-0.5 0.5
1 1.5
2 2.5
220 230
240 250
260 270
280 290
300 310
320
panjang gelombang absorbansi
Gambar 12. Spektra serapan normal kafein dengan sampel minuman berenergi merek “X”. Keterangan : kafein ——, sampel
——
Pada gambar 12, terlihat bahwa spektra kafein baku berbeda dengan spektra sampel. Spektra kafein baku lembah yang terbentuk lebih curam daripada
spektra sampel. Dan puncak yang terbentuk pada spektra kafein dan spektra sampel berbeda. Terjadi pergeseran puncak spektra, dimana puncak spektra
sampel berada pada panjang gelombang yang lebih pendek daripada spektra kafein. Hal ini disebabkan karena di dalam sampel terdapat banyak bahan
tambahan yang memberikan serapan pada rentang 220-300 nm.
F. Penentuan Panjang Gelombang Peak-to-Peak
Spektra serapan normal larutan baku kafein dan sampel minuman berenergi dibuat spektra derivat pertama, kedua dan ketiga. Spektra derivat
pertama dibuat dengan memplotkan dAd λ terhadap panjang gelombang λ.
Spektra derivat kedua dibuat dengan memplotkan d
2
Ad λ
2
terhadap panjang gelombang. Spektra derivat ketiga dibuat dengan memplotkan d
3
Ad λ
3
terhadap panjang gelombang. Amplitudo diperoleh dari selisih 2 panjang gelombang
∆A=Aλ
1
-A λ
2
yang berderet teratur dibagi dengan ∆λ, dalam hal ini ∆λ adalah 2
nm. Digunakan ∆λ 2 nm karena ∆λ ini merupakan ∆λ optimal hasil optimasi. Pada
∆λ ini pengaruh derau atau noise terhadap spektrum tidak terlalu besar dan dapat menunjukkan ketajaman spektrum yang jelas.
Panjang gelombang peak-to-peak ditentukan dari penggabungan spektra derivatif larutan baku dan larutan sampel. Dari hasil penggabungan spektra
derivatif ini kemudian dicari panjang gelombang dimana terdapat spektra yang secara total saling berhimpit menghasilkan puncak maksimum dan puncak
minimum. Pada penentuan panjang gelombang peak-to-peak ini rentang panjang gelombang yang diamati pada 260 nm sampai 290 nm karena kafein memberikan
serapan pada panjang gelombang ini. Spektra derivat pertama larutan baku kafein dan larutan sampel dapat
dilihat pada gambar berikut.
-0.15 -0.1
-0.05 0.05
0.1
220 230 240 250 260 270 280 290 300 310 320
panjang gelombang dAdx
Gambar 13. Spektra derivat pertama kafein dengan sampel minuman berenergi merek “X”. Kafein ——, sampel
——
Pada gambar tersebut belum ditemukan adanya spektra yang secara total saling berhimpit. Oleh karena itu dibuat derivat yang lebih tinggi untuk
memperoleh spektra yang saling berhimpit. Derivatisasi lebih tinggi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mengakibatkan pemecahan puncak-puncak yang lebih rinci dan menghasilkan spektra yang jelas. Spektra derivat kedua larutan baku kafein dan larutan sampel
dapat dilihat pada gambar berikut.
-0.025 -0.02
-0.015 -0.01
-0.005 0.005
0.01 0.015
26 26
2 26
4 26
6 26
8 27
27 2
27 4
27 6
27 8
28 28
2 28
4 28
6 28
8 29
panjang gelombang d2Adx
2
Gambar 14. Spektra derivat kedua kafein dengan sampel minuman berenergi merek “X”. Keterangan: kafein ——, sampel
——
Pada spektra derivat kedua terlihat pemecahan puncak yang lebih terperinci namun masih belum ditemukan adanya spektra yang secara total saling
berhimpit. Oleh karena itu dibuat spektra derivat ketiga untuk menentukan panjang gelombang peak-to-peak. Spektra derivat ketiga larutan baku kafein dan
larutan sampel dapat dilihat pada gambar berikut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-0.01 -0.008
-0.006 -0.004
-0.002 0.002
0.004 0.006
0.008 0.01
260 262 264 266 268 270 272 274 276 278 280 282 284 286 288 290
panjang gelombang d3Adx3
Gambar 15. Spektra derivat ketiga kafein dengan sampel minuman berenergi merek “X”. Keterangan : kafein ——, sampel
——
Pada spektra derivat ketiga terlihat spektra yang secara total saling berhimpit sehingga menghasilkan puncak maksimum dan puncak minimum, yaitu
puncak maksimum pada 271 nm dan puncak minimum pada 273 nm. Panjang gelombang ini merupakan panjang gelombang peak-to-peak. Nantinya panjang
gelombang peak-to-peak ini akan digunakan untuk pengukuran amplitudo pada pembuatan kurva baku dan penetapan kadar sampel.
G. Pembuatan Kurva Baku Kafein