Universitas Sumatera Utara
Ruang lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dalam Undang-Undang Pesisir, yakni ruang lautan yang masih dipengaruhi oleh kegiatan di daratan dan ruang
daratan yang masih terasa pengaruh lautnya, serta Pulau-Pulau Kecil dan perairan sekitarnya yang merupakan satu kesatuan dan mempunyai potensi cukup besar
yang pemanfaatannya berbasis sumber daya, lingkungan, dan masyarakat.
46
Sehingga pentingnya pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang benar dengan sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UUPA, Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
C. Bentuk dan Sistem Kegiatan Reklamasi
1. Bentuk Reklamasi
Berdasarkan lokasinya, pelaksanaan reklamasi pantai dibedakan menjadi dua yaitu Daerah reklamasi yang menyatu dengan garis pantai semula
reklamasi menempel pantai, dimana garis pantai yang baru akan menjadi lebih jauh menjorok ke laut dan daerah reklamasi yang terpisah dari pantai
47
:
46
Muhammad Ilham Arisaputra, Penguasaan Tanah Pantai Dan Wilayah Pesisiir di Indonesia
, Jurnal Hukum Perspektif Hukum, Vol 15, 2015, hlm.33.
47
Moch. Choirul Huda, Pengaturan Perizinan Reklamasi Pantai Terhadap Perlindungan
Lingkungan Hidup, Artikel Hukum Perspektif, Volume XVIII No.2, Mei 2013, hlm.131
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
a. Reklamasi menempel pantai Bentuk menempel pantai dapat dilakukan pada pantai dengan kondisi
drainase yang baik sehingga kegiatan reklamasi tidak menimbulkan dampak atau permasalahan dalam pengelolaan drainase. Letak lahan reklamasi ini
menyatu dengan pantai daratan induk. Keuntungannya anatara lain adalah kemudahan pembuatan pasaranajaringan transportasi, sedangkan kerugiannya
adalah lahan reklamasi yang baru menghalangimemperpanjang sistem jaringan drainase yang ada sehingga akan meningkatkan elevasi muka air di muara yang
berdampak dengan meningkatnya potensi banjir di daerah hulu.
48
b. Reklamasi Terpisah dari Pantai Bentuk terpisah dari pantai dilakukan pada kondisi saat sistem drainase
pada wilayah tersebut relatif buruk sehingga dilakukan reklamasi menempel pada pantai akan meningkatkan potensi banjir.
49
2. Sistem Reklamasi
Sistem reklamasi yang dikenal di Belanda, cara-cara reklamasi untuk membangun lahan baru pada prinsipnya dapat dibagi di dalam dua golongan yakni
yang dikenal dengan istilah polder dan sistem urukan, di dalam bahasa Inggris fill. Sistem polder berusaha mendapat lahan kering dengan membuang air yang
menggenanginya dengan pemompaan. Untuk keperluan pemompaan lahan polder dibagi dalam petak-petak dengan menggali parit-parit di mana air dapat
berkumpul, mula-mula pada parit-parit kecil, untuk dialirkan ke parit-parit lebih
48
https:kskbiogama.wordpress.com20100403aspek-sistem-dan-bentuk-reklamasi-di- wilayah-pesisir diakses pada tanggal 30 februari
49
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
besar, akhirnya ke parit induk yang mengelilingi kawasan polder. Dari parit induk ini air kemudian dipompa keluar ke daerah yang lebih tinggi untuk lebih lanjut di
buang ke laut. Untuk mencegah agar air di wilayah sekeliling polder tidak memasuki lahan polder, sekeliling lahan polder, di sisi luar parit induk dibangun
tanggul rendah. Teknologi polder ini mulai dikembangkan terutama di negara Belanda yang wilayahnya mula-mula banyak yang bersifat rawa dan payau yang
terlindungi dari laut hanya oleh bebukitan pasir di sepanjang pentainya.
50
Reklamasi pada dewasa ini banyak dilakukan dengan sistem urukan, dua sistem utama :
1. Sistem Polder
Gambar. 1.2 Skema Polder
Sumber
: A.R.Soehoed, Reklamasi Laut Dangkal Canal Estate Pantai Mutiara Pluit
50
Hasni, Op. Cit., hlm. 342
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Pertama, adalah dengan menguruk pasir pada wilayah yang akan direklamasi hingga tinggi tertentu, kemudian membangun konstruksi pelindung
tepinya yang dapat berupa turap atau berupa tanggul laut di dalam galian di tepi lahan yang sudah diuruk itu. Maka, pada cara reklamasi ini urukan dilakukan atas
wilayah yang sedikit lebih luas daripada yang direncanakan. Kelebihan urukan ini kemudian dikeruk kembali dan pasirnya dibuang di tempat lain apabila konstruksi
pelindung tepi itu, atau lebih tepat konstruksi pelindung pantai itu, sudah rampung. Sistem ini umumnya disebut blanket fill.
51
Gambar 1.3 Urutan Pekerjaan Reklamasi dengan sistem Blanket Fill
Sumber : A.R.Soehoed, Reklamasi Laut Dangkal Canal Estate
Pantai Mutiara Pluit
51
Ibid , hlm.344
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2. Sistem Hydraulic Fil Sistem kedua, adalah hydraulic fill. Melalui sistem ini, konstruksi
pelindung dahulu yang dibangun, tentunya didalam air dan tidak di dalam galian kering seperti blanket fill. Setelah seluruh konstruksi pelindung rampung, barulah
lahan laut yang telah terlindungi ini diuruk secara hydraulis, artinya pasir uruk dipompa olah kapal keruk ke dalam wilayah yang telah terlindungi itu.
52
Gambar : 1.4 Urutan Pekerjaan Reklamasi dengan sistem Hydraulic Fill
Sumber : A.R.Soehoed, Reklamasi Laut Dangkal Canal Estate Pantai Mutiara Pluit
52
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Hasil dari kedua sistem utama ini sama, yakni lahan yang diuruk higga tinggi tertentu, umumnya kering tetapi belum cukup kuat untuk memikul beban
bangunan. Tanah ini berangsur akan menguat secara alamiah melalui proses pemadatan yang disebabkan oleh berat tanah itu sendiri dan pengeringan alamiah.
Akan tetapi proses alamiah ini memerlukan waktu tahunan. Maka agar cepat siap- pakai, pemadatan pembangunan tanah ini dipercepat dengan teknik yang disebut
soil improvement . Proses penguatan tanah ini atau secara teknis dapat disebut
proses meningkatkan daya pikulnya adabermacam caranya dengan hasil daya pikul yang berbeda-beda.
53
Serta terdapat pula Sistem Kombinasi, sistem ini dengan cara membuat tanggul terlebih dahulu seperti dalam polder kemudian
diurug. Karena jenis berat material urug yang lebih besar dari pada berat jenis air laut, maka air laut akan berangsur-angsur melimpah ke luar diganti oleh material
urug sampai elevansi yang telah ditentukan.
54
3. Cara Pemandatan Tanah Hasil Reklamasi
Sistem reklamasi dan cara pemadatan yang dipilih, bergantung dari berbagai faktor yang meliputi kondisi lokasi semula, masalah persediaan pasir
uruk, peralatan yang tersedia, pendanaan, pamasaran, dan faktor lain.
55
Secara lazim cara pemadatan yang dilakukan denga cara soil improvement yaitu dengan
pemasangan Vertical Drain, Dynamic compaction dan pemasangan Surcharge.
53
A.R.Soehoed, Reklamasi Laut Dangkal Canal Estate Pantai Mutiara Pluit, Jakarta, Penerbit Djambatan, 2004, hlm.8.
54
Moch. Choirul Huda, Loc, Cit,.
55
A.R. Soehoed, Loc, Cit,.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Gambar1.5 Peningkatan daya pikul lempung lunak dengan Vertical Drain
Dynamic Compaction dan Surcharge
Sumber : A.R.Soehoed, Reklamasi Laut Dangkal Canal Estate
Pantai MutiaraPluit
Selain dengan cara pemadatan di atas terdapat pula cara pemadatan tanah yang lainnya berdasarkan ilmu pemadatan tanah, antara lain:
56
a. Pemadatan Metode Vibrocompaction Pemadatan dengan cara vibrocompaction umumnya hanya efektif untuk
tanah bergradasi pasir dan lebih kasar dari pasir. Cara ini umumnya dilakukan dengan bantuan alat vibrocompaction yang dapat berupa tiang
pancang berujung terbuka atau tertutup. Tiang tersebut dimasukkan ke dalam tanah dengan digetar. Pada sebagian dari cara ini, tanah dipadatkan
dengan “menusuk-nusuk”kan tiang pancang yang bergetar kedalam tanah tanpa tambahan material pengisi dan sebagian lagi dengan menambahkan
meterial pengisi pasir atau kerikil.
56
http:www.ilmukonstruksi.com201510teknologi-pemadatan-tanah.html diakses
pada tanggal 3 April 2016
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
b. Sistem Vibroflotation. Sistem Vibroflotation ini dikembangkan mulanya di Jerman 60 tahun yang
lalu. Alat vibroflotation pada umumnya terdiri dari 3 bagian utama yaitu : alat vibrator, pipa pemanjang extension tube, dan mobil derekcrane
pemikul.Perbedaan sistem ini dengan sistem vibrating probe ialah bahwa pada vibroflotation penggetaran bekerja akibat perputaran pada poros alat
vibrator yang tidak sentris sehingga menghasilkan gaya centrifugal pada arah horisontal dan “menyibak” tanah kesamping dan menghasilkan
lubang pada tanah. Akibat getaran centrifugal dan berat sendiri dari vibrator, alat ini dapat dengan cepat masuk kedalam tanah. Penggetaran
menyibak tanah kesamping itu juga dapat dilakukan dengan bantuan air yang dipompa ke alat vibrator dengan tekanan water jet. Pada saat
penarikan keatas, lubang yang ditimbulkan oleh sistem ini diisi dengan pasir atau kerikil, sambil tetap digetarkan untuk memadatkan bahan
pengisi tersebut. c. Sistem Vibro Compozer.
Sistem ini mula-mula dikembangkan di Jepang oleh Murayama 1958. Prinsipnya ialah sebuah pipa casing dipancangkan kedalam tanah dengan
digetar melalui alat vibrator diujung atas pipa. Kemudian pasir dimasukkan kedalam pipa casing dengan bantuan tekanan udara. Pasir
tersebut kemudian dipadatkan dengan cara menarik turunkan pipa casing sambil dicabut berkali-kali sehingga terbentuk tiang pasir padat dengan
diameter yang lebih besar dari pada pipa casing tersebut. Selama
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
pemadatan, tanah pasir pengisi tetap dalam keadaan mendapat tekanan udara.
d. Sistem Soil Vibratory Stabilization Sistem Soil Vibratory Stabilization SVS ini juga dikenal sebagai
sistem Toyomenka dikembangkan oleh PT.Toyomenka di Jepang merupakan kombinasi antara vertikal vibration akibat Vibratory driving
hammer penumbuk getar arah vertikal dan sistem getar putar pada vibroflotation. Pemadatan ini menggunakan bahan pengisi pasir atau krikil
pada waktu pencabutan alat ke atas, tetapi water jet tidak digunakan sama sekali. Sistem vibrocompaction yang diuraikan diatas dapat
memadatkan tanah sampai kedalam 20,0 meter, tetapi umumnya sistem ini tidak banyak digunakan untuk kedalaman 30.0 meter.
Sistem vibroflotation, vibro-compozer dan SVS juga dapat digunakan pada tanah lempung yang lunak. Tetapi tujuannya terutama ialah untuk
pemasangan sand column atau stone column pada tanah asli. Jadi yang dituju bukan perubahan kepadatan tanah asli tetapi instalasi sandstone
column kolom-kolom pasir dan kerikil tersebut. Bila kepadatan tanah asli
ingin dirubah dengan penggetaran, cara vibrocompaction ini lebih efektif untuk tanah-tanah dominan pasir.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
D. Hak Ulayat Masyarakat Adat Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil