yang merugikan masa depan mereka.Salah satu pergaulan bebas saat ini yang paling populer adalah menganggap free sex sebagai hal yang biasa
untuk dilakukan. Untuk menghindari terjadinya salah pengertian para remaja
terhadap pergaulan bebas, bahaya serta risiko yang akan dialami jika melakukan hal itu, dan mereka perlu diberikan pendidikan seks yang benar
dan jelas. Cara pandang remaja yang salah terhadap seksualitas, akan memberikan dampak negatif terhadap generasi muda, terlebih tatanan
kehidupan sosial nantinya yang disebabkan salah kaprah memahami hal itu.Bahkan, dengan terjadinya kekeliruan itu, remaja perempuan lebih
rentan terhadap berbagai resiko yang akan diderita dari perilaku seksual secara bebas tanpa ikatan agama.
2.1.8 Perilaku Seksual
Membicarakan seks bukanlah menjadi suatu pembicaraan yang tabu walaupun sebagian tradisi di daerah melarang menceritakan tentang
perilaku seksualitas terkait dengan norma-norma dan nilai-nilai yang mengikatnya sehingga banyak individu-individu maupun kelompok
tertentu malu menceritakan masalah seks, apalagi penyakit kelamin. Pemahaman tentang perilaku seksualitas sungguh memprihatinkan, apalagi
institusi pendidikan masih kurang mengenalkan pelajaran tentang perilaku seksualitas dan kesehatan reproduksi karena di anggap masih tabu, bahkan
kebijakan negara mengenai masalah pornografi, keluarga berencana dan permasalahan ini mendoktrin masyarakat sebagai hal yang sungguh privasi
bahwa semua permasalahan seks dapat dipelajari dengan sendirinya, hal ini terjadi terkait dengan gejala sosial yang mempengaruhi kesadaran
individu serta perilakunya yang berbeda dari karak teristis psikologis, biologis individu.
Perilaku seksual merupakan salah satu kebutuhan pokok yang senantiasa mewarnai pola kehidupan manusia dalam masyarakat. Perilaku
seksual sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma budaya yang berlaku dalammasyarakat. Setiap golongan masyarakat memiliki persepsi dan
bataskepentingan tersendiri terhadap perilaku seks. Bagi golongan masyarakat tradisional yang terikat kuat dengan nilaidan norma, agama
serta moralitas budaya, cenderung memandangseks sebagai suatu perilaku yang bersifat rahasia dan tabu untuk dibicarakan secara terbuka, khususnya
bagi golongan yang dianggap belum cukup dewasa. Para orang tua pada umumnya menutup pembicaraan tentang seks kepada anak-anaknya,
termasuk mereka sendiri sebagai suami isteri merasa risih dan malu berbicara tentang seks. Bagi kalangan ini perilaku seksual diatur
sedemikian rupa dengan ketentuan-ketentuan hukum adat, Agama dan ajaran moralitas, dengan tujuan agar dorongan perilaku seks yang alamiah
ini dalamprakteknya sesuai dengan batas-batas kehormatan dan kemanusiaan.
Gejala sosial yang riil merupakan fakta sosial yang harus dipelajari secara sistematis dengan metode-metode empiris, seperti yang di
ungkapkan oleh ahli sosiologis Emile Durkheim sebagai kekuatan yang
memaksa, bersifat eksternal. Kehadiran kekuatan ini dapat di kenal walaupun tidak di ikuti, baik dengan adanya sanksi tertentu
maupun perlawanan yang diberikan kepada setiap usaha individu yang cendrung melanggarnya. Fakta sosial terkait dengan perilaku seksualitas
individu-individu memberikan perspektif bahwa perilaku seksualitas menjadi suatu privasi pribadi individu tetapi menjadi akar permasalahan
sosial yaitu pelacuran sebagai transaksi bisnis yang disepakati oleh pihak yang terlibat sebagai suatu yang bersifat kontrak jangka pendek, yang
memungkinkan satu orang atau lebih mendapatkan kepuasan seks dengan metode yang beranekaragam. Perkins dan Bernnet. 1985 , kekerasan
dalam rumah tangga, pekerjaan, kesehatan reproduksi dan ketidakadilan gender.
Permasalahan terkait dengan perilaku seksualitas dari perspektif gender dalam satu fakta sosial riil memberikan penjelasan bahwa
pengaturan-pengaturan yang mengikat tidak memberikan ruang bebas dalam memberikan solusi permasalahan perilaku seksualitas. Johnson
Doyle Paul : 174-178 Perilaku seksual dipengaruhi oleh hormon estrogen dan
progesteron pada wanita serta hormon testosteron pada laki-laki. Hormon estrogen memicu timbul-timbulnya gejala psikologis dari birahi dan
memicu timbulnya tanda-tanda fisik pada wanita begitu pula dengan hormon testosteron pada laki-laki memicu timbulnya tanda-tanda fisik
pada laki-laki. Perbedaan secara biologis memicu terjadinya perbedaan
gender serta menjadi alasan bagi laki-laki untuk mengesahkan perbedaan peran sosial atas dasar gender. Ketidakadilan atas gender semakin
menyudutkan kaum perempuan dalam aktivitas sosial maupun segala bidang pekerjaan bahkan budaya patriarki mendukung alasan
ketidakadilan gender. Subagya 2009 Kaum perempuan terbelenggu oleh fakta sosial yang riil terjadi di
masyarakat bahwa norma-norma dan nilai-nilai yang mengikat kaum perempuan tidak memberikan ruang bebas dalam segala bidang. Fakta
sosial terkait dengan kebijakan negara yaitu pornografi, keluarga berencana, kesehatan reproduksi terkait dengan kesuburan, sikap
masyarakat terhadap perempuan hamil, perempuan pekerja. Pada manusia, perilaku seksualitas merupakan interaksi antara perilaku
prokreatif dengan situasi fisik serta sosial yang melengkunginya. Dalam konsep Sigmund Freud tentang seksualitas manusia bukan sekedar
kegiatan genitalia dengan tujuan prokreatif tetapi lebih merupakan perilaku mencari kesenangan dalam arti luas Eros, yang terdiri dari 2 unsur yaitu
pelestarian pribadi Self Preservation dan reproduksi. Dalam kasus Poligami sebagai perilaku seksual yang normal bagi
laki-laki di berbagai komunitas tradisional dunia, sedangkan perilaku seksual poliandri secara universal belum dapat diterima sebagai
kenyataaan realitas sosial. Perilaku homoseksual, gay dan lesbian masih belum diterima sebagai fakta sosial yang ada. Kartono. 1989 : 1-9
2.1.9. Perasaan, Emosi dan Cinta