Pembuatan Larutan Baku Kafein Pengamatan Spektra Kafein

B. Analisis Organoleptis

Analisis organoleptis meliputi pemeriksaan sifat fisik minuman berenergi yaitu warna, bau, dan rasa. Di dalam minuman berenergi merek “X” memiliki komposisi antara lain taurin 1000 mg, kafein 50 mg, vitamin B3 1,5 mg, vitamin B5 1mg, vitamin B6 1,3 mg, gula, air, asam sitrat, perisa tropical fruit, natrium siklamat 175 mg, asesulfam-K, kalium sorbat, natrium sitrat, kuning FCF CI 15985. Hasil analisis organoleptis sampel minuman berenergi merek “X” yaitu warna kuning jingga, hal ini disebabkan karena adanya bahan pewarna kuning FCF CI 15985. Adanya bahan tambahan yaitu perisa tropical fruit, maka bau dari sampel minuman berenergi merek “X” adalah wangi buah. Rasa dari sampel minuman berenergi merek “X” adalah manis asam, karena adanya gula, natrium siklamat, asam sitrat dan asesulfam-K di dalam kandungannya.

C. Pembuatan Larutan Baku Kafein

Pada penelitian digunakan larutan HCl 0,1 N sebagai pelarut dari kafein baku. Hal ini disebabkan karena pelarut yang digunakan dalam sampel adalah air. Sedangkan kafein sukar larut dalam air, sehingga dapat dipastikan kafein dalam sampel minuman berenergi dalam bentuk garam kafein. Untuk menyamakan kondisi dalam penetapan kadar baik kafein baku dan kafein dalam sampel, maka kafein baku yang bersifat basa diubah dulu menjadi bentuk garam dengan bantuan larutan HCl 0,1 N. Reaksi yang terjadi antara kafein dengan HCl yaitu: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI N N N N H 3 C O O C H 3 C H 3 + H C l N N N N H 3 C O O C H 3 C H 3 H + C l - Kafein sukar larut air garam kafein larut air Gambar 7. Reaksi antara kafein dengan HCl Pada gambar diatas terlihat bahwa kafein yang sukar larut air bereaksi dengan HCl membentuk garam kafein yang mudah larut dalam air. Untuk mengamati spektra serapan kafein, maka dibuat tiga seri konsentrasi yaitu 2,0; 3,0; dan 4,0 mg. Kafein yang digunakan dalam pembuatan larutan baku ini berkualitas working standart sehingga ketiga spektrum serapan kafein dapat digunakan sebagai data sekunder dalam analisis kualitatif.

D. Pengamatan Spektra Kafein

Pada pembacaan serapan kafein digunakan rentang panjang gelombang 220-300 nm karena pada rentang panjang tersebut terdapat spektra serapan dan panjang gelombang serapan maksimum λmaks dari kafein. Senyawa yang akan ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri ultraviolet harus memiliki gugus kromofor pada strukturnya agar dapat menyerap radiasi elektromagnet. Gugus kromofor yang dimiliki kafein terdapat ikatan rangkap yang mengandung ikatan π. Ikatan π ini apabila dikenai radiasi elektromagnet akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi yaitu orbital π . N N N N H 3 C O O C H 3 C H 3 = G ugus Krom ofor kafein Gambar 8. Gugus kromofor kafein Spektrum serapan dari kafein dapat dilihat pada gambar berikut. 0.5 1 1.5 2 2.5 210 230 250 270 290 310 panjang gelombang nm absorbansi Gambar 9. Spektra serapan normal kafein λ maks = 272 Keterangan : konsentrasi 2 mg —— , 3 mg —— , 4 mg —— Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa ketiga spektrum kafein dengan pelarut HCl 0,1 N memiliki bentuk yang sama yaitu menurun sampai panjang gelombang 244,9 nm dan kemudian naik membentuk puncak pada panjang gelombang 272 nm setelah itu kembali turun. Puncak yang terbentuk pada spektra merupakan puncak dimana kafein memberikan serapan maksimum. Panjang gelombang serapan maksimum ketiga spektra terletak pada λ yang sama yaitu 272 nm. Panjang gelombang serapan maksimum kafein dalam pelarut asam encer menurut literatur yaitu 273 nm Clarke, 1986. Terdapat perbedaan sebesar 1 nm antara spektra absorbsi maksimum kafein hasil pengamatan dan literatur namun menurut Farmakope Indonesia IV toleransi yang diperbolehkan maksimum 2 nm. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa senyawa yang diamati benar-benar kafein.

E. Pembuatan Larutan Sampel dan Pembacaan Serapan Sampel