BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Objek Penelitian 4.1.1 Pengguna
Hukum
Pengguna hukum adalah masyarakat yang dikenai peraturan yang telah diberlakukan oleh penegak hukum dan negara. Pengguna hukum
dalam penelitian ini adalah masyarakat yang Dewasa. Dalam undang-undang menentukan bahwa untuk dapat bertindak
dalam hukum adalah seseorang yang telah dewasa. Menurut pasal 330 KUH. Perdata seorang dikatakan dewasa apabila telah berusia 21 tahun
keatas atau telah kawin sebelum mencapai umur tersebut dan jika terjadi pembubaran perwakilan sebelum mereka berusia 21 tahun mereka tepat
diakui dewasa. Dalam psikologi pada usia 21 – 24 tahun sekarang sering disebut
sebagai masa dewasa muda atau masa dewasa awal. Dalam dewasa awal ini individu mendapatkan hak dan tanggung jawabnya terhadap perbuatan-
perbuatan yang dilakukannya. MoenksKnoersHaditono, 2006: 262 Penelitian ini melibatkan pengguna hukum di Surabaya yang
berusia 21 tahun sampai 45 tahun. Selain karena Surabaya adalah salah satu kota dengan penduduk terbesar kedua setelah Jakarta, di Surabaya
terdapat pusat dari hukum kepolisian di Jawa Timur yaitu POLDA Jatim. Pengguna hukum dalam penelitian ini tidak membedakan jenis kelamin,
45
46
baik laki-laki atau perempuan dimintai pendapatnya mengenai citra kepolisian.
Pengguna hukum yang terdiri dari profesi apa saja, seperti ibu rumah tangga, karyawan atau karyawati, pengusaha, mahasiswa, dan lain-
lainnya, pernah memiliki pengalaman yang berkaitan dan berurusan dengan pihak polisi. Baik secara langsung maupun tidak langsung yang
menggunakan perantara dalam kepengurusannya.
4.2 Analisis Data 4.2.1 Analisis
Data Penulis telah melakukan wawancara kepada pengguna hukum dari
berbagai golongan. Terdapat ibu rumah tangga, mahasiswa, karyawan serta coordinator supir bemo di Surabaya.
Informan dimana semuanya adalah orang dewasa, pernah melakukan kegiatan suap dan berusia 21 tahun sampai 45 tahun saling
memberikan argumennya mengenai citra kepolisian, dengan berdasarkan pengalaman yang dimiliki atau didapat dari orang lain.
Berikut adalah demografi informan yang telah diwawancarai: 1.
Informan 1 Seorang koordinator supir angkutan umum yang sudah memiliki
keluarga, berusia 44 tahun dan memiliki banyak pengalaman dengan pihak kepolisian. Pernah dijadikan terdakwa dalam satu kasus, yang
juga berkaitan dengan jaksa.
47
2. Informan 2
Seorang karyawan warnet dan berusia 25 tahun. Menggunakan calo dalam pembuatan SIM, padahal usia pada waktu iru 15 tahun. Dalam
hal ini dapat diartikan juga memaksakan pembuatan KTP pada usia 15 tahun yang harusnya, KTP bisa didapatkan pada usia 17 tahun. KTP
merupakan salah satu syarat yang harus ditunjukkan dalam pembuatan SIM.
3. Informan 3
Lulusan salah satu perguruan tinggi swasta, sedang mencari kerja dan berusia 24 tahun. Memberikan sejumlah uang untuk membebaskan diri
dari kesalahan melanggar marka jalan kepada anggota polisi. 4.
Informan 4 Mahasiswa perguruan tinggi swasta, berusia 25 tahun. Memberikan
sejumlah uang terhadap angota administrasi di Samsat, saat mengambil STNK yang di ambil oleh pihak kepolisian, saat ada pemeriksaan rutin
dijalan. 5.
Informan 5 Seorang ibu rumah tangga berusia 43 tahun dan sudah memiliki dua
orang anak. Memberikan sejumlah uang terhadap polisi, saat melanggar marka jalan.
48
4.2.2 Analisis Data Wawancara
Suap merupakan salah satu tindak kriminal yang melanggar hukum. Namun dalam kepolisian hal tersebut merupakan suatu hal yang
sering dilakukan, padahal kepolisian adalah salah satu lembaga hukum di Indonesia. Beberapa tahun ini polisi menggalakkan Gerakan Anti Suap
dalam institusinya, dengan berbekal semboyannya sebagai pengayom masyarakat.
Tapi dalam kenyataan yang ada dilapangan, penggunaan suap dalam kepolisian masih ada. Baik di jalan maupun dalam institusi
kepolisian, yang berurusan dengan administrasi atau hukum. Masih adanya tindakan suap menyuap yang dilakukan masyarakat pengguna hukum
banyak diakui oleh masyarakat.
“ Aku pernah gitu Kasus itu Waktu itu tahun itukan, saya punya SIM kan udah lama ya. Saya pernah itu …wah iku
sek isine sek top-top ‘e “mosok ngene ae gak isok”, trus tak cobak … Ternyata Gagal. Ternyata gagal, saya pikir
saya mampu, saya masih ini wes .. lek saiki lak wes teler wes males mikir mungkin, dulu masih top-top ‘e stre-
stresnya akhirnya saya gagal Akhirnya lewat calo ” . Informan 1, 44 tahun, 19 Mei 2010
“ Oh pernah, dulu pas belum tau bikin SIM pas SMP, aku dulu berumur 15 tahun”
Informan 2, 25 tahun, 22 Mei 2010
49
Dalam statement diatas baik informan 1 dan informan 2, sama- sama menggunakan Calo dalam mencapai tujuan untuk mendapatkan SIM.
Calo yang dimaksud disini adalah merupakan salah satu kegiatan perantara untuk mempermudah pihak lain dalam mengurus administrasi ataupun
kelulusan untuk mendapatkan Surat Ijin Mengemudi SIM. Calo memiliki kenalan atau hubungan kerjasama dengan pihak di dalam administrasi
kepengurusan SIM atau surat lainnya di kepolisian. Berdasarkan statement pertama yang telah diutarakan oleh
informan 1, istri dari informan 1 menanyakan tentang persamaan antara calo dengan markus.
“Calo Vi, duduk anu, calo yek opo ngunu iku?” Istri dari Informan 1, 39 tahun, 19 Mei 2010
“Yo lewat tangan, yo sama juga” Informan 1, 44 tahun, 19 Mei 2010
Pada statement kedua, informan 1 menyatakan adanya kesamaan antara calo dengan makelar kasus. Dalam hal ini layaknya makelar kasus,
seorang calo menerima kasus-kasus yang berkaitan dengan kesulitan dalam kepengurusan mendapatkan SIM atau surat-surat yang lainnya.
Bukan hanya calo yang bisa dijadikan jalan untuk mencapai kemudahan, bahkan pihak kepolisianpun menawarkan jasanya untuk
mempermudah dalam kepengurusan administrasi dalam mengeluarkan surat-surat kendaraan lain. Seperti yang dialami oleh Informan 4, yang
50
pada saat itu ditemui di sebuah pameran Informasi Teknologi IT, di salah satu perguruan tinggi swasta di Surabaya..
“ Waktu itu pembayaran STNK, waktu itu kena tilang di Jakarta terus, ya udah langsung kita ke Samsat nya dan di
samsat itu sendiri langsung ke orangnya, dia bilang “mempermudah”, ya wis … cuman lebih mahal, biar
lebih cepet gitu katanya” “Ada jalan yang lebih mudah … ya kita pake yang lebih
mudah” Informan 4, 25 tahun, 22 Mei 2010
Dalam pernyataan informan 4, menyatakan bahwa saat mengambil Surat Tanda Nomor Kendaraan STNK yang dalam sebuah kegiatan
operasi kendaraan, informan ditunjukkan untuk menghadap seseorang yang berada di Samsat. Disana informan ditawarkan untuk mempermudah
dalam pengambilan STNK tersebut, yaitu melalui jalan pintas dengan memberikan sejumlah uang, agar dipermudah urusannya.
Padahal dalam proses hukum yang sebenarnya, setelah surat-surat tersebut ditahan oleh pihak kepolisian, maka surat-surat tersebut akan
diserahkan ke pihak Komisi Pelayanan Publik yang berada di Samsat untuk di serahkan ke Pengadilan. Hal tersebut agar pemilik dari surat-surat
tersebut menjalani proses hukum pengadilan karena pelanggaran yang dilakukan dan menyerahkan sejumlah uang kepada Negara untuk menebus
kembali surat-surat tersebut, sesuai dengan undang-undang yang sudah diberlakukan.
51
Namun pada kasus yang diungkapkan diatas, informan 4 hanya sampai mehadap ke Samsat untuk mengambil STNK dengan memberikan
sejumlah uang yang harusnya tidak dikeluarkan atau diberikan pada pihak yang berada Samsat tersebut. Jumlah uang tersebut lebih mahal dari denda
dikenakan dalam undang-undang. Praktek suap bukan hanya dilakukan pada saat administrasi saja.
Bahkan pada saat melakukan pelanggaran dijalan polisi kerap menawarkan suatu pilihan mudah terhadap pelanggar marka dan banyak pula yang takut
dengan adanya polisi semakin dijadikan kesempatan oleh pihak kepolisian.
“ Aku pernah kecekel kok salah jalan gitu. Itu …“yek opo iki” bahasa inggris ‘e yek opo, yaaes .. tambah ngunu e ..
Gara-gara salah jalan gitu. Aku anterin temenku karena ga tau jalan, trsu njaluk tolong, aku tolong pengen ero
suramadu, trus makan setelah makan, jalan , tiba-tiba priit wah aku salah iki. Begitu nunjukin SIM dan STNK, trus
polisinya bilang “yek opo iki” .. wes bahasa inggris e ngunu wes, aa ngenekno kek ‘i dua puluh ribu .. lancar
wes” Informan 1, 44 tahun, 19 Mei 2010
“ Pokok ‘e jek onok Vik, masih ada yang begitu-begitu” Istri Informan, 39 tahun, 19 Mei 2010
Dalam statement diatas, terdapat ungkapan dari seorang Polisi “Yek opo iki?”, yang bila diartikan dalam bahasa Indonesia adalah “Gimana
ini?”. Ungkapan “Gimana ini?” bagi masyarakat pengguna hukum adalah ungkapan bagi polisi untuk meminta atau mempermudah jalan pihak
52
pelanggar agar tidak terkena sidang di pengadilan. Hanya dengan memberikan uang sejumlah Rp. 20.000,- Dua puluh ribu, keadaan pun
membalik dan berubah menjadi lancar. Dalam statement kedua, yang diungkapkan oleh istri dari informan
1, memberikan penegasan bahwa kegiatan suap masih sering dilakukan. Banyak ungkapan-ungkapan atau kata-kata kiasan lain yang dapat
menggantikan kata suap didalamnya.
“Yang memintanya polisinya, dari pihak kepolisian. “Mas ini mau damai atau sidang? Sidang tempat apa sidang di
pengadilan?”. Ya mungkin kita juga sama-sama membutuhkan, ya dia membutuhkan ya buat mungkin ya
yang dinamakan uang, juga dan saya membutuhkan suatu waktu juga karna waktu itu saya terburu-buru juga”.
Informan 3, 24 tahun, 21 Mei 2010.
“Kena tilang dijalan, dia menawarkan apakah mau sidang lewat pengadilan atau langsung aja. Jadi atas penawaran
dia, karena terburu-buru dan karena waktu, saya pilih yang kedua”
Informan 5, 43 tahun, 23 Mei 2010
Maksud dari statement pertama dari informan 3 adalah saat melakukan suap dijalan, informan 3 dimintai oleh anggota polisi yang
bertugas dengan menggunakan ungkapan damai atau sidang. Dalam pengertian damai disini adalah pihak kepolisian menawarkan untuk
menutup kasusnya saat itu juga sehingga tidak akan ada tindakan terhadap
53
pelangar marka atau peraturan. Namun secara tidak langsung, sidang ditempat juga merupakan salah satu ungkapan lain dari kata damai.
Ungkapan kata damai atau sidang ditempat merupakan salah satu ungkapan untuk menggantikan kata suap, karena pihak polisi meminta
sejumlah duit atau penawaran yang dilakukan oleh pelanggar, agar dibebaskan. Dalam kedua statement diatas juga dapat diketahui bahwa
pihak kepolisianlah yang menawarkan diri kepada pihak pelanggar marka atau hukum untuk melakukan suap kepada dirinya. Dengan dalih akan
mempermudah atau tidak terjadi pelanggaran apa-apa saat dijalan. Namun, suap yang terjadi dapat juga dikarenakan sama-sama
membutuhkannya, dari segi polisi memanfaatkan kondisi yang dialami oleh pelanggar yang sedang terburu-buru dan dari sisi pelanggar juga
terburu-buru karena mengejar waktu.
“ Kalau saya yakin sudah tegas, cuman ya itu tadi yang kelihatan kan terlihat .. yang gak kelihatan ya tetep ada”
“Ada jalan yang lebih mudah … ya kita pake yang lebih mudah”. Informan 4, 25 tahun, 22 Mei 2010
“Pada gertak sambel aja .. pada saat itu Tapi kalo orang pintar dia akan berpikir gitu loh .. ya itu tadi, trus “endi
bantale rek”, eee lemek‘e kok bantale”. Informan 1, 44 tahun, 19 Mei 2010
Menurut statement yang telah diungkapkan diatas, kepolisian hanya melakukan gertak sambal atau dapat dibilang dengan omong kosong
54
belaka atau hanya teori. Hanya dalam prakteknya yang dapat dilihat oleh masyarakat saja yang diperlihatkan, namun masih banyak juga yang
melakukan kegiatan suap menyuap didalamnya, yang tidak terlihat oleh mata masyarakat pengguna hukum yang awam dalam institusi kepolisian.
Dalam arti disini, kepolisian tidak melakukan tindakan transparan kepada masyarakat dalam melakukan setiap kegiatannya.
“ Tindakan .. tegas upaya itu untuk membersihkan citra mereka ada memang … cuman dari mana nanti itukan gak
selamanya ditransparasikan. Jadi paling nggak ada semacam yang ditutupin juga, nah itu kita gak tau
masyarakat yang ditutupin itu eee.. ada tingkah apa sih didalamnya, itu kita gak tau”.
Informan 2, 25 tahun, 22 Mei 2010
Mudahnya kepengurusan dalam berurusan dengan kepolisian dikarenakan adanya uang, karena melanggar marka jalan atau kurangnya
surat pengendara yang dimiliki akan menjadi ringan atau mudah.
“ Dari kebiasaan, ya dari mulut ke mulut .. kalo ada operasi atau apa gitu, disana prosesnya lebih cepet.. ya
kitakan buat efisiennya aja, udah gak mau ribet.. damai yaa.. bisa ngelakuin itu deh“.
Informan 2, 25 tahun, 22 Mei 2010
“Kesulitan kalau kita mematuhi aturan yang sudah ada. Pengalaman saya membuat SIM itu ada tes, praktekkan.
Untuk tes tertulis sih bisa aja, untuk tes praktek itu gak
55
akan ada yang bisa lulus, karena kesempatannya hanya satu kali jalan. Itu gak ada, eee.. saya lihat sendiri itu gak
ada yang lulus langsung, ataupun misalkan dia ngulang lagi untuk datang lagi dua minggu kemudian atau apa itu,
gakkan bisa lulus karna kesempatannya hanya satu kali. Untuk prakteknya dan pada kenyataannya akhirnya orang
pake jalan pintas. Apa itu dianggap mempersulit atau mempermudah, yaa.. kenyataannya seperti itu ”.
Informan 5, 43 tahun, 22 Mei 2010
“ Nggak juga Ya itu tadi ada jalan yang lebih mudah ya kita pakek jalan yang lebih mudah”
Informan 4, 25 tahun, 22 Mei 2010
Dalam statement diatas dimaksudkan bahwa, suap sudah menjadi suatu kebiasaan, sehingga bisa mempermudah masyarakat untuk lolos dari
jeratan hukum. Bahkan dalam statement kedua menyatakan, bahwa kesulitan dalam melaksanakan aturan yang sudah ada. Hal ini dikarenakan
saat mengikuti prosedur yang dicontohkan dalam pembuatan SIM, banyak yang tidak dapat menyelesaikan tes dengan sempurna. Sehingga banyak
yang memakai jalan pintas, yaitu dengan menggunakan uang untuk meminta jasa Calo ataupun langsung ke pihak terkait untuk
mempermudah. Kegiatan suap merupakan suatu kegiatan yang sudah membudaya
di pihak kepolisian. Dengan budaya suap yang disandang tersebut, sejak dari dulu citra kepolisian pun buruk. Terlebih lagi dengan adanya
56
pemberitaan mengenai kasus Makelar Kasus yang telah dibongkar oleh Mantan Pejabat Tinggi kabareskrim Susno Duadji.
“ Adanya makelar kasus itukan menimbulkan suap” Informan 5, 43 tahun, 23 Mei 2010
“ Pasti ada. Hubungannya kalo ada markus pasti mereka yang meminta untuk .. eee.. gimana suatu kasus itu biar
cepet selesai, lancar tanpa.. sulit. Itu pasti akhirnya untuk menyuap lagi, ya kan seperti itu”
Informan 4, 25 tahun, 22 Mei 2010
Statement diatas menjelaskan, bahwa hubungan antara makelar kasus dengan suap ada hubungannya atau saling berkaitan. Dengan adanya
makelar kasus, yang pasti suap pasti dilakukan untuk memperlancar urusan agar tidak dipersulit dan cepat selesai.
“Citra kepolisian dari dulu itu sudah jelek, tergantung pribadi orang itu sendiri .. tapi kalo yang saya lihat itu
emang jelek soalnya bahkan sampai orang tuanya bilang kalo nikah jangan sama polisi”
Informan 4, 25 tahun, 22 Mei 2010
“Kalau dari segi masyarakat sih masih cukup baik, cuman kalo dari segi intern mereka pasti melindungi untuk
aktifitas intern mereka dan jangan sampai berita itu keluar. Jadi kita taunya yang diluar institusi aja .. ya cukup baik
sih Cuma hati-hati” . Informan 2, 25 tahun, 22 Mei 2010
57
“ Sebenarnya citra kepolisian itu udah gak bagus dari dulu, hanya sebenarnya beberapa tahun terakhir ini sudah
membaik .. sejak Gus Dur itu mungkin ya yang menaikkan gaji para polisi. Itu lebih baik dari sebelumnya tapi
ternyata juga masih tetap aja sih, ada juga kekurangannya lah .. ketidak jujurannya masih ada dan masalah Susno itu
ya … saya gak menganggap Susno yang membongkar itu memang sudah jadi sebab akibat dari sebelumnya … Efek
sebab akibat”. Informan 5, 43 tahun, 23 Mei 2010
Dalam statement diatas memberikan suatu keterangan, bahwa sebelum terjadinya suatu kasus yang melibatkan kepolisian, seperti
Markus citra kepolisian dimata pengguna hukum atau masyarakat sangat buruk. Bahkan sampai-sampai beberapa orang tuapun berpendapat, untuk
melarang anaknya menikahi seorang polisi. Meskipun pada statement kedua, pada awalnya memandang baik,
dalam hal ini yang dapat dilihat langsung oleh masyarakat. Namun tetap saja di dalam institusi kegiatan tersebut tetap dilindungi, sehingga
masyarakat hanya dapat mengetahui luarnya saja.
“ Jelas memburuk, tidak lebih membaik malah lebih buruk lagi”
Informan 5, 43 tahun, 23 Mei 2010
“ Pandangan saya terhadap kepolisian, saya sebagai masyarakat yang saya lihat semakin memburuk”
Informan 3, 24 tahun, 21 Mei 2010
58
Dalam statement tersebut, meskipun kasus makelar kasus terbongkar membuat citra kepolisian semakin memburuk. Dengan
terbongkarnya kasus tersebut, memberikan anggapan bahwa walaupun Polri sudah membuat Gerakkan Anti Suap dalam institusinya, ternyata
masih dapat ditemui bahkan melibatkan atasan atau para petinggi Polri.
“ Harusnya memperbaiki citra kepolisian. Dia itu orang bagus kok, sebetulnya akan membongkar kasus.. iyakan?
Karena banyak terlibat dan terkait dia dipojokkan oleh masalah Arwana kasus lain. Hanya ya gitu kalo orang
jujur akhirnya ya ndak duwe bolo, ndak duwe jabatan.” Informan 1, 44 tahun, 19 mei 2010
Namun, pada sisi lain, sesuai dengan statement dari informan diatas. Informan 1 memiliki pandangan bahwa dengan adanya kasus
Markus tersebut dapat memperbaiki citra kepolisian. Dengan adanya orang seperti Mantan Kabareskrim Susno Duadji dapat memeprbaiki kepolisian
di masa mendatang, dengan membongkar kasus yang ada dalam kepolisian. Dengan tindakan tersebut yang menglibatkan beberapa orang
pejabat kepolisian lain membuat Susno Duadji dipojokkan, yang membuat mantan Kabareskrim tidak memiliki jabatan dan juga teman, karena telah
membongkar sebuah kejelekan.
“ Nah itulah, patut diragukan. Karna tadi yang aku bilang, eee… kalo lagi luarkan kita slama ini baik-baik saja, tapi
59
dari segi intern ada pihak dari intern yang kemudian gak puas akan kinerja kepolisian sendiri, baru dia melakukan,
baru masyarakat luar bisa tau. Maka dari itu citra kepolisian juga makin menurun kayaknya … meragukan
juga” Informan 2, 25 tahun, 22 Mei 2010
“ Sama saja tidak ada perubahan, maksudnya seberat dia … e seserius dia menaikkan citra tetap aja sih, sangat berat
emang tantangannya karena udah seperti membudaya. Sebenernya bukan dikepolisian saja, secara umum sih
budaya Indonesia sudah tercemar, jadi bukan karna dikepolisian saja, tapi secara umum”.
Informan 5, 43 tahun, 22 Mei 2010
Dalam statement informan 2 disebutkan, citra kepolisian diragukan karena hanya dari luar institusi saja terlihat baik-baik saja. Namun
kenyataannya didalam atau intern institusi kepolisian membuat suatu ketidak puasan terhadap masyarakat saat masyarakat mengetahuinya,
seperti terjadinya kasus Markus. Sehingga pada statement kedua pun menegaskan, bahwa meskipun
pihak kepolisian berusaha meningkatkan citra kepolisian pasti sangat berat. Pernyataan tersebut adalah pernyataan pesimis terhadap suatu
institusi untuk menjadi lebih baik. Hal ini dikarenakan sudah merupakan suatu kebudayaan yang turun menurun dan menjadi citra yang turun
menurun juga akhirnya. Sehingga membuat budaya Indonesia juga tercemar karenanya.
60
Makelar kasus merupakan suatu contoh yang ada dalam tubuh kepolisian, bahwa kepolisian belum mampu dalam menjalankan tugasnya
sebagai penegak hukum yang bersih dari suap.
“ Pelajaran Ilmu Komunikasi. Komunikasi kepada sesama, semua terkomunikasikan dengan baik, jadi nggak tanpa
ada yang terselubung” Informan 2, 25 tahun, 22 Mei 2010
Maksud dari statement diatas adalah lebih terbukanya pihak kepolisian dengan melakukan komunikasi kepada masyarakat ataupun
polisi lain, yang tidak ditutup-tutupi. Dengan melakukan komunikasi kapada masyarakat pengguna hukum, sehingga masyarakatpun dapat
memantau kegiatan kepolisian yang dilakukan di dalam maupun diluar.
“Memang harus dibongkar, tidak semudah membalik telapak tangan. Semua kasus harus dibongkar tapi ya itu
tadi, harus dibenahi” “Kalo atasannya kenceng, bawahnya pasti takut .. apa kata
atasan.” Informan 1, 44 tahun, 19 Mei 2010 “ Kepolisian harus lebih tegas ajalah, lebih menjalankan
peraturan dan lebih bijak aja ”. Informan 3, 24 tahun, 21 mei 2010
Maksud dari statement diatas, dengan terbongkarnya kasus markus bagi informan 1 memang harus dilakukan untuk membenahi atau
memperbaiki kepolisan, dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan
61
atasan. Atasan yang tegas akan membuat bawahan takut untuk melanggar ketentuan yang sudah di tetapkan oleh institusi kepolisian. Suatu ketegasan
patut untuk dilaksanakan di dalam tubuh kepolisian dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh atasan atau petinggi dari kepolisian. Yang bisa
dijadikan contoh bagi bawahan juga. Masyarakat bergantung kepada kepolisian sebagai penegak hukum,
segala hal yang berkaitan dengan keamanan dan juga administrasi dapat dibilang selalu berkaitan dengan pihak kepolisian. Namun jika banyaknya
pelaku suap menyuap, hal ini dapat merugikan masyarakat dan Negara. Selain itu masyarakat pengguna hukum tidak percaya kepada peraturan
yang dibuat sendri oleh polisi, masyarakatpun tidak akan mempercayai keberadaan polisi sebagai salah satu pengayom masyarakat.
“ Membuat suatu terobosan inovasi baru, entah berbuat apa yang akhirnya mengembalikan citra polisi lagi. Harus
itu, apalagi kan sekarang kasusnya udah semakin, kayak susno-susno itukan.. sudah tinggi sekali itu wes .. sulit
Tapi emang harus ” Informan 4, 25 tahun, 22 Mei 2010
Maksud statement dari informan 4 adalah kepolisian harus mengambil pelajaran dengan membuat suatu terobosan baru untuk
masyarakat. Sehingga masyarakat dapat memandang bahwa citra kepolisian membaik, apalagi bila berkaitan dengan atasan seperti kasus
makus. Kesulitan akan dilami oleh pihak kepolisian, tapi harus
62
menemukan terobosan atau cara baru untuk lebih berusaha meningkatkan itra kepolisian.
“ Citranya semakin membaik ada, soalnya kan ee..sekarang ini semacam kayak gudang itu dibersihkan
semua. Yang beluk-beluk pakaian yang kotor-kotor dibersihkan semua, bisa juga nanti dalam proses
berikutnya orang jadi takut kalo misalnya ini melakukan tindakan diluar hukum karna ibaratnya gudang itu sudah
bersih ya udah kita bias melakukan tugasnya dengan baik lagi.”
Informan 2, 25 tahun, 22 Mei 2010
“ Bisa dan itu memang berat dan memang harus bisa” Informan 5, 43 tahun, 23 Mei 2010
Maksud statement diatas adalah citra kepolisian dimasa depan bisa mendapatkan citra yang baik bila melakukan pembersihan. Pada statement
pertama, kepolisian diibaratkan seperti gudang, membersihkan gudang dari segala kotoran yang ada. Sehingga apabila sudah bersih gudang tersebut,
maka dapat melakukan apapun untuk kebaikan terhadap gudang tersebut. Dalam arti, kepolisian dapat melakukan tugasnya dengan baik, meskipun
itu berat untuk mengubah citra kepolisian lebih baik di mata masyarakat pengguna hukum. Pada statement kedua pun, menegaskan bahwa
kepolisian di masa depan harus bisa membaik citranya, meskipun hal itu sangat sulit.
63
“ Harapan selalu menjadi lebih baik, dan saya tau itu bukan mudah dan itu bukan secara cepat masih
membutuhkan waktu tapi harus dimulai” Informan 5, 43 Tahun, 23 Mei 2010
“Harapan kepolisian, lebih banyak kejujuran lah.. ditingkat yang paling tinggi-tingi seperti atasan – atasan.
Atasan sudah jujur pasti bawahnya juga ikut jujur. Kalo atasannya sudah memberikan contoh yang buruk, ya udah
.. yang bawahnya apalagi gitu” Informan 4, 25 tahun, 22 Mei 2010
Statement diatas merupakan sebuah harapan dari masyarakat pengguna hukum terhadap kepolisan. Maksud dari
statement pertama adalah berharap bahwa polisi selalu menjadi lebih baik secara keseluruhan, baik secara instirusi maupun secara
perorangan individu anggota polisi. Walaupun akan memakan waktu lama, namun harus segera dimulai dari sekarang untuk
memperbaikinya. Begitu juga ditegaskan dengan pernyataan informan 4,
agar kepolisian lebih banyak kejujuran. Terutama untuk para pejabat tingginya, yang dapat dijadikan contoh oleh anggota
polisi lainnya yang lebih rendah jabatannya.
“Harus memperhatikan kebutuhan masyarakat, kepentingan masyarakat supaya citra itu cepat baik”
Informan 1, 44 tahun, 19 Mei 2010
64
Statement dari informan diatas adalah merupakan masukan yang menganjurkan kepada pihak kepolisian untuk lebih memeprhatikan
kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Sehingga dari perhatian itulah kepolisiam mampu untuk menciptakan citra lebih baik di mata masyarakat
pengguna hukum di Indonesia.
4.3 Interpretasi
Polri atau instansi kepolisian merupakan salah satu penegak hukum
di Negara Indoenesia. Polri memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberikan rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari
tindakan kriminalitas dan bencana alam. Upaya melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan perubahan-perubahan melalui tiga
aspek yang disebut TRIBRATA yaitu: a.
Aspek Struktural Mencakup perubahan kelembagaan Kepolisian dalam Ketata negaraan,
organisasi, susunan dan kedudukan. b.
Aspek Instrumental Mencakup filosofi Visi, Misi dan tujuan, Doktrin, kewenangan,
kompetensi, kemampuan fungsi dan Iptek. c.
Aspek cultural Adalah muara dari perubahan aspek struktural dan instrumental, karena
semua harus terwujud dalam bentuk kualitas pelayanan Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan manajerial, sistem
65
rekrutmen, sistem pendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, sistem anggaran, sistem operasional.
Dengan berbekal TRIBRATA tersebut, Polri diharuskan menjadi suatu lembaga hukum yang terpercaya oleh masyarakatnya. Namun pada
kenyataannya, kepolisian dari dulu sampai saat ini memiliki citra yang buruk di mata masyarakat pengguna hukum.
Dalam pernyataan yang telah diungkapkan oleh para informan, dua informan diantaranya telah menganggap citra kepolisian sudah baik. Pada
salah satu informan menyatakan citra kepolisian saat ini: “Membaik …. ” Informan 1
Dengan pernyataan tersebut maka citra kepolisian saat ini terbilang sudah membaik. Infroman 1 memliliki berbagai pandangan terhadap suatu
kejadian, baik dari sisi baik dan buruk selalu dipertimbangkan oleh informan 1. Selain pengalaman yang dimilikiya berkaitan dengan
kepolisian, informan 1 tidak memandang sesuatu dari satu sisi saja, melainkan dari sisi lain.
Begitu juga dengan informan selanjutnya, pernyataan yang diungkapkan oleh informan lain, yang juga menganggap citra kepolisian
juga cukup baik. Informan memandang dari segi luar dan dalam sebuah permasalahan. Meskipun permasalahan tersebut sudah menjadi penilaian
buruk bagi kebanyakan masyarakat. “Kalau dari segi masyarakat sih masih cukup baik,
cumankan kalo dari segi intern mereka pasti melindungi untuk aktifitas intern mereka dan jangan sampai berita itu
66
keluar. Jadi kita taunya yang diluar institusi aja .. ya cukup baik sih cuma hati-hati.”
Informan 2 Dalam statement tersebut, dapat memperlihatkan informan 2
memiliki kebudayaan yang adil dalam memandang suatu masalah atau informasi yang didapat.
Disisi lain walaupun pihak kepolisian sudah memperbaiki segala pelayanan dari administrasi dan juga menggalakkan Gerakan Anti Suap, di
mata masyarakat pengguna hukum hanyalah omong kosong belaka. Bagaimanapun juga dalam prakteknya, masih terdapat polisi yang
menerima suap, baik untuk urusan administrasi maupun masalah hukum lainnya.
Terlebih terbukti dengan adanya kasus yang diungkap oleh salah satu Mantan Pejabat Tinggi Kabareskrim Susno Duadji mengenai Makelar
Kasus markus dalam tubuh Kepolisian Republik Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa pihak kepolisian, tidak tegas dalam membuat
peraturan, karena peraturan tersebut dilanggar sendiri oleh pihak kepolisian.
Dengan terbongkarnya kasus markus, semakin membuka pandangan masyarakat terhadap kepolisian. Berbagai pendapat pun
diutarakan untuk citra kepolisian dan masyarakat menyatakan bahwa citra kepolisian buruk.
Sebelum ataupun sesudah terjadi markus citra kepolisian sudah buruk.
67
“Pandangan saya sebagai masyarakat yang aku lihat semakin memburuk”. Informan 3
“Bukan saja saat itu, udah dari dulu udah jelek citra kepolisian”. Informan 4
“Sebenarnya citra kepolisian itu udah gak bagus dari dulu, hanya sebenarnya beberapa tahun terakhir ini sudah
membaik .. sejak Gus Dur itu mungkin ya yang menaikkan gaji para polisi. Itu lebih baik dari sebelumnya tapi
ternyata juga masih tetap aja sih, ada juga kekurangannya lah .. ketidak jujurannya masih ada dan masalah Susno itu
ya … saya gak menganggap Susno yang membongkar itu memang sudah jadi sebab akibat dari sebelumnya … Efek
sebab akibat.” Informan 5 Statement-statement tersebut merupakan ungkapan pernyataan
buruk terhadap citra kepolisian. Sehingga untuk mempercayai pihak kepolisian agar benar-benar bersih dari suap, selalu diragukan dalam
prakteknya. Statement tersebut diungkapkan berdasarkan pengalaman
yang dialami oleh informan. Selain itu juga berdasarkan dengan ajaran yang didapat dari lingkungan sekitar informan, yang sudah menjadi
pandangan umum lingkungannya.
68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Setiap orang memiliki keterbatasan dan juga kelebihan dalam sebuah pengetahuan untuk memperoleh informasi. Dalam sebuah
lingkungan yang sudah mempengaruhinya sejak dini, dapat dijadikan salah satu alasan untuk cara berpikir yang berbeda dari kebanyakan orang.
Lingkungan yang mempengaruhi tersebut, menjadikan budaya berpikir seseorang tidak dapat disamakan dengan yang lain. Terlebih
dalam mengartikan sebuah informasi yang didapat, karena hal ini dapat juga berkaitan dengan pengalaman yang terjadi pada dirinya maupun
didapat dari orang lain. Sehingga individu tiap masyarakat dapat memberikan kesimpulan menurut pandangan budayanya sendiri.
Dalam hal ini masyarakat dapat menentukan sikapnya masing- masing terhadap suatu permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya,
yang berkaitan dengan dirinya maupun orang lain. Penulis telah melakukan wawancara terhadap penguna hukum
terhadap citra kepolisian. Citra merupakan suatu pandangan bagi seseorang terhadap suatu instansi atau organisasi. Hal ini mempengaruhi
khalayaknya untuk mempercayai keberadaan institusi tersebut yang sesuai dengan tugas atau kewajibanya.