1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas untuk membekalipeserta didik
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Untuk mengembangkan kemampuan tersebut, guru
harus membimbing siswa dengan penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri
.
Pengajaran matematika umumnya masih didominasi oleh pengenalan rumus-rumus serta
konsep-konsep secara verbal, tanpa ada perhatian yang cukup terhadap pemahaman siswa serta bekerja secara individu. Hal ini terlihat saat peneliti
sedang melaksanakan PPL, dimana dalam pembelajaran matematika siswa bergantung pada penyelesaian soal yang tercantum didalam contoh soal buku
pegangan siswa. Sehingga, siswa ingin cepat-cepat mengerjakan soal dibandingkan memahami konsep secara mendalam terlebih dahulu karena siswa
merasa mampu mengerjakan seperti pada contoh yang ada tetapi siswa tidak dapat mengembangkan penyelesaian tersebut. Selain itu, pembelajaran secara individu
seringkali membuat siswa sulit untuk berdiskusi bersama teman yang mereka anggap mampu dalam matematika karena jika ingin berdiskusi akan mengganggu
suasana kelas. Siswa lebih senang jika pembelajaran matematika secara berkelompok agar siswa dapat berdiskusi bersama teman yang lebih mampu untuk
2 memahami materi. Meskipun tidak semua siswa berfikir demikian tetapi hal ini
terlihat ketika siswa menjadi berjalan berkeliling kelas mencari jawaban saat siswa tidak mampu mengerjakan soal. Dengan demikian, cara berfikir beberapa
siswa dalam menyelesaikan soal masih monoton karena kurangnya pengalaman siswa.
Menghadapi kondisi itu, pembelajaran matematika harus mengubah citra dari pembelajaran yang mekanistis menjadi humanistik yang menyenangkan.
Pembelajaran yang mendasarkan pada penerapan “Pendidikan Matematika Realistik Indonesia” merupakan bentuk pembelajaran yang menggunakan dunia
nyata dan kegiatan pembelajaran yang lebih menekankan aktivitas siswa untuk mencari, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan yang diperlukan
sehingga pembelajaran menjadi terpusat pada siswa.Perubahan cara berpikir yang perlu sejak awal diperhatikan ialah bahwa hasil belajar siswa merupakan tanggung
jawab siswa sendiri. Artinya bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi secara langsung oleh karakteristik siswa sendiri dan pengalaman belajarnya. Tanggung
jawab langsung guru adalah pada penciptaan kondisi belajar yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang baik Marpaung, 2004. Pengalaman
belajar akan terbentuk apabila siswa ikut terlibat dalam pembelajaran yang terlihat dari aktivitas belajarnya.
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI merupakan pendekatan dalam pembelajaran matematika yang sesuai dengan paradigma pendidikan
sekarang. PMRI menginginkan adanya perubahan dalam paradigma pembelajaran, yaitu dari paradigma mengajar menjadi paradigma belajar Marpaung, 2004.
3
Pembelajaran matematika selama ini terlalu dipengaruhi pandangan bahwa matematika adalah alat yang siap pakai. Pandangan ini mendorong guru bersikap
cenderung memberi tahu konsep dan cara menggunakannya. Guru cenderung mentransfer pengetahuan yang dimiliki ke siswa dan siswa menerimanya secara
pasif dan tidak kritis. Adakalanya siswa menjawab soal dengan benar namun mereka tidak dapat mengungkapkan alasan atas jawaban mereka. Siswa dapat
menggunakan rumus tetapi tidak tahu dari mana asalnya rumus itu dan mengapa rumus itu digunakan. Keadaan demikian mungkin terjadi karena di dalam proses
pembelajaran tersebut siswa kurang diberi kesempatan mengungkapkan ide-ide dan alasan jawaban mereka sehingga kurang terbiasa untuk mengungkapkan ide-
ide dan alasan dari jawabannya. Oleh karena itu, didalam PMRI standar bahan ajar yang diberikan kepada siswa
disusun sesuai dengan kurikulum yang berlaku.PMRI juga menekankan untuk membawa matematika pada pengajaran bermakna dengan mengaitkannya dalam
kehidupan nyata sehari-hari yang bersifat realistik. Kepada Siswa disajikan masalah-masalah kontekstual, yaitu masalah-masalah yang berkaitan dengan
situasi yang dapat dibayangkan oleh siswa atau menggambarkan situasi dalam dunia nyata Zulkarnain, 2002. Hal tersebut bertujuan agar siswa lebih mudah
memecahkan masalah-masalah yang disajikan dan untuk memotivasi siswa dan membantu siswa belajar matematika. Pemecahan masalah dapat diartikan sebagai
usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak begitu saja dengan mudah dapai dicapai. Dengan demikian pemecahan masalah
merupakan bentuk pembelajaran yang dapat menciptakan ide baru dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
menggunakan aturan-aturan yang telah dipelajari terdahulu untuk membuat formulasi pemecahan masalah.
Pada awal memasuki semester 2 tahun ajaran 20152016, guru pengampu mata pelajaran matematika kelas VIII A SMP Budi Mulia Minggir memberikan materi
Geometri Ruang Sisi Datar Limas yang tercantum dalam kurikulum 2006 KTSP. Pendekatan PMRI dapat diterapkan pada materi Bangun Ruang Sisi
Datar Limas karena dapat mengidentifikasi tingkat kemampuan siswa untuk memecahkan masalah melalui aktivitas yang siswa lakukan. Penerapan
pendekatan PMRI bukan tanpa kendala. Kendala dapat muncul dari siswa-siswi yang sulit menemukan ide dalam memecahan masalahnya. Melalui penelitian ini,
peneliti akan menganalisis kemampuan siswa-siswi untuk memecahkan masalah pada Geometri Ruang Sisi Datar Limas dalam diskusi kelompok kecil.
B. Identifikasi Masalah