26
poli paru RS HAM Medan maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai perbedaan kadar CRP pada penderita PPOK eksaserbasi dan PPOK stabil di RA3
dan poli paru RS HAM Medan.
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas perlu diteliti mengenai adakah perbedaan kadar CRP antara penderita PPOK stabil dan eksaserbasi di RA3 dan
poli paru RS HAM Medan.
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui perbedaan kadar CRP pada penderita PPOK stabil dan PPOK eksaserbasi.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik penderita PPOK eksaserbasi dan stabil. 2. Untuk mengetahui hubungan antara umur, IB, IMT, VEP
1
, CRP, CAT, dan mMRC
dengan penderita PPOK eksaserbasi dan stabil. 3. Untuk mengetahui hubungan antara kadar CRP dengan VEP
1,
IB , IMT,
CAT , dan mMRC.
4. Untuk mengetahui nilai rata-rata kadar CRP, CAT, mMRC, IMT, VEP
1
, umur, dan IB pada penderita PPOK eksaserbasi dan stabil.
5. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kadar CRP, nilai CAT, nilai mMRC
, IMT, VEP
1
, umur, dan IB pada penderita PPOK eksaserbasi dan stabil.
Universitas Sumatera Utara
27
1.4 Manfaat penelitian
1. Memberikan informasi besarnya kadar CRP pada penderita PPOK stabil dan eksaserbasi, sehingga dapat diketahui bahwa proses inflamasi yang
terjadi pada pasien PPOK dapat menimbulkan perubahan kadar CRP, dan dapat digunakan sebagai tanda awal terhadap penatalaksaanaan.
2. Peningkatan kadar CRP pada penderita PPOK dapat digunakan sebagai petanda untuk menentukan prognosa sehingga pemeriksaan ini harus
dilakukan secara rutin bagi penderita PPOK stabil dan eksaserbasi. 3. Selama ini penilaian pasien PPOK eksaserbasi adalah dari anamnesa dan
pemeriksaan klinis saja sehingga dengan adanya data kadar CRP yang meningkat dapat berguna untuk mengidentifikasi, mengkonfirmasi atau
sebagai prediktor PPOK eksaserbasi. 4. Peningkatan kadar CRP pada pasien PPOK stabil maupun eksaserbasi di
RSHAM Medan akan digunakan sebagai penambah data yang membuktikan bahwa pasien PPOK mengalami inflamasi yang berlangsung
secara terus menerus, sehingga diperlukan terapi anti inflamasi baik inhalasi maupun sistemik pada pasien PPOK terutama penderita PPOK
eksaserbasi. 5. Menambah data yang mendukung pernyataan keterlibatan mediator
inflamasi sistemik yaitu CRP pada penderita PPOK. 6. Sebagai langkah awal untuk penelitian selanjutnya mengenai pemeriksaan
biomarker inflamasi pada penderita PPOK.
Universitas Sumatera Utara
28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK
2.1.1 Defenisi PPOK
PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang persisten, bersifat progresif dan berhubungan dengan
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracunberbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat penyakit.
14
2.1.2 Epidemiologi PPOK
Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT 1992 menemukan angka kematian
emfisema, bronkitis kronik dan asma menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Pada tahun 1997 penderita PPOK yang dirawat
inap di RSUP Persahabatan sebanyak 124 39,7, sedangkan rawat jalan sebanyak 1837 atau 18,95. Di RSUD dr. Moewardi Surakarta ditemukan
penderita PPOK rawat inap sebanyak 444 15, dan rawat jalan 2368 14.
15
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab morbiditas dan kematian ke-4 terbesar di dunia dan WHO memperkirakan bahwa pada tahun2020
PPOK menjadi penyebab kematian ketiga tertinggi di dunia. Angka prevalensi, morbiditas, dan mortalitas PPOK bervariasi antar negara dan di antara kelompok
populasi, umumnya berkaitan dengan prevalensi perokok serta kondisi polusi
Universitas Sumatera Utara