BAB III TINDAK PIDANA BERLATAR BELAKANG AGAMA DI INDONESIA
A. Toleransi Antar Umat Beragama di Indonesia
Indonesia adalah bangsa yang majemuk, baik dari sisi budaya, etnis, bahasa, suku bangsa dan agama. Di negara ini hidup berbagai
agama, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Keyakinan yang hidup dan berkembang di masyarakat jumlahnya sangat
banyak dan hampir tidak dapat teridentifikasi.. Suku bangsa dan bahasa daerah yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia merupakan kekayaan
Negara Indonesia yang perlu mendapatkan penanganan secara komprehensif dan berkelanjutan. Sejalan dengan potensi heterogenitas
yang cukup besar juga menyimpan potensi konflik yang besar pula sebagai akibat adanya perbedaan, potensi konflik ini apabila tidak dikelola dengan
baik maka akan mengakibatkan konflik yang nyata. Pada sensus tahun 2000, religious demography di Indonesia
menunjukkan 213 juta jiwa penganut agama yang berbeda dengan komposisi 88.2 pemeluk Islam, 5.9 Kristen, 3.1 Katolik, 1.8
Hindu, 0.8 Buddha, dan 0.2 agama serta kepercayaan lainnya. Pada Survey Penduduk Antar Sensus SUPAS 2005 juga masih menunjukkan
angka yang hamper sama, yaitu pemeluk Islam 88.58, Kristen 5.79,
23
Katolik 3.08, Hindu 1.73, Buddha 0.60, Khonghucu 0.10, dan lainnya 0.12.
41
Masyarakat Indonesia, dalam menjalankan kehidupan sosialnya terkadang tidak bisa menghindari gesekan-gesekan yang dapat terjadi antar
kelompok masyarakat, baik yang berkaitan dengan ras maupun agama. Oleh karena itu, untuk menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat
maka diperlukan sikap saling menghormati dan saling menghargai. Masyarakat dituntut untuk saling menjaga hak dan kewajiban diantara
yang satu dengan yang lainnya. Ketegangan antar individu dalam rangka memperjuangkan kepentingannya dapat di reduksi dengan sikap saling
menghormati dan menghargai kepentingan pihak lain. Penanaman nilai- nilai moral yang baik harus senantiasa ditanamkan dalam setiap hubungan
dalam masyarakat. Dengan adanya kesadaran dari setiap individu dalam masyarakat untuk menghormati orang lain beserta hak dan kepentingannya
maka potensi konflik yang ada dalam masyarakat akan dapat diredam. Toleransi hak dan kewajiban dalam umat beragama telah tertanam dalam
nilai-nilai yang ada pada pancasila. Semangat persatuan dan kesatuan bangsa seyogyanya menjadi tatanan mendasar yang harus dipegang teguh
oleh setiap warga negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sikap saling hormat menghormati seharusnya
tidak memandang mayoritas dan minoritas karena sebenarnya
41
Bahari ed, “Tolerasnsi Beragama Mahasiswa Studi tentang Pengaruh Kepribadian, Keterlibatan Organisasi, Hasil Belajar Pendidikan Agama, dan Lingkungan
Pendidikan terhadap Toleransi Mahasiswa Berbeda Agama pada 7 Perguruan Tinggi Umum Negeri”, Kementerian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, Jakarta, 2010, hlm. 1
menghormati sesama manusia tidak didasarkan pada jumlah namun pada kesetaraan sesama manusia itu sendiri. Apabila mengacu pada pasal 29
UUD 1945, maka sudah secara nyata disebutkan bahwa negara menjamin setiap warga negaranya untuk memilih, meyakini, memeluk dan
menjalankan agama beserta ajarannya secara bebas dan merdeka. Kebebasan beragama merupakan dasar bagi terciptanya
kerukunan antar umat beragama. Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia, sedangkan toleransi antar umat beragama adalah cara agar
kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Semua umat beragama mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjalankan ajaran agamanya.
Pelaksanaan sikap toleransi ini harus didasari sikap kelapangan terhadap orang lain dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang dipegang
sendiri, yakni tanpa mengorbankan prinsip-prinsip tersebut. Masing- masing umat beragama harus memegang prinsip-prinsip mendasar dari
ajaran masing-masing agama yang diyakininya, namun dalam pelaksanaan pemegangan prinsip-prinsip keagamaan tersebut harus tumbuh bersamaan
dengan kelapangan jiwa dan hati untuk menghormati prinsip-prinsip keagamaan orang lain juga. Toleransi terjadi dan berlaku karena terdapat
perbedaan prinsip, dan menghormati perbedaan atau prinsip orang lain tanpa mengorbankan prinsip sendiri.
42
Setiap agama mengajarkan kedamaian dan kerukunan hidup sesama manusia, hal ini merupakan
pembelajaran nilai-nilai toleransi.
42
H.M. Daud Ali, dkk., Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik, Bulan Bintang, Jakarta, 1989, hlm. 80.
Toleransi dalam pergaulan hidup antara umat beragama yang didasarkan pada tiap-tiap agama menjadi tanggung jawab pemeluk agama
itu sendiri, mempunyai bentuk ibadah ritual dengan sistem dan cara tersendiri yang dibebankan serta menjadi tanggung jawab orang yang
memeluknya atas dasar itu.
43
Sikap toleran dari setiap pemeluk agama adalah tanggungjawab bathin dari pemeluk agama itu sendiri, karena pada
dasarnya tidak ada satupun agama yang mengajarkan sikap permusuhan dan intoleran.
Masalah yang menyebabkan timbulnya benturan dan konflik agama ialah Double Standart atau standar ganda. Standar ganda ini
biasanya dipakai untuk menghakimi agama lain dalam derajat keabsahan teologis di bawah agamanya. Lewat standar ganda, muncul prasangka-
prasangka teologis yang selanjutnya memperkeruh suasana hubungan antar umat beragama. Orang-orang Kristen maupun Islam selalu menerapkan
standar-standar yang berbeda untuk dirinya, sedangkan terhadap agama lain, mereka memakai standar lain yang lebih bersifat realitas historis,
adalah suatu kondisi berlakunya standar ganda.
44
Ada beberapa hal yang bisa menjadi penyebab rusaknya hubungan antar umat beragama dan yang
bisa menjadi penyebab terjadinya radikalisasi pengamalan ajaran agama yang mengarah kepada disintegrasi bangsa, yang harus diwaspadai.
Pendirian tempat ibadah yang tidak mempertimbangkan situasi dan kondisi
43
Said Agil Husin Al-Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, Penerbit Ciputat Press, Jakarta, hlm. 14
44
Adeng Muchtar Ghazali, Agama dan Keberagamaan dalam Konteks Perbandingan Agama, Pustaka Pelajar, Bandung, 2004, hlm. 201.
lingkungan umat beragama setempat. Banyak konflik umat beragama berawal dari pendirian rumah ibadah. Konflik akibat perilaku intoleransi
antar umat beragama telah menyita perhatian pemerintah, masyarakat maupun pihak asing. Hal ini berpengaruh terhadap kredibilitas bangsa dan
negara kita yang sedang gencar mengkampanyekan HAM. Penyiaran agama yang dilakukan tanpa menghormati nilai-nilai
agama lain, tidak mengindahkan etika dan estetika penyampaian nilai agama serta tidak taat pada undang-undang yang berlaku dapat
menimbulkan permusuhan dan perpecahan. Fanatisme yang sempit yang menanamkan nilai-nilai yang menjunjung tinggi ajaran agamanya dengan
merendahkan ajaran agama lain dapat menjadi pemicu permusuhan. Penistaan terhadap ajaran-ajaran, penistaan terhadap pembawa ajaran yaitu
nabi dan rosul, penghinaan terhadap firman-firman Tuhan dari masing- masing agama yang berbeda adalah salah satu pemicu atas konflik.
Perilaku tidak arif dari para penyampai ajaran agama merupakan faktor yang cukup efektif dan provokatif guna menumbuhkan benih-benih
permusuhan antar umat beragama. Budaya masyarakat Indonesia yang masih menjunjung tinggi guru
telah mengakar dalam jiwa dan keseharian, sehingga apa yang disampaikan oleh guru, ustad, ulama, kyai, pendeta, pastor merupakan
doktrin dan pengetahuan yang tidak terbantahkan oleh umatnya bahkan kadang tidak memperhatikan kebenarannya menurut norma yang berlaku
dalam masyarakat. Umat yang sudah terdoktrin menganggap kebenaran 27
yang disampaikan oleh penyebar ajaran agama tidak boleh diganggu gugat sehingga pada akhirnya kondisi ini menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan sikap diskriminatif dari para pemeluk agama. Kearifan para pemeluk dan pemuka agama dalam menjalankan
ajaran agama dan merayakan hari besar keagamaan sangat diperlukan. Sikap saling menghormati dari pemeluk agama yang menjalankan
perayaan dengan masyarakat sekitar yang menjadi lingkungan dimana perayaan tersebut dilaksanakan sangat dibutuhkan dalam rangka menjaga
kamtibmas dan tata kerukunan antar umat beragama.
B. Tindak Pidana yang Terjadi Terkait Pendirian Rumah Ibadah