Kebebasan Beragama dan Hak Asasi Manusia

BAB II KEBEBASAN BERAGAMA DAN TINDAK PIDANA SERTA

PENGATURANNYA

A. Kebebasan Beragama dan Hak Asasi Manusia

Prinsip kebebasan beragama di Indonesia mengacu kepada instrumen internasional mengenai HAM, konstitusi dan sejumlah Undang- undang. Di antaranya, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang perlindungan Anak, Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jaminan terhadap kebebasan beragama pada dasarnya telah diakui dan diberikan, yang secara eksplisit dituliskan dalam UUD 1945. Dalam Pasal 28 E ayat 1, Pasal 29 ayat 2 UUD 45 telah tegas menyatakan bahwa negara menjamin kebebasan beragama. Pasal 28 I ayat 1 UUD 45 menyatakan bahwa hak beragama adalah bagian dari hak yang tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun non derogable rights. Kebebasan beragama di Indonesia dijamin oleh konstitusi bukanlah berarti kebebasan tanpa batas yang tidak menghormati dan menghargai kebebasan pemeluk agama yang lainnya. 16 Secara kolektif tidak ada istilah mayoritas dan minoritas dalam menjalankan haknya sebagai pemeluk ajaran agama, tidak dikenal prioritas dalam hal keyakinan namun semua memiliki hak yang sama. Banyak terminologi yang mendefinisikan agama sesuai dengan pandangan pengetahuan yang ada. Adapun agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. 26 Menurut H.M. Amin Abdullah, pelaksanaan Hak Kebebasan Beragama dan Beribadah di tanah air, setidaknya ada 3 pemasalahan. Pertama, Permasalahan perundang‐undangan. Kedua, peran aparat negara dalam penegakan hukum. Ketiga, pemahaman tentang negara‐bangsa nation ‐states oleh masyarakat atau warga negara penganut agama‐agama, pemangku adat dan anggota ras atau etnis. Ketiganya saling berkaitan yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dan lainnya. 27 Perundang-undangan yang mengatur tentang kehidupan beragama masih banyak memberikan peluang adanya pelanggaran hak asasi menjalankan ibadah agama, kesimpangsiuran peraturan yang mengatur membuat banyak celah hukum terjadinya pelanggaran hukum. Ada dua sumber hukum yang ada di tanah air untuk menangani dan menyelesaikan 26 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional edisi ketiga, Jakarta, 2002, hlm. 74. 27 H.M.Amin Abdullah, Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan dalam Prinsip Kemanusiaan Universal,Agama-Agama, Dan Keindonesiaan. Yogyakarta, 2011, hal 16 perselisihan pelaksanaan Hak Kebebasan Beragama dan beribadah. Pertama, adalah Undang‐undang Nomor 1PNPS1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan danatau Penodaan Agama. Disebutkan dalam Laporan Pelaksanaan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial ICERD di Indonesia salah satu penyebab “kematian” 517 aliran kepercayaan sejak tahun 1949 hingga tahun 1992 adalah UU No. 1PNPS1965. Padahal menurut Pasal 27 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, kelompok minoritas tidak boleh diingkari haknya untuk menjalankan dan mengamalkan agamanya sendiri.

B. Pengertian Umum Tindak Pidana