Implementasi Balanced Scorecard Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah

No Item Implementasi Balanced Scorecard Analisis Kesesuaian Skor Sektor Pendidikan Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta Dengan demikian, tim tidak boleh merasa hanya ada satu kesempatan untuk memperkenalkan scorecard sehingga ingin menghasilkan scorecard yang sempurna. Hal ini akan didukung baik oleh respon positif karyawan pada setiap perubahan yang terjadi 10 Pemanfaatan sistem dan teknologi Scorecard seharusnya dimulai dengan proses manajemen, bukan suatu proses sistem. Sistem dan teknologi penting, namun masukannya setelah proses manajemen awal menggeneralisasikan tujuan, ukuran, inisiatif, dan menghubungkan scorecard ke seluruh organisasi. 100 partisipan menyatakan bahwa sistem dan teknologi sifatnya mendukung. Pada awal sudah dimulai dengan proses manajemen tetapi memang pemahaman karyawan masih rendah. Partisipan merasa pemanfaatan sistem dan telnologi sudah tepat dan dapat membantu pemahaman karyawan Sudah sesuai 3 11 Kapasitas dan kualitas konsultan Konsultan bukanlah pemilik program, dan juga tidak menyusun Key Performa Indicator KPI. Tugas utama konsultan adalah meyakinkan manajemen puncak terhadap perlunya balanced scorecard, memfasilitasi penyusunan visi, misi, strategi, dan KPI, serta melakukan transfer pengetahuan kepada pihak organisasi. Untuk itu diperlukan konsultan yang berpengalaman di bidangnya. Konsultan belum pernah mendampingan penerapan balanced scorecard di bidang pendidikan. Peran konsultan sangat besar tidak sekedar menjadi fasilitator tetapi lebih tepat pada mitra kerja yang dikukuhkan dengan MOU. Artinya balanced scorecard Yayasan Tarakanita merupakan proyek bersama atau kerjasama antara Yayasan Tarakanita dan pihak konsultan Kurang sesuai. Pengalaman konsultan yang belum pernah mendampingi di bidang pendidikan masih wajar karena belum banyak lembaga pendidikan yang memanfaatkan balanced scorecard sebagai sebuah sistem manajemen strategis. Namun peran konsultan yang sangat besar sebaiknya dihindari karena yang lebih memahami konten adalah pihak internal 2 1 1 9 No Item Implementasi Balanced Scorecard Analisis Kesesuaian Skor Sektor Pendidikan Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta 12 Dampak pada sistem kompensasi Organisasi menggunakan kompensasi sebagai suatu pendongkrak yang kuat untuk mendapatkan perhatian dan komitmen individu terhadap strategi. Scorecard digunakan untuk memperkenalkan indikator- indikator non-keuangan ke dalam suatu rencana kompensasi yang tidak mencakup bagaimana ukuran non-keuangan tersebut mendorong peningkatan kinerja perspektif pelanggan dan keuangan. Kompensasi sebaiknya didasarkan pada suatu strategi scorecard, bukan pada KPI scorecard 100 partisipan menyatakan implementasi balanced scorecard telah berdampak pada sistem kompensasi meskipun belum berjalan secara optimal. Namun demikian, perubahan sistem kompensasi tersebut belum berdampak pada peningkatan kinerja karyawan Kurang sesuai. Perubahan belum optimal dan kurang berdampak pada peningkatkan kinerja karyawan 2 SKOR TOTAL 24 1 2 3. Menghitung Persentase Tingkat Kesesuaian Pada tahap ini akan dihitung persentase tingkat kesesuaian implementasi balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta dengan kunci sukses implementasi balanced scorecard pada sektor pendidikan. Persentase tingkat kesesuaian dihitung dengan formulasi sebagai berikut. Jumlah skor total jumlah item pertanyaan x 3 Persentase tingkat kesesuaian dihitung dan disajikan sebagai berikut. 24 12x3 4. Melakukan Pembahasan Secara Diskriptif Analitis Analisis kesesuaian menunjukkan angka 67. Penjelasan kesesuaian tersebut adalah sebagai berikut. a. 3 dari 12 kunci sukses implementasi balanced scorecard 25 menunjukkan kesesuaian, yaitu keselarasan balanced scorecard masing-masing fungsi terhadap organisasi, penjabaran balanced scorecard organisasi ke masing-masing individu, dan pemanfaatan sistem dan teknologi. Balanced scorecard harus dijabarkan ke setiap orang dalam organisasi. Hal ini penting untuk membuat setiap orang dalam organisasi memahami strategi dan diberikan kontribusi untuk implementasi balanced scorecard. Dengan demikian, semua karyawan bukan hanya pejabat struktural dapat berpartisipasi dalam X 100 X 100 = 67 performance appraisals di mana sasaran individu diukur terhadap tujuan organisasi. Pada implementasi balanced scorecard di Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta sudah dilakukan penjabaran balanced scorecard ke setiap karyawan dalam organisasi dalam bentuk Individual Balanced Scorecard IBSC. IBSC Pejabat struktural dan fungsional guru dijabarkan dengan berbasis pada program kerja, sedangkan IBSC karyawan pelaksanatata usaha dan pembantu pelaksanan dijabarkan dengan berbasis pada uraian tugas dan wewenang. Yang perlu diperhatikan adalah sinkronisasi antara uraian tugas dan wewenang terhadap program kerja. Hal ini dimaksudkan agar IBSC karyawan pelaksana dan pembantu pelaksanan sejalan dengan IBSC guru dan pejabat struktural. Meskipun sudah dijabarkan, namun pemahaman karyawan terhadap IBSC masih cukup rendah. Hal ini salah satunya disebabkan oleh tolok ukur kinerja yang kurang akurat. Karyawan dapat memanipulasi data capaian untuk semata-mata memenuhi target. Balanced scorecard haruslah dimulai dengan proses manajemen, bukan suatu proses sistem. Sistem dan teknologi tepat digunakan setelah proses manajemen awal menggeneralisasikan tujuan, ukuran, inisiatif dan menghubungkan balanced scorecard ke seluruh organisasi. Pada implementasi balanced scorecard di Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta, sistem dan tekonologi memang hanya digunakan untuk membantu proses implementasi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI IBSC yang sebelumnya sudah didahului dengan proses manajemen. Sistem dan teknologi dilakukan pada proses pemberian bobot dan target. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa proses manajemen belum sungguh dipahami oleh pejabat struktural apalagi karyawan. Dengan demikian, karyawan menggunakan sistem dan teknologi sekedar untuk pengerjaan teknis atau administrasi tanpa memahami esensi proses manajemen sebelumnya b. 6 dari 12 kunci sukses implementasi balanced scorecard 50 menunjukkan kurang sesuai, yaitu pemahaman pejabat struktural, sosialisasi kepada karyawan, desain balanced scorecard untuk menggambarkan strategi, respon karyawan terhadap perubahan, kapasitas juga kualitas konsultan, dan dampak pada sistem kompensasi. Sebagian besar pejabat struktual belum memahami balanced scorecard secara utuh sebagai sebuah sistem manajemen strategis. Pemahaman mereka lebih pada hal teknis untuk pengukuran kinerja sumber daya manusia dalam bentuk Individual Balanced Scorecard IBSC. Hampir semua partisipan tidak mengetahui proses penyusunan balanced scorecard sampai pada sebuah matrik yang di Yayasan Tarakanita dikenal dengan sebutan Organizational Balanced Scorecard OBSC. Tingkat pemahaman pejabat struktural di tingkat kantor wilayah tentang balanced scorecard memang lebih tinggi dibandingkan pejabat struktural di tingkat unit. Hal ini dikarenakan, pejabat struktural di tingkat kantor PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI wilayah mendapatkan kesempatan lebih banyak berdiskusi tentang balanced scorecard dengan pejabat struktural di tingkat kantor pusat dalam kesempatan rapat kerja nasional rakornas. Pemahaman pejabat struktural yang belum penuh mengenai balanced scorecard menyebabkan timbul keraguan dalam melakukan sosialisasi kepada karyawan. Sosialisasi lebih ditekankan pada hal teknis atau administratif tanpa menyentuh keseluruhan konsep yang ada pada balanced scorecard. Hal ini menyebabkan respon karyawan cenderung kurang baik seperti adanya resistensipenolakan, menganggap sebagai beban, atau sekedar melaksanakan untuk memenuhi kebijakan lembaga tanpa mengetahui maksud dan tujuannya. Sebagian besar partisipan menganggap desain balanced scorecard sudah mengambarkan strategi yang dibutuhkan lembaga. Mereka juga berpendapat bahwa balanced scorecard pada setiap fungsi yang menjadi tugas mereka sudah sejalan dengan balanced scorecard organisasi secara menyeluruh. Hal ini dapat dipahami karena penyusunan balanced scorecard, sebagian besar dilakukan oleh tim balanced scorecard di tingkat kantor pusat baik untuk balanced scorecard di tingkat wilayah maupun unit sekolah. Porsi kecil dikerjakan oleh pejabat struktural di tingkat wilayah dan unit seperti penentuan target. Menurut pemaparan dari partisipan, desain balanced scorecard diberlakukan sama untuk seluruh wilayah dan unit secara nasional. Perbedaan mungkin terjadi dalam hal penentuan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI bobot. Di satu sisi, hal tersebut menjamin bahwa desain balanced scorecard pada masing-masing fungsi sejalan dan menggambarkan strategi dari organisasi. Namun, di sisi lain penyeragaman tersebut kurang memperhatikan analisis internal dan eksternal pada masing- masing unit. Menurut salah seorang partisipan, balanced scorecard Yayasan Tarakanita bersifat statis, tanpa mengalami evaluasi dan perubahan selama penerapan. Kestatisan tersebut mengakibatkan implementasi balanced scorecard tidak mengikuti perkembangan lingkungan. Karyawan tidak merespon terhadap ada tidaknya perubahan dalam implementasi balanced scorecard karena mereka belum memahami tentang balanced scorecard. Konsultan bukanlah pemilik program, sebaiknya tidak menyusun Key Performa Indicator KPI. Tugas utama konsultan adalah meyakinkan manajemen puncak terhadap perlunya balanced scorecard, menjadi fasilitator penyusunan komponen balanced scorecard, dan melakukan transfer pengetahuan kepada pihak organisasi. Dalam penerapan balanced scorecard di Yayasan Tarakanita, konsultan mempunyai peran yang besar dalam keseluruhan proses penerapan balanced scorecard. Peran tersebut dapat dikatakan lebih dari sekedar konsultan, karena merupakan mitra kerja yang dikuatkan dengan MOU untuk mengerjakan bersama-sama dengan tim Yayasan Tarakanita. Menurut partisipan, konsultan belum mempunyai pengalaman penerapan balanced scorecard di bidang pendidikan. Pada saat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mengimplementasikan balanced scorecard, Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta melakukan perubahan pada sebagian dari sistem kompensasi yang ada. Untuk mengubah secara total sistem kompensasi, diperlukan tahapan yang matang. Organisasi menggunakan kompensasi sebagai suatu pendongkrak yang kuat untuk mendapatkan perhatian dan komitmen individu terhadap strategi. Dalam implementasi di Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta, sebagian besar partisipan berpendapat bahwa perubahan sistem kompensasi tidak berdampak pada peningkatan kinerja karyawan. Secara ekstrim, beberapa partisipan mengatakan bahwa sistem kompensasi yang lama justru lebih memotivasi karyawan. Sistem kompensasi sebagain didasarkan pada pencapaian tolok ukur kinerja. c. 3 dari 12 kunci sukses implementasi 25 menunjukkan tidak sesuai, yaitu penggunaan pilot project, komitmen pejabat struktural, dan pembentukan tim khusus balanced scorecard sekaligus sebagai agen perubahan. Sebagian besar partisipan mengatakan implementasi balanced scorecard di Yayasan Tarakanita tidak melalui pilot project atau ada pilot project tetapi tidak dijelaskan mengenai evaluasi terhadap pilot project tersebut. Penggunaan pilot project menjadi informasi secara lisan dan tidak mendetail. Menurut Yuwono 2002, untuk memulai implementasi balanced scorecard sebaiknya menggunakan proyek percontohan pilot project dengan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI cakupan yang tidak terlalu luas. Hal ini dimaksudkan untuk kemungkinan adanya efektifitas dan efisiensi pada sumber daya organisasi. Organisasi kemudian dapat belajar dari hasil evaluasi dan memiliki waktu yang lebih leluasa untuk mengimplementasikan balanced scorecard. Hal yang perlu diperhatikan juga, dalam penentuan pilot project hendaknya mewakili karakteristik yang berbeda-beda dari banyak unit. Berdasarkan pemaparan dari partisipan, terlihat bahwa komitmen pejabat struktural terhadap balanced scorecard dapat dikatakan rendah. Hampir seluruh partisipan mengatakan bahwa mereka tidak pernah mengadakan rapatpertemuan secara kontinue khusus untuk berdebat dan berargumen mengenai tujuan dan ukuran pada balanced scorecard ataupun hubungan sebab akibat dalam peta strategi. Mereka menganggap peta strategi merupakan sebuah formalitas keilmuan yang cukup diketahui tanpa harus diimplementasikan. Rapat yang seringkali dilakukan lebih membahas teknik pelaksanaan sebuah kegiatan tanpa sedikit menyangkutkan dengan strategi organisasi. Pertemuanrapat yang membahas strategi penting dilakukan karena dapat membangun komitmen secara emosional terhadap strategi, terhadap balanced scorecard sebagai alat komunikasi, dan terhadap proses manajemen. Untuk mendorong proses implementasi balanced scorecard perlu dibentuk tim khusus sekaligus sebagai agen perubahan. Pada implementasi balanced scorecard di Yayasan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta, baik pada tingkat wilayah maupun tingkat unit sekolah tidak dibentuk tim khusus yang mengawal implementasi balanced scorecard. Pengelolaan implementasi include pada tugas pejabat struktural tanpa ada penekanan secara khusus untuk balanced scorecard. Hal ini dapat menyebabkan pejabat struktural mempunyai komitmen yang rendah dalam implementasi balanced scorecard karena hanya menganggap sebagai tugas tambahan di samping tugas pokok yang sebenarnya terkait pula dengan implementasi balanced scorecard. 5. Rekomendasi Terhadap Hasil Analisis Dari hasil analisis data di atas, peneliti memberikan rekomendasi sebagai berikut. a. Mengadakan pelatihan, kursus, atau diskusipertemuan dalam porsi yang lebih besar untuk para pejabat struktural agar seluruh pejabat struktural memahami balanced scorecard secara utuh. Dengan memiliki pemahaman secara utuh, pejabat struktural dapat memberikan sosialisasi kepada karyawan dengan baik sehingga pemahaman karyawan terhadap balanced scorecard akan meningkat. Jika seluruh karyawan telah memiliki pemahaman mengenai balanced scorecard diharapkan dapat mendukung implementasi balanced scorecard untuk mencapai tujuan lembagaorganisasi. b. Membentuk tim balanced scorecard secara khusus dan dikuatkan dengan surat keputusan. Tim balanced scorecard sebaiknya dari pejabat struktural karena erat kaitannya dengan tugas manajerial. Komposisi nama fungsional yang ada dapat diubah sesuai dengan nama perspektif dari balanced scorecard, misalnya bagian personalia diubah menjadi bagian learning and growth, bagian umum diubah menjadi bagian customer, divisi pendidikan dapat diubah menjadi divisi internal proses, dan bagian keuangan tetap menjadi bagian finansial. c. Meningkatkan komitmen tim balanced scorecard ataupun pejabat struktural dengan mengagendakan secara rutin pertemuan untuk saling berdebat dan berargumen mengenai tujuan dan ukuran pada balanced scorecard serta hubungan sebab akibat dalam peta strategi. d. Peneliti tidak merekomendasikan adanya pilot project kembali karena penerapan balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita sudah berjalan lebih dari empat tahun secara nasional. Yang perlu dilakukan adalah melakukan evaluasi atau analisis secara mendalam pada penerapan balanced scorecard dalam skala unit, baik di tingkat korporat, kantor wilayah, dan unit sekolah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Proses penyusunan balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta menunjukkan angka kesesuaian 100 terhadap proses penyusunan balanced scorecard pada sektor pendidikan menurut kajian literatur. Hal ini menunjukkan seluruh tahap proses penyusunan balanced scorecard pada sektor pendidikan dilaksanakan oleh proses penyusunan balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita. 2. Konsep balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta menunjukkan angka kesesuaian 75 terhadap konsep balanced scorecard pada sektor pendidikan. Indikator kinerja utama atau tolok ukur kinerja menjadi konsep yang paling tidak sesuai. 3. Implementasi balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta menunjukkan angka kesesuaian 67. Penentuan sistem pilot project, pemahaman dan komitmen pejabat struktural menjadi faktor yang paling tidak sesuai. Hal ini dapat diartikan bahwa pejabat struktural kurang memahami dan kurang komitmen terhadap implementasi balanced scorecard. 130

B. Rekomendasi Penelitian

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti memberikan rekomendasi sebagai berikut. 1. Proses Penyusunan Balanced Scorecard Pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta. Meninjau kembali proses penyusunan balanced scorecard yang seragam untuk organisasi secara keseluruhan dengan mempertimbangkan perbedaan analisis faktor internal dan eksternal pada masing-masing unit karya baik di tingkat korporat kantor pusat, kantor wilayah, dan unit sekolah. 2. Konsep Balanced Scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta. a. Tetap menggunakan rumusan visi yang ada. b. Meringkas rumusan misi dengan tidak menghilangkan esensi makna serta menambahkan unsur pasar dan teknologi pada rumusan misi. c. Memadatkan rumusan butir-butir analisis SWOT sesuai pilar manajemen yang utama dan mengelompokkanmemasukkan pada kolom SWOT yang tepat. d. Mengekplisitkan tahap-tahap proses perumusan strategi tujuan strategi berdasarkan analisis SWOT yang sudah dilakukan. e. Tetap menggunakan 5 lima perspektif yang ada, yaitu. 1 customer, 2 environment, 3 finansial, 4 internal, dan 5 learning and growth. f. Memadatkan rumusan tujuan strategis dengan menggabungkan beberapa rumusan tujuan strategis yang mempunyai esensi makna yang sama dan menggunakan kata kerja yang menunjukkan hasil pada seluruh rumusan tujuan strategis. g. Mengubah susunan perspektif pada peta strategi yaitu. 1 visi menjadi puncak peta strategi dijabarkan pada rumusan outcome, 2 menempatkan perspektif customer, finansial, dan enviroment pada posisi sejajar di tingkat selanjutnya, 3 perspektif internal mendukung pada posisi di bawahnya dan 4 perspektif learning and growth menjadi dasar peta strategi. h. Memadatkan indikator kinerja utama tolok ukur kinerja menjadi berjumlah 25 dua puluh lima, dengan proporsi perspektif customer 20, environment 8, internal 32, finansial 20 dan learning and growth 20. Menyesuaikan rumusan tolok ukur kinerja agar bersifat observabel dapat diamati dan measurabel mudah diukur. i. Menyesuaikan hubungan sebab akibat pada balanced scorecard berdasarkan pada susunan peta strategi yang telah direkomendasikan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Implementasi Balanced Scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta. a. Memperbanyak porsi pelatihan, diklat, atau kursus tentang balanced scorecard Yayasan Tarakanita bagi para pejabat struktural, terutama di tingkat kantor wilayah dan unit sekolah. b. Membentuk tim balanced scorecard secara khusus di masing-masing unit karya yang beranggotakan pejabat struktural setempat dan dikuatkan dengan surat keputusan. c. Meningkatkan komitmen tim balanced scorecard dengan mengagendakan secara rutin pertemuan untuk saling berdebat dan berargumentasi mengenai tujuan dan ukuran pada balanced scorecard serta hubungan sebab akibat dalam peta strategi. d. Meningkatkan sosialisasi kepada karyawan mengenai strategi lembaga yang terdapat dalam balanced scorecard dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman karyawan sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan lembaga. e. Tidak perlu melakukan pilot project ulang tetapi melakukan analisis dan evaluasi secara mendalam serta komprehensif pada penerapan balanced scorecard pada masing-masing unit karya kantor pusat, kantor wilayah, dan sekolah di Yayasan Tarakanita. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Keterbatasan Penelitian dan Saran

Penelitian ini memiliki keterbatasan sebagai berikut. 1. Rekomendasi terhadap hasil analisis disusun oleh peneliti dan kurang melibatkan partisipan yang berkepentingan dalam menerapkan balanced scorecard pada tahun-tahun selanjutnya. 2. Persentase tingkat kesesuaian yang dihasilkan belum merepresentasikan kualitas penerapan balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta. 3. Penelitian ini belum meneliti dampakkontribusi penerapan balanced scorecard bagi kemajuan lembaga pendidikan Yayasan Tarakanita. Pada penelitian selanjutnya, peneliti memberikan saran. 1. Memperbanyak porsi keterlibatan partisipan sebagai pemangku kepentingan terutama dalam menyusun rekomendasi untuk penerapan di tahun-tahun selanjutnya sehingga penelitian menjadi lebih bermanfaat serta aplikatif dalam mengembangkan organisasi yang menjadi tempat penelitian. 2. Penelitian selanjutnya dapat meneliti kualitas penerapan balanced scorecard pada lembaga pendidikan. Hal ini dapat ditempuh dengan meneliti secara mendalam mengenai implementasi balanced scorecard pada sebuah lembaga pendidikan terutama terkait dengan relevansi, efektivitas, dan berbagai faktor dibalik persentase tingkat kesesuaian. 3. Penelitian selanjutnya dapat meneliti kontribusi penerapan balanced scorecard bagi kemajuan lembaga pendidikan. Daftar Pustaka Akdon. 2007. Strategic Management For Educational Management. Bandung: Alfabeta. Alifuddin. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Pustaka Setia Birnbaum, R. 2000. The Life Cycle of Academic Management Fads. The Journal of Higher Education, Vol. 71 No. 1, pp. 1-16 . Chavan, Meena. 2009. The balanced scorecard: a new challenge. Journal of Management Development, Vol. 28 Iss 5 pp. 393 – 406. Dally, Dadang. 2010. Balanced Scorecard Suatu Pendekatan Dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. David, Fred R. 2015. Strategic Management: Concepts and Case. Thirteenth Edition. Boston: Prentice Hall. Davies, B. 2004. Developing The Strategically-Focused School. School Leadership and Management, Vol. 24 No. 1, pp. 11-27. Drucker, Peter F. 1989. What business can learn from nonprofits. Harvard Business Review, 674: 88 –93. Eacott, S. 2008. An Analysis of Contemporary Literature on Strategy in Education. International Journal of Leadership in Education, Vol. 11 No. 3, pp. 257-80. Fidler, Brian. 2002. Strategic Management for School Development. London: Sage Publications. Gaspers, Vincent. 2005. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard Dengan Six Sigma Untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Greiling, Dorothea. 2010. Balanced scorecard implementation in German non- profit organisations. International Journal of Productivity and Performance Management, Vol. 59 Iss 6 pp. 534 – 554. Hladchenko, Myroslava. 2015. Balanced Scorecard – a strategic management system of the higher education institution. International Journal of Educational Management , Vol. 29 Iss 2 pp.- 135