Berbagai Tantangan yang dihadapi LPK di Indonesia

19 undang-undang tentang penjaminan kredit sebagai landasan hukum bagi keberadaan LPK. Selanjutnya, saat ini LPK belum memiliki standar pengelolaan modal dan kemampuan teknis serta kemampuan manajerial yang spesifik untuk sebuah institusi penjaminan kredit. Kondisi tersebut membawa pengaruh kepada pengelolaan perusahaan yang pada dasarnya masih dapat didorong lagi untuk menjadi lebih efisien dan efektif dalam memberikan pelayanan kepada dunia usaha dan perbankan. Akan tetapi, LPK di Indonesia selama ini telah terbukti mampu menjadi penghubung dunia usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi UMKMK kepada akses pendanaan. Hal ini terlihat dari kinerja yang baik pada perusahaan-perusahaan yang menjalankan bisnis penjaminan kredit yang terlihat dari meningkatnya pendapatan fee atas jasa penjaminan kredit dan meningkatnya jumlah kredit dan UMKMK yang dijamin. Adanya pertumbuhan penjaminan kredit yang diberikan sangat mendukung bagi berkembangnya UMKMK dalam memperoleh kredit dari perbankan 32 . Pada saat ini, Perum Jamkrindo merupakan salah satu LPK yang terkemuka di Indonesia. Perum Jamkrindo memiliki Visi Perusahaan “Menjadi Perusahaan Penjaminan Terdepan yang Mendukung Perkembangan Perekonomian Nasional” dan memiliki Misi Perusahaan “Untuk mencapai cita-cita ideal perusahaan”. Maka visi perusahaan dijabarkan dalam misi-misi yang merupakan Tridarma Jamkrindo sebagai berikut: a. Dharma Pertama: Melakukan kegiatan penjaminan bagi perkembangan bisnis UMKM dan Koperasi b. Dharma Kedua: Memberikan pelayanan yang luas dan berkualitas

c. Dharma Ketiga: Memberikan manfaat bagi stakeholders sesuai prinsip

bisnis yang sehat 33

5. Berbagai Tantangan yang dihadapi LPK di Indonesia

LPK seharusnya dapat meningkatkan dan mempertahankan kesinambungan pembiayaan dari perbankan kepada UMKMK. Untuk mendukung misi bergeraknya sektor riil yang dimotori oleh UMKMK maka kapasitas penjaminan dari LPK perlu ditingkatkan, karena hal ini merupakan upaya pendukung untuk membesarkan LPK yang tangguh di Indonesia. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, LPK di Indonesia harus senantiasa berinovasi 32 Ibid, hlm. 125 33 www.jamkrindo.com diakses pada tanggal 25 Oktober 2015 Universitas Sumatera Utara 20 menciptakan produk-produk penjaminan kredit yang layak dipasarkan serta dapat menghasilkan pendapatan yang menguntungkan LPK dan selanjutnya akan memperbesar kemampuan LPK untuk di masa yang akan datang 34 . B. Tujuan dan Peranan Perusahaan Umum Penjaminan Kredit Indonesia 1. Tujuan Perusahaan Umum Penjaminan Kredit Indonesia Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor. 41 Tahun 2008, disebutkan bahwa tujuan perusahaan adalah turut serta melaksanakan dan menunjang kebijakan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional, dengan m elaksanakan kegiatan penjaminan kredit baik bersifat tunai, maupun non tunai yang diberikan bank kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi UMKMK 35 . Dalam memberikan penjaminan kredit kepada UMKMK, maka harus dilakukan kesepakatan antara Lembaga Penjaminan Kredit LPK dengan bank yang memberikan kredit kepada UMKMK sebagai debitur. Apabila UMKMK sebagai debitur tidak dapat membayar kewajibannya kepada penerima jaminan atau kreditur, dalam hal ini perbankan pada tanggal jatuh tempo, sebagaimana yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit antara debitur dan kreditur, maka dalam kondisi ini disebutkan telah terjadi kredit macet. Pada kondisi tersebut, debitur telah gagal dalam memenuhi kewajibannya karena berbagai risiko yang menimbulkan kegagalan usaha UMKMK. Kondisi yang terjadi seperti kredit macet, mengharuskan pihak penjamin kredit membayar sejumlah kewajiban terjamin atas kredit yang macet tersebut. Pembayaran sejumlah kewajiban kredit atas debitur tentu dapat tidak dilaksanakan, apabila dalam pelaksanaan kredit tersebut, pihak penerima jaminan melakukan berbagai pelanggaran. Beberapa kondisi yang menyebabkan tidak dibayarnya klaim kepada penerima jaminan antara lain, sebagai berikut: a.Kreditur tidak memenuhi satu atau lebih ketentuan yang disepakati dalam persetujuan penjaminan kredit atas terjamin. b.Jika pencarian kredit tidak dilaksanakan tidak terjadi kredit selama masa yang diperjanjikan. c.Tidak dibayarnya hak penjamin atas penjaminan kredit dimaksud fee penjaminan 34 Nasroen Yasabari Nina Kurnia Dewi, edisi kedua, Op.Cit., hlm 137 35 Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2008 tentang Perusahaan Umum Perum Jaminan Kredit Indonesia Universitas Sumatera Utara 21 d.Terdapat kelalaian yang dilakukan oleh kreditur dalam pelaksanaan kredit, dan hal ini dapat dibuktikan dengan fakta atau dokumen. e.Terbukti terdapat permufakatan jahat antara penerima jaminan dan terjamin sehingga terjadi kegagalan kredit. f.Kreditur menjual atau mengalihgunakan yang telah diserahkan oleh debitur atau terjamin tanpa sepengetahuan pihak penjamin. g.Kondisi force majeur atau musibah lainnya seperti banjir, gempa bumi, dan lain-lain 36 . Tata cara penjaminan kredit apabila ditelaah berdasarkan hukum perdata, memiliki persamaan dengan perjanjian pertanggungan. Pertanggungan adalah suatu perjanjian dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditur mengikatkan diri, untuk memenuhi perikatan debitur manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya. Perjanjian penanggungan adalah perjanjian accessoir dimana penanggungan boleh diadakan hanya sebagian saja dari utangnya atau dengan syarat-syarat yang kurang. Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa pihak ketiga tersebut adalah penjamin, si berhutang adalah nasabah dan pihak terhadap siapa prestasi harus diberikan adalah bank 37 . LPK untuk dapat mencapai tujuannya, maka LPK harus dapat mandiri dan melakukan usaha yang berkelanjutan, untuk itu berbagai upaya eksternal maupun internal harus terus dilakukan. Beberapa hal best practice yang harus dilakukan LPK mengacu kepada berbagai pengalaman Negara-negara lain dalam melakukan kegiatan Penjaminan Kredit, adalah sebagai berikut: 1 LPK adalah Badan Usaha Milik Negara. Bahwa di banyak Negara, LPK merupakan perusahaan Negara dan untuk beberapa kepentingan disarankan untuk entitas bisnis sendiri yang jelas visi dan misinya. 2 Sumber Daya Manusia dan Manajemen Sebuah LPK perlu dilengkapi dangan jumlah dan kualitas SDM yang memadai. Dalam kegiatan penjaminan, SDM dan LPK berkewajiban menangani beberapa tugas seperti menganalisis untuk kepentingan pemberian pemberian keputusan penjaminan, memonitor dan mengendalikan kredit yang sedang berjalan, memproses dan mengkaji pengajuan klaim, mengelola debitur terjamin yang bermasalah, mengelola informasi atas terjamin, membuat laporan-laporan dan bila 36 Nasroen Yasabari Nina Kurnia Dewi, edisi pertama, Op.Cit., hlm. 15 37 https:agustriyono.files.wordpress.com200706lempenkredit_zulkarnain-sitompul.pdf, diakses pada 20 November 2015 Universitas Sumatera Utara 22 memungkinkan menawarkan jasa tambahan untuk kepentingan penerima jaminan kreditur dan terjamin. 3 SentralisasiDesentralisasi LPK Pada kondisi awal, biasanya LPK bersifat sentralisasi. Untuk dapat melayani kebutuhan pengusaha dalam suatu wilayah Negara, maka LPK selanjutnya bersifat desentralisasi, walaupun hal ini mengandung konsekuensi biaya. Jika kegiatan operasionalisasi atau pendanaan LPK bergantung kepada dana perbankan sebagai mitra, maka kegiatan penjaminan dapat melekat pada jaringan yang dimiliki bank atau lembaga keuangan lain yang menjadi mitra. Pelaksanaan kegiatan LPK dapat dilaksanakan melalui tata cara perkreditan yang bersifat khusus sesuai kondisi daerah yang menjadi target layanannya. 4 Organisasi Profit vs Non Profit Organisasi LPK berdasarkan catatan “best practice” hendaknya tidak berorientasi pada profit, walaupun dalam kegiatan operasionalisasi tetap mengedepankan efisiensi pemakaian sumber daya yang ada. 5 Pendekatan selektif versus portofolio Keputusan bagaimana sebuah LPK dioperasikan sangat dipengaruhi oleh tujuan skema penjaminan itu sendiri. Kegiatan operasional LPK sangat bergantung kepada apakah kredit yang dijamin “berkualitas tinggi” atau apakah kredit yang dijamin “mencapai jumlah atau target tertentu”. Hal ini kemudian dapat dikategorikan dalam pendekatan selektif pemberian penjaminan kredit dilakukan secara case by case atau pendekatan portofolio atau pendekatan global diberikan untuk kategori tertentu seperti besaran risiko, nilai kredit, sektor, lokasi, dan sebagainya. Pada dasarnya jenis pendekatan yang digunakan dalam kegiatan penjaminan sangat dipengaruhi atau akan mempengaruhi hubungan antara LPK dan mitra penerima jaminan. Lembaga Penjamin dalam praktiknya akan sangat memahami pentingnya “trade-off” dari mitra kerja perbankan atau kreditur dengan mempertimbangkan tercapainya beberapa target misalnya kualitas penjaminan, sektor yang dijamin atau target lainnya dan fleksibilitas jasa penjaminan itu sendiri sehingga menjadi menarik di mata kreditur mitra kerja. 6 Pemasaran Universitas Sumatera Utara 23 Kegiatan pemasaran bagi jasa penjaminan kredit sangat diperlukan untuk para kreditur bank penerima jaminan dan calon terjamin pengusaha. Kegiatan pemasaran ini ditujukan untuk menawarkan skema penjaminan kredit 38 , antara lain untuk mensosialisasikan antara lain : a Manfaat baik komersial maupun social yang akan diperoleh melalui jasa penjaminan kredit seperti keuntungan penyaluran kredit ke usaha mikro, kecil, menengah, b Operasionalisasi penjaminan kredit yang sederhana dan rendah biaya, c Kredibilitas lembaga penjaminan kredit d Transparansi dalam pembayaran dan kualitas yang diinginkan dari calon penerima jaminan e Yang terpenting adalah bahwa seluruh kegiatan pemasaran harus menekankan bahwa penjaminan kredit tidak untuk meningkatkan moral hazard 39 , mengingat kredit macet tidak menyelesaikan kewajiban terjamin atas pinjaman tersebut, tetapi akan muncul subrogasi. 7 Distribusi Risiko Adanya jasa penjaminan yang menyertai perjalanan sebuah kredit dalam praktiknya, sedikit banyak berpengaruh terhadap munculnya. moral hazard, baik di kalangan pengusaha UKM sendiri maupun perbankan. Kegiatan penjaminan dapat dikatakan sukses bila risiko yang timbul atas adanya kredit tersebut terbagi diantara pihak-pihak yang terlibat, yaitu pengusaha UKM, kreditur dan penjamin sendiri. Untuk menjalankan hal ini, skema penjaminan kredit perlu dirancang sedemikian rupa sehingga seluruh pihak menanggung risiko yang seimbang, sesuai dengan manfaat yang diterima dan kewajiban masing-masing. Di sisi kreditur, semakin tinggi risiko yang dijamin oleh penjamin, maka akan semakin tinggi pula kemungkinan moral hazard yang muncul. Berdasarkan pengalaman di beberapa negara, nilai penjaminan 60-80 cukup dianjurkan. Hal ini mengingat dengan coverage tersebut telah terdapat pembagian risiko dan penilaian yang cukup ketat oleh kreditur. Dalam hal ini kreditur juga diharuskan menanggung risiko yang akan terjadi. 38 Nasroen Yasabari Nina Kurnia Dewi, “Penjaminan Kredit, Mengantar UKMK Mengakses Pembiayaan, edisi ketiga” Bandung: PT. Alumni,2007, Hal 97 39 Moral Hazard adalah keadaan yang berkaitan dengan sifat, pembawaan dan karakter manusia yang dapat menambah besarnya kerugian dibanding dengan risiko rata-rata. Manusia itu terutama adalah tertanggung sendiri tapi juga pegawainya atau orangorang sekitarnya. Universitas Sumatera Utara 24 Sebaliknya di sisi debitur atau pengusaha terjamin, untuk menghindari moral hazard yang akan muncul, kewajiban penyediaan jaminan atau agunan lainnya sangat dianjurkan. Seyogyanya pelaksanaan pemasaran program penjaminan dilakukan secara komprehensif sehingga tidak mengandung moral hazard bagi oknum-oknum tertentu 40 . Nilai atau jumlah jaminan yang harus disediakan oleh debitur dalam hal ini tidak terlalu tinggi, mengingat hal ini akan mengurangi fungsi penjaminan itu sendiri. Jaminan atau agunan dan nilai idealnya adalah asset yang dimiliki oleh debitur itu sendiri. Jaminan tersebut dikatakan cukup memadai bila dapat mengikat debitur untuk tetap memenuhi seluruh kewajibannya sampai lunas. 8 Jasa Tambahan dalam Penjaminan Kredit Berjalannya kegiatan penjaminan membutuhkan dukungan kegiatan lain terkait dengan penilaian terhadap calon terjamin, hal-hal menyangkut usaha yang dijamin serta pemahaman mitra kerja. Beberapa kegiatan terkait dengan penilaian calon terjamin antara lain adalah penyusunan database tentang debitur, sistem pemeringkatan dan informasi debitur lainnya terkait dengan upaya mengurangi fenomena informasi yang asimetris terhadap debitur. Sedangkan terkait dengan usaha yang akan dijamin atau usaha debitur, maka jasa tambahan lain yang dapat dikembangkan oleh LPK antara lain adalah jasa konsultasi, penilaian proyek, pembuatan rencana bisnis, pelatihan tentang akutansi, manajemen, pemasaran dan lain-lain 41 . 9 Kegiatan Pengawasan Kredit Berjalan lancarnya sebuah kegiatan penjaminan kredit sangat memerlukan dukungan kegiatan pengawasan kredit. Untuk mendukung kinerjanya, LPK perlu melakukan kerjasama dalam hal pengawasan kredit. Lebih mendalam lagi LPK juga perlu melakukan kerja sama pengendalian kredit 42 . 10 Fee Kelangsungan hidup sebuah LPK sangat didukung oleh pendapatan yang diperoleh, yaitu dari fee penjaminan dan dari hasil pengelolaan dana investasi yang idealnya adalah dukungan keuangan negara pemerintah atau pihak lain. 40 Krisna Wijaya, “Analisis Kebijakan Perbankan Nasional”, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010, hlm 179 41 Nasroen Yasabari Nina Kurnia Dewi edisi ketiga, Op. Cit., hlm 98 42 Ibid, hlm 99 Universitas Sumatera Utara 25 Fee penjaminan dibayarkan atas sejumlah presentase tertentu terhadap nilai kredit atau nilai kredit yang dijamin. Besaran fee ditetapkan, sehingga biaya operasionalisasi penjaminan dan risiko kredit dapat dipenuhi. Namun perlu dipahami, nilai fee yang tinggi menjadikan sistem penjaminan yang ditawarkan tidak lagi menarik bagi kreditur maupun calon terjamin. Fee penjaminan bagi sebuah LPK menjadi hal yang penting, meskipun sensitif. Penelitian dan pengkajian yang mendalam terhadap risiko serta biaya-biaya yang dibutuhkan untuk operasional penjaminan sangatlah penting untuk penentuan fee tersebut. Namun, yang lebih penting adalah mengkomunikasikan kebijakan fee ini kepada mitra kerja dan calon terjamin. 11 Kredit Macet, Klaim dan Subrogasi Kredit macet dan klaim tidak hanya mencerminkan kewajiban keuangan yang muncul pada sebuah skema penjaminan, tetapi juga mencerminkan bahwa kredit dan penjaminannya telah dijalankan secara professional. Bagi kemandirian sebuah LPK, skema penjaminan harus secara jelas menyebutkan bahwa penjaminan adalah kondisi terakhir yang berperan, setelah seluruh upaya untuk menghasilkan pembayaran kewajiban dari debitur dijalankan, bahkan setelah kegiatan penyelamatan kredit. Pembelajaran dari besarnya kredit macet dan klaim yang perlu dibayar senantiasa dikaji. Dalam hal ini bila angka atau persentase kredit macet dan klaim tinggi, maka terdapat beberapa kemungkinan seperti debitur terjamin tidak diseleksi dengan benar, coverage penjaminan yang diberikan terlalu tinggi atau fee penjaminan terlalu rendah, serta kemungkinan prosedur penjaminan yang tidak berjalan sempurna. Prosedur pengajuan dan keputusan klaim juga perlu menjadi perhatian sebuah LPK, karena disinilah poin penilaian baik tidaknya sebuah LPK melayani klaim. Berdasarkan etika bisnis, prosedur pelayanan klaim perlu diinformasikan kepada mitra kerja, termasuk hal-hal yang membatalkan atau menggugurkan klaim itu sendiri. Subrogasi juga merupakan hal yang perlu menjadi perhatian LPK untuk dapat beroperasi secara maksimal. pengumpulan kembali piutang subrogasi merupakan pendapatan yang mendukung operasionalisai kegiatan penjaminan selanjutnya. Universitas Sumatera Utara 26 12 Hubungan Penjamin dan Penerima Jaminan Hubungan yang baik antara penjamin dan penerima jaminan atau antara LPK dengan perbankan mitra kerja sangat diperlukan untuk pelaksanaan sebuah skema penjaminan. Meskipun demikian, penciptaan hubungan baik ini membutuhkan waktu dan insentif lainnya. Hubungan baik antara penjamin dan penerima jaminan diawali dengan kepercayaan yang dalam praktik harus senantiasa diupayakan oleh masing-masing pihak. Penerima jaminan atau kreditur berhak untuk memutuskan apakah akan menggunakan jasa penjamin kredit dari sebuah LPK atau tidak. Sebaliknya, LPK pun memiliki hak penuh untuk memutuskan keterlibatannya dalam suatu skema kredit. Kedua pihak harus saling menghormati dan hubungan kerja sama senantiasa harus dilandasi kemitraan yang saling menguntungkan. 13 Leverage Leverage adalah istilah yang digunakan untuk membandingkan outstanding kredit yang dijamin dengan dana penjaminan yang tersedia. Beberapa lembaga mengenalnya dengan istilah gearing ratio, dan hal ini sering dikaitkan dengan kemampuan LPK untuk melakukan kegiatan penjaminan. Karena tidak semua kredit yang dijamin berakhir dengan kemacetan dan pembayaran klaim, maka dana penjamin yang tersedia pada sebuah LPK dapat digunakan untuk menjamin kredit yang lebih besar sesuai dengan tingkat risiko yang ada. Kemandirian dan kelangsungan hidup sebuah LPK juga dipengaruhi oleh kondisi leverage atau gearing ratio, untuk senantiasa bekerja pada level yang aman, LPK perlu terus menerus melakukan pengkajian atas skema-skema penjaminan dengan risiko terkendali dan penambahan dana penjaminan 43 . 14 Counter Guarantee Dalam praktik penjaminan di beberapa negara, counter guarantee atau keterlibatan lembaga atau perusahaan penjamin lainnya sudah banyak dilakukan. Kondisi ini melibatkan LPK yang bersangkutan sebagai penjamin langsung atas suatu kredit dan perusahaan mitra sebagai penjamin lainnya. Lebih lanjut keterlibatan pihak lain juga dapat sebagai perusahaan penjamin lapis selanjutnya atau dikenal dengan perusahaan re-asuransi. 15 Faktor pendukung lainnya 43 Ibid, hlm 102 Universitas Sumatera Utara 27 Kemandirian dan suksesya sebuah LPK perlu pula didukung oleh faktor- faktor lain seperti: a. Keterlibatan pemerintah untuk kegiatan penjaminan kredit khususnya di sisi dukungan pendanaan terhadap LPK atau penyediaan fasilitas co-guarantee. b. Koordinasi dan kerjasama antar lembaga terkait lainnya misalanya departemen teknis Pembina misalnya Pembina UKM, perdagangan, perindustrian, pertanian, dan lain-lain c. Kejasama dengan LPK di Negara lain untuk berbai pengalaman perihal pelaksanaan kegiatan penjaminan, praktik terbaik terhadap aspek-aspek operasional penjaminan, bimbingan teknis melalui studi banding melalui studi banding, workshop, konferensi, seminar, pelatihan staf dan manajer LPK 44 .

2. Peranan Perum Jamkrindo.

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Krakatau Medan

2 72 103

Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Krakatau Medan

1 51 103

Kebijakan Pemberian Kredit Usaha Rakyat (Kur) Tanpa Jaminan Di PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan

4 76 98

Sistem Pendukung Keputusan Pemberian Kredit Usaha Rakyat Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

9 68 133

Tanggung Jawab Perusahaan Penjaminan Kredit Sebagai Penjamin Untuk Menanggulangi Risiko Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (Studi Perum Jamkrindo Cabang Medan)

14 178 131

Upaya Penyelesaian Kredit Macet Dalam Kredit Usaha Rakyat (Kur) Pada Bank (Studi Pada Bank Btn Cabang Pemuda Medan)

9 166 128

Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Krakatau Medan

0 0 10

BAB II BANK SEBAGAI PENYALUR KREDIT 1. Pengertian Bank - Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Krakatau Medan

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Krakatau Medan

0 0 15

Tinjauan Yuridis Penyelesaian Kredit Macet Pada Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Pembantu Krakatau Medan

0 2 10