Pengaruh Budaya dalam Proses Pemaknaan Teks

34

2.1.9 Culural Studies

2.1.9.1 Pengaruh Budaya dalam Proses Pemaknaan Teks

Cultural Studies lahir sebagai alternatif baru dalam kajian terhadap khalayak. Pada tahun 1960-an dibentuknya Centre for Contemporary Cultural Syudies di Universitas Brimingham Inggris sebagai bentuk praktisi cultural studies dan telah memperluas basis intelektual dan cakupan geografisnya. Beberapa definisi cultural studies menurut Barnett 1998: 1. Cultural Studies adalah suatu arena interdisipliner dimana perspektif dari disiplin yang berlainan secara selektif dapat diambil dalam rangka menguji hubungan antara kebudayaan dan kekuasaan. 2. Cultural studies terkait dengan semua praktik, institusi dan system klasifikasi yang tertanam dalam nilai-nilai, kepercayaan, kompetensi, rutinitas kehidupan dan bentuk-bentuk kebiasaan perilaku suatu masyarakat. 3. Bentuk-bentuk kekuasaan yang dieksplorasi oleh cultural studies beragam, termasuk gender, ras, kelas, kolonialisme, dll. Cultural studies berusaha mengeksplorasi hubungan antara bentuk-bentuk kekuasaan ini dan kekuasaan yang dapat dimanfaatkan oleh sejumlah agen dalam upayanya melakukan perubahan. Barnett dalam Barker, 2006:7 Cultural Studies merupakan suatu bangunan diskursif, yaitu ’jejak- jejak’ pemikiran, citra dan praktis, yang menyediakan cara-cara untuk 35 berbicara, bentuk-bentuk pengetahuan dan tindakan yang terkait dengannya, tentang topik, aktivitas sosial tertentu atau arena institusional dalam masyarakat. Hall, dalam Barker, 2006:6 Jika dihubungkan dengan media, pengertian khalayak dibedakan menjadi dua yaitu mass society dan community. Di sini pengertian khalayak diartikan sebagai suatu comunityi. Lebih lanjut Littlejohn membahas bahwa khalayak terdiri dari ragam komunitas yang berbeda- beda. Dimana masing-masing memiliki gagasan, nilai dan kepentingan sendiri-sendiri. Kemudian isi media diinterpretasikan oleh anggota komunitas yang ada sesuai makna sosial yang berlaku didalamnya. Individu-individu yang ada dalam komunitas tersebut lebih dipengaruhi oleh peers daripada oleh media. Littlejohn, 1999:335 Menurut Litllejohn 1999, ketika memahami makna isi media, komunitas-khalayak lebih mengacu pada makna sosial yang berlaku disekitarnya dari pada makna teks meida itu sendiri. Dengan demikian, makna terhadap isi media berbeda pada tiap individu dan erat kaitannya dengan budaya yang melingkupinya. Gerard Schoening dan James Anderson mengemukakan bahwa khalayak akan memahami dan menginterpretasikan apa yang ada dalam isi media dengan cara yang berbeda satu sama lain. Khalayak mencari media sesuai dengan kebutuhannya sehingga ia akan memaknai isi media yang dipilihnya sesuai keinginannya sendiri. Ia merupakan khalayak yang aktif. Ia akan cenderung memilih media dan memaknainya secaraindividual dari hasil 36 interaksinya dengan lingkungan sosial. Memaknai isi media pun menjadi suatu hal uang kompleks. Khalayak hidup dan berinteraksi dalam dunia sosial mereka sehingga makna diperoleh dari budaya. Budaya timbul dari hasil interaksi antar individu yang terlibat didalamnya. Selanjutnya terbentuklah makna komunal atau makna bersama. Isi media pada akhirnya akan dimaknai bedasarkan makna individual khalayak dan makna bersama sebagai hasil dari komunikasi dan interaksi. Littlejohn, 1999:336 Thompson bersama Williams, mengonsepsikan kebudayaan sebagai sesuatu yang biasa dan dijalani, meskipun dia juga menaruh perhatian pada apa yang dilihatnya sebagai sesuatu yang kultural namun sosio-ekonomis. Bagi Thompson, kelas adalah fenomena ahistoris yang dibentik dan diciptakan oleh masyarakat: ia bukan ’benda’, melainkan serangkaian relasi sosial dan pengalaman. Barker, 2006: 41

2.2 Kerangka Berpikir