambah. Untuk pesannya yaa semoga saja apa yang diberikan pentausiah kepada pendengar semoga menjadi bermanfaat di hari kemudian untuk kehidupan sehari– hari…

Penulis: baik pak terima kasih atas kesempatannya ya pak.. Narasumber: sama–sama.

Wawancara ke-4

Hari/ Tanggal Wawancara : Senin 14 Mei 2012

Waktu : 12:49 WIB

Tempat wawancara : Masjid Al-Jihad Kodam Jaya/jayakarta Interviewe /Inisial : Bapak sersan Satu Sugiyono

Pendidikan : -

Interviewer : Dian Putra

Wawancara dengan Bapak Sugiyono Penulis: Assalamualikum pak..

Narasumber: waalaikumussalam..

Penulis: dengan nama siapa dan pangkatnya apa pak? Narasumber: dengan Sugiyono Sersan satu.

Penulis: kita bisa langsung saja pak ya..aa..manfaat bapak mengikuti Kultum di sini apa pak..?

Narasumber: ya menambah wawasan, pengetahuan tentang keagamaan..yaa lebih mantap lah kita dalam beribadah..gitu aja..


(2)

Narasumber: yaa untuk kesan yang pasti kesan baik lah yaa. Dengan adanya kultum itu, ya tadi pengetahuan kita jadi bertambah pengetahuannya yang pasti kan..lebih memahami apa yang belum kita ketahui, dan apa yang sudah kita ketahui lebih paham lagi.untuk kesan yang mesti baik lah. Untuk pesannya yang pastinya lebih di tingkatkan lagi ya! Baik itu dari penyelenggara mungkin ya, atau kita juga yang sebagai apa…sebagai jamaah gitu di tingkatkan lagi semangatnya, niatnya, ibadahnya agar lebih baik lagi gitu..

Penulis: cukup pak dan terima kasih ya pak…


(3)

STRUKTUR ORGANISASI SIBINROHIS KODAM JAYA/JAYAKARTA:

KABINROHIS MAYOR INF. ALFIYAN

FAUZAN, S.Ag

KAUR BINROHIS PNS III/B H. MAMAN HIDAYAT

KAUR LUHROHIS KAPTEN INF. H. MAHFURI,

S.Ag

KAUR WATROHIS PNS III/B H. MUFO’IL

PENATA NTCR PNS III/A Drs. H. MAHYUDIN

BABAN ROHIS PNS III/A NUR HAYATI

OPERATOR KOMPUTER SERKA MUHAMMAD HADI. SZ


(4)

KOMANDO DAERAH MILITER JAYA/JAYAKARTA Lampiran Surat Kabintaldam Jaya PEMBINAAN MENTAL Nomor B / / V / 2012

Tanggal Mei 2012

JADWAL PEMBINAAN MENTAL BULAN JUNI 2012

NO TGL / JAM KESATUAN MATERI PENCERAMAH

1 2 3 4 5

1. 04 -06 - 2012 08.00 s.d 09.30

Kodim 0508/DPK Kewajiban Prajurit sebagai Insan Hamba Allah

Letda Caj Eko Sunardi H 2. 06 -06 - 2012

08.00 s.d 09.30

Rumkit Cijantung Kewajiban Prajurit sebagai Insan Hamba Allah PNS H.Mufrail

3. 08 -06 - 2012 08.00 s.d 09.30

Yonif 202/TM Kewajiban Prajurit sebagai Insan Hamba Allah

Mayor Inf Saefudin,S.Ag

2

1 2 3 4 5

4. 11 - 06 - 2012 08.00 s.d 09.30

Kodim 0502/JU Kewajiban Prajurit sebagai Insan Hamba Allah

Mayor Inf Alfiyan Fauzan,S.Ag

5. 13 -06 - 2012 08.00 s.d 09.30

Menarhanud 1/F + Yonarhanudse-10

Kewajiban Prajurit sebagai Insan Hamba Allah

-PNS Drs H.Mahyudin

6. 13 -06 - 2012 08.00 s.d 09.30

Bekangdam Jaya Kewajiban Prajurit sebagai Insan Hamba Allah PNS H.Mufrail

7. 14 - 06 - 2012 08.00 s.d 09.30


(5)

3

1 2 3 4 5

8. 18 - 06 - 2012 08.00 s.d 09.30

Denmadam Jaya Kewajiban Prajurit sebagai Insan Hamba Allah PNS Drs H .Mahyudin

9. 20 – 06 - 2012 08.00 s.d 09.30

Denrudal-003 Kewajiban Prajurit sebagai Insan Hamba Allah

Letda Caj Eko Sunardi H

4

1 2 3 4 5

10. 22 – 06 - 2012 08.00 s.d 09.30

Puskop Kartika Jayakarta

Kewajiban Prajurit sebagai Insan Hamba Allah

PNS Drs H.Mahyudin

11. 27 – 06 - 2012 08.00 s.d 09.30

Rumkit Ridwan M Kewajiban Prajurit sebagai Insan Hamba Allah

Letda Caj Eko Sunardi H

Kepala Bintaldam Jaya

Choirul Mustofa, S.Sos Kolonel Inf NRP 32246


(6)