Periode ini adalah tingkat ketiga dari pembakaran terkendali atau pembakaran sedikit demi sedikit, ini berakhir pada titik 4 dengan berhentinya injeksi. Selama
tingkat ini tekan dapat naik, tetap konstan, atau turun. Pembakaran pasca tidak terlihat pada diagram karena pemunduran torak mengakibatkan turunnya tekanan
meskipun panas ditimbulkan oleh pembakaran bagian akhir bahan bakar Cengel, Yunus A, 1994.
2.5.4 Nilai Kalor Bahan Bakar
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
sempurna disebut nilai kalor bahan bakar Calorific Value. Berdasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai
kalor bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.
Nilai kalor atas High Heating Value HHV, merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan bom kalorimeter dimana hasil
pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan
panas latennya. Data yang diperoleh dari hasil pengujian bom kalorimeter adalah temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan. Selanjutnya untuk
menghitung nilai High Heating Value HHV, dapat dihitung dengan persamaan berikut :
HHV = T
2
– T
1
– T
kp
x cv………persamaan 2.5.4.1 Dimana :
HHV = Nilai Kalor Atas kJkg T
1
= Temperatur air pendingin sebelum penyalaan C
T
2
= Temperatur air pendingin sesudah penyalaan C
Cv = Panas jenis bom kalorimeter 73529,6 kJkg C
T
kp
= Kenaikan temperatur akibat kawat penyala 0,05 C
Sedangkan nilai kalor bawah atau Low Heating Value LHV dihitung dengan persamaan berikut:
LHV
rata-rata
= HHV
rata-rata
- 3240………persamaan 2.5.4.2
Secara teoritis besarnya nilai kalor atas HHV dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan Dulog :
HHV = 33950 C + 144200 H
2
– O
2
8 + 9400 S………persamaan 2.5.4.3
Dimana : HHV = Nilai kalor atas kJkg
C = Komposisi karbon dalam bahan bakar
H
2
= Komposisi hidrogen dalam bahan bakar O
2
= Komposisi oksigen dalam bahan bakar S
= Komposisi sulfur dalam bahan bakar
Nilai kalor bawah Low Heating Value LHV, merupakan nilai dari kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya
kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 yang berarti setiap satu satuan bahan bakar 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran
sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogen.
Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada
didalam bahan bakar moisture. Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kNm
2
tekanan yang umum timbul pada gas buang adalah sebesar 2400 kJkg, sehingga besar nilai kalor bawah LHV dapat dihitung
berdasarkan persamaan berikut: LHV = HHV – 2400 H
2
0 + 9H
2
………persamaan 2.5.4.4 Dimana:
LHV = Nilai kalor bawah kJkg
H
2
O = komposisi uap air dalam bahan bakar moisture
Dalam perhitungan efisiensi panas dari mesin bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah LHV dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang
meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas HHV karena nilai tersebut umunya lebih cepat
tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME American Society of Mechanical Enggineers menentukan penggunaan nilai kalor atas HHV,
sedangkan peraturan SAE Society OF Automotive Engineers menentukan nilai kalor bawah LHV Amir Isril, 1996.
2.5.5 Proses Terbentuknya Gas Buang