f. Data perlu diperhatikan Panjang sebuah Press Release : dalam
penulisannya sebaiknya tidak lebih dari dua halaman, sehingga perlu dihindari penggunaan kata yang berbelit-belit.
Bagian terakhir dalam penyajian berita namun bagiannya merupakan hal yang tidak kalah penting yaitu berhubungan dengan persyaratan adanya
fakta-fakta yang siap untuk diverifikasi, data terbuka untuk diadakan penelusuran, narasumber yang memberikan informasi mudah dikenali serta
berbagai pertanggungjawaban berita lainnya. Nara sumber dalam berita penting karena berkaitan dengan
kredibilitas media massa yang bersangkutan. Ini dikarenakan, perihal nara sumber berkaitan erat dengan kelanjutan adanya penuntutan bilamana ada
pihak yang merasa dirugikan akan pemberitaan tersebut. Karena itu, masalah nara sumber, jurnalis dituntut untuk se-valid mungkin dalam menyajikan
berita.
2.2. Objektifitas Berita
Media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realisasi dunia yang benar-benar terjadi, agar gambar realitas yang ada di
benak khalayak – the world outside and the pictures in our head, tidaklah bias dikarenakan informasi media massa tidak kontekstual dengan realitas.
Secara ideal, setiap berita yang disajikan dalam suatu media harus memenuhi unsure objektifitas.
Media massa yang sarat dengan informasi adalah pers. Pers merupakan cermin realitas karena pers pada dasarnya lebih menekankan
fungsi sebagai sarana pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita. Fakta dan realitas adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari konsep
objektifitas. Oleh karena itu jika terdapat sebuah paradigma yang berkaitan dengan ilmu jurnalistik, pasti ditemukan sebuah paradigma yang
mensyaratkan adanya konsep objektifitas dalam penyajian berita. Pers senantiasa dituntut mengembangkan pemberitaan yang
obyektif, yaitu “reporting format that generally spates fact from pinion present an emotionally detached view of the news, and strives
for fairness and balanced” DeFleur, 1994 : 635.
Dalam jurnalisme, kebenaran tidaklah bisa diklaim oleh satu pihak, namun harus dikonfirmasikan menurut kebenaran dari pihak lain. Inilah
mengapa pemberitaan di surat kabar selalu dituntut untuk mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektifitas yang juga
sering disebut sebagai pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat sehingga pers mempermudah pembaca
menemukan kebenaran. Selain fairness, pers juga dituntut melakukan pemberitaan yang akurat, tidak bohong, menyatakan fakta bila itu memang
fakta, dan pendapat bila itu memang pendapat, dikutip dari Siebert tahun 1986 Bungin, 2003 : 153 – 154.
Sebagai salah satu prinsip penilaian, objektivitas memang hanya mempunyai cakupan yang lebih kecil dibanding dengan prinsip lain, tetapi
prinsip objektivitas memiliki fungsi yang tidak boleh dianggap remeh, terutama dalam kaitannya dengan kualitas informasi. Objektivitas pada
umumnya berkaitan dengan berita dan informasi. McQuail, 1994 : 129. Objektivitas, betapapun sulitnya, harus diupayakan oleh insan pers.
Objektivitas berkaitan erat dengan kemandirian pers sebagai institusi sosial. Institusi pers dituntut objektif dan netral atas semua fakta. Hal ini penting
mengingat signifikansi efek media terhadap khalayak. Bungin, 2001 : 198- 199
J. Westerstshl 1983 mengembangkan kerangka konseptual dasar bagi usaha meneliti dan mengukur objektivitas pemberitaan yang kemudian
dirinci lebih lanjut oleh Denis McQuail 1992. Meta-konsep objektivitas pemberitaan yang dikembangkan itu memiliki dua dimensi, yakni factuality –
dimensi kognitif atau kualitas informasi pemberitaan; dan impartiality – dimensi evaluatif pemberitaan dihubungkan dengan sikap netral wartawan
terhadap objek pemberitaan, menyangkut kualitas penanganan aspek penilaian, opini, interpretasi subjektif dan sebagainya.
Jurgen Westerstahl menjabarkan konsep objektifitas pada bagan berikut : Bagan 1. Konsep Objektivitas Westerstahl Westerstahl, 1983 : 405
Westerstahl mengajukan komponen utama objektifitas berita dalam observasinya “maintaining objectivity in the dissemination of news can, it
seems to me, most easily be defined as” adherence to certain norm or
standards” Charllote, 2006 : 7 – 8 yang dikutip dari Westerstahl, 1983 : 403.
Dimensi factuality memiliki dua sub-dimensi, yakni truth dan relevance. Truth adalah tingkat kebenaran dan keterandalan reliabilitas
fakta yang disajikan, ditentukan oleh factualness pemisahan yang jelas antara fakta dan opini dan accuracy ketepatan data yang diberikan, seperti
jumlah, tempat, waktu, nama, dan sebagainya. Dikatakan akurat bila terdapat kesesuaian judul berita dengan isi berita dan terdapat pencantuman
waktu. Sub-dimensi relevance mensyaratkan perlunya proses seleksi
menurut prinsip kegunaan yang jelas, demi kepentingan khalayak. Pemberitaan dinyatakan valid apabila sunber berita jelas dan berita berasal
dari wartawan atau dari pelaku langsung sebagai pihak yang berkompeten.
Objectivity
Faktuality Impartiality
Truth Akurat
Relevance Valid
Balance non
partisanship Neutral
Presentation
Sub-dimensi balance berkait dengan proses seleksi, mensyaratkan perlunya proses seleksi yang memberikan equal or proportional
accessattention yakni pemberian akses, kesempatan dan perhatian yang sama sekurangnya proporsional terhadap para pelaku penting dalam berita;
dan even-handed evaluation – yaitu pemilihan penilaian negatif dan positif yang berimbang untuk setiap pihak yang diberitakan. Sebuah berita
dinyatakan seimbang bila masing-masing pihak diberikan porsi yang sama dalam pemberitaan.
Sub-dimensi neutrality bersangkut paut dengan penyajian
presentation. Ditentukan oleh penyajian yang non-evaluatif dan non sensasional. Sebuah berita dikatakan netral apabila tidak terdapat opini dan
penghakiman wartawan. Sebuah pemberitaan bisa dikatakan objektif apabila memenuhi keempat unsur di atas yaitu ; akurat, valid, seimbang, dan netral.
Kefaktualan dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang peristiwa atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan
disajikan tanpa komentar. Impartialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawanreporter, suatu sikap yang menjauhkan setiap penilaian pribadi dan
subyektif demi pencapaian sasaran yang diinginkan. Hanya saja, ada jurnalis yang menempatkan objektifitas sebagai simbol keyakinan di dalam
pekerjaannya, dan ada pula jurnalis yang mengoperasionalisasikan objektifitas dalam rutinitas tugas serta tanggungjawabnya sehari-hari.
Charilote, 2006 : 3.
Objektifitas merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh media dalam menjalankan profesi jurnalistik. Dalam pasal 3,
Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan oleh AJI 14 Maret 2006 dikatakan “wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menetapkan azas praduga tak bersalah”.
Rachma Ida, membuat sebuah kategorisasi yang mengukur objektifitas pers sebuah surat kabar dengan tiras minimal 100.000 eksemplar.
Rachma Ida disini mencoba untuk mengukur Objektifitas pemberitaan surat kabar dengan mengoperasionalisasikan dalam dimensi-dimensi objektifitas
yang terdiri dari aktualitas, fainess dan validitas pemberitaan, berikut kategorisasi objektifitas menurut Rachma Ida Kriyantono, 2006 : 244 dan
juga dalam Bungin, 2003 : 154-155. Akurasi pemberitaan, yaitu menyangkut kejujuran dalam pemberitaan
yang meliputi: 2 Kesesuaian judul berita dengan isi berita.
3 Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa. 4 Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas
kejadian yang ditampilkan. 5 Faktualitas berita, yaitu menyangkut ada tidaknya pencampuran fakta
dengan opini wartawan yang menulis berita. Fairness atau ketidakberpihakan pemberitaan, yaitu yang
menyangkut keseimbangan penulisan berita yang meliputi :
1. Ketidakberpihakan, dilihat dari sumber berita yang digunakan. 2. Ketidahberpihakan dilihat dari ukuran fisik luas kolom.
Validitas keabsahan pemberitaan, diukur dari : Atribusi, yaitu pencantuman sumber berita secara jelas baik identitas
maupun dalam upaya konfirmasi atau check dan re check. Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita yang mendapatkan
informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi peristiwa berita yang menyangkut peristiwa dengan kronologi
kejadiannya, apakah berasal dari apa yang dilihat, atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan atau karena
jabatannya. Kategori ini dibagi menjadi : wartawan, pelaku langsung dan bukan pelaku langsung.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional
Penelitian ini menggunakan metodologi riset kuantitatif yang mengharuskan peneliti mersikap obyektif dan memisahkan diri dari data, karena
riset ini menggambarkan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan. Berdasarkan metodologi di atas, penelitian ini menggunakan metode
analisi isi. Analisis isi digunakan untuk menganlisis isi pesan yang tampak, dengan cara sistematik dan obyektif. Dalam penelitian ini digunakan jenis
penelitian deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematik, faktual, akurat tentang fakta serta sifat yang dimiliki suatu populasi yang diteliti.
3.1.1. P2SEM Prgram Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat
P2SEM program penanganan sosial ekonomi masyarakat adalah program yang ditawarkan oleh sebuah kelompok masyarakat pokmas dengan dana dari
pemerintah. Proses verifikasi terhadap sejumlah kelompok masyarakat pokmas yang menerima dana P2SEM cukup ketat. Untuk pemeriksaan administrasinya
saja bisa membutuhkan waktu 19 hari, karena pemerintah tak ingin dana tersebut salah sasaran. Kelompok yang menerima dana itu atas rekomendasi dari anggota
DPRD Provinsi Jatim yang melakukan penjaringan aspirasi berdasarkan daerah pemilihan di provinsi itu.