Implementasi Ketidak Setaraan Gender

diterima oleh siapa saja, tanpa harus melihat golongan atau kalangan tertentu, kelompok, ras dan budaya.

2.1.3 Implementasi Ketidak Setaraan Gender

Guna melihat analisis sosial secara lebih tajam, maka pertama kali yang harus dilakukan adalah memahami kata gender dan seks atau jenis kelamin. Pada uraian sebelumnya telah diuraikan mengenai gender dan seks. Sejarah gender difference antar lelaki dan perempuan terjadi melalui proses sosialisasi, pengetauan dan kontruksi sosial kultural, keagamaan, bahkan melalui kekuasaan negara. Melalui proses yang cukup panjang sehingga gender lambat laun menjadi seolah-olah ketentuan Tuhan atau kodrat dan ketentuan biologis, menyebutnya dengan kodrat. Misalnya : sifat lemah lembut, sifat memelihara dan sifat emosional yang dimiliki oleh kaum perempuan dikatakan sebagai kodrat perempuan. Akan tetapi sebaliknya sosialisasi kontruksi sosial tentang gender ini secara evolusi akhirnya mempengaruhi perkembangan masing-masing jenis kelamin. Misalnya: sifat gender laki-laki harus kuat dan agresif sehingga konstruksi sosial itu membuat lelaki terlatih dan motivasi menuju dan memepertahankan sifat yang ditentukan tersebut yang memang laki- laki lebih kuat dan lebih besar. Sebaliknya karena konstruksi sosial bahwa kaum perempuan harus lemah lembut, maka sejak kecil sosialisasi tersebut mempengaruhi perkembangan fisik dan biologis mereka. Karena proses sosialnya yang berjalan secara mapan akhirnya sulit dibedakan apalah sifat gender tersebut dikonstruksi atau kodrat biologis ketentuan Tuhan. Persoalannya, jika konstruksi gender dianggap sebagai kodrat, akibatnya gender mempengaruhi keyakinan manusia serta budaya masyarakat tentang bagaiman lelaki sosial tersebut. Perbedaan biologis itu dianggap sebagai ketentuan Tuhan. Masyrakat sebagai kelompok yang menciptakan perilaku pembagian gender untuk menentukan berdasarkan apa yang mereka anggap sebagai keharusan untuk membedakan antara lelaki dan perempuan. Keyakinan pembagian itu selanjutnya diwariskan dari satu generasi selanjutnya penuh dengan proses, negosiasi, retensi maupun dominasi. Akhirnya alamiah, normal dan kodrat sehingga bagi meraka yang mulai melanggar dianggap tidak normal dan kurun waktu yang berbeda, pembagian gender tersebut berbeda-beda.

2.1.4 Faktor-Faktor Penyebab Ketidak Setaraan Gender