Tindak Pidana Berlatar Belakang Agama Berdasarkan KUHP

C. Tindak Pidana Berlatar Belakang Agama Berdasarkan KUHP

Menurut Koentjaraningrat, agama merupakan suatu sistem yang terdiri atas empat komponen: 37 a. emosi keagamaan yang menyebabkan manusia itu bersikap religius; b. sistem keyakinan yang mengandung segala keyakinan serta bayangan manusia tentang sifat-sifat Tuhan, wujud alam gaib, serta segala nilai, norma, dan ajaran dari religi yang bersangkutan; c. sistem ritus dan upacara yang merupakan usaha manusia untuk mencari hubungan dengan Tuhan, dewa-dewa atau makhluk halus yang mendiami alam gaib; d. umat atau kesatuan sosial yang menganut sistem keyakinan tersebut butir b, dan yang melakukan sistem ritus dan upacara tersebut butir c. Keempat komponen di atas terjalin erat satu sama lain sehingga menjadi suatu sistem yang terintegrasi secara utuh. Kepentingan agama menyangkut kepentingan mengenai emosi keagamaan, sistem keyakinan, sistem ritus dan umat yang merupakan satu kesatuan. Hal inilah yang menyebabkan diperlukan adanya perlindungan hukum terhadap agama atau kepentingan agama. 38 37 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, Dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta, 1985, hlm. 144-145. 38 Ibid. Adapun pengertian tindak pidana agama dapat dibedakan menjadi 3 tiga kriteria, yaitu: 39 a. tindak pidana menurut agama; b. tindak pidana terhadap agama; c. tindak pidana yang berhubungan dengan agama atau kehidupan beragama. Selama ini, di dalam KUHP WvS tidak ada pengaturan khusus mengenai delik agama, walaupun ada beberapa delik yang sebenarnya dapat dikategorikan juga sebagai delik agama dalam ketiga pengertian diatas. Delik-delik tindak pidana menurut agama di dalam KUHP itu belum tentu sama dan tidak mencakup semua perbuatan dosaterlarangtercela menurut ajaran atau norma-norma hukum agama. 40 Delik agama dalam pengertian tindak pidana terhadap agama terlihat terutama dalam Pasal 156a KUHP maupun Pasal 156-157 KUHP. Adapun delik agama dalam pengertian tindak pidana yang berhubungan dengan agama atau kehidupan beragama, tersebar antara lain di dalam Pasal 175-181 dan 503 ke-2 KUHP Pada praktiknya pelaksanaan dari unsur delik yang berhubungan dengan penodaan agama sangat sulit untuk ditegakan karena belum adanya kesadaran masyarakat dalam memahami penghormatan antar umat beragama. 39 Barda Nawawi Arief, Delik Agama dan Penghinaan Tuhan Blasphemy Di Indonesia dan Perbandingan Berbagai Negara, BP UNDIP, Semarang, 2010, hlm. 1. 40 Barda Nawawie, “Tindak Pidana Terhadap Agama”, Op.Cit., hlm. 5.

BAB III TINDAK PIDANA BERLATAR BELAKANG AGAMA DI INDONESIA