OBYEKTIVITAS PEMBERITAAN KASUS KORUPSI P2SEM DI KORAN SURABAYA PAGI (Analisis Isi Obyektivitas Pemberitaan Kasus Korupsi P2SEM yang Melibatkan UPN Veteran Jatim Di Koran Surabaya Pagi Edisi 9, 10, dan 17 Maret 2010 ).

(1)

Melibatkan UPN Veteran Jatim Di Koran Surabaya Pagi Edisi 9, 10, dan 17 Maret 2010 )

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN : “Veteran” Jawa Timur

OLEH :

ABDUL AZIZ BASWEDAN NPM. 0643010377

YAYASAN KEJUANGAN PANGLIMA BESAR SUDIRMAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA

TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2010


(2)

karuniaNya, penulis bisa melaksanakan dan menyelesaikan penelitian yang berjudul “objektivitas pemberitaan kasus korupsi P2SEM di koran Surabaya Pagi”. Tujuan penulis meneliti objektivitas pemberitaan kasus korupsi P2SEM ini adalah untuk mengetahui objektiv atau tidak pemberitaan ini.

Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih, kepada:

1. Allah SWT. Karena telah

melimpahkan segala karuniaNYA, sehingga penulis mendapatkan kemudahan selama proses praktek magang dan penyusunan laporan.

2. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.Si selaku

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Juwito, S.Sos, Msi. selaku

Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi.

4. Bapak Saifuddin Zuhri. Msi. selaku

Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi.

5. Ibu Dra. Dyva Claretta, M.Si sebagai

dosen pembimbing.

6. Dosen-dosen Ilmu Komunikasi yang

telah banyak memberikan ilmu dan dorongan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(3)

b. Sahabat-sahabat terbaik yang selalu ada Tito, Wahyu, Delas, Dita, Lintang, Tyo, Mbak Yanti dan Cak Dimas.

c. Seluruh teman-teman kampus (Kemal, Desna, Kermi, Arie, Doddy, Septian, Resa, Mbah Rowo, Ngok, Kadir, Dewa, Pijar, Ndrenges, Eko, Fandy, Mahmud, Patre’, Anton, Jujur, Doyok, Bom-bom, Eyen, Tuwek, Soak, Merly, Ana, Kiki, Vika dan yang lainnya.

d. Dan Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-satu oleh penulis, yang telah membantu penyelesaian penelitian ini.

.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada.

Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya teman-teman di Jurusan Ilmu Komunikasi.

Surabaya, 26 April 2010

Penulis


(4)

HALAMAN PERSETUJUAN SIDANG ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

ABSTRAKSI ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 11

2.1.1. Komunikasi Massa... 11

2.1.2. Pengertian dan Fungsi Pers... 16

2.1.3. Berita ... 19

2.2. Objektivitas Berita... 28

2.3. Kerangka Berpikir ... 35

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional ... 36

3.1.1. P2SEM ... 36


(5)

3.3.1. Populasi ... 43

3.3.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 44

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.5. Teknik Analisis Data ... 45

3.6. Unit Analisis Data... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan... 47

4.1.1. Gambaran Singkat Surat Kabar Surabaya Pagi... 47

4.2. Penerapan Objektivitas Pemberitaan di Surabaya Pagi... 48

4.2.1. Akurasi Pemberitaan... 53

4.2.2. Validitas Pemberitaan... 55

4.2.3. Keseimbangan Pemberitaan... 58

4.2.4. Netralitas Pemberitaan... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 66

5.2 Saran... 67

Daftar Pustaka ... 69

Lampiran ... 70


(6)

TABEL 4.2 VALIDITAS PEMBERITAAN... 56

TABEL 4.3 KESEIMBANGAN PEMBERITAAN... 59

TABEL 4.4 NETRALITAS PEMBERITAAN ... 61

TABEL 4.5 PELANGGARAN OBJEKTIVITAS... 63

TABEL 4.6 DIMENSI FAKTUAL... 65

TABEL 4.7 DIMENSI IMPARSIAL... 65


(7)

KORUPSI P2SEM DI KORAN SURABAYA PAGI (Analisis Isi Obyektivitas Pemberitaan Kasus Korupsi P2SEM yang Melibatkan UPN Veteran Jatim Di Koran Surabaya Pagi Edisi 9, 10, dan 17 Maret 2010 ).

Koran Surabaya Pagi merupakan koran lokal di Kota Surabaya, sehingga pemberitaan yang disajikan oleh koran Surabaya pagi dapat membentuk opini masyarakat Kota Surabaya. Berita yang disajikan tentang kasus korupsi dana P2SEM yang melibatkan UPN Veteran Jatim ini harus objektif, karena dapat mepengaruhi citra UPN Veteran Jatim. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui objektivitas pemberitaan kasus korupsi P2SEM yang melibatkan UPN Veteran Jatim di koran Surabaya Pagi edisi 9, 10, dan 17 Maret 2010.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori dari Jurgen Westertahl dengan elemen pengujian akurasi, validitas, keseimbangan, dan netralitas. Karena teori ini dapat menilai objektif atau tidaknya sebuah pemberitaan di media, pemberitaan bisa dikatakan objektif apabila semua elemen di atas terpenuhi.

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode analisis isi. Populasi penelitian ini adalah seluruh berita tentang kasus korupsi dana P2SEM yang melibatkan UPN Veteran Jatim yang dimuat di surat kabar Surabaya Pagi pada tanggal 9, 10, 17 maret 2010. Teknik pengambilan sample yang digunakan penulis adalah total sampling, yaitu sample diambil secara keselurahan dari jumlah populasi yang didasarkan pada keseluruhan unit populasi, yakni berita kasus korupsi dana P2SEM yang melibatkan UPN veteran Jatim di harian Surabaya pagi yang menjadi populasi dalam penelitian ini. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diambil secara langsung dari harian Surabaya Pagi dan Untuk menganalisis data, terlebih dahulu data yang terkumpul akan diuraikan dengan menggunakan lembar koding.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum berita tentang kasus korupsi dana P2SEM yang melibatkan UPN Veteran Jatim ini belum objektif. Unsur yang belum terpenuhi oleh koran Surabaya pagi adalah akurasi, keseimbangan, dan netralitas. Sedangkan unsur validitas telah terpenuhi, meski begitu berita ini dinyatakan belum objektif karena masi ada unsur-unsur yang belum terpenuhi.

Jadi dari penelitian pemberitaan kasus korupsi dana P2SEM di Surabaya Pagi tidak objektiv, karena belum memenuhi seluruh unsur-unsur objektivitas. Diharapkan Surabaya Pagi dapat lebih mengedepankan objektivitas dalam menyajikan sebuah pemberitaan agar tidak terdapat kesalahan persepsi pada pembacanya.


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu kebutuhan utama manusia adalah informasi, dalam perkembangan yang terjadi saat ini semakin banyak individu maupun kelompok yang membutuhkan informasi. Informasi tidak hanya digunakan sebagai kebutuhan semata, melainkan juga alat untuk mendapatkan kekuasaan. Penguasaan terhadap media informasi mampu menjadikan kita sebagai penguasa. Seperti yang ada dalam pandangan umum bahwa penguasa media informasi merupakan penguasa masa depan. (Romli 1999:26)

Faktor terbesar yang bisa menunjang penyebaran informasi kepada khalayak adalah dengan media massa. Media massa telah menjadi fenomena tersendiri dalam proses komunikasi, hal ini bisa tergambar dari relita yang ada saat ini banyak koran-koran baru, stasiun televisi baru, dan berbagai sarana media massa. Masing-masing media mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri.

Salah satu kelebihan surat kabar dibanding media lain adalah surat kabar lebih terdokumen, sehingga bisa “dikonsumsi” kapan dan dimana saja. Berbeda dengan penyajian informasi pada media televisi, di media televisi kita harus berada di depan televisi pada jam-jam tertentu. Hal inilah yang membuat surat kabar masih tetap disukai. Karena berita di surat kabar lebih terdokumen maka


(9)

efek negatifnya akan lebih termemori (apabila pemberitaan tersebut negatif), begitu juga sebaliknya.

Semakin banyaknya jumlah dan beragamnya jenis surat kabar yang beredar di masyarakat saat ini dapat memberi dampak maupun pengaruh pada penerbit surat kabar maupun pembaca. Pengaruh akan banyaknya penerbit adalah konsumen / pembaca akan lebih selektif dalam pemilihan surat kabar, sedangkan untuk penerbit mereka harus selalu berupaya memperbaiki dan meningkatkan penyajian berita-beritanya.

Untuk dapat memberikan informasi kepada masyarakat, media atau pers dituntut untuk bisa menambah pengetahuan pembacanya dengan menyajikan informasi yang memiliki kebenaran, kepentingan, dan manfaat. Dengan banyaknya aneka ragam surat kabar pembaca menjadi lebih selektif dalam memilih suat kabar yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Setiap surat kabar mempunyai ragam berita, mulai dari bidang ekonomi, sosial, poltik, budaya, kriminal, sampai pada pemberitaan seleb. Surat kabar dapat memberikan porsi yang berbeda terhadap suatu kejadian yang sama. Surat kabar satu menyajikan sebuah berita sebagai berita utama belum tentu pemberitaan tersebut menjadi berita utama pula di surat kabar lain, bahkan bisa saja tidak dimuat sama sekali.

Berita diproduksi dan didistribusikan oleh pers. Pers menyandang peran ganda yaitu sebagai produsen berita dan saluran dalam sebuah proses komunikasi. Pers sebagai penghubung antara komunikator dengan komunikan. Kebebasan


(10)

media dilindungi oleh undang-undang yang menjamin beropini dan kebebasan memberikan informasi kepada masyarakat.

Berita harus memenuhi beberapa unsur yang nantinya akan membuat suatu berita tersebut bisa layak untuk dimuat. Pertama-tama berita harus cermat dan tepat atau dalam bahasa jurnalistik harus akurat. Selain akurat berita harus lengkap, adil, dan berimbang. Kemudian berita pun harus tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri atau dalam bahasa akademis berita harus objektif. Karena berita memliki power untuk membentuk opini publik, jadi sesuatu yang ditulis oleh media harus memenuhi unsur-unsur di atas agar tidak ada pihak yang dirugikan. (Kusumaningrat 2006 : 47)

Akhir-akhir ini banyak berita kasus korupsi yang muncul di media, baik itu korupsi dalam jumlah besar maupun kecil. Ada yang mengkorupsi uang negara, ada juga yang korupsi dengan jalan menerima sogokan untuk memudahkan jalur sesuatu. Salah satu kasus korupsi yang ada sekarang adalah kasus korupsi dana P2SEM (Prgram Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat). P2SEM merupakan dana yang turun dari pemerintah melalui BAPEMAS (Badan Pemberdayaan Masyarakat) untuk kegiatan kemasyarakatan, dari BAPEMAS turun ke pokmas (kelompok masyarakat) antara lain ; organisasi, pondok pesantren, perguruan tinggi, dan lain-lain. Salah satu penerima dana P2SEM adalah UPN Veteran Jawa Timur.

Berita mengenai kasus korupsi P2SEM (Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat) yang melibatkan UPN Veteran Jawa Timur cukup


(11)

menghebohkankan. Tidak tanggung-tanggung rektor UPN Veteran Jawa Timur (Teguh Soedarto) ada dalam pemberitaan di koran Surabaya Pagi. Beliau juga diperiksa atas temuan korupsi dana P2SEM (Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat). Beliau diperiksa dalam dugaan korupsi yang disangkakan kepada mantan ketua Fraksi Golkar DPRD Jatim Lambertus L. Wayong.

Surabaya Pagi memberitakan kasus P2SEM yang melibatkan UPN “VETERAN” Jawa Timur dalam tiga edisi. Pada harian Surabaya Pagi, pemberitaan kasus P2SEM yang menyeret kampus UPN diberitakan pertama kali pada tanggal 09 Maret 2010. Surabaya Pagi memberikan judul kasus ini “Rektor UPN Terseret Kasus Korupsi Rp. 1,9 Miliar”, untuk pengunaan font pada judul, Surabaya Pagi menggunakan font besar. Surabaya Pagi memberitakan, Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Surabaya, Teguh Soedarto, terseret korupsi dana Program Penangan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Rp 1,9 milyar. Kemarin (8/3), Teguh diperiksa penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya. Ini setelah penyidik menetapkan mantan ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Jatim Lembartus L. Wayong sebagai tersangka (Surabaya Pagi, 09 Maret 2010). Dalam judul tersebut koran Surabaya Pagi seakan-akan menuduh rektor UPN Veteran Jatim ini korupsi, padahal dalam isi berita dinyatakan bahwa rektor UPN Veteran Jatim diperiksa sebagai saksi.

Pada edisi pemberitaan kasus P2SEM yang kedua, tanggal 10 Maret 2010, Surabaya Pagi memberikan judul “Rektor UPN terancam jadi tersangka” ini lebih banyak mencantumkan kutipan wawancara dari pihak Ketua Kejari Surabaya yaitu Fadil Zumhana dan pihak Humas UPN yang diwakili Diana Amalia dan


(12)

Haryo S. Berdasarkan keterangan pihak Kejari Surabaya yang dimuat dalam edisi ini, pihak kejari masih menunggu perkembangan hasil penyidikan untuk merubah status Rektor UPN. Pemeriksaan juga terkait dugaan adanya keterlibatan Rektor dengan pihak Lembartus L. Wayong dalam pembagian fee (Surabaya Pagi edisi 10 Maret 2010). Dalam judul pemberitaan ini ditulis bahwa rektor UPN Veteran Jatim terancam jadi tersangka, padahal dalam kutipan wawancara dengan Fadil (kepala Kejaksaan Negeri) Surabaya beliau (Fadil) mengatakan “kalau ditemukan adanya pelanggaran hukum dan indikasi penyelewengan dana P2SEM maka statusnya bisa jadi tersangka, kita tunggu saja pengembangan hasil penyidikannya.” Dalam kutipan tersebut tidak ada kata-kata yang mengarah bahwa Rektor UPN telah terancam menjadi tersangka.

Sedangkan berdasar keterangan dari pihak humas UPN, Teguh (Rektor) tidak tahu-menahu tentang penyalahgunaan dana P2SEM tersebut, pihak humas juga tidak mengetahui apakah Teguh kenal dekat dengan Lembartus L. Wayong, justru yang kenal dekat adalah Johan Mashusdi (salah satu dosen UPN Veteran Jatim). Sedangkan menurut Haryo S, pihaknya menyangkal tentang dugaan pemotongan dana P2SEM yang dilakukan pihak UPN, kalaupun ada pemotongan dana bisa saja dilakukan oleh Lembartus L. Wayong atau pihak Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas).

Di ahir edisi pemberitaan kasus P2SEM oleh pihak Surabaya Pagi, Koran tersebut memberikan judul “Lambartus Diperiksa Hari Ini”. Dalam pemberitaan kasus tersebut, dijelaskan oleh Surabaya Pagi bahwa Lembartus L. Wayong, berdasarkan bukti ikut serta memotong dana hibah P2SEM yang disalurkan


(13)

kepada pihak UPN. Pihak UPN yang menggunakan makelar untuk menyampaikan tujuh proposal kegiatan yang bernilai Rp 1,9 milyar, tujuh proposal tersebut ternyata disetujui oleh Badan Pemberdaya Masyarakat (Bapemas). Namun hanya dua proposal saja dana kegiatan yang diserahkan kepada pihak LPPM dengan nilai Rp 700 juta untuk dua jenis kegiatan. Salah satunya Rp 450 juta digunakan untuk pembuatan minuman khas di daerah Malang, dari dana tersebutlah 60 persen diminta oleh makelar, jumlah itulah yang bermuara ke tangan Lembartus.

Berita di atas merupakan kutipan dari koran Surabaya Pagi, dalam tiga edisi koran Surabaya Pagi yaitu edisi tanggal 9, 10, dan 17 Maret 2010. Dalam penulisan berita tersebut judul berita dituliskan dengan ukuran besar. Menurut Junaedhi (1991 : 29) berita yang ditulis dengan huruf ukuran besar pada judulnya merupakan berita utama atau berita istimewa. Berita utama dilakukan seselektif mungkin sesuai dengan kebijaksanaan redaksionalnya, dan sesuatu yang dianggap paling pantas diketahui oleh masyarakat pada saat itu. Dalam sebuah berita bisa terbentuk opini publik yang kuat, sehingga dalam penulisan berita wartawan harus obyektif dalam penulisannya, apalagi berita ini merupakan headline dalam Surabaya Pagi.

Definisi tentang objektivitas berita sangat beragam, namun secara sederhana dapat dijelaskan bahwa berita yang obyektif adalah berita yang menyajikan fakta, tidak berpihak dan tidak melibatkan opini dari wartawan. Objektivitas menurut mcQuail (1994 : 130) lebih merupakan cita-cita yang diterapkan seutuhnya. Dalam sistem media massa yang memiliki keanekaragaman eksternal, terbuka kesempatan untuk penyajian informasi yang memihak, meski


(14)

sumber tersebut harus bersaing dengan sumber informasi lainnya yang menyatakan dirinya obyektif. Meskipun demikian tidak sedikit media yang mendapatkan tuduhan “media itu tidak obyektif”.

Objektivitas berita merupakan suatu keadaan berita yang disajikan secara utuh dan tidak bersifat memihak salah satu sumber berita, yang bertujuan untuk memberi informasi dan pengetahuan kepada konsumen. (flournoy, 1986 : 48). Setiap berita yang disajikan dalam suatu surat kabar atau majalah harus memenuhi unsur objektivitas. Objektivitas berita merupakan hal yang sangat penting dalam penyajian sebuah berita. Penyajian berita yang tidak obyektif dapat menimbulkan banyak ketidakseimbangan, artinya bahwa berita hanya disajikan berdasarkan informasi pada sumber berita yang kurang lengkap dan cenderung sepihak.

Dalam jurnalisme, kebenaran tidaklah bisa diklaim oleh satu pihak, namun harus dikonfirmasikan menurut kebenaran dari pihak lain. Inilah mengapa pemberitaan di surat kabar selalu dituntut untuk mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektifitas yang juga sering disebut sebagai pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat sehingga pers mempermudah pembaca menemukan kebenaran. Selain fairness, pers juga dituntut melakukan pemberitaan yang akurat, tidak bohong, menyatakan fakta bila itu memang fakta, dan pendapat bila itu memang pendapat, dikutip dari Siebert tahun 1986 (Bungin, 2003 : 153 – 154).

Sebuah berita bisa dikatakan obyetif bila memenuhi beberapa unsur, diantaranya adalah tidak memihak, transparan, sumber berita yang jelas, tidak ada


(15)

tujuan atau misi tertentu. Dilihat dari beberapa unsur di atas banyak sekali berita yang disajikan belum memenuhi unsur-unsur objektivitas atau bisa dikatakan bahwa berita tersebut tidak obyektif. Suatu berita yang disajikan tidak obyektif hanya akan menguntungkan salah satu pihak dan akan merugikan pihak lain. Dimensi-dimensi objektifitas menurut Rachma Ida terdiri dari aktualitas, fairness dan validitas pemberitaan, dalam akurasi pemberitaan dituliskan bahwa harrus ada kesesuaian judul dengan isi berita. (Kriyantono, 2006 : 244 dan juga dalam Bungin, 2003 : 154-155).

Untuk dapat memahami ketimpangan arus informasi peneliti sengaja memilih surat kabar Harian pagi Surabaya Pagi. Surat kabar Surabaya Pagi dipilih sebagai obyek penelitian karena Surabaya Pagi merupakan salah satu surat kabar besar di Surabaya, sehingga dampak dari berita yang dikeluarkan oleh Surabaya Pagi akan luas membentuk opini publik di kota Surabaya. Alasan kedua penulis memilih koran Surabaya Pagi karena pemberitaan kasus korupsi P2SEM yang melibatkan UPN Veteran Jatim ini menjadi sebuah berita yang istimewa, berita ini menggunakan font dengan size besar pada judulnya dan menjadi headline di surat kabar ini. Dalam pemberitaan Surabaya Pagi di atas judul yang diberikan terkesan menjudge rektor UPN Veteran Jatim telah bersalah.

Kesesuaian judul dengan isi berita juga merupakan salah satu bentuk kejujuran jurnalis. Bila ingin berita laku keras, maka haruslah para jurnalis mencuri berita yang memiliki nilai penting dimata khalayak, bukannya melalui mengarang judul berita yang se bombastis mungkin sedangkan tidak tercermin pada isi beritanya.


(16)

Berita-berita yang menyangkut institusi seperti ini bisa memperburuk citra institusi apabila pemberitaannya tidak obyektif. UPN Veteran Jatim merupakan salah satu universitas yang berada dalam lima besar ranking universitas swasta di Surabaya, lebih tepatnya urutan ke lima di bawah UK Petra, UBAYA, UK Widya Mandala, dan UNITOMO.(sumber : http://www.4icu.org/id/ )

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah analisis isi sehingga diperoleh pemahaman yang akurat dan penting. Analisisnya adalah berita di surat kabar yang analisis ini digunakan untuk mengkaji pesan-pesan di media (flournoy, 1986 : 12). Pemanfaatan ilmu komunikasi media massa dapat diperoleh secara tepat implementasi di lapangan atas objektivitas pers dari surat kabar yang menjadi subyek penelitian (McQuail, 1994 : 179).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas yang melandasi penelitian ini, maka penelitian dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah Objektivitas pemberitaan kasus korupsi P2SEM di koran Surabaya Pagi.”

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui objektivitas pemberitaan kasus korupsi P2SEM di koran Surabaya Pagi.


(17)

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan teoritis : Menambah kajian ilmu komunikasi yang berkaitan dengan penelitian objektivitas berita, sehingga hasil penelitin ini diharapkan bisa menjadi landasan pemikiran untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Kegunaan praktis : penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan bagi redaksi Surabaya Pagi dalam memberitakan kasus korupsi P2SEM tidak memihak, transparan, dan sumber berita yang jelas.


(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1 Komunikasi Massa

Didalam mengarungi kehidupan, manusia tidak lepas dari berkomunikasi baik dengan diri sendiri, orang lain maupun dengan media massa. Komunikasi telah mencapai tingkat dimana orang berbicara secara serempak dan serentak dengan jutaan manusia, hal itu dilakukan melalui media massa atau disebut komunikasi massa. Komunikasi masa menurut Bittner (dalam Rakhmat, 2001 ).

“mass Communication is message communication through a mass medium to large number of people” (Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang).

Sedangkan menurut Devito yang dikutip dari Effendy (2001) mendefinisikan komunikassi massa sebagai “First mass Comunication is communication addressed to the masses to an extremely large audience. This does not mean that the audience include all people or everyone who reads or everyone who whatches television, rather it means am audience that is large an generally rather people defined. Second, mass communication isperhap most easilu logically defined by its forms : television, radio, newspaper, magazine, film, books, and tapes.” ( pertama komunikasi massa adalah komunikasi yang


(19)

ditunjukan kepada massa kepada khalayak yang luar biasa banyaknya, ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton televise, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pula umumnya agak sukar untuk didefenisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan visuak. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinikasikan menurut bentuknya : televise, radio, surat kabar, tabloid, film, buku dan pita).

Lebih lanjut Efendy (2001) menegaskan tentang pengertian komunikasi massa yaitu : “Mass communication is process by which a message is transmitted through one more of the mass media (Newspaper, Radio, television, movies, magazine, and books) to an audience that is relatively large an animous.”

Jadi komunikasi massa adalah proses menyebarkan pesan melalui salah satu media massa (Tabloidm radiom televise, bioskop, dan buku-buku) kepada khalayak luas yang tidak dikenal.

McQuail (2001) dalam bukunya Teori komunikasi Massa. Suatu pengantar, menjabarkan tentang ciri-ciri komunikasi massa yaitu “ sumber komunikasi massa bukanlah satu orang tetapi organisasi formal, “sang pengirim”nya seringkali merupakan komunikator professional. Komunikan (penerima) adalah bagian dari khalayak luas. Peasanya tidak unik beraneka ragam dapat diperkirakan. Seringkali diprosses, distadarisasikan dan selalu diperbanyak.


(20)

Pesan itu juga merupakan suatu produk dan komodisi yang mempunyai nilai tukar, serta acuan simbolik yang mengandung nilai “kegunaan”.

Hubungan antara pengirim dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali bersifat interaktif. Komunikasi massa sering sekali mencakup kontak secara serentak antara satu pengiriman dengan banyak penerimaan, menciptakan pengaruh luas dalam waktu singkat, dan menimbulkan respon seketika dari banyak orang serentak.

Senada dengan McQuail, Effendy (2001) memberikan cirri-ciri tentang komunikasi Massa yaitu :

1. Komunikator pada komunikasi massa

Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga yaitu suatu institusi atau organisasi, maka komunikatornya melembaga (Institusionalized Communication / Organaized Communicator). Komunikator pada komunikasi massa misalnya warttawan tabloid, karena media yang digunakan adalah suatu lembaga. Dalam menyebarluaskan pesan komunikasinya bertindak atas nama lembaga, sejalan dengan kebijakan (policy) tabloid yang diwakilinya. Ia tidak mempunyai kebebasan individual, jadi kebebasan mengemukakan pendapat (Freedom of Expression atau Feredom of Opinion) merupakan kebebasan terbatas


(21)

2. Komunikan pada komunikasi massa bersifat homogeny

Komunikan bersifaat hetrogen karena didalam keberadaannya secara terpencar-pencar, dimana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, masing-masing berbeda dalam berbagai hal antara lain jenis kelamin, usia, agama, ideologi, pekerjaan, pendidikan, pengalaman, kebudayaan, pandangan hidup, keinginan dari komunikan.

Satu-satunya cara untuk mendekati keinginan selalu khalayak adalah dengan mengelompokan mereka menurut jenis kelamin, usia, agama, pekerjaan, pendidikan, kebudayaan, hobby, dan lain-lain. Hampir semua tabloid, surat kabar, radio, televise, menyajikan acara atau rubric tertentu yang diperuntukan bagi anak-anak, remaja, dewasa, wanita dewasa, remaja putrid, pedagang, petani, ABRI, AU, pemeluk agama Islam, Kristen, Budha, Hindu, dan lain-lainnya; para penggemar music, film, sastra; dan kelompok-kelompok lainya.

3. Pesan pada Komunikasi massa bersifat umum

Pesannya bersifat umum karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Media massa akan menyiarkan berita seoarng menteri yang meresmikan proyek pembangunan tetapi tidak menyiarkan berita seorang mentri yang menyelenggarakan khitanan putranya. Perkucualian bagi seorang kepala Negara, media massa kadang memberikan perihal beliau merayakan ulang tahunnya, menikahkan putra-putrinya, hobinya berburu, walaupun sebetulnya tidak ada hubungannya untuk kepentingan umum.


(22)

4. Komunikasi massa berlangsung satu arah

Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator. Wartawan sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan pembaca terhadap pesan atau berita yang disiarkan. Yang dimaksudkan dengan “tidak mengetahui” adalah tidak mengetahui pada waktu proses komunikasi itu berlangsung. Mungkin saja komunikator mengetahui juga, misalnya melalui rubrik “suara pembaca” atau “suara pendengar” yang biasanya terdapat di tabloid, surat kabar maupun radio. Tetapi semua itu terjadi setelah komunikasi dilancarkan oleh komunikator, sehingga komunikator tidak bisa memperbaiki gaya komunikasi seperti yang biasa terjadi pada komunikasi tatap muka. Untuk menghindari hal tersebut maka komunikator harus melakukan perencanaan dan persiapan sedemikian rupa sehingga pesan yang disampaikan kepada komunikasi haruslah komunikatif.

5. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan.

Hal ini merupakan ciri hakiki di music atau penyanyiingkan dengan media komunikasi yang lain. Poster dan papan pengumuman adalah media komunikasi tetapi bukan media komunikasi massa karena tidak mengandung cirri keserempakan. Pesan yang disampaikan tidak diterima oleh khalayak dengan melihat poster atau papan pengumuman secara serempak atau bersama-sama. Lain dengan radio, televise, tabloid, surat kabar, pesan yang disampaikan secara serempak bisa diterima oleh khalayak.


(23)

2.1.2. Pengertian dan Fungsi Pers

Pers berasal dari perkataan belanda pers yang artinya menekan atau mengepres. Kata pers merupakan padanan dari kata press dalam bahasa inggris berarti menekan atau mengepres. Jadi, secara harfiah kata pers atau press

mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantara barang cetakan. Tetapi, sekarang kata pers atau press ini digunakan untuk merujuk semua kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan yang berhubungan dengan menghimpun berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun wartawan media cetak (kusumaningrat, 2006 : 17).

Pers mengandung dua arti, arti sempit dan arti luas. Dalam arti sempit pers hanya menunjuk kepada media cetak berkala : surat kabar, majalah, dan tabloid, sedangkan pers dalam arti luas pers bukan hanya menunjuk pada media cetak berkala melainkan juga mencakup media elektronik auditif dan media elektronik audivisual berkala yakni radio, televisi, film, dan media on line internet. Pers dalam arti luas berarti media massa. Dalam paparan ini yang akan dibahas adalah pers dalam arti sempit, khususnya surat kabar. Surat kabar adalah media massa paling tua dan merupakan media yang paling banyak dan luas penyebarannya (Sumadiria 2005 : 31).

Secara yuridis formal, seperti dinyatakan dalam pasal 1 ayat (1) UU pokok pers no. 40/1999, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan,


(24)

suara, dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan segala jenis media yang tersedia (Sumadiria 2005 : 32).

Pers adalah lembaga kemasyarakatan yang merupakan sub sistem dari sistem kemasyarakatan tempat ia beroperasi, bersama-sama dengan sub sistem lainnya. Dengan demikian maka pers tidak hidup secara mandiri, tetapi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Pers cenderung untuk mempunyai kualitas penyesuaian, yang berarti ia akan menyesuaikan kepada perubahan dalam lingkungan demi kelangsungan hidupnya. Apabila pers tidak mampu menyesuaikan diri kepada perubahan kondisi dan situasi lingkungan maka ia akan mati ( Efendy, 2002 : 62 ).

Fungsi pers menurut Kusumaningrat (2006 : 27) :

1. Fungsi Informatif, yaitu memberikan informasi atau berita kepada khalayak ramai dengan cara yang teratur . pers menghimpun berita yang dianggap berguna dan penting bagi orang banyak mekudian menuliskannya dengan kata-kata.

2. Fungsi Kontrol, yaitu pers masuk ke balik panggung kejadian untuk menyelidiki pekerjaan pemerintah atau perusahaan, pers harus memberitakan apa yang berjalan baik maupun yang berjalan tidak baik.

3. Fungsi Interpretatif dan Direktif, yaitu pers harus menceritakan kepada masyarakat tentang arti suatu kejadian, biasanya dilakukan pers melalui tajuk rencana atau tulisan-tulisan latar belakang.


(25)

4. Fungsi Menghibur, yaitu para wartawan menuturkan kisah-kisah dunia dengan hidup dan menarik.

5. Fungsi Regeneratif, yaitu pers membantu menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru agar terjadi proses regenerasi dari angkatan yang sudah tua kepada angkatan yang lebih muda.

6. Fungsi Pengawalan Hak-hak Warga Negara, yaitu mengawal dan mengamankan hak-hak pribadi.

7. Fungsi Ekonomi, yaitu melayani sistem ekonomi melalui iklan. Tanpa radio, televisi, majalah, dan surat kabar, maka beratlah untuk dapat mengembangkan perekonomian sepesat seperti sekarang.

8. Fungsi Swadaya, yaitu pers mempunyai kewajiban untuk memupuk kemampuannya sendiri agar ia dapat membebaskan dirinya dari pengaruh-pengaruh serta tekanan-tekanan dalam bidang keuangan.

Lebih lanjut Sumadiria ( 2005 : 32-35 ) menjelaskan bahwa ada lima fungsi pers yang unversal, kerena fungsi ini dapat ditemukan pada setiap negara di dunia yang menganut paham demokrasi, kelima fungsi tersebut adalah :

1. Informasi ( to inform ), menyampaikan informasi secepat-cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya.

2. Edukasi ( to educate ), apapun informasi yang disampaikan oleh pers hendaknya dalam kerangka mendidik.


(26)

3. Koreksi (to influence), pers akan senantiasa menyalak ketika melihat berbagai penyimpangan dan ketidak-adilan dalam suatu masyarakat atau negara.

4. Rekreasi ( to entertaint ), menghibur, pers harus memerankan dirinya sebagai wahana rekreasi yang menyenangkan sekaligus yang menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat.

5. Mediasi ( to mediate ), mediasi artinya penghubung. Bisa juga disebut sebagai mediator atau fasilitator.

2.1.3. Berita

Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik, dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media on line internet. Berita berasal dari bahasa sansekerta, yaitu urit yang dalam bahasa Inggris disebut write, yang berarti sebenarnya adalah ada atau terjadi. Sebagian ada yang menyebut dengan Writta, artinya kejadian atau yang telah terjadi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia karya Poerwadarminto, berita diperjelas menjadi laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.

Sedangkan menurut McQuail (1989 : 189) berita merupakan sesuatu yang bersifat metafistik dan sukar dijawab kembali dalam kaitannya dengan institusi dan kata putus mereka yang bersifat rasa dan sulit diraba karena kehalusannya.


(27)

Berita bukanlah cermin kondisi sosial, tetapi laporan tentang salah satu aspek yang telah menonjolkannya sendiri.

Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya, alamat, dan penanggungjawabnya, fakta tersebut ditemukan oleh jurnalis dengan cara yang sesuai dengan standar operasional dan prosedur dalam profesi jurnalistik (panuju, 2005 : 52).

Dari beberapa definisi tersebut dapat dirangkum bahwa berita adalah laporan dari kejadian yang penting atau peristiwa hangat, dapat menarik minat atau perhatian para pembaca. Berita merupakan gudang informasi, dan berita merupakan bagian terpenting dari tabloid atau surat kabar.

Menurut Djuroto (2002 : 48) untuk membuat berita paling tidak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Menjaga objektivitas dalam pemberitaan.

2. Faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa hingga tinggal sebagian saja.

3. Berita itu harus menceritakan segala aspek secara lengkap.

Sedangkan menurut Kusumaningrat (2006 : 47) unsur-unsur yang membuat suatu berita layak untuk dimuat ada tujuh yaitu ; Akurat, Lengkap, Adil, Berimbang, Objektif, Ringkas, Jelas, dan Hangat.


(28)

Selain unsur-unsur berita wartawan juga harus memikirkan nilai berita, dalam cerita atau berita itu tersirat pesan yang ingin disampaikan waratwan kepada pembacanya. Ada tema yang diangkat dari suatu peristiwa. Nilai berita ini menjadi menentukan berita layak berita. Menurut Ishwara (2005 : 53) peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai berita ini misalnya yang mengandung konflik, bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan kedekatan, keganjilan,

human interest, seks, dan aneka nilai lainnya.

Berita memiliki banyak jenis, Menurut Sumadiaria ( 2005 : 69-71 ) dalam dunia jurnalistik berita berdasarkan jenisnya dapat dibagi dalam tiga kelompok :

1. Elementary yaitu :

a. Straight News report adalah laporan langsung mengenai suatu peristiwa. Biasanya berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari what, when, why, where, who, dan how (5W+1H).

b. Depth News Report merupakan laporan yang sedikit berbeda dengan Straight News report. Reporter (wartawan) menghimpun informasi dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri sebagai informasi tambahan untuk peristiwa itu sendiri.

c. Comprehensive News merupakan laporan tentang fakta yang bersifat menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Berita menyeluruh, mencoba menggabungkan berbagai serpihan fakta itu dalam satu bangunan cerita peristiwa sehingga benang merahnya terlihat dengan jelas.


(29)

2. Intermediate yaitu :

a. Interpretative Report lebih dari sekedar Straight News report dan

depth news . berita interpretative biasanya memfokuskan pada sebuah isu, masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Dalam jenis laporan ini reporter menganalisis dan menjelaskan.

b. Feature Story berbeda dengan jenis berita-berita di atas yang menyajikan informasi-informasi penting, di feature story penulis mencari fakta untuk menarik perhatian pembaca. Penulisan feature lebih bergantung pada gaya penulisan dan humor daripada pentingnya informasi yang disajikan.

3. Adnance yaitu :

a. Depth Reporting adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat mendalam, tajam, lengkap, dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal atau aktual.dengan membaca karya pelaporan mendalam, orang akan mengetahui dan memahami dengan baik duduk perkara suatu persoalan dilihat dari berbagai perspektif atau sudut pandang.

b. Investigative Reporting berisikan hal-hal yang tidak jauh berbeda dengan laporan interpretatif. Berita jenis ini biasanya memusatkan pada sejumlah masalah dan kontroversi. Dalam laporan investigatif waratawan melakukan penyelidikan untuk memeperoleh fakta yang


(30)

tersembunyi demi tujuan. Pelaksanaannya sering ilegal atau tidak etis

c. Editoral Writing adalah pikiran sebuah institusi yang diuji di depan sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta dan opini yang menafsirkan berita-berita yang penting dan mempengaruhi pendapat umum

Yang dapat membedakan antara berita dengan bukan berita salah satunya adalah pada ada tidaknya opini. Hal ini didasari bahwa sebuah berita berasal dari suatu fakta sedangkan opini berangkat dari suatu pemikiran. Berita mempresentasikan fakta sedangkan opini mempresentasikan gagasan atau ide. Dalam kacamata jurnalistik, tidak semua fakta adalah berita.

Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya, fakta tersebut dihimpun oleh jurnalis dengan cara yang sesuai dengan standart operasional dan prosedur dalam profesi jurnalistik (jurnal mata kuliah dasar-dasar jurnalistik).

Untuk membuat berita paling tidak, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Menjaga objektifitas dalam pemberitaan.

2. Fakta tidak boleh diputar balikkan sedemikian rupa hingga tinggal sebagian saja.


(31)

Berdasarkan pasal dari kode etik jurnalistik milik AJI (pasal 3/14 Maret 2006) dijabarkan melalui sebagai berikut :

a. Menguji informasi berarti melakukan cek dan re-cek tentang kebenaran informasi.

b. Berimbang dengan memberikan ruang pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.

c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan.

d. Azas praduga tak bersalah adalah prinsip dengan tidak menghakimi seseorang.

Setiap berita yang disuguhkan harus dapat dipercaya namun juga dapat menarik perhatian khalayak sehingga lewat menyajikan hal-hal yang factual dari apa adanya, kebenaran isi cerita yang disampaikan tidak menimbulkan tanda tanya dan ada kesesuaian dari judul dengan isi berita.

Unsur yang penting dalam menyajikan berita adalah kesesuaian antara judul berita dengan isinya, terlebih lagi bagi media massa cetak dengan pembaca yang memiliki karakteristik pembaca sekilas. Judul berita harus mempresentasikan seluruh isi berita, hal ini dimaksudkan untuk menghindari salah persepsi saat berita dibaca hanya menarik saat dibaca sekilas oleh khalayak melalui judul yang bombastis namun tidak sesuai dengan isi.

Kesesuaian judul dengan isi berita juga merupakan salah satu bentuk kejujuran jurnalis. Bila ingin berita laku keras, maka haruslah para jurnalis


(32)

mencuri berita yang memiliki nilai penting dimata khalayak, bukannya melalui mengarang judul berita yang se bombastis mungkin sedangkan tidak tercermin pada isi beritanya.

Pada jurnal mata kuliah jurnalistik, dikatakan fungsi judul berita adalah :

1. Memberikan identitas pada berita

2. Mempermudah pembaca untuk memilih berita 3. Menarik perhatian pembaca

Mutu surat kabar dalam penyajiannya sangat sering juga menyertakan gambar, foto, ilustrasi kartun maupun bagan ataupun table yang berguna untuk memperjelas isi pemberitaan. Penempatan adanya data pendukung berita ini sangat penting atas pertimbangan berikut :

1. Foto, gambar, table, dan ilustrasi merupakan unsure berita yang pertama kali menangkap mata serta perhatian pembaca. Woodburn (yang dikutip dari jurnal jurnalistik media cetak) menjelaskan bahwa data pendukung berita di atas, memiliki kekuatan stopping power serta menjelaskan bagian dari unsure berita yang disajikan.

2. Foto dalam surat kabar, dapat digunakan dalam komunikasi dengan pembaca yang memiliki latar belakang beranekaragam karena foto mampu menyajikan berita melalui bahasa foto lebih universal.

Konsep penyajian berita salah satunya kembali pada konsep aktualitas yang menurut Denis McQuail merupakan ciri utama berita melalui


(33)

menyajikan suatu peristiwa terbaru, karena itu, sangat penting adanya pemberian identitas waktu dalam sebuah penyajian berita.

Dalam sebuah berita yang idealnya mengambil bentuk piramida terbalik yang diurutkan dengan menjelaskan mulai dari bagian berita yang terpenting sampai pada yang kurang penting, letak tanggal terjadinya peristiwa umumnya terletak pada bagian teras berita. Bentuk penulisan Piramida Terbalik (Inverted Pyramid), seperti pada gambar berikut :

(Gambar Piramida Terbalik 5W+ 1H)

Pada Piramida terbalik ini, penulisan berita dimulai dengan membuat lead atau teras berita sebagai paragraf pertama. Dalam penulisan lead ini mencakup rumus dasar dalam menulis berita berupa 5W + 1H yaitu :

a. What : Peristiwa atau hal apa yang terjadi b. Where : Dimana peristiwa itu terjadi c. When : Kapan peristiwa itu terjadi

d. Why : Mengapa peristiwa tersebut terjadi

J U D U L

LEAD (5W + 1H)

TUBUH

Rincian lead, latar belakang dan informasi lanjutan

Sangat


(34)

e. Who : Siapa saja yang terlibat dalam peristiwa tersebut f. How : bagaimana peristiwa tersebut terjadi

Kemudian, lead dikembangkan atau teras berita tersebut dijadikan sebagai paragraf kedua dan digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan atau mendukung tulisan pada paragraf pertama.

Paragraf ketiga dan selanjutnya adalah sebagai tubuh berita. Selain susunan berita yang berbentuk piramida terbalik, yang harus diperhatikan adalah :

a. Paragraf : lebih baik menggunakan alenia pendek sehingga dapat memberi kesan yang santai dan mudah untuk dibaca.

b. Gaya bahasa : penggunaan gaya bahasa yang dipakai dapat dimengerti oleh semua pihak, baik kalangan atas atau bawah bahkan pula yang tidak berpendidikan. Hal ini dikarenakan khalayak daripada media massa yang bersifat heterogen.

c. Ekonomis kata : harus menggunakan kalimat yang sesingkat mungkin untuk mengungkapkan satu maksud. Artinya satu gagasan satu kalimat. d. Objektifitas : suatu berita harus tetap dijaga dalam Press Release

walaupun mengandung suatu tujuan tertentu. Sehingga seseorang beropini, namun haruslah jelas opini tersebut dinyatakan oleh siapa.

e. Tetap menjaga keakurasian tulisan atau informasi : karena mampu mempengaruhi opini pembaca tentang kredibilitas seorang Publik Relations sebagai sumber informasi.


(35)

f. Data perlu diperhatikan Panjang sebuah Press Release : dalam penulisannya sebaiknya tidak lebih dari dua halaman, sehingga perlu dihindari penggunaan kata yang berbelit-belit.

Bagian terakhir dalam penyajian berita namun bagiannya merupakan hal yang tidak kalah penting yaitu berhubungan dengan persyaratan adanya fakta-fakta yang siap untuk diverifikasi, data terbuka untuk diadakan penelusuran, narasumber yang memberikan informasi mudah dikenali serta berbagai pertanggungjawaban berita lainnya.

Nara sumber dalam berita penting karena berkaitan dengan kredibilitas media massa yang bersangkutan. Ini dikarenakan, perihal nara sumber berkaitan erat dengan kelanjutan adanya penuntutan bilamana ada pihak yang merasa dirugikan akan pemberitaan tersebut. Karena itu, masalah nara sumber, jurnalis dituntut untuk se-valid mungkin dalam menyajikan berita.

2.2. Objektifitas Berita

Media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realisasi dunia yang benar-benar terjadi, agar gambar realitas yang ada di benak khalayak – the world outside and the pictures in our head, tidaklah bias dikarenakan informasi media massa tidak kontekstual dengan realitas. Secara ideal, setiap berita yang disajikan dalam suatu media harus memenuhi unsure objektifitas.


(36)

Media massa yang sarat dengan informasi adalah pers. Pers merupakan cermin realitas karena pers pada dasarnya lebih menekankan fungsi sebagai sarana pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita. Fakta dan realitas adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari konsep objektifitas. Oleh karena itu jika terdapat sebuah paradigma yang berkaitan dengan ilmu jurnalistik, pasti ditemukan sebuah paradigma yang mensyaratkan adanya konsep objektifitas dalam penyajian berita.

Pers senantiasa dituntut mengembangkan pemberitaan yang obyektif, yaitu “reporting format that generally spates fact from pinion present an emotionally detached view of the news, and strives for fairness and balanced” (DeFleur, 1994 : 635).

Dalam jurnalisme, kebenaran tidaklah bisa diklaim oleh satu pihak, namun harus dikonfirmasikan menurut kebenaran dari pihak lain. Inilah mengapa pemberitaan di surat kabar selalu dituntut untuk mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektifitas yang juga sering disebut sebagai pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat sehingga pers mempermudah pembaca menemukan kebenaran. Selain fairness, pers juga dituntut melakukan pemberitaan yang akurat, tidak bohong, menyatakan fakta bila itu memang fakta, dan pendapat bila itu memang pendapat, dikutip dari Siebert tahun 1986 (Bungin, 2003 : 153 – 154).

Sebagai salah satu prinsip penilaian, objektivitas memang hanya mempunyai cakupan yang lebih kecil dibanding dengan prinsip lain, tetapi


(37)

prinsip objektivitas memiliki fungsi yang tidak boleh dianggap remeh, terutama dalam kaitannya dengan kualitas informasi. Objektivitas pada umumnya berkaitan dengan berita dan informasi. (McQuail, 1994 : 129).

Objektivitas, betapapun sulitnya, harus diupayakan oleh insan pers. Objektivitas berkaitan erat dengan kemandirian pers sebagai institusi sosial. Institusi pers dituntut objektif dan netral atas semua fakta. Hal ini penting mengingat signifikansi efek media terhadap khalayak. (Bungin, 2001 : 198-199)

J. Westerstshl (1983) mengembangkan kerangka konseptual dasar bagi usaha meneliti dan mengukur objektivitas pemberitaan yang kemudian dirinci lebih lanjut oleh Denis McQuail (1992). Meta-konsep objektivitas pemberitaan yang dikembangkan itu memiliki dua dimensi, yakni factuality – dimensi kognitif atau kualitas informasi pemberitaan; dan impartiality – dimensi evaluatif pemberitaan dihubungkan dengan sikap netral wartawan terhadap objek pemberitaan, menyangkut kualitas penanganan aspek penilaian, opini, interpretasi subjektif dan sebagainya.

Jurgen Westerstahl menjabarkan konsep objektifitas pada bagan berikut :

Bagan 1. Konsep Objektivitas Westerstahl (Westerstahl, 1983 : 405)

Westerstahl mengajukan komponen utama objektifitas berita dalam observasinya “maintaining objectivity in the dissemination of news can, it seems to me, most easily be defined as” adherence to certain norm or


(38)

standards” (Charllote, 2006 : 7 – 8 yang dikutip dari Westerstahl, 1983 : 403).

Dimensi factuality memiliki dua sub-dimensi, yakni truth dan

relevance. Truth adalah tingkat kebenaran dan keterandalan (reliabilitas) fakta yang disajikan, ditentukan oleh factualness (pemisahan yang jelas antara fakta dan opini) dan accuracy (ketepatan data yang diberikan, seperti jumlah, tempat, waktu, nama, dan sebagainya). Dikatakan akurat bila terdapat kesesuaian judul berita dengan isi berita dan terdapat pencantuman waktu.

Sub-dimensi relevance mensyaratkan perlunya proses seleksi menurut prinsip kegunaan yang jelas, demi kepentingan khalayak. Pemberitaan dinyatakan valid apabila sunber berita jelas dan berita berasal dari wartawan atau dari pelaku langsung sebagai pihak yang berkompeten.

Objectivity

Faktuality

Impartiality

Truth /

Akurat

Relevance /

Valid

Balance /

non

partisanship

Neutral

Presentation


(39)

Sub-dimensi balance berkait dengan proses seleksi, mensyaratkan perlunya proses seleksi yang memberikan equal or proportional access/attention yakni pemberian akses, kesempatan dan perhatian yang sama (sekurangnya proporsional) terhadap para pelaku penting dalam berita; dan even-handed evaluation – yaitu pemilihan penilaian negatif dan positif yang berimbang untuk setiap pihak yang diberitakan. Sebuah berita dinyatakan seimbang bila masing-masing pihak diberikan porsi yang sama dalam pemberitaan.

Sub-dimensi neutrality bersangkut paut dengan penyajian (presentation). Ditentukan oleh penyajian yang non-evaluatif dan non sensasional. Sebuah berita dikatakan netral apabila tidak terdapat opini dan penghakiman wartawan. Sebuah pemberitaan bisa dikatakan objektif apabila memenuhi keempat unsur di atas yaitu ; akurat, valid, seimbang, dan netral.

Kefaktualan dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang peristiwa atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa komentar. Impartialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan/reporter, suatu sikap yang menjauhkan setiap penilaian pribadi dan subyektif demi pencapaian sasaran yang diinginkan. Hanya saja, ada jurnalis yang menempatkan objektifitas sebagai simbol keyakinan di dalam pekerjaannya, dan ada pula jurnalis yang mengoperasionalisasikan objektifitas dalam rutinitas tugas serta tanggungjawabnya sehari-hari. (Charilote, 2006 : 3).


(40)

Objektifitas merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh media dalam menjalankan profesi jurnalistik. Dalam pasal 3, Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan oleh AJI 14 Maret 2006 dikatakan “wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menetapkan azas praduga tak bersalah”.

Rachma Ida, membuat sebuah kategorisasi yang mengukur objektifitas pers sebuah surat kabar dengan tiras minimal 100.000 eksemplar. Rachma Ida disini mencoba untuk mengukur Objektifitas pemberitaan surat kabar dengan mengoperasionalisasikan dalam dimensi-dimensi objektifitas yang terdiri dari aktualitas, fainess dan validitas pemberitaan, berikut kategorisasi objektifitas menurut Rachma Ida (Kriyantono, 2006 : 244 dan juga dalam Bungin, 2003 : 154-155).

Akurasi pemberitaan, yaitu menyangkut kejujuran dalam pemberitaan yang meliputi:

2) Kesesuaian judul berita dengan isi berita. 3) Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa.

4) Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas kejadian yang ditampilkan.

5) Faktualitas berita, yaitu menyangkut ada tidaknya pencampuran fakta dengan opini wartawan yang menulis berita.

Fairness atau ketidakberpihakan pemberitaan, yaitu yang menyangkut keseimbangan penulisan berita yang meliputi :


(41)

1. Ketidakberpihakan, dilihat dari sumber berita yang digunakan. 2. Ketidahberpihakan dilihat dari ukuran fisik luas kolom.

Validitas keabsahan pemberitaan, diukur dari :

Atribusi, yaitu pencantuman sumber berita secara jelas (baik identitas maupun dalam upaya konfirmasi atau check dan re check).

Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita yang mendapatkan informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi peristiwa (berita yang menyangkut peristiwa dengan kronologi kejadiannya), apakah berasal dari apa yang dilihat, atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan atau karena jabatannya. Kategori ini dibagi menjadi : wartawan, pelaku langsung dan bukan pelaku langsung.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan metodologi riset kuantitatif yang mengharuskan peneliti mersikap obyektif dan memisahkan diri dari data, karena riset ini menggambarkan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan.

Berdasarkan metodologi di atas, penelitian ini menggunakan metode analisi isi. Analisis isi digunakan untuk menganlisis isi pesan yang tampak, dengan cara sistematik dan obyektif. Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematik, faktual, akurat tentang fakta serta sifat yang dimiliki suatu populasi yang diteliti.

3.1.1. P2SEM (Prgram Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat)

P2SEM (program penanganan sosial ekonomi masyarakat) adalah program yang ditawarkan oleh sebuah kelompok masyarakat (pokmas) dengan dana dari pemerintah. Proses verifikasi terhadap sejumlah kelompok masyarakat (pokmas) yang menerima dana P2SEM cukup ketat. Untuk pemeriksaan administrasinya saja bisa membutuhkan waktu 19 hari, karena pemerintah tak ingin dana tersebut salah sasaran. Kelompok yang menerima dana itu atas rekomendasi dari anggota DPRD Provinsi Jatim yang melakukan penjaringan aspirasi berdasarkan daerah pemilihan di provinsi itu.


(43)

Kemudian tim panitia anggaran yang terdiri atas Bappeda dan beberapa instansi lainnya di Pemprov Jatim serta anggota legislatif memutuskan besaran anggaran P2SEM. Kemudian proposal dipelajari oleh Biro Hukum Pemprov Jatim untuk dibuatkan surat keputusan yang ditandatangani gubernur. Dari Biro Hukum, proposal itu dikirimkan ke Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Provinsi Jatim dan diteruskan ke Bagian Keuangan Pemprov Jatim. Setelah semuanya dianggap sudah memenuhi persyaratan, baru dananya dicairkan. Pencairannya pun melalui rekening gubernur di Bank Jatim kepada rekening pokmas di Bank Jatim yang ada di 38 kabupaten/kota. Pokmas (kelompok masyarakat) telah menandatangani nota perjanjian hibah daerah (NPHD). (sumber : http://www.antarajatim.com/lihat/berita/14737/Bagi-Bagi-Uang-Miliaran-Rupiah-Ala-P2SEM) diakses pada 20/03/2010 pukul 23.00.

3.1.2. Berita Kasus Korupsi P2SEM UPN Jatim

Makin panjang daftar kampus yang diusut kejaksaan terkait dengan dugaan penyimpangan dana program penanganan sosial ekonomi masyarakat (P2SEM). Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya menemukan indikasi penyelewengan dana Rp 1,9 miliar yang disalurkan melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran. Temuan itu ditetapkan dalam surat perintah penyidikan yang ditandatangani Kepala Kejari Surabaya Fadil Zumhana. Dalam surat itu,


(44)

disebutkan Kejari Surabaya telah menemukan peristiwa hukum dalam penggunaan dana hibah dari APBD Jatim Tahun Anggaran 2008.

Fadil saat dimintai keterangan membenarkan hal tersebut. Menurut dia, berdasar hasil penyelidikan tim khusus pemberantasan tindak pidana korupsi, ada penyelewengan uang negara. “Sekarang sudah disidik,” tutur dia kepada Jawa Pos. Ade Tajudin Sutiawarman selaku ketua tim khusus kejari itu mengatakan, berdasar penyidikan, diketahui lembaga penelitian di kampus tersebut mengajukan proposal ke Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapemas) Jatim melalui seorang makelar. Sesuai dengan data yang didapat, kampus itu mengajukan tujuh proposal kegiatan dengan nilai Rp 1,9 miliar.

Makelar itulah yang mengusahakan agar dana tersebut cair. Mulai menyusun proposal, membuat kerangka kebutuhan biaya, hingga menentukan jenis dan lokasi kegiatan. “Semua proposal yang diajukan disetujui,” tuturnya. Di antara tujuh proposal yang diajukan, hanya dua proposal dana kegiatan yang diserahkan kepada LPPM. Jumlahnya Rp 700 juta. Rinciannya, uang Rp 450 juta digunakan untuk pembuatan minuman khas daerah di Malang dan sisanya, Rp 250 juta, untuk kegiatan serupa di Rungkut.

Berdasar temuan penyidik, uang Rp 450 juta tidak diserahkan semua. Makelar memotongnya 60 persen. Sisanya digunakan untuk melaksanakan kegiatan. “Kegiatan menjadi ala kadarnya. Sebab, uangnya sudah berkurang,” ucap Ade. Hal tersebut dibuktikan oleh temuan penyidik yang terjun langsung ke Malang untuk meninjau lokasi kegiatan. Hasilnya, berdasar keterangan saksi,


(45)

terungkap kegiatan tidak sesuai dengan yang disebutkan dalam proposal. Sementara itu, uang Rp 250 juta masih diselidiki.

3.2. Kategorisasi Objektivitas Pers

Dari berita kasus korupsi P2SEM UPN Jatim di surat kabar Surabaya Pagi yang dianalisa sebagai obyek dari penelitian ini yang kemudian penulis mengklasifikasikannya berdasarkan kategori yang telah dibuat dan disesuaikan agar diperoleh hasil yang akurat, karena validitas metode dan hasil-hasilnya sangat bergantung dari kategori-kategorinya. Dengan demikian penelitian menggunakan kategorisasi yang digunakan oleh Jurgen Westerstahl yang kemudian disempurnakan oleh McQuail.

1. Faktual

Dimensi faktual terdiri dari sub dimensi akurasi dan validitas :

Akurasi

Menunjukkan ketepatan data yang diberitakan. Hal ini berkaitan dengan pencantuman atau adanya kata-kata yang menunjukkan jumlah, tempat peristiwa, waktu peristiwa atau wawancara, nama narasumber, dan sebagainya. Terdapat dua kategori dalam konsep ini yaitu :


(46)

a. Dicantumkan jumlah, tempat, waktu, nama, baik yang berupa kata-kata atau pernyataan tentang jumlah, tempat, waktu, nama atau keseluruhannya.

b. Tidak dicantumkan jumlah, tempat, waktu, nama, baik yang berupa kata-kata atau pernyataan tentang jumlah, tempat, waktu, nama atau keseluruhannya.

Kesesuaian judul dengan isi berita. Hal ini menyangkut aspek relevansi, yaitu apakah judul merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita, atau kutipan yang ada dalam isi berita. Konsep ini dibagi ke dalam :

a. Sesuai, apabila judul merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita, atau kutipan yang ada dalam isi berita.

b. Tidak sesuai, apabila tema bukan merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita, atau kutipan yang ada dalam isi berita.

Validitas

Atribusi sumber data

Untuk mengetahui keabsahan pemberitaan yaitu pencantuman sumber berita secara jelas, berupa nama, pekerjaan, atau sesuatu untuk upaya konfirmasi atau cek dan recek. Konsep ini dibagi menjadi :


(47)

a. Sumber berita jelas, apabila dalam pemberitaan tersebut dicantumkan identitas narasumber, seperti nama, pekerjaan dan sesuatu yang memungkinkan untuk dilakukan konfirmasi. b. Sumber berita tidak jelas, apabila dalam pemberitaan tersebut

tidak dicantumkan identitas narasumber, seperti nama, pekerjaan dan sesuatu yang memungkinkan untuk dilakukan konfirmasi.

Kompetensi narasumber, digunakan untuk mengetahui validitas informasi yang didapatkan, apakah berasal dari apa yang dilihat wartawan sendiri atau berasal dari narasumber yang menguasai persoalan, atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan karena jabatan atau latar belakang yang berhubungan dengan objek yang diberitakan. Pemberitaan dikatakan valid, apabila berasal dari wartawan atau dari pelaku langsung sebagai pihak yang berkompeten. Terdapat dua kategori : a. Peristiwa yang diberitakan merupakan hasil pengamatan

wartawan secara langsung, yaitu mengungkap informasi sesuai dengan apa yang dilihat, didengar, dan diketahui oleh wartawan itu sendiri.

b. Peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wawancara dengan sumber berita yang mengalami langsung peristiwa tersebut dan ahli di bidangnya.


(48)

c. Peristiwa yang diberitakan merupakan hasil wawancara dengan sumber berita yang tidak mengetahui dengan pasti peristiwa atau tidak ahli dibidangnya, hanya sekedar memberikan opini tanpa alasan yang kuat.

2. Imparsial

Dimensi imparsialitas terdiri dari sub-dimensi keseimbangan dan netralitas :

Keseimbangan

Dalam memuat informasi yang mengandung kritik yang menyerang atau merusak citra seseorang atau sekelompok orang, diwajibkan untuk menyediakan kesempatan dalam waktu yang pantas dan setara bagi pihak yang dikritik untuk memberikan komentar atau argumen balik terhadap kritikan yang diarahkan kepadanya.

a. Seimbang, apabila masing-masing pihak yang diberitakan diberi porsi yang sama sebagai sumber berita maupun dalam jumlah kolom yang diberikan.

b. Tidak seimbang, apabila masing-masing pihak yang diberitakan tidak diberi porsi yang sama sebagai sumber berita maupun kolom yang diberikan.


(49)

Netralitas

Berkaitan dengan sikap tidak memihak wartawan dalam menyajikan pemberitaan. Pertama, Pencampuran fakta dan opini (pendapat pribadi) wartawan yang masuk dalam penyajian berita.

a. Adanya pencampuran fakta dan opini, apabila dalam pemberitaan terdapat kata-kata opinionative, seperti : tampaknya, seakan, seolah, rupanya, diperkirakan, diramalkan, mengejutkan, manuver, sayangnya dan kata-kata opinionative lainnya.

b. Tidak adanya pencampuran fakta dan opini, apabila dalam pemberitaan tidak terdapat kata-kata opinionative seperti yang disebutkan sebelumnya.

kedua, Penghakiman, adalah penyajian fakta yang disertai oleh penghakiman wartawan terhadap seseorang, kelompok atau lembaga tanpa disertai data yang akurat. Dapat dilihat dengan penggunaan kata-kata : pasti, dapat dipastikan, dan kata-kata lain yang cenderung menuduh.

3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel 3.3.1. Populasi

Penentuan jumlah populasi dalam suatu penelitian merupakan upaya bagi peneliti untuk membatasi ruang lingkup analisisnya. Populasi dalam penelitian


(50)

adalah seluruh berita yang ada di surat kabar Surabaya pagi tentang kasus korupsi dana P2SEM yang menyangkut UPN veteran Jatim periode 9, 10, 17 maret 2010.

3.3.2 Sampel dan Teknik Penarikan Sampel

Dalam penarikan sampel, tidak ada ketentuan pasti mengenai jumlah besar-kecilnya. Hanya saja, yang diutamakan dalam pengambilan sampel haruslah representatif atau mampu mewakili secara keseluruhan (Kriyantono 2006 : 151), menyatakan besaran sample tidak ada ketentuan pastinya, yang penting adalah hasilnya yang representatif. Teknik pengambilan sample menggunakan penulis

total sampling, yaitu sample diambil secara keselurahan dari jumlah populasi yang didasarkan pada keseluruhan unit populasi, yakni berita kasus korupsi dana P2SEM yang melibatkan UPN veteran Jatim di harian Surabaya pagi yang menjadi populasi dalam penelitian ini. Jumlah berita korupsi dana P2SEM yang melibatkan UPN veteran Jatim periode 9, 10, 17 maret 2010 diperoleh sebanyak 3 berita.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diambil secara langsung dari harian Surabaya Pagi yang berupa unit berita periode 9, 10, 17 maret 2010 yang terlebih dahulu telah didokumentasikan. Prosedur yang digunakan dalam penilitian ini adalah ; pertama, dengan melakukan pencatatan setiap unit berita kasus korupsi dana P2SEM yang melibatkan UPN veteran Jatim. Kedua, setiap data yang dikumpulkan dengan


(51)

lembar koding untuk memasukkan data-data berdasarkan kategori-kategori yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan metode analisis data yang selanjutnya akan dilakukan proses penghitungan dan analisis, diinterpretasikan guna memperoleh jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan, serta untuk mengetahui tujuan penelitian.

3.5. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data, terlebih dahulu data yang terkumpul akan diuraikan dengan menggunakan lembar koding. Selanjutnya teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah objektivitas berita. Data dianalisis dengan menggunakan tabel kategorisasi melalui tabel frekuensi. Dari tabel tersebut akan dilakukan analisis dan perhitungan prosentase atas akurasi, validitas, keseimbangan, dan netralitas berita yang diungkapkan dalam berita kasus korupsi dana P2SEM yang melibatkan UPN veteran Jatim di harian Surabaya Pagi.

3.6. Unit Analisis

Unit analisis merupakan bagian terkecil dari obyek yang diteliti. Terdapat dua unit analisis dalam penelitian ini, yaitu :

1. Unit tematik, adalah unit analisis berupa satuan pecahan dan digunakan untuk menganalisa dan mengelompokkan tema berita sesuai dengan kategorisasi yang telah ditetapkan.


(52)

2. Unit reference, adalah kata, kalimat atau paragraph yang menunjukkan sesuatu dan mempunyai arti khusus sesuai dengan kategorisasi yang telah ditetapkan. Unit reference digunakan untuk menganalisis kategorisasi unsur-unsur objektivitas.


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1. Gambaran Singkat Surat Kabar Surabaya Pagi

Sebuah surat kabar lokal di Surabaya yang terbit Sore hari dan independen (tidak terikat dengan grup media massa manapun). Dipimpin oleh mantan pimpinan Surabaya Post era 1989 hingga 1997 dan mantan wartawan senior Surabaya Post 1975 hingga 1997, Drs. H. Tatang Istiawan, SH, MM menyajikan segmentasi lebih pada pembahasan dunia Hukum, Politik dan Kriminal.

Dan kini sejak tanggal 27 Januari 2006, Surabaya Sore telah berganti nama menjadi SURABAYA PAGI. Dengan motto "Koran Hukum Peduli Wanita". Surabaya Pagi terbit lebih pagi dengan format yang baru dan berbeda dengan koran harian lainnya. Masih tetap mengkhususkan Hukum, yang memberikan sajian berita-berita Hukum, analisis dan pakar2 Hukum yang berkompeten di Surabaya dan Nasional.

PT. Surabaya Sore sendiri, berdiri tanggal 2 Januari 2004 dan melakukan test cetak pada tanggal 1 Desember 2003, dengan motto Koran Supremasi Hukum. Dan kini telah menjadi Surabaya Pagi. Terbit setiap hari (Hari Besar Nasional tidak terbit) dengan format tabloid.

contact:

Redaksi & Iklan


(54)

031-5619697 (Hunting), 5612297 (Langganan), 5612298 (Redaksi) Fax. 031-5619798

Website:

www.surabayasore.com

email: redaksi@surabayasore.com

4.2. Penerapan Objektivitas Pemberitaan di Koran Surabaya Pagi

Objektivitas dalam penyajian berita merupakan salah satu nilai yang harus dipenuhi oleh jurnalis dalam rangka pemenuhan informasi serta penyampaian informasi yang benar kepada khalayak ataupun masyarakat. Teori ini didasari atas pandangan bahwa sebuah kebenaran di media massa tidaklah bisa diklaim oleh satu pihak saja, namun harus dikonfirmasikan menurut kebenaran dari pihak lain.

Inilah mengapa pemberitaan disurat kabar selalu dituntut untuk mengungkapkan kebenaran secara fairness. Objektivitas yang juga sering disebut sebagai pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat sehingga pers mempermudah pembaca menemukan kebenaran. Selain fairness, pers juga dituntut melakukan pemberitaan yang akurat, tidak bohong, menyatakan fakta bila itu memang fakta, dan pendapat bila itu memang pendapat.

Hanya belakangan ini, muncul suatu wacana yang memandang objektivitas sebagai teori yang “dikuduskan” oleh para praktisi jurnalis dan dikristalkan sehingga aplikasi dalam profesinya sudah jarang ditemui lagi di media massa. Sesuatu yang ditulis oleh wartawan dan terbitkan oleh media yang memiliki


(55)

prestige akan lebih dipercaya oleh khalayak sebagai fakta sehingga memiliki kekuatan untuk menimbulkan opini public di masyarakat.

Keyakinan untuk menyajikan berita yang obyektive disampaikan juga oleh Denis McQuail seorang pakar komunikasi yang mengembangkan konsep objektivitas ini dari pola objektivitas pemberitaan milik Jurgen Wersthelsthal dengan membagi dimensi objektivitas kedalam Impartial dan factual. Wien Charllote, seorang dosen komunikasi dari Denmark juga memiliki ketertarikan yang sama terhadap teori objektivitas ini Dalam disertasinya dinyatakan bahwa jurnalis saat ini hanya memandang objektivitas sebagai kepercayaan yang ada namun kurang berperan dalam tindakan praktis sebagai jurnalis dalam menulis berita. Tidak hanya pakar komunikasi dari luar saja yang memiliki ketertarikan terhadap objektivitas pemberitaan, Ashadi Siregar, Henry Subiakto dan Rachma Ida adalah beberapa diantara ahli komunikasi di Indonesia yang mengaangkat teori objektivitas pemberitaan sebagai alat ukur untuk memahami media surat kabar harian nasional yang ada di Indonesia. (McQuail, 1994 : 130)

Walaupun tidak ada salah satu media yang benar-benar telah menerapkan prinsip-prinsip jurnalisme obyektif, tapi paling tidak media tersebut dianggap mampu untuk memisahkan fakta daripada opini dan dinilai cenderung untuk tidak melakukan provokasi massa, dan sebagainya.

Sementara itu surat kabar Republika, Jawa Pos, Pikiran Rakyat, Surabaya Pagi, dan Surya masih mengalami persoalan dengan obyektifitas. Artinya kelima surat kabar ini terlihat sekali berpihak pada pihak-pihak tertentu dan


(56)

berkecenderungan menggunakan opini wartawan daripada fakta-fakta akan realitas yang se-nyatanya (library of Airlangga university, 2001)

Berangkat dari pertimbangan yang didasari pada pandangan/paradigma klasik dimana para jurnalis dalam menyajikan berita selalu mengacu pada fakta dan selalu bersifat obyektif dalam menyajikan liputan menjadi sebuah berita, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kategorisasi yang dibuat dan digunakan Jurgen Wersthelsthal

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Surabaya Pagi sebagai subyek penelitian dengan berita kasus korupsi dana P2SEM yang melibatkan UPN Veteran Jatim di surat kabar Surabaya Pagi edisi 9, 10, 17 Maret 2010. Surabaya Pagi memberitakan kasus P2SEM yang melibatkan UPN “VETERAN” Jawa Timur dalam tiga edisi. Pada harian Surabaya Pagi, pemberitaan kasus P2SEM yang menyeret kampus UPN diberitakan pertama kali pada tanggal 09 Maret 2010.

Surabaya Pagi memberikan judul pada pemberitaan pertama kasus ini “Rektor UPN Terseret Kasus Korupsi Rp. 1,9 Miliar”, untuk pengunaan font pada judul, Surabaya Pagi menggunakan font besar. Surabaya Pagi memberitakan, Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Surabaya, Teguh Soedarto, terseret korupsi dana Program Penangan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Rp 1,9 milyar. Kemarin (8/3), Teguh diperiksa penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya. Ini setelah penyidik menetapkan mantan ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Jatim Lembartus L. Wayong sebagai tersangka (Surabaya Pagi, 09 Maret 2010). Dalam judul tersebut koran Surabaya Pagi seakan-akan menuduh


(57)

rektor UPN Veteran Jatim ini korupsi, padahal dalam isi berita dinyatakan bahwa rektor UPN Veteran Jatim diperiksa sebagai saksi.

Pada edisi pemberitaan kasus P2SEM yang kedua, tanggal 10 Maret 2010, Surabaya Pagi memberikan judul “Rektor UPN terancam jadi tersangka” ini lebih banyak mencantumkan kutipan wawancara dari pihak Ketua Kejari Surabaya yaitu Fadil Zumhana dan pihak Humas UPN yang diwakili Diana Amalia dan Haryo S. Berdasarkan keterangan pihak Kejari Surabaya yang dimuat dalam edisi ini, pihak kejari masih menunggu perkembangan hasil penyidikan untuk merubah status Rektor UPN. Pemeriksaan juga terkait dugaan adanya keterlibatan Rektor dengan pihak Lembartus L. Wayong dalam pembagian fee (Surabaya Pagi edisi 10 Maret 2010). Dalam judul pemberitaan ini ditulis bahwa rektor UPN Veteran Jatim terancam jadi tersangka, padahal dalam kutipan wawancara dengan Fadil (kepala Kejaksaan Negeri) Surabaya beliau (Fadil) mengatakan “kalau ditemukan adanya pelanggaran hukum dan indikasi penyelewengan dana P2SEM maka statusnya bisa jadi tersangka, kita tunggu saja pengembangan hasil penyidikannya.” Dalam kutipan tersebut tidak ada kata-kata yang mengarah bahwa Rektor UPN telah terancam menjadi tersangka.

Melalui latar belakang diatas, penulis merasa perlu diadakannya sebuah penelitian yang dapat menggambarkan isi yang Nampak dari pemberitaan-pemberitaan yang ada di media massa. Terlebih lagi, berita fatwa haram tersebut selalu mengundang kontroversi di kalangan masyarakat manapun.

Dengan menggunakan metode analisis isi kuantitatif terhadap pemberitaaan seputar fatwa haram golput, mengingat nilainya yang sangat signifikan dalam


(58)

mempengaruhi opini public (masyarakat Surabaya khususnya). Penelitian dilaksanakan dengan menganalisis dimensi-dimensi yang ada pada objektivitas pemberitaan yakni akurasi pemberitaan, validitas pemberitaan, keseimbangan pemberitaan, dan netralitas pemberitaan pada berita - berita kasus korupsi dana P2SEM yang melibatkan UPN Veteran Jatim pada surat kabar Surabaya Pagi periode 9, 10, 17 Maret 2010.

Melalui dimensi akurasi didapatkan sub dimensi kesesuaian judul berita dengan isi berita. Dikatakan bahwa sebuah judul berita sesuai dengan isi beritanya bilamana dalam isi pemberitaan ditemukan kata-kata yang sama seperti judul ataupun kata-kata yang menerangkan dari judul berita. Ada tidaknya pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa yang diberitakan yang dapat berupa angka maupun kata-kata yang menunjuk pada tanggal peristiwa. Melalui dimensi validitas didapatkan sub dimensi atribusi yakni kejelasan data dan identitas terhadap sumber berita yang digunakan sebagai sumber pemberitaan dan sub dimensi tingkat kompetensi sumber berita yang digunakan. Melalui dimensi keseimbangan didapatkan sub dimensi sisi ketidakberpihakan yang dilihat dari jumlah sumber berita yang digunakan dan sisi ketidak berpihakan yang dilihat dari penggunaan luas kolom pemberitaan. Melalui dimensi netralitas didapatkan sub dimensi pencantuman opini dalam pemberitaan dan penghakiman wartawan. Berikut ini akan disajikan hasil dan pembahasan dalam penerapan objektivitas berita pada pemberitaan kasus korupsi dana P2SEM di koran Surabaya Pagi edisi 9, 10, 17 Maret 2010 berdasarkan unsur akurasi, validitas, keseimbangan, dan netralitas.


(59)

4.2.1. Akurasi Pemberitaan

Dalam melihat akurasi pemberitaan, indikator yang digunakan adalah pencantuman waktu dan kesesuaian isi berita dengan judul.

Tabel. 4.1 Akurasi Pemberitaan

NO. Akurasi Pemberitaan

Jumlah

F %

01.

Kesesuaian Judul Berita Dengan Isi Berita

Sesuai 1 33,33

Tidak Sesuai 2 66,67

Jumlah 3 100

02.

Pencantuman Waktu Terjadinya Peristiwa

Dicantumkan Waktu 3 100

Tidak Dicantumkan Waktu -

-Jumlah 3 100

Sumber: Data Primer

Salah satu karakteristik atau ciri khusus pembaca merupakan pembaca informasi sekilas, mereka tidak suka membolak-balik halaman untuk membaca suatu berita. Dari hal tersebut dapat dijelaskan, judul berita pada koran Surabaya Pagi harus mempresentasikan semua isi berita, hal ini untuk menghindari persepsi yang salah apabila berita tersebut dibaca oleh pembaca. Unsur penting lainnya dalam melihat akurasi berita adalah pencantuman waktu, dihubungkan dengan ada atau tidaknya keterangan pada saat peliputan berita.

Dari tabel 4.1 dapat dilihat dalam pemberitaan tiga edisi di surat kabar Surabaya Pagi mengenai kasus korupsi dana P2SEM yang melibatkan UPN Veteran Jatim, terdapat dua edisi pemberitaan atau sebesar 66.67% di Surabaya Pagi yang tidak sesuai antara judul dengan isi beritanya. Pemberitaan yang


(60)

pertama yaitu pemberitaan pada tanggal 9 Maret 2010 dengan judul “Rektor UPN Terseret Korupsi Rp 1,9 Miliar” sedangkan judul tersebut bukan merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita, atau kutipan yang ada dalam isi berita. Dalam kutipan berita hanya ada tulisan (pada lead berita tanggal 9 Maret 2010 halaman 1) :

“Giliran Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, Teguh Soedarto, Terseret Dugaan Korupsi Dana P2SEM Rp 1,9 Miliar, Kemarin (8/3).”

Pada berita tanggal 10 Maret 2010 pemberitaannya berjudul “Rektor UPN Terancam Jadi Tersangka” sedangkan judul tersebut bukan merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita, atau kutipan yang ada dalam isi berita. Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya Fadil Zumhana hanya mengatakan “bisa saja menjadi tersangka apabila terdapat indikasi keterlibatan”, namun di judul ditulis terancam,

berikut kutipan beritanya (pada berita tanggal 10 Maret 2010 halaman 1 alinea kedua) :

“Kalau memang ditemukan pelanggaran hukumnya dan ada indikasi keterlibatan dalam penyelewengan dana P2SEM maka statusnya Bisa jadi tersangka. Makanya kita tunggu perkembangan hasil penyidikannya saja.” Ujar Fadil.

Satu berita atau sebesar 33,33% masuk kategori sesuai, karena judul merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita, atau kutipan yang ada dalam isi berita, yaitu berita yang berjudul “Lambertus Diperiksa Hari Ini”. Berikut kutipan beritanya (pada lead berita tanggal 17 Maret 2010 pada halaman 4) :


(61)

“Ketua Fraksi Partai Golkar Lambertus L. Wayong Yang Telah Ditetapkan Sebagai Tersangka Oleh Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya Fadil Zumhana, Rencananya Hari ini Akan Diperiksa Oleh Penyidik Pidana Khusus.”

Dari sisi pencantuman waktu, dapat dilihat bahwa semua pemberitaan atau sebesar 100% dari pemberitaan surat kabar Surabaya Pagi edisi 9, 10, 17 Maret 2010 dengan berita mengenai kasus korupsi dana P2SEM ada pencantuman waktu. Pada berita pertama pencantuman waktu terdapat di lead berita :

“Giliran Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, Teguh Soedarto, Terseret Dugaan Korupsi Dana P2SEM Rp 1,9 Miliar, Kemarin (8/3).”

Pada berita kedua pencantuman waktu juga terdapat di lead berita :

“Hingga Selasa (9/3) status rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, Teguh Soedarto masih sebagai saksi, dalam kasus dugaan penyimpangan dana program penanganan sosial ekonomi masyarakat (P2SEM).”

Pada berita ketiga pencantuman waktu juga terdapat di lead berita :

“Ketua Fraksi Partai Golkar Lambertus L. Wayong Yang Telah Ditetapkan Sebagai Tersangka Oleh Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya Fadil Zumhana, Rencananya Hari ini Akan Diperiksa Oleh Penyidik Pidana Khusus.”

4.2.2. Validitas Pemberitaan

Validitas pemberitaan dapat dilihat dari kejelasan sumber berita dan kompetensi sumber berita. Kejelasan sumber berita berkaitan dengan keabsahan pemberitaan, yaitu pencantuman sumber berita yang jelas, berupa nama, pekerjaan, atau sesuatu untuk upaya konfirmasi atau recek. Sedangkan kompetensi


(62)

narasumber dapat dilihat dari informasi yang didapatkan, apakah berasal dari apa yang dilihat wartawan sendiri atau berasal dari berasal dari narasumber yang menguasai persoalan, atau hanya sekedar kedekatannya dengan objek yang diberitakan (bukan pelaku langsung). . Berita yang ditulis dikatakan valid bila, berasal dari wartawan atau pelaku langsung sebagai pihak yang berkompeten dan mempunyai kejelasan sumber berita (nama, pekerjaan, atau sesuatu untuk upaya konfirmasi). Tabel. 4.2 Validitas Pemberitaan NO. Validitas Pemberitaan Jumlah F % 01.

Kejelasan identitas sumber berita

Jelas 3 100

Tidak Jelas -

-Jumlah 3 100

02.

Kompetensi sumber berita

Wartawan 1 33,33

Pelaku langsung 2 66,67

Bukan pelaku langsung -

-Jumlah 3 100

Sumber: Data Primer

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tiga berita atau sebesar 100% berita kasus korupsi P2SEM di koran Surabaya Pagi memenuhi kejelasan identitas sumber berita. Contoh berita yang diperoleh dari sumber yang jelas diantaranya adalah (pada berita edisi 9 Maret 2010 alinea ketiga):

“Sementara Kadi Pidsus Ade Tajudin Sutiawarman selaku ketua tim khusus Kejari ini ketika dikonfirmasi menjelaskan Teguh ditanyai seputar keterlibatannya dalam proses pencairan dana P2SEM yang mengalir ke UPN.”

Pada berita tanggal 10 Maret 2010 alinea dua :

“Kalau memang ditemukan pelanggaran hukumnya dan ada indikasi keterlibatan dalam penyelewengan dana P2SEM maka statusnya Bisa jadi


(63)

tersangka. Makanya kita tunggu perkembangan hasil penyidikannya saja.” Ujar Fadil.

Pada berita tanggal 10 Maret 2010 alinea pertama :

“Hingga Selasa (9/3) status rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, Teguh Soedarto masih sebagai saksi, dalam kasus dugaan penyimpangan dana program penanganan sosial ekonomi masyarakat (P2SEM). Namun bukan tidak mungkin, status Teguh akan dinaikkan menjadi tersangka. Demikian ditegaskan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabayan Fadil Zumhana.”

Dari tabel 4.2 terdapat satu berita atau sebesar 33,33% berita yang merupakan hasil pengamatan wartawan. Beberapa berita yang diperoleh dari pengamatan langsung wartawan adalah sebagai berikut :

“Data yang dihimpun menyebutkan, sebelum menjadi rektor, Teguh menjabat ketua LPPM di kampus tersebut. Saat itu, Lambertus melalui staf pribadinya menawarkan dana hibah ke kampus tersebut.”

“Dari tujuh proposal itu seluruhnya disetujui. Namun hanya dua proposal saja dana kegiatan yang diserahkan ke LPPM dengan nilai Rp. 700 juta untuk dua jenis kegiatan.”

Tidak ada hasil wawancara dengan bukan pelaku langsung atau sebesar 0%, sedangkan wawancara dengan pelaku langsung / pihak yang ahli di bidangnya dilakukan oleh wartawan Surabaya Pagi sebanyak dua berita atau sebesar 66,67%. Contoh kutipan hasil wawancara dengan pelaku langsung, pada berita tanggal 10 Maret 2010 pada alinea 2, 5, dan 6 :

“Kalau memang ditemukan pelanggaran hukumnya dan ada indikasi keterlibatan dalam penyelewengan dana P2SEM maka statusnya Bisa jadi tersangka. Makanya kita tunggu perkembangan hasil penyidikannya saja.” Ujar Fadil.

“Sementara Kasi Pidsus Ade Tajudin Sutiawrman menjelaskan, pihaknya sejauh ini telah memeriksa tiga orang saksi dalam penyidikan kasus ini.


(1)

NO. Pelanggaran objektivitas pemberitaan Jumlah F % 1 2 3 4

Akurasi 2 66,67

Validitas -

-Keseimbangan 2 66,67

Netralitas 2 66,67

Sumber : Data Primer

Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa pemberitaan kasus korupsi dana P2SEM di koran Surabaya Pagi belum objektif, karena terdapat dua pelanggaran (66,67%) pada unsur akurasi, yaitu ketidak sesuaian judul berita dengan isi berita pada berita kasus korupsi dana P2SEM edisi 9 dan 10 Maret 2010 di koran Surabaya Pagi.

Kemudian dua pelanggaran (66,67%) pada unsur keseimbangan, yaitu mengenai penggunaan kolom dan sumber berita, pada berita tanggal 9 Maret 2010 dari sisi sumber berita banyak sumber dari sisi kejaksaan dan pengamatan wartawan dan kolom yang diberikan tidak seimbang, berita kedua yang tidak memenuhi unsur keseimbangan adalah berita tanggal 17 Maret 2010, di dalam berita tersebut malah tidak terdapat kolom untuk pihak terberita (Lambertus L. Wayong).

Pelangaran terakhir ada dua (66,67%) pada unsur netralitas, yaitu adanya penghakiman yang dilakukan wartawan pada judul berita kasus korupsi dana P2SEM edisi 9 dan 10 Maret 2010, disebut penghakiman karena judul yang ditulis


(2)

64

tidak disertai dengan data yang kuat. Dengan tidak terpenuhinya unsur-unsur objektivitas pada pemberitaan kasus korupsi dana P2SEM di koran Surabaya Pagi, maka pemberitaan tersebut tidak objektif.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis tentang obyektivitas terhadap berita kasus korupsi dana P2SEM di koran Surabaya Pagi edisi 9, 10, dan 17 Maret 2010, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pemberitaan ini tidak objektif. Tidak objektif karena ada tiga unsur objektivitas yang belum terpenuhi (akurasi, keseimbangan, dan netralitas). Sedangkan hanya unsur validitas saja yang sudah terpenuhi, hal ini hanya bisa menyatakan bahwa berita ini valid tapi belum objektif. pemberitaan ini akan membentuk opini publik yang buruk terhadap UPN dan yang pasti akan merugikan pihak UPN.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang didapat dari hasil analisis isi terhadap obyektivitas berita kasus korupsi dana P2SEM yang melibatkan UPN Veteran Jatim di koran Surabaya Pagi edisi 9, 10, dan 17 Maret 2010, maka dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Surabaya pagi seharusnya lebih mempertimbangkan sebuah pemberitaan dari sisi objektivitasnya yang terdiri dari unsur ; akurasi, validitas, keseimbangan dan netralitas dari pada mengedepankan nilai berita. Untuk


(4)

menjadi surat kabar yang dipercayai masyarakat maka objektivitas pemberitaan seharusnya diperhatikan.

2. Mengingat berita-berita ini merupakan headline, maka objektivitas beritanya harus benar-benar diperhatikan. Surabaya Pagi sebaiknya lebih meningkatkan kualitas pemberitaannya, sekaligus koreksi terhadap berita yang disajikan agar tetap berjalan atas prinsip Objektivitas.


(5)

Flournoy, Don Michael, Analisis Isi Surat Kabar Indonesia, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1986

Ishwara, Luwi, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, Jakarta : PT Kompas Media Nusantara, 2005

Kriyantono, rachmat, Riset Komunikasi,Jakarta : penerbit prenada media group, 2008

Kusumaningrat, Hikmat, Jurnalistik Teori dan Praktik, Bandung : Remaja Rosdakara, 2006

McQuail, Denis, Teori Komunikasi Massa, Jakarta : Erlangga, 1994

Rivers, Wiliam L, Etika Media Massa, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994

Sumadiria, Haris, Jurnalistik Indonesia, Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2005

Suyanto, Bagong, Metode Penelitian Sosial, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005


(6)

Non buku :

http://kejarisurabaya.com/berita/kejari-bidik-upn-veteran-terkait-dana-p2sem-rp-19-miliar/

http://www.antarajatim.com/lihat/berita/14737/Bagi-Bagi-Uang-Miliaran-Rupiah-Ala-P2SEM

http://www.4icu.org/id/


Dokumen yang terkait

Objektivitas Pemberitaan Dugaan kasus Korupsi Nazaruddin di Koran tempo

5 75 87

PERBANDINGAN KECENDERUNGAN PEMBERITAAN KUNJUNGAN OBAMA KE INDONESIA (Analisis Isi pada Pemberitaan Obama di Koran Jawa Pos Dan Kompas Edisi 9 - 11 November 2010)

0 4 32

NARASI PEMBERITAAN KORUPSI SEPAKBOLA DALAM KORAN KEDAULATAN RAKYAT DAN TRIBUN JOGJA (ANALISIS NARATIF KORUPSI IDHAM SAMAWI DI KEDAULATAN RAKYAT DAN TRIBUN JOGJA)

1 11 119

KEBERIMBANGAN PEMBERITAAN KORUPSIDI MEDIA CETAK KEBERIMBANGAN PEMBERITAAN KORUPSI DI MEDIA CETAK (Analisis Isi Keberimbangan Pemberitaan Korupsi Wisma Atlet di SKH Media Indonesia Periode Agustus 2011, Februari 2012 – Maret 2012).

0 4 16

PENDAHULUAN KEBERIMBANGAN PEMBERITAAN KORUPSI DI MEDIA CETAK (Analisis Isi Keberimbangan Pemberitaan Korupsi Wisma Atlet di SKH Media Indonesia Periode Agustus 2011, Februari 2012 – Maret 2012).

0 3 30

OBJEKTIVITAS PEMBERITAAN KEMATIAN SATWA KEBUN BINATANG SURABAYA (Analisis Isi Objektivitas Pemberitaan Kematian Satwa Kebun Binatang Surabaya di Surat Kabar Jawa Pos Edisi 13 Agustus 2010 – 17 Agustus 2010).

0 0 98

Analisis Isi : Obyektivitas Pemberitaan Di Surat Kabar - Ubaya Repository

0 0 1

BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Kerangka Teori - Objektivitas Pemberitaan Dugaan kasus Korupsi Nazaruddin di Koran tempo

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Objektivitas Pemberitaan Dugaan kasus Korupsi Nazaruddin di Koran tempo

0 0 7

OBYEKTIVITAS PEMBERITAAN KASUS KORUPSI P2SEM DI KORAN SURABAYA PAGI (Analisis Isi Obyektivitas Pemberitaan Kasus Korupsi P2SEM yang Melibatkan UPN Veteran Jatim Di Koran Surabaya Pagi Edisi 9, 10, dan 17 Maret 2010 ).

0 0 17