67
C. Tinjauan atas Berbagai Peraturan Pedoman Bank Dalam Menyalurkan Kredit Usaha Rakyat.
Bank umum yang ditunjuk oleh pemerintah dalam menyalurkan Kredit Usaha Rakyat KUR harus mempedomani berbagai peraturan yang ditetapkan oleh
pemerintah, yaitu: 1. Inpres Nomor 6 Tahun 2007
Pengaturan kredit bank umum kepada usaha kecil sebelum adanya Inpres Nomor 6 Tahun2007 tentang Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan
Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 2PBI2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 39Bkr. Inpres Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah melahirkan Program Kredit yang berbeda dengan Undang –
undang tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Inpres Nomor 6 Tahun 2007 memberikan instruksi kepada Menteri
Keuangan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan akses UMKM kepada sumber pembiayaan, baik dalam bentuk kredit maupun pembiayaan syariah. Bentuk
program yang dikeluarkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135PMK.052008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat.
Inpres Nomor 6 Tahun 2007 melahirkan istilah baru yang sebelumnya disebut Usaha Kecil dan Menengah, yakni Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Dalam pengaturan Inpres Nomor 6 Tahun 2007 telah memberikan jalan agar UMKM mendapatkan pembiayaan dalam kredit investasi dengan penanggungjawab
Menteri Keuangan. Dengan begitu Menteri Keuangan menjadi penanggungjawab tersedianya kredit investasi bagi UMKM.
Adapun program lain yang diinstruksikan dalm Inpres Nomor 6 Tahun 2007, yakni peningkatan efektifitas fungsi dan peran Konsultan Mitra Bank dimana
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian berkordinasi dengan Gubernur Bank Indonesia. Bank Indonesia dalam Instruksi Presiden ini hanya sebagai pembimbing
saja bagi UKMK dalam hal pelatihan agar UKMK dapat mengakses sumber pembiayaan. Program ini sebenarnya bias tidak sepenuhnya dapat membantu
UMKM untuk mengakses pembiayaan bank karena bank Indonesia mempunyai kewewenangan untuk dapat menjalankan program ini atau tidak, walaupun Menteri
Universitas Sumatera Utara
68
Koordinator Bidang Perekonomian menjadi penanggungjawabnya. Dengan begitu apabila UMKM sulit atau tidak mendapat akses pembiayaan bank pada akhirnya,
UMKM hanya bisa berjuang sendiri untuk mendapat pembiayaan bagi
perkembangan usahanya. Dengan demikian tersedianya pembiayaan dalam bentuk kredit investasi
menjadi tanggungjawab Menteri Kuangan, sedangkan Bank Indonesia hanya menjadi pendukung tersalurkannya kredit investasi melalui pelatihan Konsultan
Keuangan Mitra Bank di Daerah. 2. Undang Undang Tentang UMKM
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah juga merupakan salah satu hasil dari Inpres Nomor 6 Tahun 2007.
Dalam reformasi regulasi yang diinstruksikan pada Inpres Nomor 6 Tahun 2007 menyatakan bahwa perlu ada penyusunan kebijakan di bidang UMKM dengan
menata kembali kebijakan bidang UMKM, termasuk meredefinisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dimana Menteri Negara Koperasi dan UKM menjadi
penanggungjawabnya. Undang-undang tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah telah mengatur
pembiayaan untuk UMKM pada Pasal 21 sampai dengan Pasal 24. Pembiayaan untuk UMKM berasal dari pinjaman, baik melalui lembaga keuangan ataupun
bukan lembaga keuangan. Pembiayaan untuk UMKM memang diatur dalam undang-undang ini dengan melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah,
BUMN, usaha besar nasional dan asing, namun tidak ada ketegasan bahwa pemerintah pusat , pemerintah daerah, BUMN, usaha besar nasional dan asing
memiliki kewajiban atau tanggungjawab membantu pembiayaan dalam bentuk pemberian pinjamankredit, penjaminan, hibah dan pembiayaan lainnya. Dalam hal
kredit perbankan yang diatur dalam undang-undang ini, diberikan oleh BUMN yang tidak memiliki kewajiban untuk membantu UMKM melalui kredit, karena dalam
Pasal 21 a yat 2 menggunakan kata dapat bagi BUMN, seperti disebutkan “Badan
Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian
pinjaman, penjaminan, hibah dan pembiayaan lainnya”
Universitas Sumatera Utara
69
Klausul di atas menunjukkan bahwa undang-undang tersebut tidak secara sungguh-sungguh mengembangkan UMKM, karena merujuk pada klausul di atas,
maka BUMN bisa atau tidak memberikan pinjaman kepada UMKM. 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135PMK.052008 Tentang Fasilitas
Penjaminan Kredit Usaha Rakyat. Peraturan Menteri Keuangan ini tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha
Rakyat merupakan dasar hukum agar program Kredit Usaha Rakyat dapat dilaksanakan. Peraturan Menteri Keuangan ini terdiri dari beberapa bab, yaitu Bab I
: Ketentuan UMU, Bab II : Tujuan, Bab III : Rencana Penyaluran, Bab IV: Kewajiban Bank Pelaksana, Bab V: Persyaratan Penjaminan, Bab VI : Jangka
Waktu dan Sumber Pendanaan IJP, Bab VII : Pembayaran Imbal Jasa Penjaminan, Bab VII: Pembinaan, Pengendalian dan Evaluasi, Bab IX: Laporan, Bab X: Sanksi
dan Bab XI: Ketentuan Penutup. Salah satu dasar hukum dari Peraturan Menteri Keuangan ini adalah
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil. Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini dikeluarkan pada tanggal 24 September 2008, dimana saat itu
masih berlaku Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, namun pada Bab I tentang Ketentuan Umum, menggunakan istilah Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah yang sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil. Sedangkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang
Usaha Kecil tidak menggunakan dan mengatur sesuatu yang dinamakan usaha mikro. Seharusnya di dalam Permenkeu tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha
Rakyat terdapat pengertian baru tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah karena pada saat itu belum ada pengertian sekaligus kriteria mengenai Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah yang disingkat UMKM. Pada Pasal 4 ayat 1 Permenkeu Nomor 22PMP.052010 Tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135PMK.052008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat dikatakan bahwa bank
pelaksana menyediakan dan menyalurkan dana untuk KUR. Perlu diperhatikan bahwa bank juga dalam melakukan usahanya menggunakan prinsip kehati-hatian
114
. Bank harus berhati-hati dalam menjalankan usahanya, terutama dalam pemberian
114
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 2
Universitas Sumatera Utara
70
kredit, mengingat bank bisa menjadi sarana dan atau sasaran kejahatan. Terlebih lagi risiko kredit macet nantinya pada setiap pemberian kredit. Bila dilihat dari sisi
bank memang cukup sulit, walaupun pada program KUR ini, penjaminan kredit yang dijaminkan kepada perusahaan penjaminan saat ini sebesar 80 untuk sektor
pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan dan industri, 0 untuk KUR Tenaga Kerja Indonesia dan 70 untuk sektor lainnya. Penjaminan sisa kredit yang
ditanggung bank pelaksana cukup besar, terlebih bila bank pelaksana menyalurkan KUR kepada banyak UMKM
115
. Di sisi lain tidak ada ketegasan bank pelaksana untuk wajib menyalurkan
KUR dapat mempersulit UMKM memperoleh kredit demi kelangsungan usahanya. Ini berbeda dengan Permenkeu Nomor 135PMK.052008 yang sebelumnya
mewajibkan bank pelaksana untuk menyediakan dan menyalurkan dana untuk KUR. Selain itu bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan
setiap nasabahnya, termasuk nasabah UMKM. Bank yang menyalurkan KUR juga memiliki kewajiban untuk mematuhi segala peraturan bank Indonesia yang
berkaitan dengan pemberian kredit, termasuk Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
bagi Bank Umum, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27167KEPDIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 277UPPB Tanggal 31
Maret 1995. Dengan ketentuan tersebut, bank bisa menetapkan standar syarat-syarat pengajuan kredit yang bersifat kompleks dan sulit dipenuhi UMKM, atau lebih
mudah menolak pengajuan KUR yang diajukan UMKM. Kemungkinan bank pelaksana untuk menolak pengajuan KUR bagi
UMKM dapat terbuka lebar. Program KUR yang dicanangkan pemerintah untuk memberdayakan UMKM bisa berjalan tidak lancar bila dilihat dari pengaturannya.
Pasal 12 Permenkeu Nomor 135PMK.052008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat hanya mengatur pemberian sanksi bagi perusahaan
penjaminan yang melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Keuangan Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat dengan pengenaan sanksi
administrasi berupa teguran tertulis dan penundaan atau penghentian pembayaran imbal jasa penjaminan. Dari sini bisa dilihat perlu adanya kekuatan hukum yang
115
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 22PMK.052010 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135PMK.052008 Tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha
Rakyat, Pasal I
Universitas Sumatera Utara
71
mengikat bank pelaksana untuk benar-benar menyalurkan KUR, baik dengan cara mewajibkan bank pelaksana ataupun sanksi karena mempersulit penyaluran KUR.
Penyaluran KUR melalui bank pelaksana kepada UMKM tergantung kepada persetujuan bank pelaksana atas permohonan KUR. Tidak ada larangan bagi
bank pelaksana untuk tidak mengabulkan permohonan KUR dari UMKM. Hal ini dapat berdampak menyulitkan UMKM memperoleh kredit untuk mengembangkan
usaha. Selain itu tidak ada pengawasan khusus serta sanksi bagi bank pelaksana terkait aktifitasnya menyalurkan KUR.
Selain berbagai ketentuan yang disebutkan di atas bank pelaksana penyalur KUR juga mempunyai berbagai ketentuan internal bank dalam bentuk keputusan
direksi ataupun surat edaran direksi yang harus menjadi pedoman untuk menilai permohonan KUR, Analisa KUR, persetujuan pemberian KUR, pencairan KUR,
Monitoring KUR serta restruktur KUR. Keputusan Direksi misalnya terkait manual produk KUR, standar prosedur kredit bisnis banking, standar prosedur kredit small
bisnis, dan perjanjian kredit antara bank pelaksana dengan debitur KUR.
D. Peranan Bank Umum Dalam Mendukung Pelaksanaan Penyaluran KUR Ditinjau Dari Undang-undang Perbankan.